Dentist
Dentist
Ekstraksi Gigi
MAKALAH
EKSTRAKSI GIGI
BAB I
PENDAHULUAN
Pencabutan gigi merupakan tindakan medik dental terbanyak di Indonesia. Pencabutan atau ekstraksi
gigi didefinisikan sebagai pelepasan gigi dari sakunya pada tulang alveolar. Secara medik dental
pencabutan gigi yang rasional ditujukan untuk mencegah terjadinya problem lebih lanjut di masa depan.
Beberapa alasan yang sering dikemukan penderita yang ingin mencabutkan gigi antara lain karena
kerusakan struktur gigi (karies dan fraktur), posisi gigi yang buruk (impaksi, ektostema, dan berdesakan),
diperlukan untuk menunjang perawatan gigi yang lain (gigi tiruan dan ortodonsi), dan beberapa alasan
pribadi yang lain1. Namun demikian hingga saat ini, masih sering dijumpai penderita yang memaksa
untuk dilakukan pencabutan gigi walaupun belum menjadi indikasi pencabutan dengan alasan sakit yang
menyiksa, perawatan kedokteran gigi dipandang mahal, dan lama. Dengan demikian, pencabutan gigi
seringkali dijadikan jalan pintas atau pilihan tercepat untuk mengatasi problem yang terjadi pada gigi.
Kondisi ini menjadikan pencabutan gigi menjadi tidak rasional. Namun, dari beberapa alasan pencabutan
gigi yang tidak rasional ini, alasan utamanya adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat
Indonesia terhadap dampak pencabutan gigi.
Tindakan pencabutan gigi dengan kasus tertentu dibutuhkan peralatan penunjang yang lebih lengkap
sesuai dengan standard operasional bedah minor. Pemeriksaan Radiografi merupakan hal yang penting
untuk merencanakan tindakan dan penjelasan kepada pasien khususnya keadaan lokal yang
menyulitkan tindakan pencabutan gigi. Pasien harus dipastikan dalam keadaan kesehatan umum yang
baik, apabila mempunyai penyakit sistematik harus terkontrol. Apabila dipaksakan dan menggunakan
alat serta teknik yang tidak tepat sering kali menimbulkan komplikasi. Untuk menghidari atau
mengurangi komplikasi yang terjadi pada pencabutan gigi dengan penyulit, maka dokter gigi harus
mengetahui teknik dalam tindakan tersebut. Sebaiknya dokter memiliki kemampuan dan keterampilan
melelaui penelitian. Anamnesa yang cermat mengenai riwayat pencabutan gigi sebelumnya,
pemeriksaan klinis yang teliti serta radiografi dapat memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi.
Jika dengan teknik sederhana atau intra alveolar tidak dapat mengeluarkan gigi maka pencabutan gigi
dapat digunakan teknik closed method atau open method extraction2.
1.3 Tujuan
ISI
Ekstraksi gigi adalah menghilangkan gigi. Jika saraf gigi telah mati atau gigi telah terinfeksi sangat parah,
pencabutan merupakan satu-satunya cara. Pencabutan gigi bisa dilakukan dengan cara yang sederhana
ataupun pencabutan yang rumit3.
Ekstraksi gigi merupakan proses pencabutan atau pengeluaran gigi dari tulang alveolus, dimana pada
gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga merupakan operasi
bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh
bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan disatukan oleh gerakan lidah dan rahang4.
1. Gigi dengan karies yang dalam, yaitu gigi tidak dapat dipertahankan lagi apabila gigi sudah tidak
dapat direstorasi4.
2. Penyakit periodontal yang parah, yaitu apabila terdapat abses periapikal, poket periodontal yang
meluas ke apek gigi, atau yang menyebabkan gigi goyang4.
3. Gigi yang terletak pada garis fraktur, gigi ini harus dicabut sebelum dilakukan fiksasi rahang yang
mengalami fraktur karena gigi tersebut dapat menghalangi penyembuhan fraktur4.
4. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth/crowding teeth. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan maloklusi pada gigi permanen. Oleh karena itu, pencabutan gigi harus segera dilakukan4.
Tindakan pencabutan gigi dapat juga dilakukan pada gigi sehat dengan tujuan memperbaiki maloklusi,
alasan estetik, dan juga kepentingan perawatan orthodontik atau prostodontik5.
2.3 Faktor-faktor Tidak Dapat Dilakukannya Ekstraksi Gigi
Pencabutan gigi terkadang tidak bisa dilakukan karena berbagai factor, diantaranya sebagai berikut:
1. kelainan sistemik, seperti diabetes melitus, hipertensi, leukemia yang tidak terkontrol, kehamilan,
dan kelainan perdarahan6.
2. kelainan lokal, seperti perikoronitis akut, oedem berat, abses dentoalveolar akut, dan sebagainya6.
Riwayat kesulitan pencabutan gigi sebelumnya dari pasien dapat dijadikan bahan penilaian
kemungkinan timbulnya kesulitan kembali pada pencabutan gigi selanjutnya. Pemeriksaan klinis secara
cermat dari gigi yang akan dicabut beserta jaringan pendukung dan struktur penting di dekatnya dapat
memberikan informasi yang berharga dalam menentukan tingkat kesulitan pencabutan gigi7.
a. Gigi mempunyai tambalan atau karies yang besar, miring atau rotasi, masih kokoh atau goyang,
dengan struktur penunjang yang terkena penyakit atau hipertrofi7.
b. Ukuran mahkota sering kali menunjukkan ukuran akarnya. Mahkota yang besar biasanya
menunjukkan akar yang besar pula. Sedangkan gigi dengan mahkota klinis yang pendek dan lebar
seringkali memiliki akar yang panjang7.
c. Gigi dengan mahkota bertanda atrisi biasanya memiliki ruang pulpa yang sudah mengalami
kalsifikasi dan rapuh. Gigi seperti ini sering terletak di dalam tulang yang padat, dan permukaan lempeng
luar tulang berbentuk cembung7.
d. Gigi tanpa pulpa biasanya memiliki akar yang telah teresorbsi dan sering rapuh7.
e. Struktur pendukung gigi dan struktur yang berdekatan dapat menjadi penyulit dalam pencabutan
gigi7.
f. Gigi di dekatnya yang malposisi dan berjejal rentan terhadap fraktur atau luksasi dan sering
mepersulit adapatasi tang7.
g. Gigi yang telah memanjang dan tidak mempunyai antagonis membutuhkan tekanan pencabutan
sedemikian rupa sehingga ada kemungkinan prosesus alvcolaris menjadi fraktur7.
2.5 Alat-alat Ekstraksi
Untuk mengekstraksi gigi dari tulang alveolar, perlekatan periodontal harus dilepaskan dan soket gigi
diperbesar untuk mengeluarkan gigi. Untuk mencapai hal tersebut, banyak instrumen yang telah
berkembang8.
A. Klasifikasi tang :
B. Jenis tang :
a) paruh
b) Engsel
c) Pegangan
Paruh dan pegangan hampir satu garis penuh dan dilihat dari samping seperti garis lurus8.
· Paruh terbuka
· Berbentuk S
· Ciri-ciri :
Gambar. Tang gigi anterior rahang bawah(kiri) Tang Premolar rahang bawah(kanan)
Tang molar rahang bawah Tang M3 rahang bawah Tang sisa akar rahang bawah
6. Elevator
Indikasi penggunaan :
f) Untuk memisahkan gigi dengan gingiva sebelum penggunaan dengan tang (Bein)
b) Blade (pisau)
Blade(pisau)
Raspatorium
Rounger Forcep
Ada 2 tipe : 1) Yang berparuh bulat (Round nose rongeur) 8
Bone File
Needle Holder
Jarum
g) Gunting
Gunting
j) Curret (kuret)
Curret
Pencabutan gigi teknik open method extraction adalah teknik mengeluarkan gigi dengan cara
pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang. Prinsip pada teknik ini adalah pembuatan
flap, membuang sebagian tulang, pemotongan gigi, pengangkatan gigi, penghalusan tulang, kuretase,
dan penjahitan2.
Teknik pencabutan open method extraction dilakukan pada gigi akar tunggal jika pencabutan secara
intra alveolar atau pencabutan tertutup mengalami kegagalan, atau fraktur akar di bawah garis servikal.
Tahap pertama teknik ini adalah membuat flap mukoperiostal dengan desain flap envelope yang
diperluas ke dua gigi anterior dan satu gigi posterior atau dengan perluasan ke bukal/labial. Setelah flap
mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya dilakukan pengambilan tulang pada daerah
bukal/flabial dari gigi yang akan dicabut, atau bisa juga diperluas kebagian posterior dari gigi yang akan
dicabut. Jika tang akar atau elevator memungkinkan masuk ke ruang ligamen periodontal, maka
pengambilan dapat digunakan tang sisa akar atau bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial
atau bukal gigi yang akan dicabut. Jika akar gigi terletak di bawah tulang alveolar dan tang akar atau
elevator tidak dapat masuk ke ruang ligamen periodontal maka diperlukan pengambilan sebagian tulang
alveolar. Pengambilan tulang diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari luka bedah yang besar.
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, pengambilan tulang
dilakukan dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang alveolar. Kedua, pembuangan tulang
bagian bukal dengan bur atau chisel selebar ukuran mesio-distal akar dan panjangnya setengah sampai
dua pertiga panjang akar. Pengambilan akar gigi bisa dilakukan dengan elevator atau tang akar. Jika
dengan cara ini tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian bukal diperdalam mendekati ujung akar
dan dibuat takikan dengan bur untuk penempatan elevator. Setelah akar gigi terangkat selanjutnya
menghaluskan tepian tulang, kuretase debris atau soket gigi. mengirigasi dan melakukan penjahitan
tepian flap pada tempatnya2.
Gambar 1 : Pencabutan gigi teknik open method extraction dengan pengambilan sebagian tulang bukal.
Pencabutan gigi akar multipel dan akar divergen perlu pengambilan satu persatu setelah
dilakukan pemisahan pada bifurkasinya. Pertama pembuatan flap mukoperiostal dengan desain flap
envelop yang diperluas. Selanjutnya melakukan pemotongan mahkota arah linguo-bukal dengan bur
sampai akar terpisahkan. Pengangkatan akar gigi beserta potongan mahkotanya satu-persatu dengan
tang2.
Gambar 2 : Tcknik open method extraction dengan pemotongan mahkota gigi arah linguo-bukal
Cara lain adalah dengan pengambilan sebagian tulang alveolar sebelah bukal sampai dibawah servikal
gigi. Bagian mahkota dipotong dengan bur arah horizontal dibawah servikal. Kemudian akar gigi
dipisahkan dengan bur atau elevator, dan satu persatu akar gigi diangkat. Tepian tulang atau septum
interdental yang tajam dihaluskan. Selanjutnya socket atau debris dikuret dan diirigasi serta pcnjahitan
tepian flap pada tempatnya2.
Gamtrar 3 : Pencabutan gigi molar bawah dengan teknik open method extraction, dimana dilakukan
pemotongan mahkota dan akar gigi.
Gambar 4 : Pencabutan gigi molar atas dengan pemotongan mahkota dan pengambilan akar satu
persatu.
Ekstraksi gigi dapat mengakibatkan kerusakan tulang rahang. Kerusakan lebih lanjut secara
terintegrasi dapat mengakibatkan gangguan system pencernaan makanan. Kerusakan tulang alveolar
dapat menimbulkan beberapa kerusakan komponen penting dalam tulang alveolar yang seterusnya
dapat menimbulkan resorpsi tulang rahang9.
Ekstraksi gigi akan mengakibatkan (1) penurunan jumlah sel induk/sel puncak/stem cells,dan sel
dewasapada ligament periodontal/LP yang menurunkan kapasitas regenerasi tulang dan pembentukan
ekstra seluler matriks10. (2) penurunan jumlah reseptor proprioseptif pada jaringan periodontal, yang
berperan mendeteksi beban sehingga beban yang besar pada rahang dapat dikurangi11. (3) penurunan
faktor
pertumbuhan tulang local12. (4) penurunan fungsi tulang akibat kehilangan gigi yang menyebabkan
disuse atrophy karena kehilangan kontak dengan gigi antagonis13.
Komplikasi akibat ekstraksi gigi dapat terjadi karena berbagai faktor dan bervariasi pula dalam hal
yang ditimbulkannya. Komplikasi dapat digolongkan menjadi intraoperatif, segera sesudah pencabutan
dan jauh setelah pencabutan14. Komplikasi yang sering ditemui pada pencabutan gigi antara lain
perdarahan, pembengkakan, rasa sakit, dry socket, fraktur, dan dislokasi mandibula15.
Ekstrasi gigi merupakan prosedur pencabutan gigi yang sering terjadi pendarahan, sedangkan kulit
dan biji kelengkeng diketahui mengandung fenolik seperti corilagin, antimikroba, antioksidan, dan
antiinflamasi yang akan mencegah terjadinya pendarahan (infeksi sekunder) pada daerah luka yang
berpengaruh pada proses penyembuhan16.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekstraksi gigi adalah menghilangkan gigi. Jika saraf gigi telah mati atau gigi telah terinfeksi sangat parah,
pencabutan merupakan satu-satunya cara. Pencabutan gigi bisa dilakukan dengan cara yang sederhana
ataupun pencabutan yang rumit. Riwayat kesulitan pencabutan gigi sebelumnya dari pasien dapat
dijadikan bahan penilaian kemungkinan timbulnya kesulitan kembali pada pencabutan gigi selanjutnya.
Pemeriksaan klinis secara cermat dari gigi yang akan dicabut beserta jaringan pendukung dan struktur
penting di dekatnya dapat memberikan informasi yang berharga dalam menentukan tingkat kesulitan
pencabutan gigi.
Jika dengan teknik sederhana atau intra alveolar tidak dapat mengeluarkan gigi maka pencabutan gigi
dapat digunakan teknik closed method atau open method extraction. Pencabutan gigi dengan penyulit
dapat dilakukan dengan teknik open method extraction, teknik ini jika dilakukan dengan benar dapat
merupakan solusi yang baik untuk tindakan pencabutan gigi dengan kasus-kasus penyulit dan dapat
menghindari resiko yang tidak diinginkan baik bagi pasien maupun dokter giginya. Teknik ini
membutuhkan peralatan penunjang bedah yang sesuai disamping kemampuan dari operator yang
terlatih.
3.2 Saran
Seorang dokter gigi dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi sederhana bisa saja menghadapi kondisi
komplikasi perdarahan. Oleh karena itu, pengetahuan akan faktor yang menyebabkan dan cara
menanggulanginya menjadi suatu hal yang penting dalam menghadapi kondisi tersebut.
Hindari atau minimalkan komplikasi setelah pencabutan gigi dengan prinsip dasar yaitu tentukan
rencana pencabutan yang jelas, gunakan teknik yang baik dan benar, dan pemberian informed consent
tertulis tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
REFERENSI
1. Pagni G, dkk 2012: Postextraction Alveolar Ridge Preservation: Biological Basis and Treatments.
International Journal of Dentistry, Vol. 2012 No. 1: 1-13
2. Agung, Sagung 2013: Dental Exrtaction Technique Using Difficulty. Jurnal Kesehatan Gigi.Vol. 1 No.
2: 115-119
3. Pontoh, Beatrix 2014: Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Perubahan Denyut Nadi Pada Pasien
Ekstraksi Gigi Di Puskesmas Tuminting Manado. Jurnal e-GiGi (Eg), Vol. 2 No. 1: 13-17
4. Brany, Nurrany 2016: Gambaran Kecemasan Pasien Ekstraksi Gigi Di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
(Rsgm) Unsrat. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 5 No. 1: 39-45
5. Aulia, Syafrudin 2016: Pengaruh Mendengarkan Ayat Suci Al Quran Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Sebelum Tindakan Ekstraksi Gigi. Odonto Dental Journal. Vol 3. No. 1: 55-59
6. Hamzah, Zahreni 2015: Pencabutan Gigi yang Irrasional Mempercepat Penurunan Struktur
Anatomis dan Fungsi Tulang Alveolar. Stomatognatic (J. K. G Unej). Vol. 12 No. 2: 61-66.
7. Lumentut, Reyna 2013: Status Periodontal dan Kebutuhan Perawatan Pada Usia Lanjut. Jurnal e-
GiGi (Eg). Vol. 1 No. 2:
8. Robert Ireland, 2016: Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Blackwell Munksgaard.
9. Hutchinson E.F, 2015: Importance of teeth in maintaining the morphology of the adult
mandible in humans. European Journal of Oral Sciences. Vol. 123 (issue-5): 341-
349.
10. Vishwakarma A, 2015: Stem Cell Biology and Tissue Engineering in Dental Sciences.
11. Rathee M, 2014: Oral Proprioception for Prevention and Preservation. RRJDS. Vol. 2 (Supplement 1):
42-46.
12. Chen G, 2012: Signaling In Osteoblast Differentiation and Bone Formation. Int J. Biol. Sci. Vol. 8:272-
288.
13. Reich K.M, 2011: Atrophy of the residual alveolar ridge following tooth loss in an historical
population. Oral Diseases. Vol. 17 (issue-1): 33-44.
14. Gordon PW, 2013: Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (4th ed). EGC, Jakarta
15. Chandra HM, 2014: Buku Petunjuk Praktis Pencabutan Gigi (1st ed). Sagung Seto, Makassar
16. Susilawati, dkk. 2013: Potensi Kulit dan Biji Kelengkeng (Euphoria longan) sebagai Gel Topikal untuk
Mempercepat Penyembuhan Luka pasca Ekstraksi Gigi. B IMKGI Vol. 1 No. 2
Diposting oleh Nor Kamalia di 00.59 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beranda
Follow Us
Popular Posts
Ekstraksi Gigi
MAKALAH EKSTRAKSI GIGI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan
tindakan medik...
Find Us On Facebook
Arsip Blog
▼ 2016 (1)
▼ November (1)
Ekstraksi Gigi
Mengenai Saya
Nor Kamalia