Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan mengemukakan pembahasan dengan membandingkan antara teori
dan kasus pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi faktor
pendukung, penghambat dan alternative pemecahan masalah yang ditemui selama proses
pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa terhadap klien Tn. D dengan Harga Diri Rendah diRuang
CIkampek RSUD Karawang .

Proses pembahasan yang dikemukakan menggunakan pendekatan yang meliputi tahap


pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan data dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian dilakukan pada Tn.D secara komprehensif, meliputi aspek biopsikososial dan
spiritual, sehingga didapat data subjektif dan data objektif yang merupakan dasar dalam
merumuskan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil
pengkajian, manifestasi klinis yang ditemukan pada Tn.D sesuai dengan teori dan
menunjukan perilaku harga diri rendah yaitu klien menganggap dirinya tidak berguna
dengan alasan dia merasa minder dengan kondisi fisiknya yaitu warna kulit nya tubuhnya
yang gelap dan pasien merupakan seorang ayah atau suami tetapi belum mempunyai anak
sudah bercerai.

Faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah Penolakan dari orang
tua, kurang penghargaan, pola asuh yang salah, persaingan antar saudara, kesalahan atau
kegagalan yang berulang dan tidak mampu mencapai standar yang ditemukan sedangkan
faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada Tn. D adalah pada tahun 2019 klien
mengalami perceraian dengan istrinya, dengan kejadian tersebut klien merasa kecewa.
Sebelum klien bercerai dengan istrinya klien belum pernah mengalami gangguan jiwa.
Semenjak klien bercerai dengan istrinya klien sering menyendiri dan melamun, kemudian
pada tanggal 22-01-2020 dirawat diRS Medika selama 5 hari,pulang 1 hari dan dirawat lagi
diRS Puri selam 1 hari,kemudian tgl 03-02-2020 dirawat diRSUD karawang.

Untuk faktor presipitasi yang terdapat pada teori yaitu trauma dan ketegangan peran yang
terdiri dari transisi peran perkembangan, transisi peran situasi dan transisi peran sehat sakit.
Sedangkan faktor presipitasi yang ditemukan pada Tn. D adalah klien merasa tidak dihargai
oleh istrinya karena bercerai dengan istrinya, oleh karena itu klien merasa kecewa.

Mekanisme koping pada klien dengan harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah
koping jangka pendek yang terdiri dari aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari,
memberikan identitas pengganti sementara, memberi kekuatan atau dukungan sementara dan
yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam
kehidupan, koping jangka panjang yang terdiri dari penutupan identitas dan identitas negatif,
serta pertahanan ego seperti fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi dan displacement. Sedangkan
mekanisme pertahanan ego yang ditemukan pada Tn. D adalah harga diri rendah dimana
pasien merasa tidak dihargai oleh istrinya.

Sumber koping yang ada pada teori adalah aktifitas olahraga, hobi dan kerajinan tangan, seni
dan ekspresif, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan, bakat, kecerdasaan, imajinasi, dan
hubungan personal sedangkan sumber koping yang digunakan oleh Tn. d adalah maladaptif.

Pohon masalah yang terdapat pada teori dan kasus adalah harga diri rendah, isolasi sosial,
defisit perawatan diri,dan resiko perilaku kekerasan. Adapun pengembangan masalah yang
terdapat pada kasus adalah resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi yang dibuktikan
dengan data-data tersebut sudah tidak ditemukan seperti berbicara sendiri,berduka
disfungsional : berdasarkan data dari status klien, klien pernah mengalami
perceraian ditahun 2019, Harga diri rendah : data yang didapatkan klien mengatakan
dirinya malu dengan dirinya sendiri, klien merasa tidak berguna, defisit perawatan diri : dari
data yang didapatkan pakaian klien tampak tidak rapi,tercium bau badan, isolasi sosial :
data yang didapatkan klien cenderung menyendiri, melamun, dan tidak mau bergaul, resiko
perilaku kekerasan : klien di rumah sering marah-marah dan memecahkan barang-barang.
Selama melakukan pengkajian didapatkan faktor pendukung yaitu adanya kerjasama
pengkaji dengan pengurus pondok rehabilitasi, sikap klien yang cukup kooperatif sehingga
didapatkan data-data yang menunjang diangkatnya kasus ini, penggunaan format pengkajian
yang sesuai antara lahan dan institusi pendidikan. Adapun faktor penghambat yang temukan
adalah selama berdinas tidak ada yang menjenguk sehingga mengalami kesulitan dalam
memvalidasi data. Maka solusi yang dapat diberikan adalah melakukan wawancara dengan
pengurus pondok mengenai pengkajian dan keperawatan pada Tn.K dengan harga diri
rendah

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah selanjutnya dalam proses keperawatan. Pada teori
terdapat 3 diagnosa keperawatan yaitu harga diri rendah, isolasi sosial dan ideal diri tidak
realitas sedangkan pada Tn. D ditemukan 6 diagnosa yaitu,Harga diri
rendah,Berduka,Ansietas,Defisit perawatan diri,Risiko Distress spiritual,Perilaku kesehatan
cenderung beresiko.

Dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn.D diprioritaskan pada diagnosa
keperawatan pertama yaitu harga diri rendah karena bila tidak diatasi dapat berkembang
menjadi isolasi sosial, masyarakat dan lingkungan sekitar dan bila berkembang lebih lanjut
dapat mengakibatkan masalah keperawatan resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi
menjadi aktual.

Dalam menegakkan diagnosa keperawatan ditemukan hambatan yaitu membedakan antara


perilaku yang menunjukan harga diri rendah dengan isolasi sosial disebabkan data
objektif dari kedua diagnosa tersebut sangat mirip. Solusinya perawat mengkaji lebih dalam
lagi data subjektif sehingga dapat ditemukan masalah utamanya.

C. Perencanaan keperawatan
Dalam membuat perencanaan, di arahkan pada pemecahan masalah yang ada,yaitu berupaya
membantu meningkatkan percaya diri dan kemampuan klien untuk berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungan. Rencana keperawatan yang dibuat pada setiap diagnosa
keperawatan sudah sesuai dengan tiga aspek diagnosa utama yaitu tujuan umum, tujuan
khusus dan rencana tindakan keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat pada Tn. K
sudah sesuai dengan tahapan pengkajian dan diagnosa keperawatan untuk mengatasi
keempat diagnosa keperawatan yang muncul pada klien, lengkap dengan tujuan umum dan
tujuan khusus pada setiap diagnosa keperawatan.

Pada setiap diagnosa ada hal yang tidak terdapat pada teori yaitu penulisan mencantumkan
jumlah pertemuan yang dibutuhkan perawat untuk mencapai setiap tujuan khusus (TUK)
dan disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan prediksi awal yaitu sekali pertemuan
untuk setiap tujuan khusus. Untuk diagnosa prioritas yaitu terdapat 2 TUK yaitu TUK 1
klien dapat membina hubungan saling percaya, dilakukan sebanyak satu kali pertemuan.
TUK 2 yaitu dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dilakukan
sebanyak dua kali pertemuan. TUK 3 yaitu dapat menilai kemampuan yang digunakan,
dilakukan satu kali pertemuan. TUK 4 yaitu dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan
sesuai dengan kempuan yang dimiliki, dilakukan sebanyak dua kali. TUK 5 dapat
melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya dan TUK 6 yaitu dapat
memanfaatkan sistem pendukung yang ada, sedangkan pada terapi aktivitas kelompok pada
klien dengan harga diri rendah sehubungan dengan jadwal yang ada diruangan pada saat
penulis berdinas tidak dilaksanakan.

Dalam membuat perencanaan, kelompok tidak menemukan hambatan dan kendala yang
berarti karena sudah tersedia buku sumber dan adanya standar asuhan keperawatan
perencanaan kesehatan jiwa yang sudah baku yang berlaku di seluruh tatanan pelayanan
keperawatan.

D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini kelompok mengacu pada rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya
dan dipermudah dengan adanya strategi pelaksanaan dengan memprioritaskan masalah yang
ada pada Tn. K dan disesuaikan dengan situasi kondisi serta kebutuhan klien. Pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 16 – 25 Februari 2017

Dari 4 diagnosa yang penulis temukan semua diagnosa penulis lakukan : Harga diri rendah :
SP1 dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 17 februari 2017 pukul 14.30 – 15.00 WIB.
SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 18 februari 2017 pukul 15.00-15.30 WIB.
Isolasi sosial : SPI dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 17 februari 2017 pukul 15.30 –
16.00 WIB. SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 18 februari 2017 pukul 10.00-10.30
WIB Defisit Perawatan Diri : SPI dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 18 februari 2017
pukul 16.30-17.00 WIB. Dan pada tanggal 22 februari 2017 dilakukan SP 2 untuk HDR, ISOS
dan DPD Kemudian tanggal 23 februari 2017 dilakukan SP 2 untuk HDR, SP 3 untuk ISOS
dan SP 3 untuk DPD dan TAKS untuk membantu klien bersosialisasi dengan teman – teman
lain yang ada di pondok dengan cara membagi kedalam 7 sesi. Sesi pertama (memperkenalkan
diri) sesi kedua (berkenalan), sesi ketiga bercakap – cakap dengan anggota kelompok, sesi
keempat (bercakap – cakap dengan topik tertentu), sesi kelima (bercakap – cakap dengan topik
pribadi), sesi keenam (kemapuan bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok), sesi
ketujuh (meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok sosial bertahap). Dari hasil TAKS
yang dilakukan kelompok di pondok, didapatkan ada pengaruh terapi aktivitas kelompok
terhadap kemampuan interaksi pada klien Tn.K, hasil TAKS ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vivin Roy dengan judul “Pengaruh Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap
Kemampuan Interaksi Sosial Pasien ISOS di RSJ Graha Yogyakarta Tahun 2015” didapatkan
ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan interaksi sosial pasien
isolasi sosial dan harga diri rendah. Hasil TAKS pada Tn.K didapatkan hasil Tn.K mampu
memperkenalkan diri, berkenalan dengan 4 sampai 5 orang dalam kelompok, klien mampu
berinteraksi secara bertahap dengan perawat serta mampu melakukan keterampilan sosial yang
telah di ajarkan, seperti berkenalan dengan satu, dua orang atau lebih dalam kelompoknya, dan
mampu mengobrol sesuai dengan topik yang di inginkan sehingga klien mampu berinteraksi
dengan teman satu ruangannya. Terdapat pengaruh penerapan latihan keterampilan sosialisasi
dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi klien, untuk
mengeksplorasikan perasaan dan pikirannya sehingga dapat diketahui penyebab penurunan
kemampuan tersebut dan dapat memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.

Adapun faktor pendukung yang kelompok temukan yaitu adanya kerjasama antara
kelompok dengan pengurus pondok serta keadaan klien yang kooperatif dan mau
berkerjasama. Sedangkan faktor penghambat yang kelompok temukan adalah tidak ada
keluarga yang berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang penulis lakukan adalah
berkolaborasi dengan pengurus pondok untuk melakukan TUK 5 dan TUK 6 yaitu
memanfaatkan sistem pendukung yang ada pada kelurga dan menindak lanjuti diagnosa
keperawatan yang belum tercapai,yaitu diagnosa keperawatan 1.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang didapatkan setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. K yang
berkolaborasi dengan pengurus pondok dari tanggal 17 februari – 18februari 2017 adalah
sebagai berikut : diagnosa 1 Harga diri rendah dapat dilakukan sampai SPII, diagnosa 2
Isolasi sosial dapat dilakukan sampai SPII, diagnosa 3 Defisit perawatan diri dapat
dilakukan SP1.

Adapun faktor pendukung yang kelompok temukan yaitu adanya kerjasama yang baik antara
penulis, klien dan pengurus pondok, sedangkan faktor penghambatnya adalah
keterbatasannya jam dinaskelompok sehingga tidak bisa mengevaluasi klien 24 jam
dan keterbatasan data yang didapatdari pengurus pondok dan dari keluarga klienyang tidak
berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang dilakukan adalah meningkatkan
kerjasama dengan pengurus pondok untuk melakukan evaluasi pada klien setelah dilakukan
pelaksanaan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai