Anda di halaman 1dari 2

Contoh reaksi antibody monoclonal di dunia farmasi

1. Transtuzumab

″Trastuzumab″ (Herceptin) merupakan suatu antibodi monoklonal humanized yang


menghambat sel pertumbuhan dengan cara mengikat bagian ekstraseluler reseptor HER2 protein
tyrosine kinase. ″Trastuzumab″ juga menginduksi ADCC melalui sel NK dan monosit untuk melawan
sel ganas. ″Trastuzumab″ mempunyai efek samping berupa disfungsi jantung (27% pada terapi
kombinasi dan 8% terapi tunggal), mielosupresi dan diare. Ekspresi protein HER2 yang berlebihan
ditemukan pada jaringan tumor KPKBSK dengan menggunakan teknik immunohistochemistry (IHC)
20%, fluorescence in situ hybridization (FISH) 6% dan kadar serum HER2 > 15 ng/ml pada ELISA 6%.
Immunohistochemistry (IHC) didapatkan 66 spesimen memberikan hasil positif dan ELISA
didapatkan 13 spesimen positif tetapi tidak satupun spesimen positif pada FISH. (Segota, E., et al.,
2004; Heinmoller, P., et al., 2003) Kombinasi ″trastazumab″ dan kemoterapi memberikan hasil lebih
baik growth inhibitor pada sel yang mengekspresi HER2. Kombinasi ″trastuzumab″ dengan
kemoterapi terbukti secara klinis memberikan keuntungan pasien kanker payudara metastasis HER2
positif. Penelitian uji klinis randomisasi fase II efek penambahan kombinasi ″trastazumab″ dengan
kemoterapi standar (gemcitabine dan cisplatin) pada pasien KPKBSK HER2 positif memberikan hasil
toleransi yang baik secara klinis. Kombinasi paclitaxel, carboplatin dan ″trastuzumab″ dapat
diberikan pada KPKBSK stage lanjut dengan toksisiti yang tidak lebih buruk dibandingkan dengan
terapi tanpa ″trastuzumab″. Strategi yang paling menjanjikan dari target HER2 adalah penggunaan
kombinasi inhibitor EGRF TK dengan inhibitor HER2 dimerization. (Bunn, P.A., et al., 2001; Vogel,
C.L., et al., 2002; Lanjer, C.J., et al., 2004) 59

2. Cetuximab

″Cetuximab″ (Erbitux) merupakan antibodi monoklonal chimeric yang bekerja mengikat EGFR pada
bagian ekstraseluler. ″Cetuximab″ memberikan efek samping ruam acneiform, folikulitis pada wajah
dan dada serta dilaporkan juga reaksi hipersensitif. Response rate (RR) lebih tinggi bila terjadi ruam
pada kulit. Penelitian fase II monoterapi ″cetuximab″ pasien KPKBSK rekuren dan metastasis yang
dideteksi EGFRnya dan yang telah diberikan satu atau lebih regimen kemoterapi sebelumnya,
didapatkan 2 dari 29 (6,9%) parsial respons (PR) dan 5 pasien (17,2%) penyakitnya stabil. Uji klinis
fase II pasien KPKBSK stage IIIB/IV rekuren atau metastasis didapatkan respons, 3,3% PR (2/60
pasien) dan 25% penyakitnya stabil (15/60 pasien). Hal ini menunjukkan toleransi ″cetuximab″
sangat baik. (Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al., 2005) Efikasi ″cituximab″ ditambah
kemoterapi lainnya telah diteliti. Penelitian fase I pada KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien
(10,5%) dengan dosis multipel ″cetuximab″ dan cisplatin. Uji klinis randomisasi terkontrol
kemoterapi naive pasien KPKBSK stadium lanjut dengan ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR
yang tinggi pada regimen ″cetuximab″, vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan
″vinorelbine″ dan ″cisplatin″ saja (31,7% vs 20,0%). Penelitian lain kombinasi ″cetuximab″ dilaporkan
bahwa didapatkan RR yang hampir sama. Kombinasi ″cetuximab″ dengan docetaxel kemoterapi
pada KPKBSK refrakter/resisten didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47) penyakitnya stabil.
″Cetuximab″ yang ditambahkan regimen paclitaxel + carboplatin atau regimen gemcitabine +
carboplatine pada KPKBSK naïve didapatkan masing – masing RR 26% (31 pasien) dan 28,6% (35
pasien). (Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al., 2005)

3. Bevacizumab

″Bevacizumab″ (Avastin) merupakan antibodi monoklonal humanized yang bekerja pada target
VEGF, menstimulasi formasi pembuluh darah baru tumor. ″Bevacizumab″ mempunyai efek samping
berupa hipertensi sedang dan efek yang jarang terjadi adalah perforasi intestinal. Beberapa inhibitor
angiogenesis telah diteliti pada KPKBSK termasuk VEGF, VEGFR antibodi dan inhibitor VEGFR TK.
Penelitian terbaik inhibitor angiogenesis adalah ″bevacizumab″ suatu antiVEGF antibodi yang
dikombinasikan dengan kemoterapi dan ″erlotinib″ pada KPKBSK stage lanjut atau rekuren. Uji klinis
randomisasi terkontrol 99 pasien KPKBSK stage IIIB/IV atau rekuren, ″bevacizumab″ ditambahkan
pada paclitaxel + carboplatin memberikan respons dan time to progression (TTP) yang baik
dibandingkan dengan paclitaxel + carboplatin saja. Median TTP jauh lebih bermakna pada pasien
yang 60 mendapatkan regimen ″bevacizumab″ dosis tinggi (15mg/kg) daripada yang mendapatkan
dosis kecil (7,5mg/kg) (7,4 vs 4,2 bulan p=0,023). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada TTP
pada grup ″bevacizumab″ dosis rendah dibandingkan paclitaxel + carboplatin saja. (Johnson, D.S., et
al., 2005) Hasil awal uji klinis fase I/II ″bevacizumab″ dan ″erlotinib″ pada KPKBSK stage IIB/IV atau
rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%) dan penyakit stabil 26 dari 40 pasien (65%), median
survival time 12,6 bulan dan progression free survival 6,2 bulan. Eastern Cooperative Oncology
Group (ECOG) E4599 trial membandingkan regimen paclitaxel + carboplatin dengan ″bevacizumab″
(PCB) dan tanpa ″bevacizumab″ (PC) pada KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III
pertama yang menunjukkan keuntungan survival terapi lini pertama kombinasi target biologi dengan
kemoterapi, dilaporkan RR 27% pada PCB dibandingkan 10% pada PC, progression free survival (PFS)
(6,4 vs 4,5 bulan) dan median survival rates (12,5 vs 10,3 bulan) dengan ″bevacizumab″.
″Bevacizumab″ memberikan toleransi yang baik bila dikombinasi dengan regimen paclitaxel +
carboplatin yang akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi. ″Bevacizumab″ mempunyai efek
samping hipertensi, proteinuria dan hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi dilaporkan
terjadi hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan angiogenesis. Hilangnya neovessel
dalam jumlah besar pada sentral tumor menyebabkan perdarahan ke dalam kaviti tumor yang
nekrosis. (Johnson, D.S., et al., 2005)

Anda mungkin juga menyukai