Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

NJ (33 tahun) DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERNAFASANAKIBAT
ASTHMA DI RUANG MELATI
PUSKESMAS CIHAURBEUTI TAHUN 2019

2.1. ANAMNESIS

IDENTIFIKASI
Nama : Ny. NJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Alamat : Dusun Antralina 05/01 Desa Sumberjaya Cihaurbeuti Ciamis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Tanggal kunjungan : 19 April 2019

KELUHAN UTAMA
Sesak nafas yang hebat sejak 6 jam yang lalu.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Sejak kurang lebih 6 jam yang lalu, pasien mengeluh sesak nafas, sesak timbul saat
cuaca dingin dan terkena debu, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi. Mengi (+),
batuk (+) berdahak berwarna putih, encer, darah tidak ada. Demam tidak ada. Pasien
berobat ke UGD Puskesmas Prabumulih Barat.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat asma (+).
- Riwayat alergi debu/asap (+)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


 Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita).

2.2. PEMERIKSAAN FISIK


1
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 108 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 32 kali/menit, cepat, dan dangkal
Temperatur : 37,3 ºC
KEADAAN SPESIFIK

Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-), keringat
umum (+), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan
supraklavikula.
Kepala
Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-).
Hidung
Epistaksis (-)
Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden
(-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O
Thorax
Paru
Inspeksi : statis: simetris kanan = kiri; dinamis: simetris kanan = kiri, retraksi
dinding dada (+).
Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+)
ekspirasi pada kedua lapangan paru.
2
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas kanan : linea sternalis dekstra.
Batas kiri : linea midclavicularis sinistra ICS V.
Batas atas : ICS II.
Auskultasi : HR= 108 kali/menit, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, undulasi (-)
Genital
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Palmar eritem (-) kiri dan kanan, nyeri sendi (-), eutoni,
eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas, clubbing finger (-).
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas,
edema pretibial (-), telapak kaki pucat (-).

2.3. DIAGNOSIS KERJA


Serangan asma

2.4. DIAGNOSIS BANDING


Serangan asma
Bronkitis akut
Pneumonia

2.5. PENATALAKSANAAN
 O2 Nasal Canul 2-4 liter/menit
 Nebulisasi dengan ventolin.
 Salbutamol 3 x 2 mg
 Ambroxol sirup 3x1 cth

3
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
a. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
b. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
c. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

1.3. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkioulus terhadap benda-benda asing di udara.

4
Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial

Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut:
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodiIg E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel
ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus, sehingga menyebabkan tahanan saluran
napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Kalau bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.5

1.4. Manifestasi Klinis

5
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa
penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita
timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih
berat.5
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih
berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.5
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien
dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak
napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita
tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan
memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta
meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi
sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat
respons hipoksemia.5

1.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:
-
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
-
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
-
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
-
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

6
b. Pemeriksaan Darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes
tempel.
3. EKG
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru
yaitu :

a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat

7
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

1.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan :

-
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
-
Mencegah eksaserbasi akut;
-
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
-
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
-
Menghindari efek samping obat;
-
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
-
Mencegah kematian karena asma.
-
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.

1. Edukasi kepada penderita dan keluarga


Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang
komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang
dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita
dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya
adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil
pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.7
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya
adalah:
a. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
-
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
-
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.

8
-
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.5

b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,


seperti:
-
Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,
kuda dan spora jamur.
-
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
-
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
-
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang
lembab.
-
Infeksi saluran pernafasan.
-
Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
-
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
-
Stres fisik atau kelelahan.
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja
yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa
pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien
satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan
secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.7
c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
-
Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat
individual).
-
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
-
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
-
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
-
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
-
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
-
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.

9
-
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
-
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
-
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.5
d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang
diberikan oleh dokter :
- Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
- Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
- Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
- Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil
pengobatan.
f. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan
segera mencari pertolongan dokter. Penderita dan keluarganya juga harus
mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :
- Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres,
padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.
- Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.
- Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti
minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang.5

2. Medikamentosa
a. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah:
- Mengatasi serangan asma dengan segera.
- Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
- Mencegah serangan berikutnya.
Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah:
- Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta) –
Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam

10
kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000
injeksi subkutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal
0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30
menit. – Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg.
Aktif dan efektif diberikan peroral. – Salbutamol. Obat ini tersedia di
Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol merupakan
bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping
minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB.
- Bronkodilator golongan teofilin – Teofilin. Obat ini tidak tersedia di
Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV. – Aminofilin. Obat
ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.
Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8
jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB.
- Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya
dipakai dalam keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma
akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan
asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus).
Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan
dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off.
Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.
- Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam
saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh
karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan
memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada
di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP),
Glicseril guaiakolat (GG).
- Antibiotik. Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai
oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu
yang meninggi.
b. Pengobatan Profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang

11
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis
berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut:
- Menghambat pelepasan mediator
- Menekan hiperaktivitas bronkus
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
- Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
- Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
- Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
- Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan
dan meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah steroid dalam bentuk aerosol,
bisodium cromolyn, ketotifen, dan tranilast.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa


Esa Unggul. Jakarta.
2. Muchid, dkk. 2007, September. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses
24 September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes
RI: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
3. O’Byrne P, et al. 2006. Global Initiative for Asthma. Medical Communications
Resource. Inc.
4. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 September 2008 dari
Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
5. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta, Indonesia.
6. Tanjung, D. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 4 Januari 2011
dari USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-
dudut2.pdf
7. Medlinux. 2008. Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 4 Januari 2011 dari
Medicine and Linux: http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-
asma-bronkial.html

13
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis
yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan
nilai diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :
 Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
 Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
 Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


 Riwayat keluarga (atopi)
 Riwayat alergi / atopi
 Penyakit lain yang memberatkan
 Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada

14
auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada
pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan
serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat
saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih
besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan
dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan
ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi
dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya
disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya ,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi
dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru
digunakan untuk menilai:
 obstruksi jalan napas
 reversibiliti kelainan faal paru
 variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara
luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak
ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP)
dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu
sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator
yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui
dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

15
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1  15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat
membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma

Arus Puncak Ekspirasi (APE)


Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat
murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat
layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter
relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya
digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver
pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi
yang jelas.
Manfaat APE dalam diagnosis asma
 Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE  15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu).
 Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian
selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit
(lihat klasifikasi).
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping
itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya
pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan
nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan..

16

Anda mungkin juga menyukai