Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi
usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada
neonatus.
Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000
kelahiran hidup. Insidensi Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar
1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-
laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit Hirschsprung
terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan
cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor
penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep penyakit Hirschsprung ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Hirschsprung ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui konsep penyakit Hirschsprung
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Hirschsprung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong,
1996).
2. Hirschsprung merupakan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada pleksus
meinterikus dari kolon distalis, 1986). Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen
aganglionik (Catzel & Robert, 1992).
B. Etiologi
Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetic (Amiel, 2001).
Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada
penyakit Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lain yang berhubungan dengan penyakit
Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen
endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008). Penyakit Hirschprung juga terkait dengan
Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi
21 (Rogers, 2001).

C. Tipe Hirschsprung
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung dibedakan sesuai
dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut :
1. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada sekitar 70% kasus
penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami
penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986)
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau
sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10
kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996:
Sacharin, 1986).

D. Manifestasi Klinis
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirschsprung, dan pada bayi baru lahir
dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (Trias) yng sering ditemukan meliputi
mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam), perut kembung, muntah berwarna hijau.
Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari dan
bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif
dan muntah, sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya
diare atau enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi (sembelit).
Terjadinya diare yang berganti-ganti dengan konstipasi merupakan hal yang tidak lazim.
Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang besar dan
mengandung darah serta sangat berbau dan terdapat peristaltik dan bising usus yang nyata.
Sebagian besar tanda dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain
ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai
dengan pertambahan umur anak. Pada anak lebih tua biasanya terdapat konstipasi kronik disertai
anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan disepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut
gerakan peristaltic). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut
ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion / pleksus yang
memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada, biasanya hanya sepenjang beberapa sentimetir.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang
dicerna sehingga terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidaka adanya ganglion, maka akan memberikan manisfestasi gangguan
atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu
sfingter rectum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya
feses secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi
feses di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hisrchsprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien
dan memberikan implikasi pada penderita asuhan keperawatan.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kolok dubur
Pada penderita Hisrchsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk dilakukan. Saat
pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rectum yang sempit. Pada saat ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mukonium (feses) yang menyemprot.
2. Pemeriksaan lain :
a) Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran
obstruksi usus rendah.
b) Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema barium.
Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen aganglionik
c) Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel lapisan
otot rectum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach (biopsy) yang lebih
superficial untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
d) Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rectum dan
dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani interna.
Efek inhibisi pada penyakit Hisrchsprung tidak ada jika dan jika balon berada dalam balon
aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rectal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada
masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negative palsu.
G. Penatalaksanaan
Setelah ditemukan kelainan histologik dari Hisrchsprung, selanjutnya mulai dikenal
teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definitive bertujuan menghilangkan
hambatan pada segmen usus yang menyempit.
1. Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah
dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan air garam hangat secara
teratur. Air tidak boleh digunakan karena bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal
ini disebabkan karena difusi cepat dari usus yang mengalami dialatasi air ke dalam sirkulasi
(Sacharin,1986). Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat
dilakukan dengan bilas kolon mengunakan garam faal. Cara ini efektif dilakukan pada
Hisrchsprung tipe segmen pendek-untuk tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan tindakan
kolostomi didaerah ganglioner.
2. Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontiuitas usus dapat dikerjakan dengan
satu atau dua tahap. Teknik ini disebut
a. operasi definitive yang dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari 9 kg).
tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan barium enema
yang dibuat kemudian.
3. Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan gejala obstruksi usus,
sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitive.
Berikan dukungan pada orang tua. Karena kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua harus
belajar bagaimana merawat anak dengan kolostomi, obsevasi apa yang perlu dilakukan,
bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi.
4. Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang mengalami osbtruksi.
Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan teknik pull-through dan dapat dicapai dengan
prosedur tahap pertama, tahap kedua, dan Tahap ketiga rektosigmoidoskopi didahului oleh suatu
kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur tahap kedua. Pull-through (Swenson,renbein dan
Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan mereksesi segmen yang menyempit dan menarik usus
sehat ke arah anus.
a. Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi ujung ke ujung usus
aganglionik dan ganglionik melalui anus dan reseksi serta anastomosis sepanjang garis bertitik-
titik. Secara lebih spesifik prosedur Duhamel dilakukan dilakukan dengan cara menaikan kolon
normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat
dinding ganda yaitu selubang aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b. operasi soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian muscular usus yang aganglionik
ditinggalkan dan usus ganglionik didorong sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan
Soave bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan pase operasi yang sukar
dikerjakan, anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (Pull through).
5. Persiapan prabedah rutin antara lain Lavase kolon, antibiotic, infus intravena, dan pemasangan
Tuba nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pasca bedah terdiri atas perawatan luka,
perawatan kolostomi, observasi, terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus
paralitik, dan peningakatan suhu.
6. Selain melakukan persiapan serta penatalaksanaan pasca bedah, perawat juga perlu memberikan
dukungan pada orang tua, karena orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan suatu
kolostomi, mengobservasi apa yang harus dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan
bagaimana menggunakan kantong kolostomi.

7. HOME CARE HIRSCHSPRUNG


Perencanaan pulang dan perawatan di rumah :
1. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka panjang
yaitu :
a. Stenosis dan konstriksi
b. Inkontinesia
c. Pengosongan usus yang tidak adekuat
2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak
a. Persiapan kulit
b. Penggunaan alat kolostomi
c. Komplikasi stoma ( perdarahan, gagal devekasi, diare, prolaps, feses seperti pita).
d. Perawatan dan pembersihan alat kolostomi.
e. Irigasi kolostomi
3. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang pelaksanaan diet.
a. Makanan rendah sisa
b. Masukan cairan tanpa batas
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit atau dehidrasi
4. Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi.
a. Tampilan
b. Bau
c. Ketidaksesuaian antara anak mereka dan anak ideal
5. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang tua tentang
perawatan rumah.
8. WOC Hirschsprung
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIRSCHSPRUNG
A. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi
prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid
bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
B. Riwayat Keperawatan.
1. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang
lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah
muntah dan diare.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi
abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada
juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat
terjadi.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
C. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau
gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan :
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses
seperti pita dan berbau busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
1. Sistem kardiovaskuler.
Takikardia.
2. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
3. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare
kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium atau tinja yang menyemprot.
4. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
6. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
7. Sistem integumen.
Akral hangat, hipertermi
8. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
D. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
1. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
2. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian
menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
3. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
4. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
5. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
3. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
4. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan
5. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah, sekunder
dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah.
6. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang adekuat.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
8. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi diagnostic,
rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
9. Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan kondisi psikososial
anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit.
10. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi informasi, rencana
pembedahan
F. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds : anak terus rewel Segment pendek/ segment Risiko konstipasi
panjang
Do : konstipasi, tidak ada
mekonium > 24-48 jam Peristaltic
pertama, kembung, distensi dalam segment
abdomen, peristaltic
menurun Obstruksi
kolon
Ds : tidak mau minum, rewel Mual, muntah, kembung Risiko ketidakseimbangan
volume cairan tubuh
Do : mukosa mulut kering, ubun- anorexia
ubun dan mata cekung,
turgor kulit kurang elastic

Intake nutrisi tidak adekuat

Kehilangan
cairan dan elektrolit
Ds : rewel dan merasa kurang Intervensi pembedahan Risiko injuri
nyaman akibat kolostomi
Kerusakan
Do : BAB melalui kolostomi jaringan pascapembedahan
Ds : pasien merasa demam Obstruksi kolon proksimal Risiko infeksi

Do : hipertermi (suhu 38o C) Intervensi


pembedahan

Kerusakan
jaringan pascapembedahan

G. Diagnosa keperawatan prioritas


Pre Operasi
1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh
dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
Post Operasi
1. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

H. Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteri hasil Intervensi
1. Risiko konstipasiTujuan : pola BAB normal 1. Observasi bising usus dan periksa ad
berhubungan dengan abdomen pasien. Pantau dan catat f
penyempitan kolon,
Kriteria hasil : pasien tidak mengalami karakteristik feses.
sekunder, obstruksi konstipasi,pasien 2. Catat asupan haluaran secara akurat
mekanik mempertahankan defekasi setiap
hari 3. Dorong pasien untuk mengonsumsi caira
hari, bila tidak ada kontraindikasikan
4. Lakukan program defekasi. Letakkan p
pispot atau commode pada saat tertent
sedekat mungkin kewaktu biasa d
diketahui)
5. Berikan laksatif, enema atau supos
instruksi.
2. Risiko Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi, 1. Timbang berat badan pasien setiap hari se
ketidakseimbangan 2. Ukur asupan cairan dan haluaran
volume cairan tubuh
Kriteria hasil : turgor kulit elastic dan mendapatkan status cairan
berhubungan dengan normal, CRT < 3 detik 3. Pantai berat jenis urin
keluar cairan tubuh dari
muntah,
ketidakmampuan 4. Periksa membrane mukosa mulut setiap h
absorbs air oleh
intestinal. 5. Tentukan cairan apa yang disukai pasie
cairan tersebut disamping tempat tidur
instruksi.
6. Pantau kadar elektrolit serum

3. Risiko injuri Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam 1. Observasi faktor-faktor yang meningkatk
berhubungan dengan pascaintervensi reseksi kolon injuri
pasca prosedur bedah, pasien tidak mengalami injuri
iskemia, nekrosisKriteria hasil : TTV dalam batas normal, 2. Monitor tanda dan gejala perforasi atau pe
dinding intestinal (RR : 16-24 x/menit,Suhu : 36oC-
sekunder dari kondisi 37oC,N : 60-100 x/menit, TD :
obtruksi usus 120/70 mmHg), Kardiorespirasi
optimal,Tidak terjadi infeksi pada
insisi

3. Lakukan pemasangan selang nasogastrik

4. Monitor adanya komplikasi pascabedah

5. Pertahankan status hemodinamik yang opt

6. Bantu ambulasi dini

7. Hadirkan orang terdekat

8. Kolaborasi pemberian antibiotik pascabed

4. Risiko Tujuan
infeksi : suhu dalam keadaan normal (36-1. Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
berhubungan dengan 37o C) a. Mencuci tangan sebelum dan setelah mem
pasca prosedur perawatan
pembedahan. kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, b. menggunakan sarung tangan untuk memp
tidak ada pathogen yang terlihat asepsis pada saat memberikan perawatan l
dalam kultur, luka dan insisi 2. Observasi suhu minimal setiap 4 jamdan
terlihat bersih, merah muda, dan kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja.
bebas dari drainase purulen.
I. Implementasi dan Evaluasi keperawatan
No. diagnosa kep. Implementasi T
1 1. mengobservasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien.
Pantau dan catat frekuensi dan karakteristik feses.
2. mencatat asupan haluaran secara akurat
3. mendorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada
kontraindikasikan
4. melakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode
pada saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila
diketahui)
5. memberikan laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.
2 1. menimbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
2. mengukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan
3. memantai berat jenis urin
4. memeriksa membrane mukosa mulut setiap hari
5. menentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut
disamping tempat tidur pasien, sesuai instruksi.
6. memantau kadar elektrolit serum

3 1. mengobservasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri


2. memonitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis
3. melakukan pemasangan selang nasogastrik
4. memonitor adanya komplikasi pascabedah
5. mempertahankan status hemodinamik yang optimal
6. membantu ambulasi dini
7. menghadirkan orang terdekat
8. melakukan kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah
4 1. meminimalkan risiko infeksi pasien dengan :
c. Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan
a. menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan asepsis pada saat
memberikan perawatan langsung
2. mengobservasi suhu minimal setiap 4 jamdan catat pada kertas grafik.
Laporkan evaluasi kerja

BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Hirschsprung disebut juga dengan megakolon congenital, merupakan kelainan ditemukan
sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada kasus Hirschsprung tidak
ditemukan pleksus mientorik atau pleksus di lapisan otot dinding usus,(plexus myentericus =
Aurebach) akibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat mengembang.
Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah enterokolitis
berulang,struktur prolaps, abses perianal, dan pengotoran feses.
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dapat merupakan
gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang
terlambat keluar (lebih dari 24 jam). Perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus
kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih
B. Saran
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan kurang lengkap, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapakan.

Daftar pustaka

http://medicastore.com/penyakit/903/Penyakit_Hirschprung.html. di download pada hari kamis 10 mei


2012 jam 13.40.
Mutaqin, Arif dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal, Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Taufan.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas,Anak, Bedah dan Penyakit
Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika.
Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak, Gangguan Sistem Gastronintestinal dan Hepatobilier.Jakarta
: Salemba Medika.
Taylor, M. Cynthia, Sheila Sparks Ralph.2010.Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan
Edisi : 10.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai