Anda di halaman 1dari 7

1

BIOGRAFI C. KLUCKHOHN

Clyde Kluckhohn (1905–1960) menunjukkan kontribusi ilmu yang didalaminya


terkait ilmu sosial dalam pekerjaannya pada etnografi Navajo dan dalam
tulisannya tentang teori pola kebudayaan dan nilai. Dia juga memelopori kajian
dalam bidang kebudayaan dan kepribadian, terlibat dalam beberapa penelitian
linguistik dan genetika manusia, serta menulis beberapa artikel tentang arkeologi.

Lahir di Le Mars, Lowa, Kluckhohn diadopsi oleh Katherine dan George


Wesley Kluckhohn. Dia belajar di Lawrenceville School, New Jersey, kemudian
memulai studi sarjananya di Princeton. Masalah kesehatan mengganggu studinya
hingga kemudian mempengaruhi karirnya di masa depan . Keluarganya mengirim
dia ke sebauh peternakan di New Mexico yang banyak didiami oleh suku Indian
Navajo. Kluckhohn mengembangkan minatnya pada suku ini dan mulai
mempelajari bahasanya serta mencoba memahami tradisi mereka. Dia sangat
tertarik dengan kebudayaan Barat Daya dan orang-orangnya, kemudian
melakukan perjalanan ke Rainbow Bridge, dan menerbitkan buku pertamanya To
the Foot of the Rainbow (1927) saat berusia 22 tahun. Dia kembali melanjutkan
studi sarjananya dengan mendaftar di University of Wisconsin, di mana dia
memperoleh gelar A.B. pada tahun 1928. Dia belajar di University of Vienna, di
mana ia memperoleh pengalaman dengan psikoanalisis pada tahun 1931-1932.
Sejak tahun 1932 hingga 1934 beliau menjadi asisten professor antropologi di
University of New Mexico. Dia menyelesaikan pendidikan Ph.D bidang
antropologi di Harvard pada tahun 1936. Selama dekade ini, ia menjaga hubungan
baik dengan suku Navajo, melakukan perjalanan ke daerah-daerah terpencil di
Wild Horse Mesa sebelah selatan Utah, kemudian menulis buku keduanya,
Beyond the Rainbow (1933), tentang pengalaman yang telah dikumpulkannya.

Pada tahun 1935 Kluckhohn diterima sebagai instruktur antropologi di


Harvard, di mana ia menghabiskan pengabdian karir akademiknya. Dia
merupakan salah satu pendiri jurusan Social Relation dan direktur pertama di
Russian Research Center di Harvard. Antara 1936 dan 1948, ia menjadi direktur
2

pada “Ramah Project”, yang melibatkan 15 mahasiswa dan kolega dari Harvard
hingga menerbitkan banyak monografi dan artikel terkait sebuah komunitas kecil
di Ramah, New Mexico. Pada tahun 1949, beliau menjadi pendiri utama dan
anggota dari badan penasehat dari “Comparative Study of Values in Five Cultures
Project”.

Penelitian Kluckhohn terkait suku Navajo memiliki karakter yang


menekankan pada detail etnografi yang dikombinasikan dengan analisis teori yang
baik. Beliau adalah pekerja lapangan yang sangat berbakat, ia melanjutkan
hubungan dengan suku Navajo yang memberinya pemahaman lebih tentang pola
rumit kehidupan mereka yang sulit ditemukan peneliti lain dengan satu atau dua
kali investigasi. Beliau mampu membaca dan memahami tujuh bahasa dan
mampu mengembangkan secara bersamaan bidang antropologi, sosiologi,
psikologi dan filsafat di Amerika Serikat maupun mancanegara.
3

KAITAN 7 UNSUR BUDAYA UNIVERSAL TERHADAP


PERILAKU SOSIAL MANUSIA

C. Kluckhohn merupakan ahli antropologi pertama yang merumuskan 7 unsur


budaya dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture (1953). Ia
berkeyakinan bahwa unsur-unsur budaya ini pasti terdapat dalam masyarakat
mana pun. Ketujuh unsur budaya yang bersifat universal itu adalah:

1. Sistem religi (sistem kepercayaan)


Unsur ini sangat dibutuhkan oleh manusia terutama untuk menjawab
ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi berbagai masalah
kehidupan yang sulit diterima akal. Agama juga berfungsi untuk mengatur
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Penciptanya.
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta
muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa. Ini
merupakan unsur budaya yang cukup penting dalam mempengaruhi
tingkah laku manusia. Sistem religi merupakan pedoman utama bagi
manusia dalam bertingkah laku. Setiap kepercayaan pasti memiliki
perintah dan larangannya masing-masing dan itulah yang mempengaruhi
mereka dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penganut agama Hindu misalnya, akan rutin bersembahyang di
Pura, penganut agama Islam akan rutin sholat di Masjid, penganut agama
Kristen dan Katolik akan rutin beribadah di Gereja. Selain itu ajaran-ajaran
agama juga akan mempengaruhi cara individu berperilaku, misalnya
agama Islam melarang penganutnya untuk meminum minuman keras,
sehingga hal itu membuat penganut agama Islam yang taat tidak memiliki
kebiasaan minum-minum atau mabuk-mabukan.
Secara umum, setiap agama pasti mengajarkan penganutnya untuk
berbuat baik kepada sesama manusia. Ajaran ini membuat seorang
penganut agama yang taat akan cenderung berperilaku baik terhadap
sesamanya dengan menunjukkan perilaku saling menolong dan saling
menghargai.
4

2. Sistem pengetahuan
Sistem ini berfungsi untuk menjawab kebutuhan manusia akan rasa ingin
tahu. Dengan pengetahuan, manusia dapat memenuhi segala macam
kebutuhan hidupnya. Melalui rasa ingin tahu, manusia melakukan
penyelidikan-penyelidikan, mulai dari penyelidikan sederhana, sampai
penyelidikan yang lebih sistematis, yang biasa disebut penelitian. Melalui
penelitian, manusia memiliki banyak pengetahuan baru tentang kehidupan,
misalnya tentang penyakit. Ketika mengidap penyakit tertentu yang telah
diketahui sebab dan pengobatannya, maka seseorang tidak akan
menunjukkan perilaku yang menggambarkan tingkat kekhawatiran yang
tinggi lagi, dibanding ketika tidak ada pengetahuan yang cukup tentang
penyakit yang dideritanya.
3. Sistem teknologi (sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia)
Unsur ini selanjutnya bisa disebut sebagai teknologi. Unsur ini juga
mempunyai fungsi yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan
manusia. Dengan teknologi, manusia semakin mudah memenuhi segala
kebutuhan. Teknologi memang sangat mempengaruhi perilaku manusia.
Sebelum gadget berkembang begitu pesat seperti saat ini, orang-orang
lebih sering saling bertemu untuk berbagi kisah atau untuk urusan-urusan
komunikasi lain. Sementara saat ini, tanpa bertemu pun, orang-orang
sudah dapat berkomunikasi dengan baik. Bahkan mirisnya adalah, saat ini,
orang-orang tidak lagi begitu peduli dengan lingkungan “nyata”nya,
mereka lebih sering berkutat dengan gadget mereka dan tenggelam dalam
kesibukan di dunia “maya”.
4. Sistem ekonomi (sistem mata pencaharian)
Sistem ekonomi mencakup bagaimana hubungan manusia atau lembaga
dengan siklus kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi berlangsung
dalam masyarakat. Beberapa sistem ekonomi yang dianut negara-negara di
dunia antara lain sistem ekonomi tradisional, liberal-kapitalis, sosialis-
komunis dan sistem ekonomi campuran. Pada umumnya, sistem
tradisional sudah tidak berlaku dan hanya dianut oleh negara yang belum
5

maju dan mulai ditinggal, misalnya Etiopia. Selain itu, sistem ekonomi
tradisional juga dapat ditemukan di daerah pelosok Indonesia, seperti suku
Badui dalam. Dalam aktivitas sehari-hari, mereka masih memberlakukan
barter dan menggunakan prinsip semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
pokok dan mempertahankan tradisi.
Dengan menyoroti masyarakat Badui, kita dapat melihat
bagaimana sistem ekonomi tradisional mempengaruhi corak tingkah laku
masyarakat yang menganutnya. Karena prinsip tradisional masih sebatas
untuk memenuhi kebutuhan pokok, mereka cenderung lebih sederhana
dalam hal produksi dan konsumsi. Tingkah laku yang mereka tunjukkan
jauh dari hedonisme dan sangat mengagungkan tradisi setempat. Bagi
mereka, terpenuhinya sandang, pangan, dan papan telah memberi
kesejahteraan secara jasmani dan rohani sehingga kita jarang mengenal
mereka menunjukkan tingkah laku yang rakus, tamak, dan materialistis.
Sistem tradisional memengaruhi mereka untuk menjadi masyarakat yang
sederhana, sangat menghargai alam, menjaga relasi sosial yang baik
dengan sesama warga. Namun hal ini pula yang memicu mereka kurang
terbuka pada budaya luar sehingga sulit berbaur.
5. Sistem kemasyarakatan (sistem sosial/kekerabatan)
Sistem kemasyarakatan adalah pengelompokan orang–orang dalam suatu
masyarakat dan hubungan antara individu dalam kelompok yang sama
maupun kelompok berbeda. Sistem kemasyarakatan berbeda pada setiap
daerah, namun biasanya klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat
umur, perbedaan pangkat dan jabatan, serta perbedaan status sosial. Pada
kebudayaan Timur, sistem kemasyarakatan biasanya menekankan pada
tingkat umur, berbeda dengan orang Barat yang tidak terlalu membeda-
bedakan individu dalam masyarakatnya. Misalnya, orang Indonesia
cenderung mengelompokkan masyarakatnya berdasarkan umur. Dalam
kehidupan sehari-hari, tampak perlakuan yang cukup berbeda terhadap
anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Anak-anak dan remaja
Indonesia diajarkan untuk berlaku sopan dan menghormati orang yang
6

lebih tua. Hal ini pula yang menyebabkan adanya panggilan kekerabatan
yang mengikuti norma-norma kesopanan yang cukup beragam di setiap
daerah.
Pemberlakuan sistem kemasyarakatan dengan mengacu pada
perbedaan tingkat umur mempengaruhi tingkah laku masyarakat Indonesia
dalam interaksi sehari-hari. Panggilan kekerabatan tidak hanya
diberlakukan bagi kerabat atau keluarga yang sebenarnya, melainkan pada
semua orang. Masyarakat Indonesia terkenal sopan dan ramah karena
adanya norma kesopanan yang membentuk karakter mereka untuk
bersikap hormat pada orang yang lebih tua. Tidak heran para turis
mancanegara cenderung merasa dihormati ketika berinteraksi dengan anak
atau remaja lokal karena mereka melihat perbedaan yang jelas dalam hal
kesopanan jika dibandingkan dengan masyarakat di negara asal mereka.
6. Bahasa
Bahasa menjadi alat komunikasi yang relatif menetap pada setiap individu
sejak ia dilahirkan. Bahasa primer yang dipelajari sejak masa
perkembangan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, pada
masyarakat Sunda terdapat tingkatan bahasa berdasarkan kehalusan
maknanya. Masyarakat Sunda menggunakan tingkatan yang berbeda
ketika menghadapi lawan bicara berdasarkan tingkat usia dan keakraban
hubungan. Hal ini tampak dari penggunaan bahasa yang mereka gunakan
terhadap orang yang lebih tua, terhadap teman sebaya, terhadap orang
yang dikenal akrab, dan terhadap orang asing. Tingkah laku yang
ditunjukkan terutama dalam cara bicara ini didasari oleh pengaruh
pemberlakuan budaya secara hierarkis yang mereka pelajari sejak lahir.
7. Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik, manusia juga memerlukan sesuatu
yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka, sehingga lahirlah
kesenian yang dapat memuaskan kebutuhan itu. Contohnya adalah seni
rupa, seni suara, dan seni gerak.
7

Kesenian Jepang “Oshibana” merupakan seni hias asal Jepang


dengan menggunakan bahan daun atau bunga kering yang ditekan atau
ditempel setelah dikeringkan. Esensi dari kerajinan ini adalah orang akan
lebih teliti dan ulet, serta dapat mengubah sikap pengerajin menjadi lebih
bijak secara filosofis. Jadi, hal ini juga dapat mempengaruhi tingkah laku
bangsa Jepang. Ketika seseorang menjadi lebih bijak, maka ia akan lebih
berhati-hati dalam menanggapi lawan bicaranya, agar tidak menimbulkan
kesalahan persepsi. Ia juga akan mampu berkomunikasi yang baik, yang
sederhana, yang memudahkan lawan bicaranya untuk memahami apa yang
ia sampaikan.

Karena sifat universalnya, suatu masyarakat yang seprimitif apa pun


kebudayaannya tetap memiliki ketujuh unsur budaya yang telah disebutkan. Yang
membedakannya hanya tingkat kompleksitasnya. Semakin modern kebudayaan
suatu masyarakat, ketujuh unsur kebudayaan itu semakin berkembang.
Keterkaitan satu sama lain juga semakin rumit. Contoh, unsur budaya teknologi
pada masyarakat primitif biasanya hanya berupa peralatan untuk menunjang
kegiatan mencari makan. Berbeda dengan masyarakat modern yang budaya
teknologinya dapat ditemukan di setiap aspek kehidupan, tak hanya sebatas
kegiatan untuk mencari makan.

Unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat memiliki fungsi untuk


memuaskan suatu rangkaian hasrat atau naluri akan kebutuhan hidup manusia
yang disebut basic human needs.

Anda mungkin juga menyukai