Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GEOLOGI TEKNIK

STANDAR PENETRATION TES DAN CONE PENETRATION TEST

Disusun oleh :
MUHAMMAD WAHYU RAHMADI

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Tanah memiliki peranan
yang sangat penting dalam perencanan suatu struktur bangunan, untuk mendapatkan sebuah
struktur yang kokoh maka dibutuhkan daya dukung tanah (bearing capacity) yang cukup untuk
menahan beban struktur tersebut. Namun tidak semua tanah mampu mendukung konstruksi.
Hanya tanah yang mempunyai stabilitas baik yang mampu mendukung konstruksi yang besar.
Sementara itu untuk mendirikan bangunan pada jenis tanah yang memiliki daya dukung yang
kurang maka para ahli konstruksi mendesain pondasi tiang sebagai salah satu solusi untuk
mengatasi hal tersebut. Dengan dibuatnya pondasi tiang maka diharapkan beban bangunan
dapat tersalurkan pada tanah yang memiliki daya dukung yang cukup untuk menahan beban
bangunan.
Pondasi tiang merupakan suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal
ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan
yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan
tumpuan pondasi. Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang-tiang baja atau beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang
langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya dibuatkan lubang terlebih dahulu.
Cara yang banyak digunakan di indonesia untuk mengetahui daya dukung tanah adalah dengan
melakukan pengujian sondir ( Cone Penetration Test ) atau uji SPT ( standard Penetration
Test ). Dengan pengujian tersebut kita dapat menentukan kedalaman tiang yang harus ditanam
dan daya dukung tiang baik tahanan ujungnya maupun tahanan gesernya.
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Standard Penetration Test (SPT)

suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan
dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji
pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk
memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan
berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi
dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat
sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan
untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m),

Uji penetrasi standar ini dikembangkan pada tahun 1927 dan merupakan sarana yang paling populer dan
ekonomis untuk memperoleh informasi jenis dan kekuatan tanah dari suatu lapisan bawah permukaan tanah.
Yang diperkirakan antara 80 sampai dengan 90 persen dari rancang pondasi konvensional di Amerika
dibuat dengan SPT. Dan telah dibakukan sebagai ASTM D 1586 sejak tahun 1958 dan sampai dengan
sekarang telah mengalami revisi-revisi secara berkala untuk memperoleh kesempurnaan. . Metode SPT
adalah metode pemancangan batang (yang memiliki ujung pemancangan) ke dalam tanah dengan
menggunakan pukulan palu dan mengukur jumlah pukulan perkedalaman penetrasi. Dengan percobaan ini
akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan
(N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:

sudut geser dalam


N Kepadatan relatif
Peck Meyerhof

0-4 0-0.2 sangat lepas ˂28.5 ˂30

4-10 0.2-0.4 lepas 28.5-30 30-35

10-30 0.4-0.6 sedang 30-36 35-40

30-50 0.6-0.8 padat 36-41 40-45

˃50 0.8-1.0 sangat padat ˃41 ˃45

Tabel 1 Hubungan N, Dr, ɸ dari pasir

SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang permeabilitasnya rendah,
mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan
tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash, 1989)
Kepadatan relatif N
Very soft 2
soft 2-4
Medium 4-8
stif 8-15
hard 15-30
dense ˃30
Tabel 2 Hubungan N dan Dr untuk tanah lempung

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya
dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Untuk mendapatkan
harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus
Dunham (1962) sebagai berikut:

- Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi
dengan gradiasi tidak seragam, mempunyai sudut sebesar:

Φ = √12𝑁 + 15

Φ = √12𝑁 + 50

- Butiran pasir bersegi dengan gradiasi seragam, maka sudut gesernya adalah:

Φ = 0.3𝑁 + 27

Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan
relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel berikut:

N Kepadatan relatif (%) sudut geser dalam

0-5 0-5 26-30


5-10 5-30 28-35
10-30 30-60 35-42
30-50 60-65 38-46
Tabel 3 Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan
Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir (Das, 1995)

Harga N < 10 10-30 30-50 > 50


Tanah tidak
Berat isi γ
kohesif 12-16 14-18 16-20 18-23
(kN/m3)
Harga N <4 4-15 16-25 > 25
Tanah
Berat isi γ
kohesif 14-18 16-18 16-20 > 20
(kN/m3)
Tabel 4 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono S., 1988)

a).Hubungan antara N-SPT dengan : kekuatan geser undrained (Cu)

a. Menurut Stroud (1974) adalah:


Cu =K*N
Dimana,
Cu = kekuatan geser tanah
2
K = konstanta = 3,5 - 6,5 kN/m nilai rata-rata konstanta,dan
N = nilai SPT yang diperoleh dari lapangan undrained

b. Menurut Hara et. al. (1971) adalah:

𝑪𝒖 (𝒌𝑵⁄ 𝟐 ) = 𝟐𝟗𝑵𝟎.𝟕𝟗
𝒎
Dimana,
Cu = kekuatan geser tanah undrained, dan

N = nilai SPT yang diperoleh dari lapangan


Soil type Description (v)
Clay Soft 0.35-0.40
Medium 0.30-0.35
Stiff 0.20-0.30
Sand Loose 0.15-0.25
Medium 0.25-0.30
Dense 0.25-0.35
Tabel 5 Hubungan Jenis, Konsistensi dengan Poisson’s Ration

 Daya Dukung Pondasi Tiang Dengan Menggunakan Data SPT.

Kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara empiris dari nilai N hasil uji SPT. Untuk tiang bore
yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhof (1956) menyarankan persamaan sebagai
berikut:
𝟏
𝑸𝒖 = 𝟒(𝑵𝒃 𝑨𝒃 ) + ̅ 𝑨𝒔
𝑵
𝟓𝟎
Dimana, Qu = kapasitas ultimit tiang (ton)
Nb = nilai N dari uji SPT pada tanah disekitar dasar tiang
2
As = luas selimut tiang (ft ) (dengan 1 ft = 30,48),dan
Ab= luas dari tiang (ft2).

Nilai maksimum N/50 dari suku ke-2 persamaan diatas 2.9), yaitu suku persamaan
yang menyatakan tahanan gesek dinding tiang pancang, disarankan sebesar 1,0 t/ft 2 (1,08
kg/m2 = 107 kN/m2), persamaan diatas telah digunakan dengan aman untuk perancangan
tiang pancang pada lempung kaku, Bromham dan Styles, (1971).
Rumusan yang digunakan untuk memperkirakan daya dukung pondasi tiang dengan
menggunakan data SPT adalah sebagai berikut :

Qult (ton) = mNa Ap + nNAs

dimana m adalah koefisient perlawanan ujung tiang, n adalah koefisient gesekan,


N adalah nilai SPT (pukulan/30 Cm = blows/ft.). Untuk nilai N SPT ini biasanya dianjurkan
untuk dikoreksi menjadi sebagai berikut:
𝑵𝒂 = 𝟎. 𝟓(𝑵𝟏 + 𝑵𝟐 ) ≤ 𝟒𝟎
Dengan N1 adalah nilai N pada ujung tiang, N2 adalah nilai N dari ujung tiang
hingga 4 B diatas ujung tiang, B adalah lebar tiang. Untuk jenis tanah pasir yang sangat
halus (fine sand) atau tanah pasir kelanauan (Silty Sand) yang terletak dibawah muka air
tanah (jenuh air) dimana nilai N cenderung lebih tinggi karena permeabilitas tanah yang
kecil maka di koreksi menjadi sebagai berikut :
N =15 + 0,5(N’-15); N >15
dimana N’adalah Nilai N SPT di lapangan.
Terdapat beberapa pakar yang merekomendasikan besarnya koefisien - koefisien
m dan n diantaranya diperlihatkan pada tabel berikut :
Tabel 6 Nilai m dan n

Jenis tanah Jenis Tiang m n Batasan


1. Meyerhof
(1976)
Pasiran 40 0.2
Lempungan. - 0.5
2. Okahara
(1992).
Tiang
Pasiran 40 0.2 ≤ 10 t/m2
Pancang
Cor
12 0.5 ≤ 20 t/m2
Ditempat
“Inner
- 0.1 ≤ 5 t/m2
digging”
Tiang
Lempungan - 1 ≤ 15 t/m2
Pancang
Cor
- 1 ≤ 15 t/m2
Ditempat
“Inner
- 0.5 ≤ 10 t/m2
digging”
3. Takahashi
Tiang
Pasiran 30 0.2
Pancang
Cara Kerja Alat SPT

Ada beberapa langkah atau tahap cara kerja dari SPT, yaitu :

 Membuat lubang bor hingga ke kedalaman uji SPT akan dilakukan.

 Suatu alat yang dinamakan ”standard split-barrel spoon sampler” dimasukan ke dalam tanah pada
dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk (drive weight) seberat 140 pound
(63,5kg) yang dijatuhkan pada ketinggian 30 in (76 cm atau 76,2 cm).

 Setelah split spoon ini dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya
12 in (30 cm) berikutnya.

 Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N number or N value) dengan satuan pukulan per kaki (blows
per foot).

 Setelah percobaan selesai, split spoon dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk mengambil
contoh tanah yang tertahan didalamnya.

 Contoh ini dapat dipakai untuk percobaan klasifikasi semacam batas Atterberg dan ukuran butir,
tetapi kurang sesuai untuk percobaan lain karena diameter terlampau kecil dan tidak dapat dianggap
sungguh-sungguh asli.

Cara melakukan percobaan pada alat SPT sebagai berikut; Suatu alat yang dinamakan “split spoon
samper” dimasukkan kedalam tanah dasar lubang bor dengan memakai beban penumbuk (drive
weight) seberat 140 pound (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in (76 cm). Setelah “split spoon”
dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukannya 12 in (30,5 cm) berikutnya.
Jumlah pukulan disebut N (N number or N value) dengan satuan pukulan/kaki (blow per foot).
Pemboran menunjukan “penolakan” dan pengujian diberhentikan apabila ; diperlukan 50 kali pukulan
untuk setiap pertambahan 150 mm, atau telah mencapai 100 kali pukulan, atau 10 pukulan berturut-
turut tidak menunjukan kemajuan.
Bila mana penetrasi yang disyaratkan tidak tercapai karena dijumpai tanah keras (batuan)
maka jumlah pukulan yang diperlukan untuk mancapai 12 inch pertama yang diambil sebagai
nilai N.

Bilamana ini juga tidak tercapai maka biasanya nilai N disebut dengan menyatakan kedalaman
penetrasi yang dapat tercapai (contoh: 70/100 artinya diperlukan sejumlah 70 pukulan untuk
mencapai penetrasi sebesar 100 mm.

Faktor – Faktor Kesukaran Mereproduksi Nilai ‘N’ pada Uji Penetrasi Standar (SPT)

Ada beberapa faktor - faktor dalam memproduksi nilai ‘N’ pada uji penetrasi standar (SPT),
yaitu :

1. Variasi dalam peralatan SPT yang digunakan.

2. Variasi tinggi jatuh yang tidak selalu 760 mm.

3. Gesekan yg terjadi antara palu penumbuk dgn batang pengarah yg digunakan.

4. Pemakaian mata tabung belah yg sudah aus, bengkok atau rusak.

5. Kegagalan menempatkan tabung belah pada dasar lubang bor yg tidak terganggu.

6. Lubang bor yg tidak bersih.

7. Muka air atau lumpur bor (drilling fluid) dalam lubang bor lebih rendah dari MAT.
Akibatnya dasar lubang bor dapat mengalami pelunakan atau membubur (quick).

8. Ada krikil pada mata tabung belah SPT.

9. Pengeboran yang tidak baik.

10. Efek tekanan tanah (overburden pressure). Tanah dengan pedatan sama akan memberikan
nilai N yang lebih rendah bila berada dekat dengan permukaan tanah.
Faktor Penyebab SPT perlu Distandarisasi

Ada beberapa faktor penyebab SPT perlu distandarisasikan, yaitu :

 Dengan menggunakan tipe hammer yang berbeda, ternyata mentransfer energy yang
berbeda.
 Dengan tipe panjang tabung (rod) yang berbeda, akan menyebabkan pengaruh energi yang
ditransfer ke batang juga berbeda.
 Dengan tinggi jatuh yang berbeda akan mempengaruhi besarnya energi hammer yang
berbeda yang ditransfer ke batang.
 Tali yang telah lapuk dapat mengurangi kelancaran terjadinya tinggi jatuh bebas.
 Penggunaan tali hammer yang berbeda mempengaruhi perlawanan SPT.

Walaupun sudah distandarisasi, ternyata bahwa uji yang relatif sederhana ini sulit untuk
menghasilkan nilai N yang sama, sekalipun dilakukan pada jarak yang berdekatan. Dalam
istilah teknisnya, uji SPT dikatakan sukar direproduksi.Padahal reproduksi dan ketepatan hasil
uji merupakan persyaratan penting dalam segala macam metoda pengujian di lapangan.

Kesulitan mengakibatkan parameter nilai N SPT yang didapat sukar digunakan untuk
perencanaan, terutama bila diperlukan perbandingan dengan nilai SPT dari tempat lain dan
korelasi dengan parameter tanah lainnya yang diperlukan untuk perencanaan.

Kegunaan Hasil Uji Penetrasi Standar (SPT)

Kegunaan hasil dari SPT adalah untuk menentukan kedalaman dan tebal masing-masing lapisan
tanah, contoh tanah terganggu dapat diperoleh untuk identifikasi jenis tanah, berbagai korelasi
empiris dengan parameter tanah dapat diperoleh dan dapat dilakukan pada semua jenis tanah.
Kelebihan penyelidikan SPT ini antara lain test ini dapat dilakukan dengan cepat dan operasinya
relatif sederhana, biaya relatif murah. Kekurangan penyelidikan SPT ini antara lain hasil yang
didapat contoh tanah terganggu, interpretasi hasil SPT bersifat empiris dan ketergantungan pada
operator dalam menghitung.
Pengertian cone penetratin test

Cone Penetration Test (CPT) atau lebih sering disebut sondir adalah salah satu survey lapangan yang
berguna untuk memperkirakan letak lapisan tanah keras. Tes ini baik dilakukan pada lapisan tanah lempung.
Dari tes ini didapatkan nilai perlawanan penetrasi konus. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan
tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan hambatan lekat adalah
perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya per satuan panjang. Nilai perlawanan
penetrasi konus dan hambatan lekat dapat diketahui dari bacaan pada manometer, Ada dua macam ujung
penetrometer, yaitu :

. Standard Type ( mantel conus )

Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan pada ujung ( konus ), hal ini dilakukan hanya dengan menekan
stang dalam yang segera menekan konus tersebut ke bawah sedangkan seluruh casing luar tetap di luar.
Gaya yang dibutuhkan untuk menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat pengukur. Alat
pengukur yang akan diletakkan pada kekuatan rangka didongkrak. Setelah dilakukan
pengukuran,konus,stang dalam,dan casing luar dimajukan sampai pada kedalaman berikutnya dimana
pengukuran selanjutnya dilakukan hanya dengan menekan stang dalamnya saja.

b. Friction Sleeve ( Adhesion Jacket Type / Bikonus )

Pada jenis ini dapat diukur secara sekaligus nilai konus dan hambatan lekatnya. Hal ini dilakukan dengan
penekanan stang dalam seperti biasa. Pembacaan nilai konus dan hambatan lekat dilakukan setiap 20 cm.
Dengan alat sondir yang mungkin hanya mencapai pada kedalaman 30 cm atau lebih, bila tanah yang
diselidiki adalah lunak. Alat ini sangat cocok di Indonesia, karena disini banyak dijumpai lapisan lempung
yang dalam dengan kekuatan rendah sehingga tidak sulit menembusnya. Dan perlu diketahui bahwa nilai
konus yang diperoleh tidak boleh disamakan dengan daya dukung tanah tersebut.

Gambar rangkaian alat penetrasi konus

CARA TES SONDIR

1. Pasang dan aturlah agar mesin sondir vertical di tempat yang akan diperiksa dengan menggunakan
angker yangdimasukkan secara kuat ke dalam tanah.
2. Pengisian minyak hidrolik harus bebas dari gelembung udara.
3. Pasang konus dan bikonus sesuai kebutuhan pada ujung pipa pertama.
4. Pasang rangkaian pipa pertama beserta konus tersebut ( b) pada mesin sondir.
5. Tekanlah pipa untuk memasukkan konus dan bikonus sampai kedalaman tertentu, uumnya sampai
20 cm
6. Tekanlah batang
7. Apabila dipergunakan bikonus maka penetrasi, pertama-tama akan menggerakan konus ke bawah
sedalam 4 cm.Bacalah manometer sebagai perlawanan penetrasi konus (pk).
8. Penekanan selanjutnya akan menggerakan konus beserta selubung ke bawah sedalam 8 cm, bacalah
manometer sebagai hasil jumlah perlawanan ( jp), yaitu perlawanan penetrasi konus dan hambatan
lekat (HL).
9. Apabila dipergunakan konus maka pembacaan manometer hanya dilakukan pada penekanan
pertama (PK)
10. Tekanlah pipa bersama batang sampai pada kedalaman berikutnya yang akan diukur , pembacaan
dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm

Dengan alat sondir (CPT) ini, ujungnya ditekan langsung kedalam tanah sehingga lubang bor
tidak diperlukan. Ujung bor tersebut yang berbentuk konis (kerucut) dihubungkan pada suatu
rangkaian stang-dalam, dan casing luar ( juga disebut pipa sondir) ditekan ke dalam tanah
dengan pertolongan suatu rangka dan dongkrak yang dijangkarkan pada permukaan tanah.
Ujung konis yang merupakan sebuah kerucut (menurut ASTM D 3441 mempunyai ujung 60
dengan luas penampang 10 cm2 dengan diameter dasar 35,7 mm), ditekan kebawah dengan
suatu rangkaian stang dalam dan casing luar. Kemudian diadakan pembacaan pada manometer
(data yang didapat tahanan ujung qc) untuk setiap penekanan pipa sedalam 20 cm. Penyondiran
diberhentikan pada keadaan tekanan manometer tiga kali berturut-turut melebihi 150 kg/cm2
atau kedalaman maksimum 30 meter.

PERHITUNGAN

a. Hambatan Lekat ( HL ) dihitung dengan rumus :

HL = JPK – PPK

HL = ( JPK – PPK ) x A / B

Dimana : JPK = Jumlah Perlawanan Konus ( kg/cm2 )

PPK = Perlawanan Penetrasi Konus ( kg/cm2 )

A = Tahap Pembacaan ( setiap kedalaman 20 cm )

B = Faktor alat / Luas konus / Luas corak = 10 cm2

(d = 3.6 cm " L = ¼ π d2 = 10,17 cm2)

b. Jumlah Hambatan Lekat


JHL = ∑ HL

Dimana : i = kedalaman yang dicapai konus

c. Contoh Perhitungan Data :

Pada Kedalaman 0,4 m, PPK = 5 kg/cm2

JPK = 15 kg/cm2

Maka, HL = ( JPK – PPK ) x A/B

= ( 15 – 5 ) x 20/10 = 20

Demikian seterusnya sampai kedalaman yang diinginkan untuk sondir. Hasil – hasil perhitungan
dapat dilihat pada lembar data. Kemudian dari hasil penggambaran grafik dapat dilihat dimana kia – kira
tanah keras berada
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil yang didapat SPT adalah metode pengujian di lapangan dengan memasukkan
(memancangkan) sebuah Split Spoon Sampler (tabung pengambilan contoh tanah yang dapat
dibuka dalam arah memanjang) dengan diameter 50 mm dan panjang 500 mm. Split spoon
sampler dimasukkan (dipancangkan) ke dalam tanah pada bagian dasar dari sebuah lobang bor.
Alat uji SPT ini mempunyai kelebihan dan kekurangan juga dalam pelaksanaannya sedangkan
CPT ini, ujungnya ditekan langsung kedalam tanah sehingga lubang bor tidak diperlukan. Ujung
bor tersebut yang berbentuk konis (kerucut) dihubungkan pada suatu rangkaian stang-dalam, dan
casing luar ( juga disebut pipa sondir) ditekan ke dalam tanah dengan pertolongan suatu rangka
dan dongkrak yang dijangkarkan pada permukaan tanah. Ujung konis yang merupakan sebuah
kerucut (menurut ASTM D 3441 mempunyai ujung 60 dengan luas penampang 10 cm2 dengan
diameter dasar 35,7 mm), ditekan kebawah dengan suatu rangkaian stang dalam dan casing luar.
Kemudian diadakan pembacaan pada manometer (data yang didapat tahanan ujung qc) untuk
setiap penekanan pipa sedalam 20 cm. Penyondiran diberhentikan pada keadaan tekanan
manometer tiga kali berturut-turut melebihi 150 kg/cm2 atau kedalaman maksimum 30 meter,
Kedua alat uji ini mempunyai kelemahan dan kelebihannya masing-masing dalam pelaksanaan
nya sesuai kebutuhan

Saran

Sebaiknya untuk pembuatan makalah selanjutnya mahasiswa lebih mencari referensi lebih banyak lagi
sehingga makalah yang dibuat akan lebih menarik.
Daftar Pustaka

Jurnal teknlogi rekaya sipil P – isnn 2088 651 analisa daya dkung pondasi, jkarta 1998

Yulizar Yacob, Y. Gunawan A, “Penuntun Praktis Praktikum Pada Laboratorium Teknik


Sipil”, Jakarta, 1987

Braja m.das, mekanika tanah (prinsip-prinsip rekayasa geoteknis)

Anda mungkin juga menyukai