Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian langsung pada operasi sectio caesaria (SC) adalah 5,8 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3% dibandingkan
dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health
Organization) menganjurkan operasi SC hanya sekitar 10 – 15% dari jumlah total
kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko –
resiko yang muncul akibat SC. Baik resiko bagi ibu maupun bayi (Nakita, 2009).
Sectio caesaria berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui
operasi pada abdomen. Di Negara – Negara maju, frekuensi operasi SC berkisar
antara 1,5% sampai dengan 7% dari semua persalinan (Sarwono, 1999). Angka
sectio caesaria meningkat dari 5% pada 25 tahun yang lalu menjadi 15%.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan
timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena
pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah
anak (Jensen, 2002).
Di Negara berkembang seperti di Indonesia kejadian operasi SC yang
semakin banyak issue, tetapi masih ada suatu indikator yang dijadikan patokan
masyarakat. Dari data yang ada pada tahun 1975, di jaman operasi SC masih
jarang dilakukan, angka kematian ibu yang melahirkan sekitar 30 orang setiap
1000 orang ibu yang melahirkan. Melalui keseriusan pemerintah untuk menekan
angka kematian ibu terus di upayakan sehingga pada tahun 1996 mencanangkan “
Gerakan Sayang Ibu (GSI)“ dan mematok angka 2,25% dari semua persalinan
sebagai target nasional untuk menurunkan angka kematian itu pada akhir tahun
1999 (Cindy, dkk, 2005).
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada masyarakat perlu
dikembangkan, salah satunya adalah pelayanan keperawatan pada ibu post
partum. Umumnya pada beberapa negara berkembang seperti Indonesia, angka
kematian ibu yang mengalami persalinan masih tinggi. Penyebab terbesar

1
kematian ibu pada persalinan adalah karena komplikasi dan perawatan pasca
persalinan yang tidak baik. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan pada ibu post
partum sangat diperlukan dan perlu mendapatkan perhatian yang utama untuk
menurunkan angka kematian ibu post partum akibat komplikasi.
Perawat harus memahami hal tersebut, harus mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien post operasi SC. Melakukan pengkajian pada pasien,
menentukan diagnosa yang bisa atau yang mungkin muncul, menyusun rencana
tindakan, dan mengimplementasikan rencana tersebut, serta mengevaluasi
hasilnya. Pasien post operasi tidak hanya membutuhkan obat – obatan dari dokter
saja, tetapi sangat penting mendapatkan asuhan keperawatan yang memadai
selama perawatan di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Sectio caesaria?
2. Apa penyebab dilakukan Sectio caesaria?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Sectio caesaria?
4. Bagaimanan penatalaksanaan dan komplikasi Sectio caesaria?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberika pada kasus Sectio
caesaria?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek di rumah sakit diharapkan mahasiswa Ners
STIKes Darussalam Lhoukseumawe mampu memahami dan melaksanakan
asuhan keperawatan dengan Post Operasi Sectio Caesaria.
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian pada pasien dengan post
operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit.
b) Mahasiswa mampu menegakkkan Diagnosa keperawatan pada pasien
dengan post operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit.
c) Mahasiswa mampu melakukan Intervensi keperawatan pada pasien dengan
post operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit.
d) Mahasiswa mampu melakukan Implementasi keperawatan pada pasien
dengan post opearsi Sectio Caesaria di Rumah Sakit.
e) Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi keperawatan pada pasien dengan
post operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit.

2
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan untuk mengembangkan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan post opearsi Sectio Caesaria dan melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan postoperasi Sectio Caesaria.
b. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi dan menambah pengetahuan tentang post opearsi
Sectio Caesaria dan Asuhan keperawatan pada klien dengan post opearsi Sectio
Caesaria.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi

3
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau suatu
histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Hutahaean, 2009).
Sedangkan Mitayani (2009), mengatakan bahwa Sectio caesaria (SC) adalah
membuka perut dengan sayatan pada dinding perut dan uterus yang dilakukan
secara vertical atau mediana, dari kulit sampai fasia.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea
merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus.

2.2 Etiologi
Saifuddin (2010), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian

4
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3. Presentasi dahi

5
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna (Saifuddin, 2002).

2.3 Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC) (Oxorn H dan Forte W.R. 2010)
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri (Oxorn H dan Forte
W.R. 2010)
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi (Oxorn H dan Forte W.R. 2010)

2.4 Manifestasi Klinis

6
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi
klinis sectio caesarea menurut Prawirohardjo (2007),antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan post partum menurut Saleha, S (2009.) :
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

2.6 Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut
(Prawirohardjo, 2007) diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis

7
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

2. Penatalaksanaan secara keperawatan


a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat
berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
d. Pemulangan
e. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi.

2.7 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut
Wiknjosastro (2002) :
1. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut
pada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya.
BAB III

8
TINJAUAN KASUS

Pada tanggal 15 Februari 2020 jam 18.00 WIB, pasien dibawa suaminya ke
IGD rumah sakit dengan keluhan perutnya kenceng-kenceng sejak jam 17.30
WIB. Pasien hamil 39 minggu kala 1 lama dengan status status obsetri: P1AO, di
lakukan pemeriksaan DJJ 144, his 2 x/menit dan VT 2-3 cm, dari waktu kenceng-
kenceng selama ± 16 jam. Dokter menyarankan SC untuk menyelamatkan ibu dan
janin. Pada tanggal 16 Februari 2020 pukul 10.00 pasien telah dilakukan SC dan
melahirkan bayi dengan jenis kelamin perempuan dengan berat badan 3300 gram.
Saat dikaji jam 14.00 WIB pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah
karena SC. Pasien mengatakan nyeri dengan skala 8. Pasien mengatakan nyeri
seperti tertusuk-tusuk dan nyeri sering muncul, dengan pemeriksaan vital sign Td
130/90 mmhg, N 88×/ Menit, S: 36,5ºC, RR 23x/ menit. Data hasil lab didaptkan:
Hemoglobin: 9,6, Leukosit:16 .400, Hematokrit:29,5% dan Eritrosit:3,19.

3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 34 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
b. Data Kesehatan Umum
1. kumsumsi obat – obatan / jamu-jamuan:klien tidak mengkomsumsi obat-
obatan /jamu
2. Riwayat alergi
1) Obat-obatan :klien tidak memiliki riwayat alergi obat
2) Bahan Kimia Tertentu : klien tidak memiliki riwayat alergi bahan kimia
3) cuaca : klien tidak memiliki riwayat alergi cuaca.
3. Diet khusus : -
4. Penyakit Bawaan :-
c. Pengkajian 13 Domain Nanda

9
1. Health promotion (meliputi keasadaran kesehatan dan manajemen
kesehatan) Klien mengerti kesehatanya dan rutin memeriksa kepelayanan
kesehatan terdekat
2. Nutrition
Selama hamil klien makan 3 kali sehari dengan mengkonsumsi sayur
sayuran, lauk pauk, dan buah, minum 6-7 gelas sehari air bening atau air
teh. Pada saat dikaji klien makan 3 kali sehari dengan porsi makan habis,
minum kurang lebih 4-5 gelas sehari air bening atau air teh, tidak ada
keluhan dalam makan dan minum.
3. Elemination
Selama hamil klien BAK kurang lebih 3-5 kali sehari, dengan warna kuning
bening, bau khas urine, tidak ada keluhan. BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lembek. Pada saat dikaji klien tidak terpasang selang kateter,
warna urine kuning pekat, bau khas urine.BAK 2- 3 kali sehari. Klien belum
BAB.
4. Activity / rest
Sebelum menjalani persalinan pola tidur klien 7-8 jam setelah bersalin pola
tidur klien 5-6 jam/ hari.
5. Perception/ Cognition
Klien mengatakan baru sekarang mengalami persalina secara operasi cesar
6. Self perception
Awalnya klien merasa cemas atau takut dengan persalinan secara operasi
secar, tetapi ketika mendengar anaknya telah lahir, klien merasa senang
7. Role relationship
Klien dapat berkomunikasi baik dengan bidan, perwat dan keluarga pasien

8. Sexuallty

10
Pada saat dikaji Klien mengatakan tidak mempunyai masalah seksual,dan
setelah proses persalinan klien akan menggunakan, akan menggunakan alat bantu
kontrasepsi melalui injeksi
9. Stress tolerance
Pada saat dikaji klien mengatakan cara klien mengatasi stress pada saat
proses persalinan dengan cara berdoa.
10. Life principle
Sebelum persalinan klien tetap menjalankan shalat, mengiuti kegiatan
keagaman, setelan persalinan klien tidak menjalankan shalat dan keagaman
11. Safety / protection
Klien tidak menggunakan alat bantu jalan, tetapi pegangan di samping
tempat tidur berpungsi dengan baik, klien terpasng selimbut.
12. Comfor
Klien mengatakan kurang Nyaman dengan persalinan sekarang
13. Growth
Kenaikan berat badan pada klien saat hamil 11 kg dari 67 kg bertambah
menjadi 78 kg, setelah post partum berat badan ibu menjadi 74 kg
d. Data Umum Maternitas
1. Apakah kehamilan ini di rencanakan : ya
2. Nifas hari ke :1
3. status obsetri : P1 AO
4. Tinggi badan :142cm
5. Berat badan : 78
6. kenaikan BB selama kehamilan : 11 kg
7. alat lontrasepsi yang digunakan : KB pil

e. Pemerisaan Fisik

11
1. Penampilan Umum
1) Tingkat kesadaran klien composmetis,E:4,M;6,V;5 Jumlah 15.
2) Tinggi badan : 143 cm. berat badan sebelum hamil 67 kg, berat badan saat
hamil 78 kg, .lingkar lengan atas 32 cm.
2. pemeriksaan fisik persistem
1) sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, seputum nasi berada di tengah, pola nafas tidak
teratur, respisi 23 kali permenit.
2) Sistem kardiovasikuler
Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 88×/menit, nadi teraba kuat, klien
tampak lemas konjugtiva anemis, tidak ada odema pada wajah dan palebra,
tidak ada sianosis,capillary time kembali kurang dari 3 detik, suara jantung
S1 dan S2, tidak ada murmur dan galop, dan tidak ada penigkatan Jvp.
3) Sistem Neurologis
Bentuk mata simetris, pupil isokor pergerakan mata kesegala arah, fungsi
baik di tandai dengan klien dapat membaca huruf-huruf dengan snelen chart
dengan jarak 6 meter.
4) Sistem pencernaan
Bentuk bibir simetris, warna mukosa bibir dan mulut merah muda, keadaan
bibir kering, kebersihan mulut klien cukup bersih, tidak terdapat gigi
berlubang, jumlah gigi klien lengkap (berjumlah 32 buah), dan tidak
menggunakan gigi palsu, tidak terdapat nyeri epigastrium, bising usus 10
kali/ menit, dan tidak teraba pembesaran hepar, kulit abdomen terdapat luka
post op cesar ±10 cm garis melintang di daerah kuardran 3-4 terdapat garis
linea alba.
5) Sistem perkemihan
Pada saat di palpasi kandung kemih kosong, tidak terdapat nyeri tekan,
warna urine kuning jernih.

6) Sistem Endokrin

12
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran kelenajar getah
bening, klien tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes militus.
7) Sistem Musculeskoletal
a. Ekstermitas atas
Bentuk simetris jumlah jari lengkap antara yang kanan dan kiri, terpasang
infuse RR 20 ttpm di tangan sebelah kanan
b. Ektermitas bawah
Betuk simetris jumlah jari lengkap, tidak ada odema dan varises, Rom bebas
kekuatan otot 4/4. Terdapat reflek patella
8. Sistem Reproduksi
Bentuk mamae simetris, mamae simetris antara kiri dengan kanan, putting
susu menonjol,ASI keluar sedikit, pada daerah genetalia tidak terdapat
odema tidak terdapat varises darah berbau amis darah dalam pembalut
kuran lebih 200 cc, tfu teraba 3 jari di bawah pusat
9. Sistem integume
Warna rambut hitam, kulit cukup bersih distribusi rambut merata, warna
kulit sawo matang, kulit teraba hangat, suhu 36,5 °C, Tidak ada odema,
pada kulit abdomen terdapat garis alba, dan terdapat luka post op sc ±10
cm,garis post op melintang pada daerah kuadran 3-4

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: klien mengatakn nyeri pada Tindakan sc Nyeri
daerah luka operasi Caesar berhubungan
Do: klien tampak meringis kesakitan Diskuntunitas jaringan dengan
skala nyeri 8 (0-10) kerusakan
merangsang area
 Td 130/90 mmhg jaringan
sensori nyeri
 N 88×/ Menit
 36,5ºC
 RR ×23/ menit
Terdapat luka sayatan post op sc

13
garis melintang ±10 cm

2. Ds: klien mengatakan tidak tau cara Luka operasi Resiko tinggi
merawat luka SC infeksi
Do: terdapat luka sayatan post op sc Kerusakan jaringan
dengan panjang ±10 cm luka sedikit
basah tidak ada pus hasil lab:
Hemoglobin:9,6
Leukosit:16 .400
Hematokrit:29,5%
Eritrosit:3,19
Td:130/90mmhg
N:88×/menit
S:36,5°C

3 Ds: klien mengatakn lemas kepala Tindakan sc Gangguan


pusing mobilitas fisik
Luka insisi b.d nyeri pada
Do: klien tampak lemas adl di bantu abdomen post op
oleh keluarga tonos otot 4/4 Diskotunita jaringan SC

Meransang area sensori

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d kerusakan jaringan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC

3.4 Intervemsi, Implementasi Dan Evaluasi

N Diagnose Perencanaan Implementasi Evaluasi


o keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

14
1 Gangguan a.setelah a. Kaji tingkat b. mengetahui a. mengkaji S: klien
rasa nyaman dilakukan nyeri yang skala nyeri tingkat nyeri mengatakan
nyeri b.d tindakan dirasakan c. nyeri dapat yang di nyeri pada luka
kkerusakan keperawatan b. Observasi tanda- menyebabkan rasakan klien post op sc
jaringan selama 3×24 tanda vital gelisah serta (P,Q,R,S,T)
jam masalah c. Berikan tekanan darah R/: klien O: terdapat luka
teratasi nyeri lingkungan yang dan nadi mengatakan sayatan post op
hilang dengan tenang dan meningkat nyeri pada sc dengan
kriteria hasil : nyaman d. dapat lukapost op, panjang ± 10
 skala nyeri 0-2 d. Ajarkan teknik mengurangi nyeri seperti di cm, garis
 Klien merasa relaksasi nafas ketidaknyamana tusuk-tusuk, melintang klien
tenang dan dalam n nyeri dirasakan tampak
e. Kolaborasi e. untuk pada saat meringis skala 8
nyaman
dalam pemberian melepaskan bergerak dan (0-10)
analgetik tegangan berkurang pada Td: 130/90mhg
emosional dan saat Rspirasi:
otot atau beristirahat, 23×/menit
mengurangi rasa skala nyeri 8(0- S; 36,5°C
nyeri 10)
f. mengurngi nyeri b.Mengobservasi A: masalah
secara tanda-tanda belum teratasi
farmakologi tanda-tanda
vital P: intervensi di
R /: TD 130/ lanjutkan
90 mmhg, nadi
88×/menit,
respirasi
23×/menit,
suhu 36,5°C.
c.memberikan
lingkungan
yang nyaman
dan tenang
R/ : klien
tampak
nyaman

d.memberikan
obat analgetik:
Ranitine 50
gram Ketorolak
30 gram
R/: klien
tampak
meringis
menahan rasa

15
sakit.

2 Resiko a. setelah a.Monitor tanda- a.Suhu yang a.Mengkaji luka S: klien


infeksi dilakukan tanda vital meningkat abdomen dan mangatakan
berhubungan tindakan b.Kaji luka pada menunjukan balutan tidak tau cara
dengan luka keperawatan abdomen dan terjadinya infeksi R/: balutan merawat luka
operasi selama1×24 balutan b.Mengidentifikasi masih tampak operasi sc
jam masalah c.Jaga kebersihan apakah ada tanda- rapat, post op
teratasi sekitar luka dan tanda infeksi hari ke 1. O: Balutan
sebagian lingkungan klien c.Mencegah b.pemberian obat masih tampak
dengan serta rawat luka menyebaran antibiotik rapat, suhu
kreteria hasil dengan teknik organism cefotaxim 1 36,5°C, post op
aseptic infeksius gram ke-1
 tidak ada d.Kolaborasi d.Antibiotik untuk R/: klien
tanda-tanda dengan dokter mencegah tampak A: masalah
infeksi dalam pemberian terjadinya infeksi meringis belum teratasi
 Tidak antibiotik menahan sakit
terjadi P: intervensi di
infeksi lanjutkan
-
3 Gangguan mo a. setelah a. kaji respon klien a. untuk a. mengkaji S:klien
bilitas fisik dilakukan terhadap aktifitas mengetahui respon klien mengtakan
b/d nyeri pada tindakan b. anjurkan klien peerubahan yang terhadap lemas
abdomen post keperawatan untuk terjadi pada aktifitas
op sc selama1×24 beristirahat klien R/: Klien O: klien tampak
jam masalah c. bantu klien b. dengan istirahat tampak lemas lemas, ADL di
teratasi dalam pemulihan yang dapat b. menganjurkan bantu oleh
sebagian aktifitas sehari mempercepat klien untuk keluarga
dengan hari dengan cara pemulihan beristirahat
kreteria hasil: miring kiri tenaga untuk R/: klien A: maslah
miring kanan per aktifitas belum bisa belum teratasi
 klien dapat 6 jam c. dapat beristirahat
mengedintifi d. tingkatkan memberikan ras dengan P: intervensi di
kasi factor- aktifitas secara nyaman dan nyaman lanjutkan
faktor yang bertahap tenang serta dapt karena nyeri
menukan mempercepat
toleransi proses
aktifits dan pemulihan
klien dapat d. meningkatkan
beristirhat proses
dengan penyembuhan
nyama koping
emosional

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sectio Caesarea adalah Masa setelah proses pengeluaran janin yang
dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus ke dunia luar dengan
menggunakan insisi pada perut.
Dari uraian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
dapat dilakukan dengan baik dan tidak mengalami kesulitan dalam
mengumpulkan data.
2. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
dapat dirumuskan 3 diagnosa pada tinjauan kasus.

17
3. Evaluasi pada pasien dengan sectio caesarea dapat dilakukan dan dari
3 diagnosa hampir semua masalah teratasi dan klien boleh pulang.

4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai Post Op SC karena dengan adanya
pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu
mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan
bagi masyarakat mengenai SC dan fakor –faktor pencetusnya serta bagaimana
pencegahan untuk kasus tersebut.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi
kasus agar dapat menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L.J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4 (Terjemahan).


Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa I Made


Kariasi, S.Kp. Ni Made Sumawarti, S.Kp. Jakarta: EGC.

Hutahaean, S. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi.


Jakarta: Trans Info Media.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Budi Santoso.


Jakarta: Prima Medika.

Oxorn H dan Forte W.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan.
Editor Dr. Mohammad Hakimi, Ph.D. Yogyakarta: Yayasan Essentia

18
Medika (YEM).

Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Editor Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro,


SpOG. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Editor, Gulardi Hanifa Winknjosastro, Biran Affandi, Djoko
Waspodo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Yongki, Mohamad Juda, Rodiyah dan Sudarti. 2010. Asuhan Pertumbuhan


Kehamilan Persalinan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Muha
Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai