Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengan Kelainan Jantung Bawaan

Patent Duktus Arteriosus ( PDA )

A. Pengertian
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan
malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit
jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi,
kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang
dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah
mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
(IPD FKUI,1996 ;1134)
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten
(Persistent Ductus Arteriosus : PDA).
(Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan
mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir,
yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit
jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
 Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
 Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
2. Faktor Genetik :
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah
sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang
bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek pada
sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini
disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum
ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri
sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke
ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri
yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang
terlalu rendah akan menyebabkan sianosis.
Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
 Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
 Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.
 Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea
 Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
( Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, 1993).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang
berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban
ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF)
 Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
 Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
 Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
 Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
 Apnea, Tachypnea
 Nasal flaring
 Retraksi dada
 Hipoksemia
 Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

E. KLASIFIKASI
Pembagian atas dasar kelainan fungsi sirkulasi yang terjadi, yaitu:
(1) Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
a) Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio
aorta, kardiomiopati.
b) Dengan vaskularisasi paru bertambah: defek septum atrium, defek
atrioventrikularis, defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, anomaly
drainase vena pulmonalis parsial.
(2) Penyakit jantung bawaan sianotik:
c) Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa stenosis
pulmonal, double outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal, trunkus
arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal, anomaly total
drainase vena pulmonalis.
d) Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada neonates,
tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly Ebstein.
(Sastroasmoro & Maldiyono, 1996)
F. Komplikasi
 Endokarditis
 Obstruksi pembuluh darah pulmonal
 CHF
 Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
 Enterokolitis nekrosis
 Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
bronkkopulmoner)
 Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
 Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
 Aritmia
 Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

G. Pemeriksaan Diagnostik
 Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
 Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan
dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
 Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan
arahnya.
 Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas,
hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan dalam diagnosis
anatomik.
 Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
(Betz & Sowden, 2002 ;377)
H. Penatalaksanaan Medis
 Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid
(lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek
kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
 Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau pengikatan duktus.
 dianjurkan saat berusia 5-10 tahun
 Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi
kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
 Pemotongan atau pengikatan duktus.
 Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi
jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
Asuhan Keperawatan

Pasien dengan Kelainan Jantung Bawaan

A. Pengkajian

a. Data subyektif :
 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
 Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
 Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
Pemeriksaan penunjang :
 Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3
gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
 USG ; untuk mengetahui keadaan janin
 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan
plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac
out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah:
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi:
1. Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan )
2. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
3. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong latihan kaki aktif / pasif
5. Pantau pernafasan
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen,
kontipasi
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan atau
BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
1. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa kehamilan:
 1 x/bln pada trisemester I
 2 x/bln pada trisemester II
 1 x/minggu pada trisemester III
1 Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
2 Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3 Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan
cardiac out put.
Tujuan : Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
1 Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
2 Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
3 Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan.
4 Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5 Berikan diet rendah natrium atau garam.

4 Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan


Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m diatas
frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
2. Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan
aktifitas senggang yang taidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan kelelahan,
tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.

4. Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.

5. Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.

6. Anjurakan pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.

7. Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat tidur
bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi

Tujuan : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.

Intervensi:

1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan
dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila
mungkin.
5. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu.
6. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.

6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.

Tujuan : Pola nafas yang efektif.

Intervensi:

1. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.


2. Atur posisi fowler atau semi fowler.
3. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
4. Berikan obat sesuai petunjuk.
5. Sediakan oksigen tambahan.

Anda mungkin juga menyukai