Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MOUTH ULCER

Disusun Oleh :
Widha Mustika P G99182010
Alifia Ramadhani H G991903003
Afida Zahra G991905003

Periode: 24 Februari – 8 Maret 2020

Pembimbing:

drg. Widia Susanti., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020

2
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik/Program


Studi Profesi Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret/RSUD Dr. Moewardi dengan judul:

Mouth Ulcer
Hari, tanggal: , 2020

Oleh:
Widha Mustika P G99182010
Alifia Ramadhani H G991903003
Afida Zahra G991905003

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi

drg. Widia Susanti., M.Kes


NIP: 1969021620050120

3
BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran


lesi oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam
praktik sehari-hari. Ulkus rongga mulut merupakan kondisi patologis
yang ditandai dengan hilangnya jaringan epitel akibat dari ekskavasi
permukaan jaringan yang lebih dalam dari jaringan epitel (Dorland,2002).
Angka prevalensi ulkus mulut antara 15-30% (Sunarjo et al., 2015).
Biasanya ulkus tunggal di mulut terjadi karena tergigit, akibat bagian yang
tajam dari gigi, ataupun cara menyikat gigi yang salah. Ulkus yang seperti
ini disebut ulkus traumatis (Houston, 2017). Apabila terdapat beberapa
ulkus dan hilang timbul disebut recurrent aphtous stomatitis (RAS)
(Mirowski, 2018).
Kejadian ulkus di rongga mulut cenderung pada wanita usia 16 – 25
tahun dan lebih jarang terjadi pada usia di atas 55 tahun Sedangkan frekuensi
terjadinya sangat bervariasi, mulai dari 4 (empat) episode setiap tahun (85%
dari seluruh kasus) hingga lebih dari satu episode setiap bulan (10% dari
seluruh kasus) termasuk penderita RAS (Axéll dan Henricsson, 2011).
Adanya ulkus di rongga mulut dapat disebabkan gangguan lokal namun
juga dapat merupakan pertanda penyakit sistemik lain di dalam tubuh, dimana
dapat disebabkan karena berbagai faktor seperti trauma (mekanik atau kimia),
infeksi (bakteri, virus, jamur atau protozoa), gangguan sistem imun
(imnodefisiensi, penyakit autoimun, ataupun alergi), defisiensi zat makanan
tertentu (vitamin C, B12, zat besi, atau zinc) serta kelainan sistemik lainnya
(North East Valley Division of General Practice, 2011).
Pada penegakkan diagnosis, perlunya pemahaman dasar mengenai
prinsip anamnesis serta mengenali gambaran klinis yang akan ditemui pada
saat melakukan pemeriksaan fisik. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut sehingga
diagnosis ulkus di mukosa mulut dapat ditegakkan secara tepat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ulkus merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan
hilangnya jaringan epitel (lapisan epitelium), akibat dari ekskavasi
permukaan jaringan yang lebih dalam dari jaringan epitel (Dorland,2002).
Ulkus mulut merupakan kondisi inflamasi pada mukosa mulut, terbentuk
akibat adanya kerusakan jaringan epitel mukosa yang menyebabkan
terbukanya syaraf tepi pada lapisan lamina propia sehingga menimbulkan
rasa nyeri.
Menurut Neville dkk (2009) ulkus adalah luka terbuka pada
permukaan kulit atau selaput lendir dapat juga diartikan bahwa ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Penyebab
timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain karena berbagai infeksi atau
gangguan sistemik lainnya, terutama kelainan darah, saluran pencernaan,
atau kulit. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau luka bakar,
aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan (Scully dan Felix,
2005).
B. Anatomi Rongga Mulut
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara
anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir (Tortora et al., 2009).

5
Gambar 1. Anatomi Rongga Mulut (Tortorra et al., 2009)
C. Epidemiologi
Ulkus mulut merupakan kondisi inflamasi pada mukosa mulut,
menyerang 20% populasi manusia di dunia (Scully dan Porter, 2008). Ulkus
di mukosa mulut cenderung terjadi pada wanita dan usia di bawah 45 tahun
(Axell, 2011).
D. Etiologi
1. Trauma
a. Minor physical injuries
Trauma yang terjadi pada mulut merupakan penyebab yang umum
terjadinya mouth ulcer. Cedera - seperti bergesekan dengan gigi palsu
atau kawat gigi, tergores dari sikat gigi yang keras,begesekan dengan
gigi yang tajam, dan lain-lain.
b. Chemical injuries
Bahan-bahan kimia seperti aspirin dan alkohol dapat menyebabkan
mukosa oral menjadi nekrosis yang akan menyebabkan terjadinya
ulcer. Selain. Sodium lauryl sulfate (SLS), adalah bahan utama yang
terdapat pada kebanyakan pasta gigi, juga meningkatkan insiden
terjadinya mouth ulcer.

6
2. Infeksi
a. Viral
Yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang menyebabkan
herpetiform ulcerations yang berulang.
b. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya mouth ulcer antara lain
adalah Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum
(sifilis).
c. Jamur
Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans
(kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ("Amerika Utara
Blastomycosis") diduga menyebabkan terjadinya mouth ulcer.
d. Protozoa
Entamoebahistolytica, suatu parasit protozoa ini terkadang
menyebabkan mouth ulcer.
3. Sistem Imun
a. Imunodeficiency
Adanya mouth ulcer yang terjadi secara berulang merupakan
indikasi adanya immunodeficiency. Kemoterapi, HIV, dan
mononukleosis adalah semua penyebab immunodeficiency pada
mouth ulcer yang menjadi manifestasi umum.
b. Autoimun
Autoimmunity juga merupakan penyebab mouth ulcer.
Pemphigoid Membran mukosa, reaksi autoimmune epitel membran
basal, menyebabkan desquamation / ulserasi dari mukosa oral.
c. Alergi
4. Diet
Defisiensi dari vitamin B12, zat besi dan asam folat diduga merupakan
penyebab terjadinya mouth ulcer.
5. Kanker pada mulut.
(Paleri et al.,2010).

7
E. Patogenesis
Ulkus pada mulut merupakan defek pada epitel dan dasar jaringan
pengikat atau keduanya, yang disebabkan oleh berbagai macam faktor
(Sivapathasundharam B et al., 2018; Mortazavi et al., 2016). Sebagian besar
ulkus pada mulut menandakan trauma kronis pada mulut, beberapa
menandakan adanya gangguan sistemik seperti gangguan pada saluran
pencernaan, keganasan, abnormalitas sistem imun, atau penyakit subkutan.
Ulkus dapat terjadi karena pecahnya suatu vesikel maupun bulla. Pada
ulkus oral mempunyai penampakan klinis yang mirip namun mereka
mempunyai etiologi yang berlainan yaitu dari reaksi reaktif dapat menjadi
neoplastik (Mortazavi et al., 2016).
Ulkus pada mulut merupakan akibat dari inflamasi atau peradangan
pada mukosa mulut, yang meliputi :
1. Dilatasi arteriol yang kadang-kadang didahului vasokontriksi
singkat.
2. Aliran darah menjadi cepat dalam arteriol, kapiler, dan venula.
3. Dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler.
4. Eksudasi cairan yaitu keluarnya cairan radang melalui membran
luka termasuk semua protein plasma seperti albumin, globulin, dan
fibrinogen.
5. Konsentrasi sel darah merah dalam kapiler.
6. Stasis atau aliran darah menjadi lambat, kadang–kadang aliran darah
berhenti atau yang disebut stagnasi komplit.
7. Orientasi periferal sel darah putih pada dinding kapiler.
8. Eksudat dari sel darah putih dari dalam pembuluh darah ke fokus
radang. Sel darah putih yang pertama keluar adalah
polimorfonuklear, kemudian monosit, limfosit dan sel plasma.
Urutan kejadian pada pembuluh darah ini merupakan proses yang
kompleks dan dinamis, sehingga sering perubahan di atas terjadi
bersamaan. Oleh karena itu, proses radang dikelompokkan dalam
tiga kejadian yang saling berhubungan, yaitu perubahan pada

8
pembuluh darah atau perubahan hemodinamik, eksudasi cairan atau
perubahan permeabilitas, dan eksudasi seluler atau perubahan sel
leukosit. Setiap ada cidera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya
zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan
jaringan pada reaksi radang tersebut. Walaupun belum diketahui
secara pasti, tetapi salah satu zat yang dimaksud adalah histamin.
Selain itu ada pula zat lainnya misalnya, serotonin atau 5-
hidroksitritamin, globulin tertentu, nukleosida, dan nukleotida. Zat-
zat ini akan tersebar di dalam jaringan dan menyebabkan dilatasi
pada arteriol

F. Klasifikasi
Ulkus pada mulut dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok
mayor yaitu akut, kronik dan berulang. Kemudian dapat dibagi kembali
menjadi 5 subkelompok, yaitu akut soliter, akut multipel, kronik soliter,
kronik multipel, dan multipel/soliter berulang, berdasarkan pada jumlah dan
lamanya lesi (Mortazavi et al., 2016). Ulkus akut biasanya terjadi tidak lebih
dari tiga minggu, sedangkan ulkus kronis bertahan selama berminggu-
minggu dan berbulan-bulan (Sivapathasundharam B et al., 2018).

9
Gambar 1. Penentuan klasifikasi ulkus pada mulut (Mortazavi et al., 2016)

ulkus mulut

Lesi Multipel Ulkus Oral Lesi Multipel


Ulkus Tunggal
Akut Rekuren Kronik

Acute Necrotizing Recurrent


Pemphigus
Ulcerative Aphtous Histoplamosis
Vulgaris
Gingivitis (ANUG) Stomatitis (RAS)

Eritema Pemphigus
Sindrom Behcet’s Blastomikosis
Multiformis Vegetan

Infeksi virus
Stomatitis Pemphigoid
herpes simpleks Mucormikosis
Alergika Bulosa
rekuren

Infeksi virus
Stomatitis Viral Pemphigoid
herpes simplex
Akut Sikatrik
kronis

Ulkus oral karena


Lichen Planus
kemoterapi
Bulosa Erosif
kanker

Ulkus traumatik

10
Gambar 2. Ulkus mulut pada Recurrent Aphthous Stomatitis

Gambar 3. Ulkus mulut karena trauma

11
Gambar 4. Ulkus yang disebabkan karena obat (a) lidah (b) palatum

Gambar 5. Ulkus akibat herpes zoster


G. Gejala Klinis

Mouth ulcers biasanya didahului oleh adanya sensasi terbakar.


Kemudian setelah beberapa hari membentuk sebuah titik merah atau benjolan,
diikuti oleh luka terbuka. Mouth ulcers muncul dengan lingkaran atau oval

12
yang berwarna putih atau kuning dengan tepi merah meradang. Ulkus yang
terbentuk sering sekali sangat perih terutama pada saat berkumur atau menyikat
gigi, atau juga ketika ulkus teriritasi dengan salty, spicy atau sour foods. Selain
itu juga bisa ditemukan adanya pembesaran dari kelenjar getah bening pada
submandibula. Berkurangnya nafsu makan biasa ditemukan pada mouth ulcers.
Beberapa tanda dari ulkus pada mulut :
1. Satu atau lebih luka yang dangkal dan terasa nyeri, dengan lapisan
berwarna putih dan tepi yang berwarna merah.
2. Terdapat pada mukosa dan dasar dari gusi.
3. Terkadang disertai demam, lesu, dan pembengkakan pada
limfonodi.
H. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Keluhan diawali dengan adanya sensasi terbakar kemudian timbul titik
merah atau benjolan yang diikuti luka terbuka berbentuk lingkaran atau
oval berwarna putih kekuningan dengan tepi kemerahan dan terasa perih.
Keluhan juga kadang disertai demam, lesu, pembengkakan kelenjar getah
bening. Pada pemeriksaan fisik permukaan mukosa mulut yang mengalami
ulserasi dihitung menggunakan Ulcer Severity Score (USS) meliputi
jumlah , ukuran, durasi, periode bebas ulkus, lokasi , dan nyerinya (Villa,
2017).
Pemeriksaan laboratorium juga membantu dalam diagnosis seperti
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan HIV, pemeriksaan Tzank test/
pemeriksaan virus, kultur bakteri dan jamur, dan pemeriksaan kadar besi,
feritin, asam folat, vit.B 1, B2, B6, B12, hemocystein (Tarakji et al., 2015).
I. Tatalaksana

Penatalaksanaan pada ulkus mulut merupakan terapi simptomatis dan


tergantung penyebab.
1. Ulkus mulut karena trauma ditatalaksana untuk mengurangi respon
inflamasi dengan kortikosteroid topikal, obat kumur mengandung

13
anti septik seperti klorheksidin gluconat 0,2 % atau benzidamin
hidroklorid, diklonin. Sediaan kimiawi (farmakologis) yang
beredar dipasaran saat ini adalah sediaan bahan yang mengandung
PVP (polivinilpirolidon) yang berfungsi membentuk suatu lapisan
tipis diatas ulkus sehingga menutupi dan melindungi akhiran saraf
yang terbuka. Lapisan tipis ini dapat mengurangi rasa nyeri dan
mencegah iritasi pada ulkus, akan tetapi sediaan obat ini di kontra
indikasikan pada penderita ulkus yang hipersensitif terhadap
komponen obat tersebut (Sunarjo et al., 2015).
2. Ulkus mulut berulang (Recurrent Aphthous Stomatitis/ RAS)
ditatalaksana dengan kombinasi vitamin B1 dan B6, penggunaan
obat kumur Klorheksin glukonar, benzydamine hydrochloride dan
carbenoxolon disodium, kortikosteroid topikal seperti
hidrokortison, triamsinolon acetonide, betametasone, atau
penggunaan imunosupresan seperti siklosporin topikal, beberapa
antimikroba seperti tetrasiklin topikal juga dapat digunakan, selain
itu golongan imunomodulator seperti levamisole, gammaglobulin,
dapson dan thalidomid dianjurkan untuk ulkus yang sangat serius
(Axéll dan Henricsson, 2011).
3. Ulkus mulut karena infeksi

a. Herpes simpleks primer dapat diberikan obat sistemik acyclocir


200 mg atau pada herpes simpleks rekuren dapat diberikan
famsiklovir atau valasiklovir. Obat topikal bisa menjadi pilihan
yaitu krim acyclovir 5% atau panciclovir 1% atau dengan
docosanol krim 10%. Povidon iodine dapat digunakan untuk
mengeringkan luka dan sebagai zat antiseptik. Terapi lainnya
berupa terapi simtomatik seperti pemberian aspirin atau
asetaminofen sebagai antipiretik dan analgesik, rehidrasi cairan,
pemberian tambahan vitamin, dan istirahat yang cukup untuk
meningkatkan sistem imun (Lehman dan Rogers, 2016).

14
b. Kandidiasis merupakan salah satu penyebab terjadinya ulkus
mulut yang dapat ditatalaksana dengan menghindari faktor
predisposisi yaitu dengan menghindari daerah dengan
kelembaban yang tinggi. Terapi topikal dapat digunakan seperti
nistatin, amfoterisin B, larutan ungu gentian ½-1 % untuk
mukosa, 1-2 % untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
golongan anti jamur seperti mikonazol, klotrimazol, tiokonazol,
dan lain-lain. Beberapa terapi sistemik juga dapat membantu
penyembuhan kandidiasis pada ulkus mulut seperti pemberian
tablet nistatin per oral, amfoterisin B secara intravena, dan
ketokonazol (Lehman dan Rogers, 2016).
c. Gingivostomatitis dapat ditatalaksana awal dengan debridement
luka lalu obat kumur untuk mengurangi rasa sakit dengan air
garam atau obat kumur yang mengandung hidrogen peroksida
atau xylocaine. Obat topikal dapat diberikan berupa
kortikosteroid atau agen antimikroba, atau anestesi topikal, atau
obat imunomodulator. Terapi sistemik juga dapat diberikan jika
diperlukan yaitu dengan pemberian antibiotik (Lehman dan
Rogers, 2016).
J. Pencegahan
Tidak ada penelitian yang dapat diandalkan yang membahas peran
diet dalam mengelola mouth ulcer. Zat yang dilaporkan sebagian besar
pasien sering memicu ulkus harus dihindari, terutama jika pasien tersebut
telah memperhatikan adanya hubungan. Secara umum orang harus
menghindari zat keras, asam dan asin seperti jus buah, buah jeruk, tomat,
dan rempah-rempah seperti lada, paprika dan kari, serta alkohol dan
alkohol. Menghindari produk perawatan gigi dengan sodium lauryl sulfate
(SLS) juga disarankan. Menggunakan pasta gigi bebas SLS secara
signifikan mengurangi periode penyembuhan dan rasa sakit dari mouth
ulcer (Altenburg et al., 2014).

15
K. Prognosis
Ulkus mulut karena trauma biasanya dapat sembuh dalam beberapa
hari. Ulkus yang tidak sembuh pada 2 sampai 3 minggu dapat dibiopsi untuk
menyingkirkan kemungkinan keganasan. Sedangkan recurrent aphthous
stomatitis di terapi dalam 1 minggu sampai 10 hari.
L. Komplikasi
Ulkus mulut yang tidak diobati atau pengobatan yang tidak adekuat
akan memicu infeksi sekunder, perluasan inflamasi, sampai abses.

16
DAFTAR PUSTAKA

Altenburg, A. et al. (2014) ‘The Treatment of Chronic Recurrent Oral Aphthous


Ulcers’. doi: 10.3238/arztebl.2014.0665.

Axéll, T dan Henricsson, V. 2011. The occurrence of recurrent aphthous ulcers in


an adult Swedish population.
http://www.mendeley.com/research/theoccurrence-of-recurrent-
aphthous-ulcers-in-adultswedish-population

Houston (2017). Traumatic Ulcers [online]. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/1079501-overview#a4 [Diakses
24 Februari 2020].

Lehman, J. S. and Rogers, R. S. (2016) ‘Acute oral ulcers’, Clinics in Dermatology.


Elsevier B.V., 34(4), pp. 470–474. doi:
10.1016/j.clindermatol.2016.02.019.

Mirowski (2018). Aphthous Ulcers Medication. [online]. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/867080-medication#showall
[Diakses 24 Februari 2020].

Mortazavi, H., Safi, Y., Baharvand, M. and Rahmani, S., 2016. Diagnostic features
of common oral ulcerative lesions: an updated decision
tree. International journal of dentistry, 2016.
North East Valley Division of General Practice. (2006). Mouth Ulcers.[online]. Available at :
http://www.disability.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/ pages/Mouth_ulcers?open. [
Accessed 24 Februari 2020].
Paleri, V., Staines, K., Sloan, P., Douglas, A., & Wilson, J. (2010). Evaluation of
oral ulceration in primary care. BmJ, 340, c2639.

Scully, 2005. Aphthous and other common ulcers. BRITISH DENTAL JOURNAL
VOLUME 199.
Sivapathasundharam B et al. 2018. Oral Ulcers - A Review. Journal of Dentistry &
Oral Disorders. volume 4(4).
Sunarjo L, Hendari R, Rimbyastuti H. 2015. Manfaat xanthone terhadap
kesembuhan ulkus rongga mulut dilihat dari jumlah sel pmn dan
fibroblast. ODONTO Dental Journal. Volume 2(2) : 14-21.

17
Tarakji B, Gazal G, Al-Maweri SA, Azzeghaiby S, Alaizari N. 2015. Guideline for
the diagnosis and treatment of recurrent aphthous stomatitis for dental
practitioners. J Int Oral Health. Volume 7(5): 74–80.
Villa Alessandro (2017). Oral examination. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/1080850-overview#a2 pada 24
Februari 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai