Anda di halaman 1dari 44

SEMINAR

STASE MATERNITAS

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

CLARA WULANDA S.Kep

DASMA FITRI YANI S.Kep

DESNI PUTRIADI S.Kep

DIAN PANGESTI S.Kep

CI RS: RIRIS , M.Keb

CI PENDIDIKAN: Ns. APRIZA, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

2019
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi

korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas

perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Ketuban pecah dini

(KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya

melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum

waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm

akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).

Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak

diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter

menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi

adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya

kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan

oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang

terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput

amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya

1
ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan

pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).

Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi

ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi

puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan

perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian

(Cunningham, 2006). Resiko kecacatan dan kematian janin juga tinggi pada

kejadian ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi

fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai

hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia

kehamilan kurang dari 23 minggu (Ayurai, 2010).

Menurut World Health Organitation (WHO) angka kejadian KPD di

dunia pada tahun 2018 sebanyak 50-60%. Angka kejadian KPD di Indonesia

pada tahun 2017 berkisar 4,4-7,6% dari seluruh kehamilan . angka kejadian

KPD berkirar antara 3-18% yang terjadi pada kehamilan preterm, sedangkan

pada kehamilan aterm sekitrar 8-10%. Sedangkan menurut (Syahda S, 2015)

dalam jurnalnya yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini (KPD) pada ibu bersalin di ruangan camar II

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2015 didapatkan sebanyak 9,03%

(Register Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad, 2012-2014).

Winkjosastro (2006) dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan

ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi

intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan

2
ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya

> 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko

infeksi intrauterin.

Penelitian lain di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati Jawa Barat,

menyebutkan faktor paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga

mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, selain itu riwayat ketuban pecah

dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun

mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007). Komplikasi paling sering terjadi

pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom

distress pernapasan, yang terjadi pada 10 40% bayi baru lahir. Resiko infeksi

meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan

ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan

terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu

kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah

dini (Ayurai, 2010).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di RSUD Arifin Ahmad

Pekanbaru menunjukkan bahwa jumlah pasien yang mengalami ketuban pecah

dini dari bulan januari sampai maret adalah 47 pasien dari 155 kelahiran di

rumah sakit tersebut, dari 47 pasien yang mengalami ketuban pecah dini 21

diantaranya adalah primipara dengan usia gestasi rata-rata 38-40 minggu dan

berakhir dengan persalinan sectio caesarea, 15 pasien mengalami ketuban

pecah dini akibat trauma (pemeriksaan dalam) dan infeksi, 3 akibat gemeli

(kehamilan ganda), 8 pasien lainya kurang diketahui penyebabnya. Selain itu

3
dari Universitas Sumatera Utara jumlah kasus yang ada, ketuban pecah dini di

rumah sakit ini banyak terjadi pada primipara. Berdasarkan penjelasan diatas

penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di RSUD Arifin Ahmad

Pekanbaru.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui

“Bagaimanakah proses “Asuhan keperawatan pada Ny.S dengan ketuban pecah

dini di ruang Observasi I (Teratai II) RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru?”

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan ketuban pecah dini berdasarkan data dan keluhan-keluhan yang

di dapat dari pasien.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada Ny. “S”

dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi asuhan keperawatan pada

Ny. “S” dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Arifin Ahmad

Pekanbaru.

4
c. Untuk mengetahui hubungan asuhan keperawatan dengan kejadian

ketuban pecah dini pada Ny. S di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat Keilmuan

Untuk menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

keperawatan maternitas dengan ketuban pecah dini.

2. Manfaat bagi institusi pendidikan

Bagi instutisi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan

menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa

keperawatan dalam hal penambahan pengetahuan dan perkembangan

tentang ketuban pecah dini.

3. Manfaat bagi penulis

Untuk mengetahui lebih luas dan dalam tentang tata cara penanganan

ketuban pecah dini.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini


1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi
pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup
waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010; Manuaba,
2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12
jam sebelum waktunya melahirkan.
2. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-
faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi
faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro, 2011)
adalah :
a. infeksi, serviks yang inkompeten,
b. ketegangan intra uterine,
c. trauma,
d. kelainan letak janin,
e. keadaan sosial ekonomi,
f. peninggian tekanan intrauterine,
g. kemungkinan kesempitan panggul,
h. korioamnionitis,
i. faktor keturunan,
j. riwayat KPD sebelumnya,

6
k. kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada
usia kehamilan 23 minggu.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010).
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi
Serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma
(hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan
kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan
gemelli terjadi distensiu terus yang berlebihan, sehinga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan

7
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan
amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).
3. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini
a. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-
hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat
membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga
keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum
waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat
dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan
hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat (Abdul, 2010).
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga .pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan,berulang dan banyak tantangan. Bekerja pada
umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak aktivitas yang
berlebihan mempengaruhi kehamilan ibu untuk menghadapi proses
persalinanya. Menurut penelitian Abdullah (2012).
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja
fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi
tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja
menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah
dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun

8
pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan
kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatan ibu
maupun janin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013) yang
menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/Minggu
dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena
pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi.
Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlihat
dengan pekerjaan fisik yang lebih besar.
b. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3
Merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1
Dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/dicegah
dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2011).
Menurut penelitian Fatikah (2015) Konsistensi serviks pada persalinan
sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara
dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban
pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat
persalinan. Konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan
serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus)
dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban
pecah sebelum pembukaan lengkap. Paritas 2-3 merupakan Paritas yang
dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko
terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah
(satu), alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik) daripada
multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti)

9
cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan (Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua dan ketiga Merupakan
keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa
reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami
pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik
(Varney, 2010). Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko
mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah
rapuh dan akhirnya pecah spontan (Cunningham. 2006).
c. Umur
Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2013).
Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir
semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam
untuk mecegah komplikasi pada masa persalinan.
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20
tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk
kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2011).
Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi,
kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering
menyebabkan komplikasi/penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa
menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan
mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun
memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011).
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi
sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya
adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi

10
sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa sejalan dengan
bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ-
organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga
mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin
menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap
perkembangan yang janin tidak normal, kelainan bawaan, dan juga
kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu kehamilan dan
persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Kurniawati (2012) yang membuktikan bahwa
umur ibu <20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal
yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi
abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah
terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses
embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang
memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.
d. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang
persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi
mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).

11
Menurut penelitian Utomo (2013) Riwayat kejadian KPD
sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan beberapa
kali dan mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya diyakini lebih
berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya, hal ini
dikemukakan oleh Cunningham et all(2006). Keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam kandungan juga juga dapat
meningkatkan resiko kelahiran dengan ketuban pecah dini.
Preeklampsia/eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung
terhadap kualitas dankeadaan janin karena terjadi penurunan darah ke
plasenta yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi.
e. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan
normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat
ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering
ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan
lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin
sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari KPD
sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban
pecah. Jika ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari
saja hingga kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda
kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk
mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,

12
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta
situasi maternal (Astuti, 2012).
f. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan
persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala
janin dengan panggul ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya
ketuban pada pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi serta
asdosis,dan infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri)
merupakan cara pemeriksaanyang penting untuk mendapat keterangan
lebih banyak tentang keadaan panggul (Prawirohardjo, 2011).
4. Patogenesis KPD
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan
dengan hal-hal berikut:
a. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,
sevisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas
rahim ini.
b. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
c. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
d. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah:
multifara,malposisi, servik inkompeten,dan lain-lain.
e. Ketuban pecah dini Artificial (amniotomi),di mana berisi ketuban
dipecahkan terlalu dini.

5. Cara Menentukan KPD


Menurut Prawirohardjo (2011) cara menentukan terjadinya KPD
dengan :
a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum,verniks
kaseosa,rambut lanugo atau bila telah terinfeksi berbau.
b. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah,

13
c. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti air
ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine),
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pH adalah basa (air
ketuban),
e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
6. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu :
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu
terjadi (aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan,jadi
akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal. Dampak yang
ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi, mal presentasi,
prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi intrapartum,
apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai
infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan
menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah gejala-
gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian dan
angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu
partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.
7. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan
dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis
Untuk janin tergantung pada :
a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
b. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya kalau bayinya premature.

14
c. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah ,
semakin tinggi insiden infeksi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar,
2011).
Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-
34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Mochtar, 2011).
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten (Mochtar, 2011).
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal (Mochtar, 2011).
Adapun pendapat yang lain (Mochtar,2011):
9. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan
tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau

15
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering kerana tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila
anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan
tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
10. Diagnosis
Penegakkan diagnosis menurut Abadi (2008) adalah sebagai berikut : bila
air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis
dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka
diagnosis harus ditegakkan pada :
a. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel
di dalam cairan (lanugo serviks)
b. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior
c. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi
d. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah
berubah menjadi biru), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa
(tidak selalu dikerjakan).
e. Pemeriksaan penunjang
a. Menurut Abadi (2008), pemeriksaan penunjang pada kasus ketuban
pecah dini meliputi pemeriksaan leukosit/WBC(bila >15.000/ml)
kemungkinan telah terjadi infeksi. Ultrasonografi (sangat membantu
dalam menentukan usia kehamilan, letak atau presentasi janin, berat
janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban), dan monitor
bunyi jantung janin dengan fetoskop Laennec atau Doppler atau
dengan melakukan pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan
>32 minggu).

16
11. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang dikemukan oleh Abadi (2008) ada dua cara
yaitu cairan dalam vagina (bisa urine/flour albus) dan hand water dan
forewater rupture of membrane (pada kedua keadaan ini tidak ada
perbedaan penatalaksanaan)
12. Penyulit
Ada beberapa penyulit ketuban pecah dini antara lain infeksi intra
uterin (kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila
ketuban sudah pecah 48 jam sebelum anak lahir), tali pusat menumbung,
persalinan preterm, dan amniotik band syndrome yakni kelainan bawaan
akibat ketuban pecah sejak hamil muda (Abadi, 2008).
13. Penatalaksanaan
Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah dini
pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang
dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.
a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika,
Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum
ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
c. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu:
1. EFW(Estimate Fetal Weight) <1500 gram yaitu pemberian
Ampicilin 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari,
pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan
Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi

17
2. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan
Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,
Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,
kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera
terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana
jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan
dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah
air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan
ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif
sebelum pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke RS
bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh
coitus, Tidak boleh manipulasi digital.
14. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri buerhubungan dengan dilatasi serviks dan kontraksi uterus
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan kurangnya
pengetahuan tentang proses persalinan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya jalan lahir dengan
ekstrauteri.

18
15. Pathway KPD

His yang berulang Kala 1 persalinan Klien sudah merencanakan


kehamilan sejak lama

Peningkatan KESIAPAN
kontraksi dan MENINGKATKAN
Gangguan pada kala 1
pembukaan PROSES
persalinan
serviks uteri KEHAMILAN-
PERSALINAN
Mengiritasi
nervus
Kanalis Kelainan Infeksi
pudindalis Serviks Gemeli
servikalis letak janin genitalia
inkompeten hidramnion
selalu (sungsang)
Stimulus nyeri terbuka
akibat
kelainan Proses bio Dilatasi Ketegangan
NYERI AKUT serviks uteri Tidakadabagi mekanik berlebihan uterus
(abortus dan anterendah bakteri serviks berlebihan
riwayat yang menge-
kuretage) menutupipint luarkan
uataspanggul enzim pro-
teolitik Selaput Serviks
yang
ketuban tidak bisa
Mudahnya menghalangit
menonjol menahan
pengeluaran ekananterhad
dan mudah tekanan
air ketuban ap membrane Selaput
bagian pecah intrauteri
ketuban
bawah mudah
pecah

KETUBAN PECAH DINI

Air ketuban Klien tidak tahu Tidakadanya


terlalu banyak penyebab dan pelindung dari luar
keluar akibat KPD dengan daerah rahim

Distoksia DEFISIENSI Mudahnya


(partuskering) PENGETAHUA mikroorganisme masuk
N secara asenden

Laserasi pada
jalan lahir RISIKO
INFEKSI

19
BAB III KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Kasus Ketuban Pecah Dini (KPD)
di Ruang Rawat Inap Teratai II RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
 Nama : Ny. S
 Tanggal Lahir : 24 Januari 1991
 Umur : 28 Tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : jl. Syarif Kasim Bagriah Sinemban, Rohil
 Suku : Melayu
 Status Keluarga : Istri
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Nama Suami : Surya Dianto
 MRS : 09 Januari 2020
 Dari/Rujukan : Datang Sendiri
 Pengkajian : 20 Januari 2020
 Rekam Medis : 01033231
 Diagnosa medis : KPD

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Ny. S. MRS tanggal 09 Januari 2020 melalui VK IGD, Ny. S. Pindah
keruangan rawat inap teratai II. Ny. S. datang dengan keluhan keputihan
sejak 3 hari SMRS dan keluar air-air (+), flek (+), riwayat diurut-urut (-),
riwayat demam selama hamil (-).

20
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Ny. S. Mengalami Keputihan sejak gadis/sebelum menikah dan saat
keputihan keluar waktu hamil Ny. S. hanya menganggap hal biasa dan
tidak mengetahuinya kalau itu ketuban pecah.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Penyakit KPD terkadang dialami oleh riwayat penyakit KPD, DM,
hipertensi, jantung. Namun pasien tidak mengalami penyakit-penyakit
tersebut dan di keluarga pasien juga tidak mengalaminya.

5. Riwayat Kesehatan Sekarang


Air-air ketuban keluar (+), Flek keluar (+), Ny. S. sudah melakukan
operasi sirclose post op 4 jam.

Genogram:

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien
: Tinggal serumah

21
Kesimpulan :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau penyakit lain yang dianggap berbahaya.
- Klien tingal serumah dengan suami.

6. Status Kebidanan
a. Kehamilan sekarang : G1P0A0H0
b. Hari pertama haid terakhir : 17 Juli 2019
c. Taksiran Persalinan : 24 April 2020

7. Riwayat Perkawinan
a. Menikah berapa kali : 1x
b. Umur saat pertama menikah : 28 Tahun
c. Sekarang perkawinan yang ke : 1

8. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 Tahun
b. Siklus : 28 Hari
c. Lamanya : 6 hari
d. Banyaknya : 3x ganti pembalut
e. Bau : Amis
f. Keluhan waktu haid : Dismenore

9. ANC selama hamil


a. Berapa kali : 2x
b. Fasilitas kesehatan yang digunakan : Rumah bidan
c. Obat-obat yang dikonsumsi selama kehamilan :
Sebelumnya tidak ada mengkonsumsi obat selama hamil, sejak
MRSUD AA Ny. S. dapat obat.
d. Imunisasi TT : Tidak ada

22
10. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
 Kesadaran : cm
 Keadaan umum : baik
 TTV, TD : 100/70 mmHg, N: 82 x/i, S: 36,6 oC, R: 20 x/i
a. Kepala
 Rambut : penyebaran simetris, tidak ada lesi, bersih, tidak
ada kotoran
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Wajah : tidak ada edema, simetris, normal
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Mata : Simetris, tidak ada ikterik, tidak ada anemis,
penglihatan normal
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Hidung : Hidung bersih, tidak ada sekret, penciuman
bagus.
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Mulut : Mulut bersih tidak berbau, tidak ada sariawan,
bibir tidak pecah-pecah
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Gigi : tidak ada gigi palsu, tidak ada karies, warna
bersih.
Masalah keperawatan : Tidak ada
 Telinga : bersih, tidak ada serumen, pendengaran baik
Masalah keperawatan : Tidak ada
b. Leher : simetris, tidak ada pembesaran KGB
c. Dada
1) Paru dan Jantung
Inspeksi : simetris, tidak ada gangguan pernafasan; nafas
normal 20 x/i, in dan ekspirasi normal
Palpasi : tidak ada pembengkakan clavikula sinistra dan
dekstra.

23
Perkusi : saat diketuk bunyi sonor, resonan
Auskultasi : terdengar bunyi jantung reguler dan paru vesikuler
2) Payudara (Mamae)
a) Payudara membesar
b) Papilla Mamae menonjol
c) Areola Mamae hiperpigmentasi
Masalah keperawatan : Tidak ada
d. Tangan: normal, tidak ada luka, tidak ada sianosis, tidak
ada edema, CRT < 2”
e. Abdomen
Inspeksi : ada pembesaran akibat kehamilan, jaringan parut
belum tampak, linie alba tidak ada, tidak ada luka operasi.
Palpasi : TFU: 21 cm, His kontraksi 3x10/mnt, posisi
melintang, TBJ: 1395 gr
i. Leopold I : kosong, tidak teraba
ii. Leopold II : Teraba sisi kanan memanjang seperti papan yaitu
punggung, teraba sisi kiri keras seperti bola yaitu kepala
iii. Leopold III : teraba lunak dan bisa digerakkan yaitu bokong,
belum masuk PAP.
Perfusi : terdengar bunyi timpani
Auskultasi : terdengar bising usus 15 x/i
Fungsi pencernaan : bagus
Masalah keperawatan : Tidak ada
f. Genetalia
i. Vagina : normal,tidak ada edema, tidak hematoma,
perineum utuh.
ii. Kebersihan : kebersihan terjaga, ps. mandi 2x sehari dengan di
bantu oleh suami.
iii. Varises : tidak ada
iv. Keputihan : ada, warna coklat, konsistensi kental, bau amis.

24
g. Ekstermitas : tidak ada masalah
h. Eliminasi

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds: Ketegangan otot rahim Nyeri akut
- Ny. S. mengatakan nyeri
saat kontraksi Peningkatan kontraksi
dan pembukaan serviks
P : nyeri terasa terutama
ketika terjadi kontraksi. Mengiritasi
Q : nyeri dirasakan seperti Stimulus nyeri
ingin BAB.
R : nyeri terasa di daerah
abdomen.
S : skala nyeri 4-5 (nyeri
sedang).
T : nyeri dirasakan ketika
ada kontraksi, lamanya
tidak di tentukan.
Do:
- Ny. S. tampak memegang
perutnya
- Ny. S. tampak meringis
- Skala nyeri 4
- TTV:
TD: 100/70 mmHg
N: 82 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
- Kolaborasi pemberian obat
analgetik yaitu pronalges

25
susp, nifedipin
2 Ds: Ny. S. mengatakan keluar Mudahnya Resiko
air-air bercampur flek mikroorganisme masuk infeksi
Do:
- Ny. S. tampak risih Tidak adanya
perlindungan dunia luar
- Djj: 146 x/i
dengan daerah rahim
- Leukosit tinggi: 13,90
Proses bakteri
- TTV
TD: 100/70 mmHg Infeksi genetalia
N: 82 x/i
S: 36,6 oC KPD

R: 20 x/i
Resiko cedera pada janin Ketuban pecah dini Resiko
berhubungan dengan cedera
kelahiran premature.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d ketegangan otot rahim
2. Resiko infeksi b/d ketuban pecah dini
3. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan kelahiran prematur

26
D. Intervensi Keperawatan
Nama : Ny. S
Ruangan : Teratai II
No. MR : 01033231
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Tujuan: nyeri 1. Melakukan 1. Untuk
b/d berkurang atau monotoring mengetahui
ketegangan hilang. pemeriksaan skala nyeri Ny.
otot rahim KH: TTV dan S. berapa dan
- TTV normal melihat skala memeriksa ttv
- Ny. S. nyeri Ny. S. karena bila nyeri
tampak meningkat maka
rileks dan dapat
tenang menyebabkan
- Ny. S. TD meningkat
mengatakan sehingga ini
nyeri perut bahaya pada ibu
berkurang hamil maka
diharapkan ttv
normal
2. Mengajarkan 2. Setelah
teknik mengajarkan
relaksasi nafas teknik relaksasi
dalam napas dalam,
Ny. S. bisa
tampak rileks
dan tenang
sehingga
berguna
mengurangi

27
nyeri Ny. S.
3. Melakukan 3. Setelah
kolaborasi diberikan obat
pemberian analgetik
obat analgetik diharapkan Ny.
S. dapat
mengatakan
nyeri perut yang
dirasakan
berkurang.
2. Resiko Tujuan: Tidak 1. Mengkaji 1. Mengetahui
infeksi b/d menunjukkan tanda-tanda tanda-tanda
ketuban tanda-tanda infeksi intra infeksi intra
pecah dini infeksi intra uteri: uteri:
uteri a. Melihat a. Cairan
KH: cairan ketuban tidak
- Tanda-tanda ketuban jernih
infeksi intra yang keluar merupakan
uteri berwarna tanda telah
berkurang lain/jernih terjadi infeksi
 Cairan b. Memeriksa b. Leukosit
ketuban leukosit tinggi
jernih/tidak merupakan
bercampur suatu tanda
warna lain adanya
 Leukosit penurunan
normal kekebalan
 Suhu tubuh
normal sehingga
- Djj normal bakteri atau
jamur mudah

28
masuk.
c. Memantau c. Memeriksa
suhu ttv karena
salah satu
tanda adanya
infeksi bisa
dilihat dari
suhu
sehingga
suhu tubuh
diharapkan
dalam
rentang
normal.
2. Memeriksa DJJ 2. Pemeriksaan ini
diperlukan
karena yang
ada didalam
perut adalah
janin untuk
melihat janin
yang tidak ada
masalah.
Resiko Tujuan : 1. Memantau djj
cedera pada setelah 2. Mencegah
janin dilakukan cedera
berhubungan tindakan 3. Melakukan
dengan keperawatan, pengukuran gerak
kelahiran diharapkan janin
prematur tidak terjadi
cedera pada

29
janin.

E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No. Tanda
Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi
DX Tangan
I 20-01-20 1. Melakukan S:
16.00 WIB monitor TTV dan - Ny. S. mengatakan
melihat skala nyeri nyeri saat kontraksi
Ny. S. O:
2. Mengajarkan - Ny. S. tampak
teknik relaksasi memegang perutnya
nafas dalam - Ny. S. tampak
3. Melakukan meringis
kolaborasi - Skala nyeri 4
pemberian obat - TTV:
analgetik: TD: 100/70 mmHg
pronalges suNy. S, N: 82 x/i
nifedipin S: 36,6 oC
R: 20 x/i
- Kolaborasi pemberian
obat analgetik yaitu
pronalges susp,
nifedipin
A: Nyeri akut
P: ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan kolaborasi
pemberian obat
II 20-01-20 1. Melakukan S: Ny. S. mengatakan
19.00 WIB monitor TTV keluar air-air bercampur

30
2. Memonitor DJJ flek
3. Memonitor cairan O:
ketuban - Ny. S. tampak risih
jernih/tidak - Djj: 146 x/i
4. Melihat hasil - Leukosit tinggi: 13,90
periksa leukosit - TTV
TD: 100/70 mmHg
N: 82 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
A: resiko infeksi
P: Monitor djj,suhu dan
cairan ketuban
I 21-01-20 1. Melakukan S:
16.30 WIB monitor TTV dan - Ny. S. mengatakan
melihat skala nyeri masih nyeri saat
Ny. S. kontraksi
2. Mengajarkan O:
teknik relaksasi - Ny. S. tampak
nafas dalam memegang perutnya
3. Melakukan - Ny. S. tampak
kolaborasi meringis
pemberian obat - Skala nyeri 3
analgetik: - TTV:
pronalges suNy. S, TD: 110/60 mmHg
nifedipin N: 80 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
- Kolaborasi pemberian
obat analgetik yaitu
pronalges susp,

31
nifedipin
A: Nyeri akut
P: ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan kolaborasi
pemberian obat
II 21-01-20 1. Melakukan S: Ny. S. mengatakan
19.30 WIB monitor TTV masih keluar air-air
2. Memonitor DJJ bercampur flek
3. Memonitor cairan O:
ketuban - Ny. S. tampak risih
jernih/tidak - Djj: 150 x/i
4. Melihat hasil - Leukosit tinggi: 13,90
periksa leukosit - TTV
TD: 110/60 mmHg
N: 80 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
A: resiko infeksi
P: Monitor djj, suhu
dan cairan ketuban
I 22-01-20 1. Melakukan S:
17.00 WIB monitor TTV dan - Ny. S. mengatakan
melihat skala nyeri nyeri saat kontraksi
Ny. S. berkurang
2. Mengajarkan O:
teknik relaksasi - Ny. S. tidak tampak
nafas dalam memegang perutnya
3. Melakukan - Ny. S. tidak tampak
kolaborasi meringis

32
pemberian obat - Skala nyeri 2
analgetik: - TTV:
pronalges suNy. S, TD: 100/60 mmHg
nifedipin N: 83 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
- Kolaborasi pemberian
obat analgetik yaitu
pronalges susp,
nifedipin
A: Nyeri akut
P: ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
dan kolaborasi
pemberian obat
II 22-01-20 1. Melakukan S: Ny. S. mengatakan
19.00WIB monitor TTV keluar air-air bercampur
2. Memonitor DJJ flek berkurang
3. Memonitor cairan O:
ketuban - Ny. S. sudah tidak
jernih/tidak tampak risih
4. Melihat hasil - Djj: 148 x/i
periksa leukosit - Leukosit tinggi: 13,90
- TTV
TD: 100/60 mmHg
N: 83 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i
A: resiko infeksi
P: Monitor djj, suhu
dan cairan ketuban.

33
23-01-2020 Melakukan S: Ny. S mengatakan
11:30 WIB penghitungan djj janin bergerak sekali-
kali
O:
DJJ 134 x/menit
Kontraksi 2 kali dalam
sepuluh menit selama
15 detik.
A : resiko cedera
P : monitor DJJ

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis menguraikan landasan teoritis kemudian menerapkan


langsung dalam asuhan keperawatan pada Ny. S dengan Ketuban Pecah Dini
(KPD), maka dalam hal ini penulis akan membahas beberapa hal yang baik,
mendukung, menghambat kelancaran proses keperawatan dan mencari alternatif
pemecahan masalah agar tindakan keperawatan lebih terarah dan mencapai tujuan
semaksimal mungkin.
Penerapkan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan secara menyeluruh
dan memiliki rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, penulis akan membahas
sesuai dengan proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian,
menegakkan diagnosa keperawatan, melakukan proses perencanaan atau
intervensi, pelaksanaan atau implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian
Ny. S. MRS tanggal 09 Januari 2020 melalui VK IGD, Ny. S. Pindah
keruangan rawat inap teratai II. Ny. S. datang dengan keluhan keputihan sejak
3 hari SMRS dan keluar air-air (+), flek (+), riwayat diurut-urut (-), riwayat
demam selama hamil (-).
Keadaan Ny. S sekarang, Air-air ketuban keluar (+), Flek keluar (+), Ny.
S. sudah melakukan operasi sirklase (pengikatan agar air-air ketuban tidak
keluar) post op 4 jam.
KPD terkadang dialami oleh riwayat KPD, DM, hipertensi, jantung.
Namun pasien tidak mengalami penyakit-penyakit tersebut dan di keluarga
pasien juga tidak mengalaminya.
B. Diagnosa Keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan penulis dalam
melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan KPD ialah :

35
Pada kasus Ny. S dengan diagnosa KPD ditemukan 2 diagnosa, yaitu:

1. Nyeri akut b/d ketegangan otot rahim


2. Resiko infeksi b/d ketuban pecah dini
3. Resiko cedera pada janin b/d kelahiran prematur
C. Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan, adapun acuan dalam penyusunan dalam
intervensi keperawatan, penulis menggunakan referensi diagnosa NANDA,
dan yang disesuaikan dengan keadaan pasien. Rencana keperawatan yang
dibuat mengacu pada kebutuhan yang dibutuhkan dan dirasaka saat
pengkajian serta landasan teori. Rencana yang dibuat telah diprioritaskan
sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi pasien saat ini. Intervensi
yang dilakukan adalah:

Diagnosa I.

Nyeri akut b/d ketegangan otot rahim

NOC :

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.


KH:
- TTV normal
- Ny. S. tampak rileks dan tenang
- Ny. S. mengatakan nyeri perut berkurang

NIC

- Melakukan monotoring pemeriksaan TTV dan melihat skala nyeri Ny. S.


- Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
- Melakukan kolaborasi pemberian obat analgetik

36
Diagnosa II.

Resiko infeksi b/d ketuban pecah dini

NOC :

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawaqtan selama 1x 24 jam,


diharapkan Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi intra uteri
KH:
- Tanda-tanda infeksi intra uteri berkurang
- Cairan ketuban jernih/tidak bercampur warna lain
- Leukosit normal
- Suhu normal
- Djj normal
NIC
- Mengkaji tanda-tanda infeksi intra uteri:
- Melihat cairan ketuban yang keluar berwarna lain/jernih
- Memeriksa leukosit
- Memantau suhu
- Memeriksa DJJ

Diagnosa III
Resiko cedera pada janin b/d kelahiran prematur
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan :
Kriteria hasil:
- Djj normal
- Tidak terjadi cedera
- Gerak janin normal
NIC :
- Memantau DJJ
- Mencegah terjadinya cedera

37
- Melakukan pengukuran gerak janin

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk mengurangi
permasalahan yang dialami pasien yaitu nyeri akut dan resiko infeksi.

Asuhan keperawatan pada Ny. S dilakukan tanggal 20-22 Januari


2020. Dimana penulis memberikan dan memantau perkembangan kesehatan
pasien, mengevaluasi masalah kesehatan yang dialami pasien selama di ruang
rawat inap. Untuk implementasi yang dilakukan tidak hanya berdasarkan
tindakan keperawatan, tetapi juga dilakukan tindakan kolaborasi, sehingga
akan mempercepat proses penyelesaian permasalahan.

E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan langkah akhir atau tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan apakah perlu dilakukan pengkajian ulang.
Dalam memberikan asuhan keperawatan penulis terus-menerus
mengumpulkan data baru dari pasien yang nantinya digunakan sebagai bahan
evaluasi selanjutnya. Adapun hasil yang diperoleh dari evaluasi yang
berdasarkan setiap diagnosa sebagai berikut:

Diagnosa I.

Nyeri akut b/d ketegangan otot rahim

Dari implementasi yang telah dilakukan dari tanggal 20 januari 2020,


didapatkan hasil evaluasi berupa:
- Ny. S. tampak memegang perutnya
- Ny. S. tampak meringis
- Skala nyeri 4
- TTV:
TD: 100/70 mmHg

38
N: 82 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i

Jika dibandingkan dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan


berdasarkan NANDA NIC-NOC, maka dapat dikatakan masalah nyeri pasien
belum teratasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut hingga selesai maka
perlu dilakukan intervensi lanjutan yang telah disesuaikan dengan kondisi
pasien.

Diagnosa II.

Resiko infeksi b/d ketuban pecah dini

Dari implementasi yang telah dilakukan dari tanggal 22 Januari 2020,


didapatkan hasil evaluasi berupa:

- Ny. S. sudah tidak tampak risih


- Djj: 148 x/i
- Leukosit tinggi: 13,90
- TTV
TD: 100/60 mmHg
N: 83 x/i
S: 36,6 oC
R: 20 x/i

Jika dibandingkan evaluasi yang didapatkan dengan kriteria hasil yang


telah ditetapkan berdasarkan NANDA NIC-NOC, maka didapatkan hasil
akhir yaitu masalah KPD belum teratasi, dan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan ini diperlukan pelaksanaan intervensi keperawatan yang baik
yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.

39
Diagnosa III
Resiko cedera pada janin b/d kelahiran prematur

Dari implementasi yang telah dilakukan dari tanggal 23 Januari 2020,


didapatkan hasil evaluasi berupa:

- Ny. S terlihat agak cemas


- Djj 134 x/menit
- Kontraksi 2 kali dalam 10 menit selama 15 detik
Jika dibandingkan evaluasi yang didapatkan dengan kriteria hasil yang
telah ditetapkan berdasarkan NANDA NIC-NOC, maka didapatkan hasil
akhir yaitu masalah KPD belum teratasi, dan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan ini diperlukan pelaksanaan intervensi keperawatan yang baik
yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.

40

Anda mungkin juga menyukai