Tujuan
1. Memenuhi kebutuhan oksigen.
2. Mencegah terjadinya hipoksia.
Prosedur kerja
Kateter nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit.
Kemudian, observasi humidifire dengan melihat air bergelembung.
4. Atur posisi dengan semi-Fowler.
5. Ukur kateter nasal mulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
6. Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7. Berikan minyak pelumas (vaselin/jeli).
8. Masukkan ke dalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9. Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien
menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belakang uvula).
10. Fiksasi pada daerah hidung.
11. Periksa pada kateter nasal setiap 6-8 jam.
12. Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8
jam.
13. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien.
14. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
Gambar 3.1 Pemberian oksigen melalui kateter nasal (sumber : kathleen hoert belland & mary
Ann wells, 1986)
Kanula nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit.
Kemudian, observasi humidifire pada tabung dengan adanya gelembung air.
4. Pasang kanul nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
5. Periksa kanul tiap 6-8 jam.
6. Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-8
jam.
7. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien.
8. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
Gambar 3.1 Pemberian oksigen melalui kateter nasal (sumber : kathleen hoert belland & mary
Ann wells, 1986)
Masker oksigen
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi dengan semi-Fowler.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya 6-10 L/menit).
Kemudian observasi humidifire pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung.
5. Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien.
6. Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan
respons klien.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 3.3 pemberian oksigen dengan masker (sumber : kathleen hoerth belland & mary ann
wells, 1986)
Tugas
1. Lakukan pemberian oksigen sesuai dengan prosedur.
2. Jelaskan indikasi pemberian oksigen.
3. Perhatikan apa yang dibutuhkan selama pemberian oksigen.
FISIOTERAPI DADA
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural,
clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan, misalnya penyakit
obstruksi kronis (bronkitis kronis, asma, dan emfisema). Tindakan drainase postural merupakan
tindakan dengan menempatkan pasien dalam berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran
pernapasan. Tindakan drainase postural diikuti dengan tindakan clapping (penepukan) dan vibrasi.
Clapping dilakukan dengan menepuk dada posterior dan memberikan getaran (vibrasi) tangan
pada daerah tersebut yang dilakukan pada saat pasien ekspirasi. Tindakan drainase postural tidak
dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, peningkatan tekanan
intrakranial, dispnea berat, dan lansia. Clapping tidak dapat dilakukan pada pasien emboli paru,
hemoragi, eksaserbasi, dan nyeri hebat (pasien kanker).
Tujuan
1. Meningkatkan efisiensi pola pernapasan.
2. Membersihkan jalan napas.
Prosedur kerja
Drainase postural
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi :
Semi-Fowler bersandar ke kanan, ke kiri lalu ke depan apabila daerah yang akan didrainase pada
lobus atas bronkus apikal.
Tegak dengan sudut 45˚ membungkuk ke depan pada bantal dengan 45˚ ke kiri dan kanan apabila
daerah yang akan didrainase bronkus posterior.
Berbaring dengan bantal di bawah apabila yang akan didrainase bronkus anterior.
Posisi Trendelenburg dengan sudut 30˚ atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 35-40 cm,
sedikit miring ke kiri apabila yang akan didrainase pada lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
Posisi Trendelenburg dengan sudut 30˚ atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 35-40 cm,
sedikit miring ke kanan apabila daerah yang akan didrainase bronkus superior dan inferior.
Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang didrainase bronkus apikal.
Posisi Trendelenburg dengan sudut 45˚ atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 45-50 cm ke
samping kanan, apabila yang akan didrainase bronkus medial.
Posisi Trendelenburg dengan sudut 45˚ atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 45-50 cm ke
samping kiri, apabila yang didrainase bronkus lateral.
Posisi Trendelenburg condong dengan sudut 45˚ dengan bantal dibawah panggul, apabila yang
akan didrainase bronkus posterior.
4. Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudian priode selanjutnya kurang
lebih 15-30 menit.
5. Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.
6. Setelah pelaksanaan drainase postural lakukan clapping, vibrasi dan pengisapan (suction).
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Tugas
1. Lakukan drainase postural, clapping, dan vibrating sesuai dengan prosedur.
2. Sebutkan indikasi dilakukan fisioterapi dada.
3. Apa yang perlu diperhatikan selama melakukan fisioterapi dada.
4. Jelaskan perbedaan clapping, vibrating, dan drainase postural.
PENGISAPAN LENDIR
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara mandiri dengan menggunakan alat
pengisap.
Tujuan
1. Membersihkan jalan napas.
2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Tempatkan pasien pada posisi telentang dengan kepala miring ke arah perawat.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Hubungkan kateter pengisap dengan slang alat pengisap.
6. Mesin pengisap dihidupkan.
7. Lakukan pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam kom berisi
aquades atau NaCl 0,9% untuk mempertahankan tingkat kesterilan (asepsis).
8. Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap.
9. Gunakan alat pengisap dengan tekanan 110-150 mm Hg untuk dewasa, 95-110 mm Hg
untuk anak-anak, dan 50-95 mm Hg untuk bayi (potter & perry, 1995).
10. Tarik dengan memutar kateter pengisap tidak lebih dari 15 detik.
11. Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.
12. Lakukan pengisapan antara pengisapan pertama dan berikutnya. Minta pasien untuk
bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami distres pernapasan, biarkan istirahat 20-30
detik sebelum melakukan pengisapan berikutnya.
13. Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respons pasien terhadap
prosedur yang dilakukan.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 3.4 Cara menghubungkan suction dengan kateter (Sumber : potter, Peterson, dan perry.
Mosby’s : pocket guide series basic skills and procedures, 2003).
Gambar 3.5 Peta masuknya slang pengisap pada pengisapan lendir (Sumber : potter, Peterson, dan
perry. Mosby’s: pocket guide series basic skills and procedures, 2003).
Tugas
1. Lakukan pengisapan lendir (suction) sesuai dengan prosedur.
2. Sebutkan indikasi pengisapan lendir.
3. Apa yang perlu diperhatikan selama pengisapan lendir.
Referensi : Buku saku praktikum kebutuhan dasar manusia / penulis, A. Aziz Alimul Hidayat,
Musrifatul Uliyah ; editor, Monica Ester. - Jakarta : EGC, 2004.