Anda di halaman 1dari 5

KONSEP PERTANIAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.

Revolusi industri 4.0 merupakan era baru dimana seluruh aspek kehidupan manusia akan
didominasi oleh teknologi, khususnya internet. Era ini merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindarkan, namun menjadi peluang munculnya sesuatu yang baru, sehingga Indonesia perlu
mempersiapkan diri. Salah satu sektor penting yang akan terkena dampak dari revolusi industri 4.0
adalah sektor pertanian, dimana sektor ini merupakan salah satu sumber perekonomian terbesar di
Indonesia. Untuk menghadapi hal tersebut, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai
upaya agar sektor pertanian Indonesia siap menghadapi era besar ini sehingga semakin mampu
menunjang produksi pangan dan kelancaran distribusi yang ada.
Konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah
konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture.
Konsep ini merujuk pada penerapan Teknologi Informasi Komunikasi pada bidang pertanian.
Tujuan utama penerapan terknologi tersebut adalah untuk melakukan optimasi berupa
peningkatan hasil (kualitas dan kuantitas) dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.
Revolusi industri 4.0 dalam sektor agrikultur ternyata lebih dominan terjadi di Eropa.
Hal ini disebabkan oleh adanya bencana demografi, yaitu keadaan dimana jumlah penduduk
yang berusia produktif lebih sedikit dibanding penduduk yang berusia non-produktif sehingga
tenaga penduduk harus digantikan dengan teknologi. Sedangkan di Indonesia sendiri, revolusi
industri 4.0, terutama di sektor pertanian belum begitu berhasil berkembang. Berikut adalah
beberapa hal yang menjadi penyebab revolusi industri 4.0 belum berhasil diterapkan di
Indonesia, antara lain:
• Sumber Daya Manusia.
Faktanya, sebagian besar petani berusia lebih dari 40 tahun dan lebih dari 70 persen
petani di Indonesia hanya berpendidikan setara SD bahkan di bawahnya. Pendidikan formal
yang rendah tersebut menyebabkan pengetahuan dalam pengolahan pertanian tidak
berkembang serta monoton. Petani hanya mengolah pertanian seperti biasanya tanpa
menciptakan inovasi-inovasi terbaru demi peningkatan hasil pangan yang berlimpah.

• Kondisi Lahan Pertanian di Indonesia.


Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran penduduk dan pembangunan di Indonesia
belum sepenuhnya merata. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya “Lahan Tidur”
atau lahan yang belum tergarap oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman, sementara,
lahan di suatu wilayah strategis justru menjadi rebutan dengan harga mahal.
Mengingat harga tanah yang semakin melonjak tinggi, luas kepemilikan lahan
pertanian para petani di Indonesia pun rata-rata kecil. Bahkan, sebagian besar petani hanya
bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua. Selain itu,
dampak akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang mencapai 150 -200 ribu
per tahun juga menyebabkan petani kekurangan lahan untuk bercocok tanam.

• Teknologi Belum Sepenuhnya Diterima Masyarakat.


Sistem pengalihan teknologi dari tradisional menjadi modern dalam pengelolaan
pertanian belum mampu diterima secara luas oleh para petani yang masih banyak memilih
menggunakan peralatan tradisional dibanding peralatan teknologi canggih. Selain karena
keterbatasan biaya, keterbatasan pengetahuan juga menjadi faktor yang menghambat laju
teknologi untuk merambah sektor pertanian secara luas.
Di sinilah peran pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan edukasi yang cukup
bagi para petani agar dapat memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini.
Beberapa hal yang dapat dilakukan mungkin berupa memberikan penyuluhan besar-besaran
dan melakukan demo penggunaan alat pertanian yang dilengkapi dengan teknologi modern
Teknologi masa kini memang telah merambah ke berbagai sektor hingga ke berbagai
akses kehidupan. Namun, teknologi juga harus digunakan secara bijak dengan tetap melihat
dampaknya dari berbagai sisi. Dalam pertanian misalnya, jangan sampai teknologi hanya
dikuasai oleh segelintir orang atau merusak ekosistem yang ada tanpa mempedulikan
keseimbangan lingkungan.
Dalam kondisi seperti itu, sangat dibutuhkan peran-peran pemerintah, dunia bisnis,
akademisi, tokoh intelektual masyarakat untuk memberikan edukasi bagi para petani agar dapat
memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini.
Lembaga penyuluhan partisipatif sangat dibutuhkan untuk fungsi edukasi dan memperkuat
kesiapan petani untuk makin adaptif terhadap perubahan lingkungan strateginya, dalam hal ini era
revolusi 4.0. Kesiapan petani baik dalam menjawab kebutuhan produk pertanian, maupun
mengadopsi teknologi tepat guna yang adaptif terhadap kondisi kekinian dan antisipasi ke depan
secara bijak dengan tetap melihat dampaknya dari berbagai sisi. Harus dihindari penguasaan
teknologi hanya oleh segelintir orang atau merusak ekosistem yang ada tanpa mempedulikan
keseimbangan lingkungan fisik maupun sosialnya.
Para era industri 4.0, Penyuluh Pertanian (PPL) harus dapat ikut mempermudah dan
mensinergikan interaksi hulu dan hilir dalam sistem agribisnis/agroindustri, sejalan dengan upaya
pembenahan sektor pertanian yang harus dilakukan pmerintah dan stakeholder terkait. Lebih dari
itu petani harus dikondisikan oleh PPL menjadi mandiri, siap untuk mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan strategisnya, yakni era Industri 4.0.
Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 yaitu dimana teknologi Internet Of Things (IoT) sangat
berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari misalnya penggunaan Gawai, Komputer, dan masih
banyak lagi. pun dalam bidang Pertanian teknologi ini juga berperan penting.
Revolusi Industri 4.0 dibidang Pertanian pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia
secara tradisional dapat dimudahkan atau digantikan oleh adanya sistem Internet of Things
(IoT) dimana mesin industri otomotif terintegrasi dengan internet. contohnya pengumpulan data
mengenai suhu, curah hujan, serangan hama, kecepatan angin serta muatan tanah. kemudian data
tersebut digunakan untk mengotomatisasi teknik pertanian. sehingga dapat meningkatkan kualitas
dan kuantitas, meminimalkan limbah, serta dapat mengurangi upaya yang lebih merepotkan dalam
pengelolaan tanaman. sebenarnya Revolusi Industri 4.0 sudah cukup populer di Eropa karena
adanya Bencana Demografi, yaitu keadaan dimana jumlah penduduk produktif lebih sedikit
dibanding penduduk yang non-produktif.

Salah satu negara yang terbilang sukses dalam menerapkan revolusi industri 4.0 pada sektor
pertanian yaitu China. Negara yang dijuluki 'Tirai Bambu' ini mampu membuat sistem smart farm
dengan proses produksi di dalam ruangan. Smart farm ini tidak memerlukan sinar matahari, tidak
menggunakan pestisida maupun bahan-bahan kimia, dan bahkan mampu menghemat air. Inovasi
baru di bidang pertanian tersebut merupakan milik perusahaan Sanan Sino-Science yang berada di
Anxi, Provinsi Fujian, China.
Dengan luas sekitar 5.000 m2, sistem smart farm ini mampu menghasilkan 8 hingga 10 ton
sayuran segar setiap harinya dengan hanya membutuhkan 4 orang pekerja. Hal ini sangat berbeda
dengan pertanian konvensional yang luas lahannya sama, tetapi membutuhkan sekitar 300 petani
untuk menggarap dan menanam sayuran.
Berbagai teknologi industri 4.0 lainnya yang berhasil dikembangkan seperti Agri Drone
Sprayer (Drone penyemprot pestisida dan pupuk cair), Drone Surveillance (Drone untuk pemetaan
lahan) serta Soil and Weather Sensor (Sensor tanah dan cuaca). Data yang dapat diperoleh dari
sensor ini diantaranya kelembapan udara dan tanah, suhu, pH tanah, kadar air, hingga estimasi
masa panen. Teknologi-teknologi tersebut telah banyak dikembangkan di negara-negara agraris
seperti Amerika, China, India, Australia, dan Jepang.

Revolusi industri 4.0 dapat diterapkan di Indonesia karena pemerintah telah mempersiapkan
revolusi industri 4.0 di Indonesia dengan cukup baik, apabila terwujudnya langkah-langkah startegis
sebagai berikut:
• mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya, terutama dalam menggunakan teknologi internet of things;
• pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil
menengah (IKM) agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-smart IKM;
• pemanfaatan teknologi digital yang lebih optimal dalam perindustrian nasional seperti big data,
autonomous robots, cybersecurity,cloud, dan augmented reality;
• mendorong inovasi teknologi melalui pengembangan start-up dengan memfasilitasi inkubasi
bisnis.
Jika dilihat pada langkah strategis pemerintah yang pertama, langkah tersebut merupakan
langkah yang sangat baik apabila pemerintah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan
berbasis IT yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan IoT, terutama start-up dari Indonesia. Hal
yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menyambungkan start-up tersebut dengan
perguruan tinggi atau SMK sehingga dapat membantu perkembangan IoT di perusahaan tersebut
sekaligus memberi ruang bagi pelajar agar dapat belajar lebih.
Terkait langkah kedua pemerintah yaitu dengan meluncurkan E-smart IKM yang menurut
kemenperin telah menjangkau IKM di 22 provinsi. Selain itu, kemenperin juga telah bekerja sama
dengan berbagai e-commerce di Indonesia.
Menurut Kemenperin, penggunaan teknologi oleh IKM dapat meningkatkan inovasi hingga
17 kali. Bantuan dari Kemenperin ini juga sudah dimanfaatkan oleh 4.000 IKM di seluruh
Indonesia. Tentu saja hal positif ini sangat baik dan dampak yang dirasakan juga besar mengingat
total transaksi online IKM mencapai 600 juta rupiah. Tentu hal positif ini dapat berdampak pada
berbagai hal positif lain seperti adanya peningkatan taraf hidup masyarakat karena tenaga kerja
yang terserap, juga peningkatan pendapatan negara karena semakin besarnya pajak yang
dibayarkan oleh pelaku IKM. Hal ini membuktikan bahwa revolusi industri 4.0 tidak menakutkan,
bahkan menjadi sesuatu yang sangat seharusnya disyukuri.
Harapannya, E-smart IKM dapat menjangkau lebih banyak lagi pelaku IKM terutama di luar
22 provinsi yang telah terjangkau sebelumnya. Pemerintah dapat memanfaatkan database
khususnya dari market place yang telah melakukan kerjasama dengan Kemenperin untuk
menjangkau lebih banyak pelaku IKM.
Memang Revolusi Industri 4.0 memiliki dampak yang baik bagi petani, pun bagi masyarakat
umum yang dapat mengonsumsi hasil pertanian yang Berkualitas. Walaupun sudah ada beberapa
capaian pemerintah dalam Penerapan Revolusi Industri 4.0 di bidang pertanian. Di sisi lain ada
pula tantangan yang harus dihadapi, diantaranya:
• Perlunya perbaikan infrastruktur
Untuk menerapkan Internet of Thing (IoT) memerlukan akses internet yang baik, sementara
itu di seluruh indonesia tidaklah semua akses internetnya berjalan dengan baik. contohnya saja di
daerah saya di Bengkulu Utara berdasarkan pengalaman akses internet di tengah kota saja jaringan
4G sering macet apalagi di derah pertanian yang terletak jauh dari kota. selain itu Infrastruktur
yang lain adalah akses jalan, baik menuju kabupaten maupun menuju perkebunan akses jalan
sangat penting. namun faktanya jalan dari kota Bengkulu ke kabupaten Bengkulu utara saja masih
sangat kurang baik. bagaimana tauke mau membeli hasil petani jika jalan menuju Bengkulu utara
saja masih banyak lubang, sempit, bahkan ada jembatan yang hanya bisa dilalui 1 mobil saja tidak
bisa dilalui oleh 2 mobil yang saling berlawan arah. apalgi jalan menuju perkebunan, hanya bisa
dilalui oleh sepeda motor dan mobil khusus kebun.

• Perlunya biaya.
Alat teknologi yang canggih bukan murah harganya, apalagi luasnya wilayah perkebunan
dan pertanian indonesia membutuhkan alat yang banyak. Revolusi Industri 4.0 dalam bidang
pertanian nampaknya sudah berjalan di bebrap wilayah kota besar. namun belum di Bengkulu, saat
Ini bahkan petani di daerah Bengkulu masih menggunakan alat yang tradisional seperti cangkul,
membajak sawah menggunakan kerbau hingga menggunakan parang, hal tersebut merupakan
pengalaman yang saya temukan di daerah Bengkulu bahkan di kota.

• Petani yang belum melek teknologi.


Walaupun Revolusi Industri 4.0 difokuskan terhadap petani milenial namun pentingnya
teknologi juga berpengaruh terhadap petani yang bukan milenial, sebab petani indonesia saat ini
masih banyak tamatan SD dan SMP yang masih berusia Produktif, mereka juga masih berperan
dalam dunia pertanian dan dalam hal kemajuan teknologi pertanian di 35 tahun yang akan datang.

Selain itu banyak pula petani indonesia yang milenial namun mereka juga
tidak melek teknologi disebabkan mereka menjadi petani karena putus sekolah baik itu putus
sekolah SD, SMP, maupun SMA. berdasarkan pengalaman saya para petani milenial yang putus
sekolah diantaranya banyak ditemukan di daerah saya sendiri, yaitu di Kecamatan Argamakmur
Kabupaten Bengkulu Utara khususnya di Desa Taba Tembilang.
Namun, terlepas dari banyaknya tantangan yang dihadapi. Pertanian Indonesia haruslah
mengikuti perkembangan zaman yaitu pertanian yang berbasis teknologi agar dapat menyokong
kemajuan pertanian sehingga terciptalah petani Indonesia yang sejahtera serta masyarakat yang
dapat mengonsumsi hasil pertanian yang berkualitas. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya
dukungan dari pemerintah, kerjasama di berbagai lembaga dan juga peran aktif masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai