Anda di halaman 1dari 5

ARAB SPRING: REVOLUSI TUNISIA TAHUN 2010-2011

Zahira Irhamni Arrovia


Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
E-mail: zahiraibrar@gmail.com

Abstrak: Tunisia merupakan negara yang terletak di benua Afrika bagian utara.
Mayoritas penduduk di negara ini beragama Islam dan bahasa yang digunakan
dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Arab. Sebelum adanya gelombang
revolusi yang terjadi di kawasan Timur Tengah atau dikenal dengan istilah Arab
Spring, di Tunisia telah terjadi konflik terhadap pemerintah yang dianggap
diktator sampai akhirnya pada masa pemerintahan presiden Ben Ali terjadi aksi
demo oleh rakyat agar presiden Ben Ali segera turun dari jabatannya. Revolusi
yang terjadi di Tunisia diyakini sebagai awal dari peristiwa Arab Spring dan
pengaruh revolusi tersebut sampai pada negara-negara Arab lainnya.
Kata kunci: revolusi, Tunisia, Arab Spring
Abstract: Tunisia is a country located on the northern African continent. The
majority of the population in this country are Muslim and the language used in
everyday communication is Arabic. Before the revolutionary wave that occurred
in the Middle East or known as the Arab Spring, in Tunisia there had been a
conflict with the government which was considered a dictator until finally during
the reign of President Ben Ali there was a demonstration by the people so that
President Ben Ali immediately dropped out of office. The revolution that took
place in Tunisia is believed to be the beginning of the events of the Arab Spring
and the influence of the revolution to other Arab countries.

Keywords: revolution, Tunisia, Arab Spring

Pendahuluan
Arab Spring merupakan serangkaian aksi yang dilakukan oleh para
demonstran (revolusi) dengan tujuan untuk menurunkan atau melengserkan
pemimpin negara karena dianggap ditaktor, otoriter, dan menindas rakyat yang
terjadi di kawasan Timur Tengah. Demonstrasi yang dilakukan secara besar-
besaran ini diorganisir oleh aktivis pemuda (Umar dkk, 2014). Sebelum adanya
peristiwa Arab Spring, Negara Tunisia yang diyakini sebagai titik awal dari
gerakan kebangkitan Arab di kawasan Timur Tengah sebelumnya mengalami
suatu revolusi. Presiden pertama negara Republik Tunisia yang bernama Habib
Bourguiba menjadi tumbal revolusi. Awalnya presiden pertama tersebut
merupakan pemimpin gerakan kemerdekaan. Selama menjadi presiden, dia
menekankan kebijakannya pada pembangunan ekonomi dan sosial, terutama
dalam bidang pendidikan, status perempuan, serta penciptaan lapangan pekerjaan.
Namun dari tahun ke tahun pertumbuhan demokrasi di Tunisia sangat lamban.
Habib Bourguiba beberapa kali dipilih sebagai presiden dan menjadi sosok yang
tidak dapat tertandingi. Pada tahun 1975 dia dinyatakan sebagai presiden seumur
hidup. Ketika kekuasaannya tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya
disaat itulah gelombang revolusi Tunisia secara perdana dimulai. Setelah presiden
Habib Bourguiba turun dari jabatannya, dia digantikan oleh Zine al-Abidine Ben
Ali atau biasa disebut dengan Ben Ali. Pada masa pemerintahannya menuai
berbagai masalah diantaranya yaitu pelanggaran hak asasi manusia dan
dibatasinya kebebasan pers. Pada pemilu yang dilakukan pada tahun 2009 Ben Ali
terpilih lagi sebagai presiden dengan suara 89% dan hal tersebut menimbulkan
kontroversi. Karena masa pemerintahan Ben Ali tidak dapat lagi dipertahankan
dan rakyat Tunisia mulai geram maka pada bulan Desember 2010 dan Januari
2011 terjadi peristiwa revolusi yang dilakukan oleh rakyat Tunisia untuk
melengserkan Ben Ali. Demonstrasi yang dilakukan secara besar-besaran di
Tunisia menyebabkan beberapa negara di kawasan Timur Tengah melakukan aksi
revolusi pula terhadap pemerintahan yang dianggap ototiter.

Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi
kepustakaan (library research) yaitu metode pengumpulan sumber data melalui
berbagai literatur yang relevan seperti buku, jurnal, maupun artikel online. Karena
dalam proses pengumpulan data penulis tidak melakukan penelitian atau observasi
langsung ditempat.

Pembahasan
Gerakan unjuk rasa yang dilakukan oleh rakyat di beberapa negara kawasan
Timur Tengah kepada pemerintah (Arab Spring) pada dasarnya merupakan
panggilan dalam menegakkan demokrasi dan kebebasan (Ghafur, 2014).
Pemerintah yang dianggap otoriter, ditaktor dan korup menyebabkan rakyat
melakukan aksi demo secara besar-besaran untuk menggulingkan pemerintah
yang berkuasa. Arab Spring bermula dari Tunisia ketika Zine al-Abidine Ben Ali
atau biasa disebut dengan Ben Ali menjadi presiden kedua Tunisia. Ketika
presiden sebelumnya yaitu Habib Bourguiba turun dari jabatannya, rakyat Tunisia
mempercayai bahwa presiden penggantinya yaitu Ben Ali dapat merubah segala
bentuk stabilitas politik, perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial akan
membawa Tunisia ke depannnya menjadi lebih baik. Namun harapan rakyat
Tunisia menjadi sirna karena pada masa pemerintahan Ben Ali yaitu mulai tahun
1987-2011 segala bentuk kebijakannya menyerupai presiden sebelumnya yang
bersifat diktator. Dalam kurun waktu 24 tahun bukan berarti pada masa
pemerintahannya menorehkan keberhasilan dan mensejahterakan rakyat. Dalam
kekuasaannya yang lama, rakyat berada dalam kondisi kemiskinan. Ben Ali hanya
mementingkan eksistensi kekuasaannya, berbagai upaya dilakukan untuk
mempertahankan kekuasaannya. Salah satu upaya agar kekuasaanya berlansung
secara lama adalah referendum konstitusi yang diterbitkan tahun 2002.
Referendum tersebut menyatakan bahwa batas atas usia atas usia kandidat
presiden ditinggikan menjadi 75 tahun dari sebelumnya 20 tahun(). Kebebasan
pers pada saat itu dibatasi oleh pemerintah, jurnalis tidak diperbolehkan
menyampaikan berita yang berisikan kritikan atau fitnah terhadap pemerintah dan
suara rakyat dibatasi dalam berpendapat. Selain itu, Ben Ali membuat kebijakan
berupa penyelewengan agama terhadap rakyatnya yang mayoritas beragama
Islma. Bentuk penyelewengan kebijakan tersebut diantaranya wanita tidak
diperbolehkan menggenakan jilbab, melarang masjid untuk mengumandangkan
adzan, dan sebagainya. Tujuan Ben Ali melakukan tindakan tersebut adalah untuk
memodernkan Tunisia, dan kebijakan tersebut faktanya juga berlaku pada masa
pemerintahan Habib Bourguiba. Bentuk penyelewengan agama yang dilakukan
oleh Ben Ali dapat dikatakan sebagai bentuk sekularisme. Ben Ali terkenal
dengan pemerintahannya yang korup, keluargannya hidup dengan penuh
bergelimang harta sedangkan rakyatnya hidup dalam rantai kemiskinan.
Pengangguran di Tunisia berada pada tingkat yang tinggi, dikarenakan pemerintah
pada waktu itu tidak menyediakan lapangan kerja yang memadai dan tidak adanya
keseimbangan antara jumlah pencari kerja dan jumlah lapangan kerja yang
tersedia. Dari seluruh bentuk kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan
Ben Ali menyebabkan rakyat Tunisia merasakan kecewa dan jenuh terhadap
pemerintah Ben Ali yang tidak membawa perubahan bagi negaranya.
Rakyat Tunisia semakin menyulutkan amarahnya terhadap pemerintah
ketika seorang pedagang buah bernama Mohammer Buoazizi membakar diri
didepan Kantor Dewan Regional Sidi Bouzid pada tanggal 17 Desember 2010
sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang ditaktor, korup, dan represif.
Kabar mengenai aksi Mohammer Buoazizi menyebar secara cepat di Sidi Bouzid.
Mendengar kabar tersebut, orang-orang yang bekerja sebagai pedagang di Sidi
Bouzid mengumpulkan masa untuk melakukan aksi demo sebagai bentuk protes
terhadap pemerintah. Pada tanggal 18 Desember 2010 dilakukan aksi unjuk rasa
yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan diarea tersebut. Demonstrasi menyebar
ke berbagai kota sehingga mengakibatkan kerusuhan dengan aparat keamanan
setempat. Sabtu malam, tepatnya pada tanggal 25 Desember 2010 terjadi
konfrontasi antara pengunjuk rasa yang dilakukan oleh aktivis serikat buruh
independen dengan pasukan keamanan yang melakukan penindasan keras
terhadap para pengunjuk rasa. Aksi tersebut dilakukan di depan gedung kantor
pusat pekerja Tunisia. Selama seminggu demonstrasi terus dilakukan dibeberapa
kota dengan tuntutan terhadap pemerintah tentang tingginya biaya hidup dan
banyaknya pengangguran. Unjuk rasa terus berlangsung mulai tanggal 29
Desember 2010 hingga 6 Januari 2011, para demonstran dan aparat keamanan
selalu terlibat dalam bentrokan. Pelanggaran HAM ditemukan sering terjadi saat
revolusi berlangsung, aparat keamanan menembak dan menindak secara keras
pengunjuk rasa yang menentang pemerintah. Selain para demonstran wartawan
dilarang untuk meliput saat demonstrasi berlangsung. Selain itu wartawan dari
luar negeri tidak lepas dari tindak kekerasan dan perusakan kamera. Korban jiwa
terus berjatuhan selama demonstrasi berlangsung di Tunisia hingga akhirnya pada
tanggal 13 Januari 2011, Ben Ali juga berjanji akan mundur dari jabatannya
sebagai presiden dan bersumpah tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden
sekaligus menjamin kegiatan politik serta kebebasan pers. Pada tanggal 14 Januari
2011, rakyat memasang slogan yang ditujukan kepada Ben Ali tentang ujaran
kebenciannya kepada presiden kedua Tunisia tersebut dan mereka menuntut agar
Ben Ali segera turun dari jabatannya. Akibat aksi yang terus dilakukan
demonstran tanpa henti, akhirnya pemerintah Tunisia menyatakan kondisi darurat
nasional dan menempatkan Tunis dibawah jam malam. Setelah itu, Ben Ali
memerintahkan aparat keamanan untuk menghentikan aksi baku tembak
dikarenakan korban tewas dalam aksi demonstran semakin bertambah. Dihari
yang sama, Ben Ali bersama keluarganya mengungsi ke Arab Saudi dan untuk
mengisi kekosongan jabatan presiden, sementara kursi pemerintahan dipegang
oleh perdana menteri Tunisia Mohamed Ghannouchi. Rakyat Tunisia
menyambutnya dengan gembira karena merasa berhasil melengserkan Ben Ali.
Pada tanggal 26 Januari 2011, pemerintah sementara Tunisia menjatuhkan
hukuman tahanan internasional terhadap Ben Ali karena didakwa melarikan uamh
dan aset negara secara ilegal, pencucian uang, dan perdagangan obat-obatan ().
Pada 20 Juni 2011, Ben Ali dan istrinya (Leila Trabelsi) yang tinggal
dipengasingan akhirnya dihukum penjara selama 35 tahun secara in absentia().
Pasca tumbangnya rezim Ben Ali, kursi pemerintah yang sementara dipegang oleh
perdana menteri Mohamed Ghannaouchi ditentang oleh rakyat Tunisia karena
dianggap masih ada hubungannya dengan Ben Ali. Atas tuntutan rakyat,
Mohamed Ghannaouchi mengundurkan diri dari jabatannya digantikan oleh Chaid
Essebsi. Presiden sementara yang dipegang sementara oleh Fuad Mebezza
merubah segala peraturan termasuk memperbolehkan muslimah untuk
menggenakan kerudung. Pemerintah transisi menyatakan bahwa perubahan aturan
tersebut untuk menghormati kebebasan warga negara dalam memperoleh haknya.
Revolusi yang terjadi di Tunisia memberikan dampak besar dalam dunia
Arab. Beberapa negara seperti Mesir, Libya, Suriah, Yaman, dan Bahrain
mengalami gelombang revolusi. Rakyat di masing-masing negara tersebut
terinspirasi oleh gerakan revolusi di Tunisia yang berhasil menggulingkan
kekuasaan Ben Ali yang ditaktor. Pola kepemimpinan presiden yang hampir sama
dengan Tunisia yaitu cenderung ditaktor dan otoriter, kondisi politik dan ekonomi
labil, pelanggaran HAM seperti pembatasan hak untuk mengemukakan pendapat
menyebabkan rakyat melakukan aksi secara besar-besaran dalam menggulingkan
pemerintah. Dari pertistiwa tersebut menyebabkan badai revolusi seraya pecah
dikawasan Timur Tengan yang dikenal dengan Arab Spring. Selain itu dampak
dari adanya revolusi di Tunisia dapat dirasakan oleh beberapa Kawasan di Timur
Tengah juga dirasakan oleh Israel karena presiden Ben Ali secara diam-diam
mendukung politik Israel dan melakukan kerjasama bilateral dengan Israel.
Sebagai bukti bahwa Ben Ali bekerja sama dengan negara zionis Israel adalah
diadakannya pertemuan keamanan dan politik dalam mengevaluasi kondisi negara
“. Setelah Ben Ali berhasil digulingkan jabatannya dari kursi kepresidenan, Israel
merasa khawatir dan otomatis hubungan diantara keduanya berakhir.

Kesimpulan
Arab Spring merupakan suatu aksi demo yang dilakukan oleh rakyat di
beberapa kawasan Timur Tengah terhadap pemerintah yang kekuasaannya bersifat
ditaktor, otoriter, korup, dan sebagainya. Tunisia merupakan Negara yang menjadi
awal dari gerakan Arab Spring di Timur Tengah. Peristiwa pembakaran yang
dilakukan oleh pedagang buah bernama Mohammed Buoazizi menjadi titik awal
dari revolusi Tunisia dan lahirnya Arab Spring. Aksinya tersebut merupakan
bentuk protes terhadap pada masa pemerintahan presiden Ben Ali yang ditaktor,
sekuler, korup, bahkan melanggar HAM. Revolusi berlangsung mulai tanggal 18
Desember 2010 hingga 14 Januari 2011. Revolusi yang dilakukan rakyat Tunisia
berhasil menggulingkan presiden Ben Ali dan pada Pada 20 Juni 2011, Ben Ali
beserta istrinya (Leila Trabelsi) yang tinggal dipengasingan akhirnya dihukum
penjara selama 35 tahun secara in absentia. Setelah revolusi berakhir rakyat
menyambutnya dengan bahagia karena setelah presiden Ben Ali lengser dari
jabatannya oleh pemerintah segala bentuk peraturan yang bertentangan dengan
HAM dirubah demi mensejahrterakan rakyat Tunisia. Dampak yang ditimbulkan
dari revolusi Tunisia pada tahun 2010-2011 memberikan pengaruh yang sangat
besar dikawasan Timur Tengah. Negara yang dipimpin oleh kepala negara yang
hampir sama dengan Ben Ali (ditaktor) rakyatnya memperoleh inspirasi untuk
melakukan revolusi pula. Beberapa Negara yang mendapatkan aksi demonstrasi
secara besar yang bertujuan untuk menggulingkan pemimpin yang bersifat otoriter
dan ditaktor antara lain Mesir, Libya, Yaman, Suriah, dan Bosnia. Selain itu
dampak revolusi Tunisia dirasakan oleh Negara Israel karena Ben Ali yang secara
diam-diam bekerja sama dengan Israel berhasil dilengserkan otomatis hubungan
yang dilakukan oleh kedua Negara tersebut berakhir.

Daftar Pustaka

https://e-journal.unair.ac.id/MKP/article/download/2508/1825

https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2011/01/110123_tunisia_pahlawan

http://eprints.uny.ac.id/22749/1/SKRIPSI.pdf

http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/viewFile/203/87

https://e-journal.unair.ac.id/JGS/article/view/6912/4127

Anda mungkin juga menyukai