Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun oleh:
Magma Sanggiri
1102015124

Pembimbing:
dr. Selly Septina, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 20 JANUARI-29 MARET 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas


ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of
theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Preeklampsia dan eklampsia dikenal
dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih
mengarah pada kejadian eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,
solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal
death (IUFD)1. Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman
preeklampsia secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk
memperoleh penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk
preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih
menjadi kendala dalam penanganannya.1
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat
pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-
faktor predisposisi yang lain.2

1
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian
bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi
di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara
maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara
rutin. Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia berat.

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. IL Nama suami : Tn. R
Usia : 30 tahun Usia : 35 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Tambun Selatan

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada hari jumat pada
tanggal 7 Februari 2020 di IGD Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi.

Keluhan Utama :
Nyeri perut bagian bawah sejak jam 7 pagi sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).

Keluhan Tambahan :
Tidak terdapat keluhan lainnya. Tidak terdapat rembesan air maupun
darah yang bercampur lendir. Tidak terdapat pandangan kabur dan sesak
napas.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi G2P1A0
merasa hamil 33 minggu mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak jam 7 pagi
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Tidak terdapat rembesan air maupun
darah yang bercampur lendir. Tidak terdapat pandangan kabur dan sesak
napas.

3
Pasien sebelumnya merupakan rujukan dari bidan, yang kemudian
dirujuk ke RSUD Kabupaten Bekasi dikarenakan pasien telah mengalami
pembukaan tiga dan memiliki riwayat preeklamsi pada kehamilan yang
pertama. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dalam di RSUD Kabupaten
Bekasi pasien belum mengalami pembukaan. Sebelumnya, pasien telah di
USG 2 minggu yang lalu dan usia kehamilan pasien berdasarkan USG yaitu
33 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Preeklamsia berat pada kehamilan pertama, DM (-), asma (-), jantung (-)
dan ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi (-), DM (-), asma (-), jantung (-) dan ginjal (-)

Riwayat Haid :
Menarche usia 13 tahun. Satu siklus haid 4 – 5 hari. Siklus 28 hari. Tidak ada
keluhan saat haid. HPHT tidak diingat oleh pasien.

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi

Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah 1x selama 10 tahun.

Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.

Riwayat Obat:
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat secara rutin.

4
Riwayat Obstetri
Tahun Tempat Usia Jenis Anak Anak
No Penolong Penyulit
partus partus kehamilan persalinan JK BB sekarang
1 2016 RS >37 Caesar Dokter PEB P 3800 Hidup
minggu gram

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Composmentis
 Vital Sign :
 Tekanan darah : 150/110 mmHg
 Nadi : 115x/menit
 RR : 20x/menit
 Suhu : 36,5oC
 SpO2 : 99%
 Berat Badan : 115 kg
 Tinggi Badan : 161 cm

Status Generalis
 Kepala :
 Mata: Edema palpebra (-/-), CA (-/-), SI (-/-)
 Wajah: Status obstetrikus
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea di tengah.
 Thorax :
 Payudara: Status obstetrikus
 Paru: Gerakan dada kanan dan kiri simetris, vesicular breathing
sound (VBS) simetris paru kiri dan kanan
 Jantung: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Status obstetrikus

5
 Genitalia: Status obstetrikus
 Ekstremitas: Edema tungkai (-/-).

Status Obstetri
A. Pemeriksaan Luar
i. Inspeksi:
 Wajah: Chloasma gravidarum (-), edema (-)
 Payudara: areola hiperpigmentasi (+)
 Abdomen: sikatriks operasi caesar (+), linea nigra (+), striae
gravidarum (+).
ii. Palpasi
 TFU : 37 cm
 Leopold I : bokong
 Leopold II : punggung kiri
 Leopold III: kepala
 Leopold IV: 0/5
 TBBJ : 3875 gram
iii. Auskultasi
DJJ: 164x/menit

B. Pemeriksaan Dalam
i. Inspeksi:
Vulva dan vagina: tidak terdapat kelainan.
ii. Palpasi:
 Porsio : tebal dan keras
 Pembukaan serviks :-
 Ketuban :+
 Presentasi : kepala

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (07/02/2020)
 Hemoglobin : 13,4 g/dl
 Hematokrit : 38,9 vol%
 Leukosit : 21.500/ul
 Trombossit : 228.000/ul

Urin (07/02/2020)
 Warna : kuning
 Kejernihan : keruh
 Protein :+3
 Glukosa : -
 Bilirubin :-
 Urobilinogen : 0,2 u Moll/L
 pH : 6,2
 Bj : 1,05
 Darah :+3
 Keton :-
 Nitrit :+
 Eritrosit : > 150/LPB
 Leukosit : 1-2/LPB
 Sel epitel : 3-5/LPB

V. RESUME
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi G2P1A0
merasa hamil 33 minggu mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak jam 7 pagi
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Tidak tedapat Tidak terdapat rembesan air
maupun darah yang bercampur lendir. Tidak terdapat pandangan kabur dan sesak
napas. Sebelumnya, pasien telah di USG 2 minggu yang lalu dan usia kehamilan
pasien berdasarkan USG yaitu 31 minggu.

7
Pasien memiliki riwayat preeklamsia pada kehamilan pertama, tidak
terdapat riwayat penyakit lainnya. Pasien menarche usia 13 tahun. Satu siklus haid
4 – 5 hari. Siklus 28 hari. Tidak ada keluhan saat haid. HPHT tidak diingat oleh
pasien. Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi. Pasien menikah 1x selama
10 tahun. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat secara rutin. Pasien memiliki 1
orang anak yang lahir tahun 2016 di RS dengan usia kehamilan aterm, lahir
dengan section caesar dengan penyulit preeklamsi berat (PEB).
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi, lainnya dalam batas
normal. Pada status obstetri, terdapat sikatriks operasi caesar, linea nigra dan
striae gravidarum, lainnya dalam batas normal. Pada palpasi, tinggi fundus uteri
yaitu 37 cm, dengan leopold I bokong, leopold II puki, leopold III presentasi
kepala, dan leopold IV 0/5 pintu atas panggul (belum memasuki pintu atas
panggul). Pada auskultasi, DJJ 164 x/menit. Pada pemeriksaan dalam vulva dan
vagina tidak ditemukan adanya kelainan, portio tebal dan lunak, tidak terdapat
pembukaan serviks, ketuban utuh, dan presentasi kepala. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan adanya proteinuria +3.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Antiphospholipid Antibody Syndrome and Pregnancy
2. Antithrombin Deficiency
3. Aortic Coarctation
4. Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy

VII. DIAGNOSIS KERJA


G2P1A0 gravida preterm 33-34 minggu dengan preeklampsia berat.

8
VIII. PENATALAKSANAAN
- Rawat Inap
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Kortikosteroid 4 x 6 mg IV
- Drip MgSO4 4g dalam NaCl 100 ml
- Nifedipin 4 x 10 mg p.o

IX. PROGNOSIS
Ibu :
 Quo ad functionam : Dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Janin : Dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan


3.1.1. Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG).
Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90
mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik
minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan
darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu 6 jam.2
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan
adalah sebagai berikut :2,7,8
 Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,
edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu
dan paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20
minggu bila terjadi penyakit trofoblas.
 Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan
kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti
epilepsi.
 Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia
yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler
kronis atau penyakit ginjal.
 Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab
apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20
minggu atau menetap selama 6 minggu post partum.
 Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah
trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang
setelah 10 hari post partum.

10
3.1.2. Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden
hipertensi meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun.
Hansen melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada
nullipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29
tahun. Secara umum insiden preeklampsia ± 5% dari seluruh kehamilan, hampir
70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara menderita hipertensi
sebelum, selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan multipara
sebesar 7%. Menurut Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986
ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan
22% ras kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara adalah
6,2% pada kulit putih, 6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.2

3.1.3. Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2
1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.
a. Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.
b. Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.
i. Preeklampsia berat.
ii. Preeklampsia ringan.
c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.
2. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.
a. Superimposed preeklampsia.
b. Superimposed eklampsia.
3. Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang sudah
ada sebelum kehamilan atau menetap setelah persalinan.

11
3.2. Preeklampsia
3.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.2
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan
saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari
preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).2

3.2.2. Epidemiologi Preeklampsia


Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain.9
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo,
2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C
Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus
(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga
dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel
pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi
pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak
terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan
karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed
PIH (Deborah E Campbell, 2006).9,11

12
3.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut
meliputi :9,11
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau
riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada
umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti
terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang
mempuyai bayi kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut
meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati
seperti reumatik arthritis atau lupus.

3.2.4. Etiologi Preeklampsia


Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa
faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah:9
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.

13
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi. Fierlie FM
(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan
retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara
lain :
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.

14
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung
asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.

3.2.5. Patofisiologi Preeklampsia


Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer.2
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2,9

15
Perubahan pada organ-organ :9
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain
itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan.

16
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

3.2.6. Diagnosis Preeklampsia


Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :9
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada
urine kateter atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

17
3.2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk
persalinan.Perawatannya dapat meliputi :9
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1) Ibu :
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda gawat janin
b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3) Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
b. Pengobatan Medikamentosa
1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)
2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau
anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti hipertensi lini
pertama adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.
Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

18
3.2.8 Komplikasi Preeklamsia Berat
Komplikasi pada ibu:
a. Eklampsia
Eklampsia menggambarkan jenis kejang yang dapat dialami oleh
wanita hamil, biasanya dari minggu ke 20 kehamilan atau segera setelah
kelahiran. Dari mereka yang menderita eklampsia, sekitar 1 dari 50 akan
meninggal karena kondisi tersebut. Bayi yang belum lahir dapat mati
lemas saat kejang dan 1 dari 14 dapat meninggal. Penelitian telah
menemukan bahwa obat yang disebut magnesium sulfat dapat
mengurangi risiko eklampsia menjadi dua dan mengurangi risiko
kematian ibu.
b. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP adalah kelainan pembekuan hati dan darah yang
langka yang dapat memengaruhi wanita hamil. Kemungkinan besar
terjadi segera setelah bayi dilahirkan, tetapi dapat muncul kapan saja
setelah 20 minggu kehamilan, dan dalam kasus yang jarang terjadi
sebelum 20 minggu. Sindrom HELLP berpotensi berbahaya seperti
eklampsia, dan sedikit lebih umum. Satu-satunya cara untuk mengobati
kondisi ini adalah melahirkan bayi sesegera mungkin.
c. Stroke
Suplai darah ke otak bisa terganggu akibat tekanan darah tinggi. Ini
dikenal sebagai pendarahan otak, atau stroke. Jika otak tidak
mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi dari darah, sel-sel otak akan
mulai mati, menyebabkan kerusakan otak dan kemungkinan kematian.
d. Masalah organ
Masalah organ yang dapat timbul seperti edema paru, dan gagal
ginjal. (https://www.nhs.uk/conditions/pre-eclampsia/complications/)

Komplikasi pada janin:


a. Kekurangan oksigen dan nutrisi, yang dapat mengganggu pertumbuhan janin
b. Kelahiran prematur

19
c. Kematian bayi
(https://www.nichd.nih.gov/health/topics/preeclampsia/conditioninfo/risk-
fetus)

3.2.9 Prognosis Preeklamsia Berat


Preeklampsia diperkirakan berakibat kematian maternal sebesar 14%.
Kematian tersebut diakibatkan disfungsi sel endotel sistemik, vasospasme yang
menyebabkan kegagalan organ, komplikasi susunan saraf pusat, komplikasi pada
ginjal, gangguan koagulasi, dan solusio plasenta. Kemungkinan preeklampsia
berulang adalah 10%. Apabila wanita tersebut mengalami preeklampsia dengan
komplikasi, maka kemungkinan untuk berulang di kehamilan berikutnya menjadi
lebih besar. Jika kejadian preeklampsianya lebih dini, maka kemungkinan
berulangnya juga lebih bagus.

20
Daftar Pustaka
1. Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
2. Cunningham, F. G. (2005).Obstetri Williams.Jakarta: EGC. Edisi: 21
3. Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculaplus.
4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC: Jakarta
5. Myrtha, Risalina. 2015. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia.
CDK-227/ Vol. 42 No. 4.
6. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana
Preeklampsia 2016.
7. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas 2008.
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP – SP.
9. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R
Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi
20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
10. Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
11. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya
Medika, 1997; 109-26.

21

Anda mungkin juga menyukai