Anda di halaman 1dari 24

askep polisitemia

telusuri

DEC

14

askep polisitemia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama
mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh.
Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang
disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda
atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.

Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika ada
jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan
telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih
rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel
darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal
polisitemia.

Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit milimeter kubik
darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%.
Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem
vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke
seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat
menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi
terpasang oleh darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.

Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan oleh beberapa
kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah anggota dari keluarga Janus
kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat
membantu dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi masa depan.

Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada pada risiko berbagai
peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan jantung dan stroke, dan memiliki
risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap
kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien
dapat hidup normal selama bertahun-tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari polisitemia?

2. Bagaimana gejala polisitemia?

3. Apa penyebab polisitemia?

4. Apa komplikasi polisitemia?

5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia?

6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?

7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?

1.3 TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu Polisitemia

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia.

b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Polisitemia.

c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan rasional.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN POLISITEMIA


Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia
berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah.

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat
pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.

Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah
merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah
merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.

Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera
(yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis
polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia
Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat.
Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu
rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal,
proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh
polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6
juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun,
jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera.

Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi,
berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan
mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia
sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap
faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau
sindroma Cushing.

Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih
serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh
diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya produksi sel
darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang
lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan
menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini
menyebabkan penebalan darah.

2.2 ETIOLOGI

1. Polisitemia primer

Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak diketahui. Namun,
polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik warisan yang abnormal
menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder

polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang
mendasarinya atau gangguan, seperti:

a. tumor hati,

b. tumor ginjal atau sindroma Cushing

c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar
oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin

d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah, dan
penyakit jantung.

Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah yang
membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang
bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum
tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :

1. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan :

o Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai
akibat penggumpalan eritrosit.

o Penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul
karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung,
paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate

Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit
pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit
>450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis,
ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).

Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan
trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.

4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)

Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air
panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.

5. Splenomegali

Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat
sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali

Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali,
hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

7. Laju siklus sel yang tinggi

Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin
cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi
gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia
vera.

8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini
dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah,
sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity)
dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang
peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )

Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai akibat
peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan
panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal
menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan
ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya
perdarahanwaktu operasi atau trauma.

2.4 PATOFISIOLOGI

Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.

1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan
volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.

2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu
rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal,
proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.

3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.


Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar
eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada
sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang
abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal.
Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.

Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil
produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi
karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-
2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.

Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin
(Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK
yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya,
terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel
(nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses
trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada
posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F.
Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak
terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit
hematopoetic growth factor.

Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet.
Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan
dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah
merah dan tingginya jumlah platelet.

Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri
retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya
hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk hematopoietik adalah
sebagai berikut:

1 tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik

2 adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk hematopoietik
normal.

3 Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3 GMCSF dan
sistem cell faktor.

Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :

v Fase eritrositik atau fase polisitemia.

Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat
bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan
viskositas darah dalam batasan normal.

v Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).

Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode panjang yang
tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya
menetap.

v Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa
dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa,
hati, kelenjar getah bening dan ginjal.

v Fase terminal

Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau
perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata
(median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko
terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien
mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

Pathway

klik disini

2.5 KOMPLIKASI

Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk

Kemungkinan Komplikasi

a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.

b. Batu Ginjal Asam urat

c. Gagal jantung

d. Leukemia / leukositosis

e. Myelofibrosis

f. Penyakit ulkus peptikum

g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).

2. Pemeriksaan Darah

Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur
konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan
hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.

Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat
dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.

3. Pemeriksaan Sumsum tulang

Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui
kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).

2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya
mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.

Tujuan terapi yaitu:

1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)

2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis vena


dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.

3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi

1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi.

2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.

3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)

4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.

5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.

Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:


§ Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis

§ Leukositosis progresif

§ Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik

§ Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan
atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

1. Terapi PV

a. Flebotomi

Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang
diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan
yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada
pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai
hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap
beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria
kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.

b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau
konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif
dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang
dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu
sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang
keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan
atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian,
FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara
ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42%
dan memberikannya lagi jika > 49%.

c. Fosfor Radiokatif (P32)

Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum
tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan
per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah
dosis pertama.

d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)

Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon
(Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).

2. Pengobatan pendukung

1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang
aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.

2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).

3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.

4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.

5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan
penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA

3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas klien

meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama

2. Keadaan dan keluhan utama

Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat
lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe

3. Riwayat penyakit dahulu

-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal

-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis

-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.

4. Riwayat penyakit keluarga

-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit yang diderita
klien saat ini

-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien

-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia

5. Riwayat penyakit sekarang

-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang dideritanya(anemia)

6. Data sosial,psikologis dan agama

-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan
pengobatan misal penolakan transfusi darah

-adanya depresi

7. Data kebiasaan sehari-hari


a. Nutrisi

- Penurunan masukan diet

- masukan diet rendah protein hawan

- kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat

b. Aktivitas istirahat

-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

c. Eliminasi BAK dan BAB

-Frekuensi,warna,konsistensi dan bau

1. PENGKAJIAN

a. Sistim Sirkulasi

Gejala :

- riwayat kehilangan darah kronis

- riwayat endokarditis infektif kronis

- palpitasi

Tanda:

- Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural.

- Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T


jika terjadi takikardia.

- Denyut nadi : takikardi dan melebar

- Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir dan
dasar kuku)

- Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.

- Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi)

- Kuku : Mudah patah.


- Rambut : Kering dan mudah putus.

b. Sistim Neurosensori

Gejala:

- sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi

- imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata

- kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki

- sensasi menjadi dingin

Tanda:

- Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis

- Mental : tak mampu berespon.

- Oftalmik : Hemoragis retina.

- Gangguan koordinasi.

c. Sistim Pernafasan

Gejala:

-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas

Tanda :

-Takipnea,ortopnea, dan dispnea

d. Sistim Nutrisi

Gejala:

-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah

-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)

-mual muntah,dyspepsia,anoreksia

-adanya penurunan berat badan

Tanda:

-Lidah tampak merah daging


-Membran mukosa kering dan pucat.

-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.

-Stomatitis dan glositis.

-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)

e. Sistim Aktivitas/ Istirahat

Gejala:

- Keletihan,kelemahan,malaise umum

- kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja

- toleransi terhadap latihan rendah

- kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak

Tanda:

- Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.

- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.

- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

- Ataksia,tubuh tidak tegak

f. Sistim Seksualitas

Gejala:

-hilang libido(pria dan wanita)

-impoten

Tanda:

-Serviks dan dinding vagina pucat.

g. Sistim Keamanan dan Nyeri

Gejala:
-riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia

-riwayat kanker

-tidak toleran terhadap panas dan dingin

-transfusi darah sebelumnya

-gangguan penglihatan

-penyembuhan luka buruk

-sakit kepala dan nyeri abdomen samar

Tanda:

-Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.

-Limfadenopati umum

-Petekie dan ekimosis.

-Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

3.2 DIAGNOSA

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan


kebutuhan/kelelahan

3.3 INTERVENSI

NO
NO.DX

TUJUAN/KRITERIA HASIL

INTERVENSI

RASIONAL

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Px menunjukkan perfusi ade kuat : tanda vital stabil,
membrane merah muda, pengisian kapiler baik

Mandiri

1. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler dan warna kulit atau membrane mukosa.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi

3. Kaji pernafasan, auskultasi bunyi napas

4. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi

Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan Laboratorium : Hb,Ht, Jumlah SDM, GDA

6. Berikan transfusi darah (SDM darah lengkap/ packed, produk darah sesuai dengan indikasi).
Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi

1. Memberikan informasi tentang derajat/ keadikuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan
kebutuhan interfensi

2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigennasi untuk kebutuhan seluler kecuali bila
ada hipotensi

3. Dispnea, gemericik menunjukkan adanya peningkatan kompensasi jantung untuk pengisian kapiler

4. Vasokonstriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer.

5. Kenyamanan pasien akan kebutuhan rasa hangat harus seimbang untuk mengindari panas
berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ)

6. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan ataupun respon terhadap terapi.


Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko
perdarahan

2
2

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka akan menunjukkan: peningkatan berat
badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi,
menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk menigkatkan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai.

Mandiri :

1. Kaji riwayat nutrisi

2. Observasi intake nutrisi pasien, timbang berat badan setiap hari.

3. Berikan intake nutrisi sedikit tapi sering

4. Observasi adanya mual muntah dan gejala lain yang berhubungan

5. Jaga hygiene mulut yang

6. Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas atau terlalu asam sesuai
indiksi bila perlu berikan suplemen nutrisi

Kolaborasi

7. Kolaborasi dengan ahli gizi.


8. Pantau pemeriksaan Lab : Hb, Ht, BUN, Albumin, Protein, Transferin, Besiserum, B12, Asam folat.

9. Berikan pengobatan sesuai dengan indikasi misalnya :

- Vitamin dan suplemen mineral : Vitamin B12, Asam folat dan Asam askorbat (vitamin C)

1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan interfensi

2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan nutrisi, mengawasi penurunan BB atau
efektivitas intervensi nutrisi.

3. Intake yang sedikit tapi sering menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan serta
mencegah distensi gaster.

4. Gejala gastrointestinal dapat menunjukkan efek hipoksia pada organ.

5. Meningkatkan nafsu makan dan intake oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan
infeksi

6. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi intake makanan yang dapat ditoleransi pasien,
meningkatkan masukan protein dan kalori.

7. Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.

8. Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang diperlukan.
9. Kebutuhan penggantian tergantung tipe pada masukan oral yang buruk dan difesiensi yang
diidentifikasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan ada peningkatan toleransi
aktivitas, menujukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi misalnya: nadi, pernafasan dan pertahanan
darah dalam rentang normal

Mandiri :

1. Kaji kemampuan klien untuk aktivitas, catat adanya kelemahan

2. Awasi dan kaji TTV selama dan sesudah aktivitas, catat respon terhapad tingkat aktivitas seperti
denyut jantung, pusing, dispnea, takipnea.

3. Berikan bantuan dalam aktivitas dan libatkan keluarga

4. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi dengan tehnik
penghematan energi serta menghentikan aktivitas jika palpitasi, nyeri dada, napas pendek, atau terjadi
pusing.

1. Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan


2. Manifestasi kardiopolmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ade kuat
ke jaringan.

3. Meningkatkan harga diri pasien.

4. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot,
dengan membatasi adanya kelemahan, serta menghindari terjadinya regangan/ stress kardiopolmonal
yang dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel darah merah
dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau
jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.

Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera
(yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis
polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia
Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat
dalam proses produksi sel darah merah.

Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain
atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.

Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia sendiri
diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan jumlah
hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak diketahui, maka yang
diperlukan adalah monitor teratur.

4.2 SARAN

Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekan-rekan
kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku Kedokteran. EGD.

2. Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.

3. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002

4. Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.

5. Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com

6. http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel

7.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasilPemeriksaan
.html

Diposting 14th December 2012 oleh Retno Dhiyan

0 Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai