Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Dosen:

Ifdil, S. HI, S. Pd, M. Pd, Ph. D, Kons

Kelompok 7:

Syifa Fairus Tiffahani (18029093)

Andika Prasetya Bahari (18087059)

Hafizatunnisa (19029020)

Auliya Putri (19029136)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
ii2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya, makalah yang berjudul “Teori Belajar Behavioriistik”
dapat diselesaikan dengan mudah dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin tugas ini tidak akan sanggup diselesaikan tepat
pada waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Psikologi


Pendidikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ifdil, S.
HI, S. Pd, M. Pd, Ph. D, Kons sebagai dosen Psikologi pendidikan yang telah
memberikan arahan dalam menyusun makalah ini. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkerjasama dan
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis masih mengalami hambatan,


seperti kurangnya pengetahuan dalam penyusunan makalah dan materi yang
disajikan dalam bentuk makalah ini masih sangat terbatas. Makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik ataupun saran yang membangun sangat
penulis harapkan demi tercapainya makalah yang lebih sistematis kedepannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya kepada para mahasiswa.
Sekian dari penulis dan terima kasih.

Padang, 29 Oktober 2019

Penulis
iii3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik .........................................6
B. Prinsip-prinsip Belajar Teori Behavioristik .................................................11
C. Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran ...................................12
BAB III PENUTUPAN
A. Simpulan ......................................................................................................16
B. Saran ............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................17
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia yang sedang
terjadi saat ini adalah kualitas pendidikan. Untuk menuju pendidikan dan
pembelajaran yang berkualitas tidak bergantung pada satu komponen saja
misalnya guru, melainkan sebagai sebuah sistem kepada beberapa
komponen, antara lain berupa program kegiatan pembelajaran, murid,
sarana dan prasarana, dana, lingkungan masyarakat dan kepemimpinan
kepala sekolah. Semua komponen dalam sistem pembelajaran sangat
penting dan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan institusional.
Semua komponen yang teridentifikasi tersebut tidak akan berguna bagi
terjadinya perolehan pengalaman belajar maksimal bagi murid bila mana
tidak didukung oleh keberadaan guru yang profesional. Proses pembelajaran
juga merupakan sebuah proses komunikasi yang melibatkan tiga komponen,
yaitu guru menyampaikan materi pelajaran, siswa menerima materi
pelajaran dan komponen media atau sumber belajar. Dalam sebuah proses
pembelajaran sering terjadi kegagalan komunikasi, dimana materi yang
disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa secara optimal, atau tidak
dapat dipahami dengan baik oleh siswa bahkan dapat terjadi siswa salah
dalam menangkap isi dari pesan yang disampaikan oleh guru. Oleh
karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh
kualitas guru atau kemampuan guru. Dalam proses tersebut tidak lebih
mementingkan komponen satu dengan komponen yang lainnya, akan tetapi
semua komponen yang ada akan lebih disinergikan agar secara bersama-
sama menjadi suatu langkah dan strategi yang efektif dalam merealisasikan
tujuan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Belajar menurut Teori Behavioristik
2. Prinsip-prinsip Belajar Teori Behavioristik
5

3. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar menurut Teori Behavioristik
2. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Belajar Teori Behavioristik
3. Untuk mengetahui Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam
Pembelajaran
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (Asri
Budiningsih, 2012). Dengan kata lain belajar, belajar merupakan suatu
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan
respon. Perubahan tingkah laku seseorang merupakan hasil dari belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan yang berupa
stimulus dan keluaran berupa respon (Asri Budiningsih, 2012). Sebagai
contoh, seorang anak belum bisa belajar berhitung. Walupun ia sudah
berusaha giat, dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun
jika anak belum dapat mempraktikan berhitung, maka ia belum dianggap
belajar karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai
hasil belajar. Dengan contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa misalnya daftar hitungan, alat peraga, pedoman
kerja, atau cara-cara lain untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons
adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus.
Menurut teori behavoristik, apa yang terjadi antara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
diukur (Asri Budiningsih, 2012). Namun yang dapat diamati hanyalah
stimulus dan respon. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behaviorisme adalah faktor faktor penguatan (reinforcement) dan hukuman
(punishment) (Karwono, dkk. 2018). Jika penguatan ditambahkan, respon
akan semakin kuat. Jika penguatan dikurangi, respon akan semakin
bertambah. Jika hukuman diberikan, respon yang diharapkan akan semakin
kuat dan respon yang tidak diharapakan akan semakin menghilang.
Tokoh-tokoh aliran behaviorik diantaranya adalah:
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
7

Menurut Thorndike (Asri Budiningsih, 2012), belajar adalah


proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja
yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Dari
defenisi belajar tersebut maka menurut Thorndike (Asri Budiningsih,
2012) perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat
berujud kongkrit atau tidak kongkrit. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan
bagaiman cara mengukut tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike disebut juga sebagai aliran Koneksionalisme
(connectionism).

2. Teori Belajar Menurut Watson


Menurut Watson (Asri Budiningsih, 2012), belajar adalaah
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, walupun ia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun ia menganggap bahwa faktor tersebut tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan
mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat
menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diamati.

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull


Menurut Asri Budiningsih (2012: 22-23) Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
8

bermanfaat terutama untuk menjaga kelansungan hidup manusia. Oleh


sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknnya. Dalam kenyataanya, teori demikian tidak banyak
digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya.

4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie


Menurut Asri Budiningsih (2012: 23) Edwin Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan
bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark Hull.
Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus cagar
hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga
mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan
bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman memeganga peranan penting dalam belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan
perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan
mempopulerkan akan pentingnya penguatan dalam teori belajarnya,
maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

5. Teori Belajar Menurut Skinner


Menurut skinner (Asri Budiningsih. 2012) hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
9

lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah


laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan seorang
siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-
stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk
respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang
dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh
sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu
terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan
lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari
respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan
seterusnya.
Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh
para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori
skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-
program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak
mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
10

dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik
setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi
yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau
belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak
mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan
antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat
mengganti stimulus satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya
sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian,
persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab
hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus
yang diberikan dengan responnya.
Sebagai contoh, motivasi sangant berpengaruh dalam proses
belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa
termotivasi pada kegiatan diluar kelas, tetapi tidak termotvasi
mengerjakan tugas sekolah. Siswa tersebut mendapatkan pengalaman
penguatan yang kuat pada kegiatan-kegiatan di luar pelajaran, tetap
tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di kelas.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak ynag memiliki kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat
berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka
tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk
berfikir linear, kovergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan
11

berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup


ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak
sesederhana yang dipikirkan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik
memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan agar
respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang sisa perlu di hukum karena
melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu
yang tidak mengenakkan siswa(sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari
penguat negatif adalah penguat positif. Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu
ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar
memperkuat respon.

B. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar menurut behaviorisme (Karwono, dkk. 2018)
sebagai berikut:
1. Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika
yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku
tertentu. Perubahan perilaku itu bisa negatif atau positif bergantung
apa yang ingin dipelajari.
12

2. Hasil belajar adalah perbuhan perilaku yang dapat diamati, yang


terjadi karena hubungan stimulus dan respon, sedangkan proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati itu tidak
penting.
3. Perlunya Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang
diharapkan. Respon akan semakin kuat jika reinforcement ditambah.

C. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran


1. Meningkatkan Perilaku yang Diinginkan
Menurut Santrock (Karwono, dkk. 2018) enam strategi
pengondisian operan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
yang diinginkan, yaitu:
a. Memilih penguat yang efektif
Guru harus mampu menemukan penguat mana yang
berhasil paling baik untuk setiap peserta didiknya, yaitu
membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat
tertentu. Satu jenis penguat tertentu untuk peserta didik A belum
tentu cocok dengan peserta didik B. Contoh: peserta didik A
cocok dengan penguat pujian, peserta didik B cocok dengan
pemberian hadiah, peserta didik C cocok dengan aktivitas
tertentu yang diminatinya. Untuk mengetahui penguat mana
yang disukai dapat dinyatakan lansung pada peserta didik
tenntang penguat mana yang paling disukai atau dengan
memeriksa sejarah penguatan dari guru lain.
b. Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat waktu
Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat
secara tepat waktu dan sesegera mungkin setelah anak
menampilkan perilaku tertentu yang diharapkan.
c. Pilih jadwal terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai
dengan tuntutan perilaku peserta didik yang diharapkan guru.
13

Pilihan jadwal tersebut adalah: jadwal rasio tetap, jadwal rasio


variabel, jadwal interval tetap, dan jadwal interval variabel.
d. Pertimbangkan untuk membuat kontrak
Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak
kelas seharusnya merupakan hasil masukan dari guru maupun
peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis. Jika masalah timbul,
peserta didik ingkar janji, guru dapat menunjukkan kontrak yang
telah mereka setujui.
e. Gunakan penguatan negatif secara efektif
Penguatan negatif, meningkatkan frekuensi respon dengan
menghilangkan stimulus yang tidak disukai. Contoh: stimulus
guru yang sering mengkritik atau tidak menghargai jawaban
peserta didik haruus dihilangkan agar frekuensi bertanya dan
frekuensi berani menjawab semakin meningkat.
f. Gunakan arahan dan pembentukan
Arahan merupakan stimulus yang ditambahkan atau
isyarat yang diberikan tepat sebelum terjadinya kemungkinan
peningkatan respon yang diinginkan. Arahan membantu perilaku
terjadi. Setelah peserta didik secara konsisten memperlihatkan
respon yang benar, arahan tidak lagi dibutuhkan. Jika arahan
belum mampu membuat peserta didik menampilkan perilaku
yang diharapkan, guru perlu membantu dengan pembentukan.
Pembentukan melibatkan pembelajaran perilaku baru dengan
memperkuat perkiraan secara berturut-turut terhadap suatu
perilaku sasaran.
2. Mengurangi Perilaku yang Tidak Diinginkan
Menurut Alberto & Troutman dalam Santrock, 2008 (Karwono,
dkk. 2018) ada beberapa langkah yang dapat digunakan guru untuk
mengurangi perilaku peserta didik yang tidak diinginkan, seperti:
a. Gunakan penguatan diferensial
14

Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku


yang lebih pantas atau perilaku yang tidak sesuai dengan apa
yang dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat memperkuat
peserta didik untuk melakukan aktivitas pembelajaran dengan
memanfaatkan komputer daripada komputer hanya dipakai
untuk memainkan game.
b. Hentikan penguatan
Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang
justru membuat perilaku peserta didik yang tidak diharapkan
semakin terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera
menghentikan penguatan positif tersebut agar perilaku yang
tidak diharapakan menurun atau hilang dan guru memberikan
penguatan positif lagi setelah perilaku yang diharapkan muncul.
Contoh: guru selalu memberikan perhatian pada peserta didik
yang selalu bertanya dan menjawab dlam acara diskusi
kelompok, akhirnya ada peserta didik yang tanpa sadar
mendominasi peserta didik lain hanya untuk mengejar pujian
atau nilai. Dalam kasus ini, guru segera menghentikan
penguatann dengan cara meminta peserta didik tersebut agar
memberi kesempatan pada teman lain yang belum aktif.
c. Hilangkan stimulus yang diinginkan
Jika menghentikan pemberian penguatan tetap tidak
berhasil meningkatkan respon diharapkan, penghilangan
stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan
cara time-out dan respon cost. Time-out adalah penghentian
penguatan positif terhadap seseorang untuk sementara, yaitu
hampir sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda
adalah waktu penghilangan penguatan postif lebih lama sampai
terbentuknya perilaku yang diinginkan. Respon cost adalah
menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan positif dari
seseorang, seperti peserta didik kehilangan hak istimewa
tertentu. Contoh: karena peserta didik berperilaku buruk, guru
15

dapat menghilangkan waktu 10 menit untuk istirahatnya atau


menghilangkan hak nya sebagai pemantau kelas.
d. Hadirkan stimulus yang tidak disukai
Jenis stimulus yang paling tidak disukai dan paling umum
digunakan guru adalah teguran verbalserta disertai dengan
kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif
digunakan ketika guru berada dekat dengan peserta didik.
Teguran tidak harus disertai bentakan atau teriakan, yang sering
kali hanya menaikkan tingkat kegaduhan di kelas dan
menjadikan guru sebagai model yang tidak terkendali bagi
peserta didik.
16

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dapat disimpulkan:
1. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (Asri
Budiningsih, 2012).
2. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya
daftar hitungan, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara lain untuk
membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus.
3. Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantara lain: Thorndike, Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner
4. Prinsip-prisnsip belajar adalah: pertama teori ini beranggapan bahwa
yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku, yang
kedua yaitu hasil belajar adalah perbuhan perilaku yang dapat diamati,
yang terjadi karena hubungan stimulus dan respon, sedangkan proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati itu tidak
penting, dan yang terakhir perlunya Reinforcement untuk
memunculkan perilaku yang diharapkan. Respon akan semakin kuat
jika reinforcement ditambah.
5. Penerapan teori belajar behavioristik yaitu: meningkatkan perilaku
yang diinginkan serta mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.

B. Saran
Saran yang bisa penulis berikan bahwa perlu adanya pemahaman lebih
lanjut akan pemahaman tentang teori belajar behavioristik.
17

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Karwono, dkk. 2018. Belajar dan Pembelajaran: Serta pemanfaatan Sumber


Belajar. Depok: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai