Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hernia banyak diderita oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah khususnya


pekerja berat, dan pada orang yang rutin melakukan olahraga beban. Selain itu, kebiasaan
seseorang yang selalu mengejan saat buang air, bahkan pada orang yang mengalami batuk
kronis, serta pada lanjut usia. (Grace,2007).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005, hernia inguinalis merupakan
salah satu penyakit akut abdomen dimana insiden penyakit hernia inguinalis terjadi sekitar
6-10% dari hernia inguinal pada orang dewasa. Hernia merupakan salah satu kasus bagian
bedah yang pada umumnya paling sering menimbulkan masalah kesehatan dan
memerlukan tindakan operasi. Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga. Dari hasil penelitian pada populasi hernia
ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan umumnya terjadi pada
pria. Hernia pada anak atau bayi dapat juga terjadi. Akan tetapi, hernia pada anak biasanya
terjadi di lipatan paha, diafragma, serta umbilikus. Hernia yang terjadi pada lipatan paha
biasanya dapat dilihat langsung karena dapat langsung ke skrotum.
Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah lebih dari 200.000
kasus. Untuk data di Jawa Tengah, diperkirakan ada lebih dari 500 penderita hernia,
peningkatan angka kejadian herniainguinalis lateralis di Indonesia khususnya Jawa Tengah
bisa disebabkan karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Hal
tersebut menuntut manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha yang
ekstra, tentunya itu memengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang dapat menyebabkan
kerja tubuh yang berat dapat menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ
tubuh. (Sugeng & Weni, 2010). Berdasarkan data-data tersebut. Penulis ingin mempelajari
lebih detail tentang asuhan keperawatan pada pasien hernia.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses belajar mengajar dan diskusi mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan keperawatan pada pasien hernia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari hernia.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari hernia.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari hernia.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari hernia.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari hernia.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway dari hernia.
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medik dari hernia.
h. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari hernia.
i. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari hernia.
j. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari hernia.
k. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian.
l. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa.
m. Mahasiswa mampu menyusun rencana intervensi.
n. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi.
o. Mahasiswa mampu menjelaskan hasil – hasil penelitian dari hernia.
p. Mahasiwa mampu menjelaskan trend dam issue dari hernia.
q. Mahasiswa mampu peran dan fungsi perawat dalam gangguan hernia
C. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyelesaian dari makalah ini, maka penulis menyusun sistematika
penulisan sebagai berikut.
1. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teori membahas tentang Anatomi dan Fisiologi Hernia, pengertian
Henia dan konsep dasar Hernia.
3. Bab III Hasil-Hasil Penelitian Hernia.
4. Bab IV Trend dan Issue Hernia.

2
5. Bab V Tinjauan Kasus Hernia berisi tentang kasus fiktif, pengkajian, diagonsa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
6. Bab VI Penutup berisi simpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Hernia

Anatomi Usus Besar


Usus besar atau kolon dalam anatomi merupakan bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses, menampung residu yang
akan dibuang, absorbsi air, elektrolit, vitamin, sintesa vit K, vit B oleh bakteri yang normal
berada di kolon, sekresi mucus/lendir yang berfungsi melicinkan sisa-sisa makanan
(feaces). Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Usus besar memiliki
diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang ± 1,5 meter, dan berbentuk seperti
huruf U terbalik. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteribakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. Bakteri yang terdapat pada kolon antara
lain Escherechia Coli, Bacteriodes Fragilis, Enterobacter Aerogenes, Clostridium
Perferingens (welchi). Bakteri-bakteri ini berfungsi membantu membusukkan sisa
pencernaan dan juga menghasilkan vitamin B12 dan vitamin K yang penting dalam proses
pembekuan darah. Anterior dinding perut terdiri atas otot-otot multilaminar, yang
berhubungan dengan aponeurosis, fasia, lemak, dan kulit. Pada bagian lateral, terdapat tiga
lapisan otot dengan fasia oblik yang berhubungan satu sama lain. Pada setiap otot terdapat
tendon yang disebut dengan aponeurosis. Otot tranversus abdominis adalah otot internal
lateral dari otot-otot dinding perutdan merupakan lapisan dinding perut yang mencegah
hernia inguinalis. Bagian kauda otot membentuk lengkungan aponeurotik tranvesus
abdominis sebagai tepi atas cincin inguinal internal dan di atas dasar medial kanalis
inguinalis. Ligamentum inguinal menghubungkan antara tuberkulum dan SIAS (spina
iliaka anterior superior). Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis

4
internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurosis muskulus
tranversus abdominis. Pada bagian medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulus
oblikus eksternus.Bagian atas terdapat aponeurosis muskulus oblikus ekternus, dan pada
bagian bawah terdapat ligamen inguinalis. Secara fisiologis, terdapat beberapamekanisme
yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan
miring, adanya struktur dari muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia tranversa yang kuat menutupi
trigonum hasselbabach yang umumnya hampir tidak berotot. Pada kondisi patologis,
gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Arif
Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586).

Gambar 2.2 Anatomi Hernia Inguinalis (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586)

B. Definisi Hernia

Hernia merupakan prostusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia
(Syamsu H.R Dan Wim DJ, 2005). Hernia adalah masuknya organ ke dalam rongga yang
disebabkan oleh prosesus vaginalis berobliterasi atau paten (Mansjoer.A, 2000). Hernia
adalah adanya penonjolan peritoneum yang berisi alat visera dari rongga abdomen melalui
suatu lokus minoris resistansieae baik bawaan maupun didapat. Hernia tetap merupakan
problem kesehatan yang tidak bisa lepas dari problem sosial, banyak orang dengan tonjolan
di lipatan paha ke dukun sebelum di bawa ke rumah sakit. Hernia adalah menonjolnya suatu

5
organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau
yang didapat (Long, 1996).
Gangguan ini sering terjadi di perut dengan isi yang keluar berupa bagian usus. Hernia
dapat terjadi pada semua umur, biasanya banyak dijumpai pada usia produkif, sehingga
mempunyai dampak sosial ekonomi yang cukup signifikan,oleh karena itu penanganan
penyakit hernia yang efektif dan efisien sangat diperlukan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan
salah satu struktur organ atau penonjolan isi perut melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada
dinding rongga. Dinding Rongga biasanya membentuk kantong dengan pintu berupa cincin.
Biasanya untuk orang awam menyebut hernia sebagai turun berok.

C. Klasifikasi Hernia
1. Menurut letaknya :
a. Hernia Inguinal dibagi menjadi :
1) Hernia Indirek atau lateral : Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan
melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi sangat
besar dan sering turun ke skrotum. Umumnya terjadi pada pria. Benjolan
tersebut bisa mengecil, menghilang pada waktu tidur dan bila menangis,
mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri dapat tumbuh kembali.
2) Hernia Direk atau medalis : Hernia ini melewati dinding abdomen di area
kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan
femoralis indirek. Lebih umum terjadi pada lansia. Hernia ini disebut direkta
karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun arteri
inguinalis interna ditekan bila klien beridir atau mengejan, tetap akan timbul
benjolan. Pada klien terlihat adanya massa bundar pada arteri inguinalis
eksterna yang mudah mengecil bila klien tidur. Karena besarnya defek pada
dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi irreponsible. Lokasi hernia
inguinalis lihat di gambar 6.1.
b. Hernia Femoralis
Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai
penyumbat lemak di kanalis femoral yang membesar dan secara bertahap menarik

6
peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam
kantong. Lokasi hernia femoralis lihat di gambar 6.1.
c. Hernia Umbilikal
Pada umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal, biasanya
pada klien obesitas dan multipara. Lokasi hernia umbilikal lihat di gambar 6.1.
d. Hernia Insisional
Terjadi pada insisi bedah sebelumnyayang telah sembuh secara tidak adekuat,
gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak
adekuat, distensi ekstrem atau obesitas. Usus atau organ lain menonjol melalui
jaringanparut yang lemah.

Gambar 6.1 Lokasi Hernia (Brodibalo,2016)


2. Berdasarkan terjadinya :
a. Hernia Konginetal (bawaan)
Terjadi pada perteumbuhan janin usia lebih dari 3 minggu. Testis yang mula-mula
terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu
testis turun melewati inguinal sampai skrotum prosesus vaginalis peritoneal yang
terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan
setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya
tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prosesus vaginalis
peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis.
b. Hernia Akuisiatis (didapat)

7
Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan
abdominali yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis,
konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur urera,
asites, dan sebagainya).
3. Menurut Sifatnya :
a. Hernia Reponible/Reducible
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri/mengejan danmasuk
jika berbaring/didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi usus.
b. Hernia Irreponible
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga karena
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantomg hernia, tidak ada keluhan
nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
c. Hernia Strangulata/Inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia., isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan
pasase/vaskularisasi.

D. Etiologi Hernia
Etiologi terjadinya hernia yaitu :
a. Defek dinding otot abdomen
Hal ini dapat terjadi sejak lahir (konginetal) atau didapat seperti karena usia,
keturunan, akibat dari pembedahan sebelumnya.
b. Peningkatan tekanan intraabdominal
Penyakit paru obstruksi menahun (batu kronik), kehamilan, obesitas, adanya Benigna
Prostat Hipertropi (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi dan berkemih,
mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan tekanan intrabdominal.

E. Manifestasi Klinik Hernia


Menurut Kusuma,H & Nurarif,A (2015), tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien
hernia adalah :

8
1. Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat
paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit
diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan di bawah sela paha.
6. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.

F. Patofisiologi Hernia

Hernia terdiri dari tiga unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia
(usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti
ovarium, apendiks divertikel dan buli-buli), dan struktur yang menutupi kantong hernia yang
dapat berupa kulit (skrotum), umbilicus, paru dan sebagainya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat, lebih banyak terjadi
pada pria daripada wanita. Faktor yang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peningkatan tekanan intraabdomen (pada kehamilan, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat berat, mengejan saat defekasi atau miksi dan kelemahan otot dinding perut karena
usia.
Secara patofisiologi pada hernia indirek, sebagian usus keluar melalui ductus spermatikus
sebelah lateral dari arteri epigastrika inferior mengikuti kanalis inguinalis yang berjalan miring
dari lateralis atau oblique dan biasanya merupakan hernia yang kongenital. Kongenital karena
melalui suatu tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital. Karena usus keluar dari
rongga perut masuk ke dalam skrotum dan jelas tampak dari luar maka hernia inguinalis
disebut pula “hernia eksternal”.
Jika lubang hernia cukup besar maka isi hernia (usus) dapat didorong masuk lagi keadaan
ini disebut hernia reponibel. Jika isi hernia tidak dapat masuk lagi disebut hernia inkaserata,
pada keadaan ini terjadi bendungan pembuluh darah yang disebut strangulasi. Akibat gangguan

9
sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Infark pada usus
disertai dengan rasa nyeri dan perdarahan disebut infark hemoragik.
Bagian usus yang nekrotik berwarna merah kehitam-hitaman dengan dinding yang
menebal akibat bendungan dalam vena. Darah dapat juga masuk ke dalam isi hernia (usus)
atau kedalam kantong hernia. Akibat infeksi kuman yang ada dalam rongga usus yang
terbendung, maka mudah terjadi pembusukan atau gangren.

10
G. Pathway Hernia

(sumber : ...)

11
H. Pencegahan Hernia
1. Makan yang Teratur
Makan yang teratur sangat dianjurkan untuk menghindari penyakit maag. Sebab
penyakit pencernaan seperti maag juga dapat memperbesar resiko mengalami hernia.
2. Mengkonsumsi Serat
Mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi bisa digunakan untuk
mencegah terjadinya hernia. Usus akan semakin sehat dan terhndar dari resiko
terkena hernia.
3. Hindari Merokok
Penyakit akibat merokok banyak sekali, salah satunya adalah bisa menyebabkan
hernia. Tidak mengherankan bagi pria yang suka merokok di saat masa remaja
hingga masa tuanya beresiko untuk terkena hernia ini.
4. Mengkonsumsi Cukup Cairan
Jangan pernah anda membiarkan diri anda dehidrasi sebab jika diri anda dehidrasi
ada akan mudah sekali terkena penyakit hernia tersebut. Anda kar tidak melorot dan
tetap pada posisinya semula.
5. Latihan Tubuh
Ada latihan tubuh yang bisa digunakan untuk mencegah terjadinya hernia, latihan
fisik yang bisa anda gunakan adalah dengan mengandalkan kaki dan juga pantat.
Latihan fisik yang bisa anda gunakan adalah sebagai berikut ini.
6. Berat Badan Ideal
Orang yang memiliki berat badan ideal bisa digunakan untuk mecegah berbagai
macam penyakit misalnya saja adalah serangan jantung, stroke dan juga hernia.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiografi Abdomen : sejumlah gas terdapat dalam usus, enema barium menunjukan
tingkat obstruksi.
2. CT Scan : dapat menunjukkan kamal spinal yang mengecil, adanya protrusi ductus
intervertebralis. ( Swearingen, 2001).
3. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (
peningkatan hematocrit), peningkatan sel darah putih.

12
4. Pemeriksaan urine : munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan
infeksi.
5. Elektrokardiografi (EKG) : Penemuan sesuatu yang tidak normal memberikan
prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.

J. Penatalaksanaan Medik Pada Hernia

Penatalaksanaan medik hernia inguinalis antara lain :


1. Terapi Konservatif
a. Reposisi
Tindakan memasukan kembali isi hernia ke tempatnya semula secara hati hati
dengan tindakan yang lembut tetapi pasti. Tindakan ini hanya dapat dilakukan
pada hernia reponibilis dengan menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu
melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukan isi hernia
melalui leher hernia tadi.
b. Pemakaian penyangga atau sabuk hernia
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah mneyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup
2. Terapi Operatif
a. Herniotomi
Pada herniatomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
b. Henioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus ingunialis internus
dan memperkuat dinding belakang analais ingunialis.
3. Medikal
a. Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
b. Pemberian antibiotik untuk menyembuhkan infeksi.
4. Aktivitas dan Diet

13
a. Aktivitas
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah pembedahan.
b. Diet
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai saluran
gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang.
Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah sembelit dan
mengejan selama buang air besar. Hindari teh.,kopi,cokelat, minuman
berkarbonasi,minuman beralkohol, dan setiap makanan atau bumbu yang
memperburuk gejala.

K. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia menurut Suratun & Lusianah (2010) sebagai
berikut :
1. Hernia berulang
2. Obstruksi usus parsial atau total
3. Luka pada usus
4. Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki
5. Perdarahan yang berlebih
6. Infeksi luka bedah
7. Fistel urin dan feses

BAB III
HASIL – HASIL PENELITIAN

14
A. Abstrak
Refleks bersin (sneezing) adalah suatu respon mekanisme pertahanan saluran
pernapasan atas. Penderita dengan riwayat atopi, memiliki sensitifitas yang tinggi
terhadap rangsangan alergen. Berbagai alergen yang masuk ke dalam saluran
pernapasan atas melalui hidung direspon oleh berbagai mekanisme kompleks
persarafan. Mekanisme tersebut berperan melalui tachykinin substance P (SP) pada
saraf sensorik dalam refleks bersin. Central sensitisation merupakan fenomena yang
terjadi akibat refleks bersin pada pusat refleks bersin di otak yang terlihat melalui MRI.
Kompartemen thoraks dan abdomen dihubungkan oleh otot diafragma sehingga
perubahan fungsi fisiologis pada salah satu bagian dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis bagian yang lainnya. Defek pembatas rongga dapat menyebabkan penonjolan
isi pada rongga tersebut sehingga dikenal dengan hernia. Hernia inguinalis terjadi akibat
kanalis inguinalis yang tidak tertutup atau rusak karena defek berbagai faktor sehingga
intestinal dapat memasuki rongga inguinalis tersebut. Peningkatan berbagai tekanan
(intrapulmonal, tekanan intrathorakal, intraabdominal) oleh adanya refleks bersin dan
elevasi dari otot diafragma berperan penting dengan terjadinya hernia inguinalis.
Simpulan: refleks bersin memicu peningkatan kejadian hernia inguinalis.

B. Hasil Penelitian
Refleks Bersin Pacu Terjadinya Hernia Inguinalis
Suatu respon pertahanan terhadap rangsangan benda asing pada saluran napas atas
dapat berupa refleks bersin. Cavitas nasal menjadi tempat awal terjadinya mekanisme
refleks bersin dan juga sebagai port of de entry dari benda asing. Sensitisasi
rangsangan dapat berefek lebih pada seseorang yang mengalami penyakit alergi,
rangsangan berupa debu rumah, serbuk sari, dan spora jamur yang terhirup. Alergen
yang menginduksi erat kaitannya dengan beberapa etiologi refleks bersin. Lapisan tipis
mukus melapisi semua permukaan saluran nafas yang disekresikan oleh membran
mukosa sel goblet. Lapisan tersebut mengandung faktor-faktor spesifik sebagai sistem
pertahanan, yaitu immunoglobulin terutama IgA, PMNs, interferon dan antibodi
spesifik. Ambilan kolinergik berdampak sekresi sel submukosal mengalami

15
peningkatan. Namun, stimulasi sel goblet juga menunjukkan pelepasan tachykinin
substance P (SP) saraf sensorik. Respon mukosa nasal oleh rangsangan alergen
merupakan awal mula proses patofisiologi dengan Suplai sensorik nosiseptif saraf
trigeminus melalui saraf nasosiliari (saraf opthalmikus) dan saraf nasopalatina (saraf
maksilari). Saraf sensorik dari sistem trigeminal bagian aferen terdiri dari serabut tipis
Aδ (thin Aδ-fibres) dan serabut non-myelinisasi C (nonmyelinated C-fibres)
mengirimkan sinyal dari mukosa nasal, menimbulkan sensasi gatal serta refleks
motorik seperti refleks bersin. Histamin dapat menyebabkan kolinergik refleks
menstimulasi pelepasan neurotransmitter lebih banyak, termasuk vaskular intestinal
polipeptida (VIP). Peningkatan pelepasan prostaglandin dan leukotriens oleh sel mast,
mengaktivasi dan mensensitisasi nosiseptor dan mekanoreseptor menimbulkan
manifestasi gatal. Melalui nukleus saraf trigeminal lalu melewati traktus
spinothalamikus lateral menuju nukleus thalamikus ascenden dan berakhir pada
korteks sensomotorik, pusat dari refleks bersin. Aktivasi pada gyrus cinguli anterior,
bagian korteks motorik dan lobus parietalis inferior dapat menjelaskan terjadinya
fenomena central sensitisation. Dengan pemakaian MRI (Gambar 1), terlihat adanya
aktivasi unit kortikal bersamaan dengan stimulasi dari saraf trigeminal yang berkaitan
erat dengan aktivasi C-fibres.

Salah satu otot inspirasi utama adalah diafragma. Saat keadaan diafragma relaksasi,
otot menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks akan berbentuk kubah. Diafragma
turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran
vertikal terjadi ketika otot berkontraksi. Tekanan intrapleura juga dikenal sebagai
tekanan intrathoraks, yang tekanannya ditimbulkan di Iuar paru di dalam rongga

16
thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer,
rerata 756 mm Hg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan
menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi (yaitu, Tekanan darah
sistolik 120 mm Hg Adalah 120 mm Hg lebih besar daripada tekanan atmosfer 750
mm Hg atau dalam kenyataan, 880 mmHg). Tekanan intra-alveolus, yang
menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada 760 mm Hg, lebih besar
daripada tekanan intrapleura yang 755 mm Hg, sehingga tekanan yang menekan
keluar dinding paru lebih besar daripada tekanan yang mendorong ke dalam. Suatu
penelitian menggunakan metode Shadowgraph teknik dengan sampel 20 orang
relawan sehat, 10 perempuan dan 10 pria dengan memiliki kemampuan bersin jika
di rangsang oleh bubuk lada (pepper stimulation). Relawan diminta untuk bernafas
melalui hidung dan dihembuskan lewat mulut di depan cermin. Direkam 3 siklus
dari hidung (15-20 detik) kemudian dari mulut (15-20 detik). Hasilnya didapatkan
kecepatan batuk rata-rata 1,5-28,8 m/s dan kecepatan bersin 20-50 m/s, dengan
perkiraan kecepatan bersin 100 m/s. Dengan demikian, kecepatan yang begitu besar
dapat memiliki dampak besar apabila bersin tidak dikeluarkan secara lepas dan
spontan. Kebiasaan seseorang menahan bersin merupakan salah satu faktor resiko
yang dapat menyebabkan hernia inguinalis. Di Indonesia, sopan santun adalah hal
yang sangat dijunjung. Ketika makan ataupun ada kegiatan pertemuan besar,
menahan bersin sering dilakukan seseorang dikarenakan dalam hal sopan santun.
Indikator intensitas dan kualitas refleks bersin dinilai dengan subjektifitas. Sering
atau tidak maupun dalam atau dangkal refleks bersin itu merupakan kebiasaan
masing-masing individu, 2 indikator refleks bersin tersebut dapat menyebabkan
hernia inguinalis. Kebiasaan bersin seseorang dengan keadaan sering dan dalam
atau sering tetapi dangkal ataupun tidak sering tetapi dalam merupakan indikator
yang paling memungkinkan terjadinya hernia inguinalis, adapun kebiasaan bersin
seseorang yang tidak sering dan dangkal sangat jauh dari resiko terjadinya
komplikasi. Progresifitas dari intensitas dan kualitas refleks bersin yang terjadi
secara terus menerus, akan menyebabkan elevasi dari otot diafragma yang terjadi
akibat peningkatan tekanan intrathorakal. Salah satu tanda pengaruh perubahan
fungsi fisologis kompartemen thoraks oleh adanya peningkatan tekanan

17
intraabdominal. Capaian ambang batas peningkatan tekanan intraabdominal yang
melebihi batas maksimal merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
terjadinya hernia inguinalis.

C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas tentang hubungan refleks bersin dengan hernia
inguinalis bahwa ada indikator refleks bersin yang dapat menyebabkan terjadinya
hernia inguinalis. Kebiasaan seseorang menahan bersin merupakan salah satu
faktor resiko yang dapat menyebabkan hernia inguinalis. Indikator refleks bersin
yang dimaksud ialah indikator intensitas dan kualitas refleks bersin. Progresifitas
dari intensitas dan kualitas refleks bersin yang terjadi secara terus menerus, itu akan
menyebabkan elevasi dari otot diafragma yang terjadi akibat peningkatan tekanan
intrathorakal. Salah satu tanda pengaruh perubahan fungsi fisologis kompartemen
thoraks oleh adanya peningkatan tekanan intraabdominal. Capaian ambang batas
peningkatan tekanan intraabdominal yang melebihi batas maksimal merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya hernia inguinalis.

18
BAB IV
TREND ISSUE

Insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar yang terjadi di Amerika Serikat
pada tahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang dilakukan tiap tahunnya. Angka
kejadian Hernia inguinalis lateralis di Amerika dapat di mungkinkan dapat terjadi
karena anomali kongenital atau karena sebab di dapat. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong isi hernia. Hernia sisi kanan lebih sering

19
terjadi dari pada di sisi kiri. Perbandingan pria:wanita pada hernia indirek adalah 7:1.
Ada kira-kira 75.0000 herniorhaphy dilakukan tiap tahunnya di amerika serikat,
dibandingkan dengan 25.000 untuk hernia femoralis, 166.000 hernia umbilicalis,
97.000 hernia post insisi dan 76.000 untuk hernia abdomen lainya (WHO, 2007). Bank
data kementerian kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa berdasarkan distribusi
penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit Indonesia tahun
2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya
meninggal dunia dan hal ini bisa disebabkan karena ketidak berhasilan proses
pembedahan terhadap hernia itu sendiri. Dari total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi
pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita. Sedangkan untuk pasien rawat jalan,
hernia masih menempati urutan ke-8. Dari 41.516 kunjungan, sebanyak 23.721 kasus
adalah kunjungan baru dengan 8.799 pasien pria dan 4.922 pasien wanita (Depkes RI,
2011). Berdasarkan data dari bagian Sistem Informasi dan Rekam Medis RSUD Dr.
Soedarso Pontianak, penderita penyakit hernia inguinal selama bulan Januari –
Desember 2011 sebanyak 24 kasus yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20 0rang dan
perempuan 4 orang. Untuk tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 90 kasus yang
terdiri dari 76 laki-laki dan 14 perempuan. Dan pada tahun 2013 terus mengalami
peningkatan menjadi 107 kasus yang terdiri dari 94 laki-laki dan 13 perempuan. Untuk
itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor pekerjaan, riwayat konstipasi, riwayat
mengalami batuk kronik serta aktivitas fisik berat yang berisiko terhadap kejadian
hernia inguinal pada pasien rawat jalan RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Statistik
dengan menggunakan uji Chisquare diperoleh nilai p value = 0,000 lebih kecil dari α
= 0,05, dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
kejadian penyakit hernia inguinal pada pasien rawat jalan di Poli Bedah Umum RSUD.
Dr. Soedarso Pontianak.

20
BAB V
TINJAUAN KASUS HERNIA

A. Kasus Fiktif
Tn. J (33 tahun) dirawat di ruang mawar BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan. Pada saat
pertama kali masuk RS dengan keluhan utama nyeri pada daerah skrotum dan dianjurkan
untuk operasi. Hari berikutnya pasien menjalani operasi hernia. Setelah dilakukan operasi
hernia pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka operasi nya terasa seperti
ditusuk-tusuk secara terus menerus, dan terdapat luka operasi pada perut bagian kanan
bawah.
TD : 130/80 mmHg, RR : 22x/menit, Nadi : 82x/menit, Suhu : 37ºC, BB : 50 Kg,
TB : 165cm

B. Penyelesaian
Pengkajian
Biodata Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SLTP
Alamat : Desa Puoso Kecamatan Benua Kabupaten Konawe
Selatan
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk RS : 1 Juli 2018, pukul 10.30 WITA
Ruang Rawat : Mawar
Status Perkawinan : Menikah
Keluarga Terdekat : Ny. N
Tanggal Pengkajian : 2 Juli 2018, pukul 14.15 WITA
Diagnosis Medis : Hernia Skrotalis Dekstra

21
Anamnesa

a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka seperti ditusuk-tusuk, pasien
terdapat luka operasi perut bagian kanan bawah. Selain itu, pasien belum bisa
beraktivitas seperti biasa, aktivitas dibantu oleh keluarganya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Paliatif : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi hernia yaitu pada perut
bagian kanan bawah.
Quality : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasinya seperti ditusuk-
tusuk.
Region : Pasien mengatakan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian
kanan bawah, dan nyeri menyebar ke seluruh bagian perut hingga ke area
kemaluan pasien.
Sevarity : Pasien mengatakan bahwa sulit beraktivitas seperti biasa karena
nyeri tersebut, jadi aktivitas sehari-hari pasien dibantu oleh keluarganya.
Pasien mengatakan nyeri skala 7.
Time : Pasien mengatakan nyeri muncul secara terus menerus.
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan belum pernah dirawat sebelumnya dan pasien tidak
memiliki alergi baik obat maupun makanan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat
penyakit hernia dan tidak ada yang mengalami penyakit menular atau pun
keturunan.
5) Riwayat Psikososial dan Spiritual
a) Adakah orang terdekat dengan pasien : Istrinya
b) Interaksi dalam keluarga
 Pola Komunikasi : Baik dan Komunikatif
 Pembuat Keputusan : Diri sendiri

22
 Kegiatan kemasyarakatan : Tidak ada
c) Dampak sakit pasien terhadap keluarga : Menganggu aktivitas pekerjaan pasien,
karena pasien merupakan tulang punggung keluarga
d) Masalah yang mempengaruhi pasien : Tidak ada
e) Mekanisme koping terhadap stress :
( - ) Pemecahan Masalah ( - ) Minum Obat
() Makan ( - ) Cari Pertolongan
( - ) Tidur ( ) Lain-lain: Nonton TV
f) Persepsi pasien terhadap penyakitnya
 Hal yang sangat dipikirkan saat ini : pasien ingin segera sembuh dan
ingin segera bekerja kembali agar dapat menghidupi keluarganya lagi
 Harapan setelah menjalani perawatan : dapat pulih dan dapat
beraktivitas seperti biasa
 Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : lemas dan tidak
bersemangat
g) Sistem nilai kepercayaan
 Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : tidak ada
 Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan : sholat 5 waktu, puasa
sunnah ,mengaji,sholat jum’at.
1) Pola Kebiasaan
POLA KEBIASAAN
Hal yang Dikaji
Sebelum Sakit Saat Ini/Di RS

Pola Nutrisi
 Frekuensi makan: 3x/hr 3x/hr
…x/hr
 Nafsu makan: Baik Tidak
baik/tidak
 Porsi makan yang 1 porsi ½ porsi
dihabiskan
Tidak ada Tidak ada

23
 Makanan yang tidak Tidak ada Tidak ada
disukai
 Makanan yang Tidak ada Tidak ada
membuat alergi
 Makanan pantangan
Tidak ada Diet bubur tinggi kalori
tinggi protein, minum
 Makanan diet susu setiap 3 jam
sebanyak 100cc

Tidak ada Tidak ada

 Penggunaan obat-
obatan sebelum
makan

Pola Eliminasi BAK


 Frekuensi 3-4 x/hr 2-3x/hr
(500cc/24jam)
 Warna Kuning jernih Kuning pekat
 Keluhan Tidak ada Sulit BAK
Penggunaan alat bantu Tidak ada Terpasang kateter hari ke-
(kateter, dll) 2

Pola Eliminasi BAB


 Frekuensi 1x/hr Belum BAB
 Waktu Pagi -
 Warna Cokelat -

 Konsistensi Semi padat -

 Keluhan Tidak ada Pasien belum BAB karena


Tidak ada efek dari herniasi usus dan
karena efek operasi
Tidak ada

24
Penggunaan laxative:
ya/tidak
Pola Personal Hygiene
 Frekuensi mandi 2x/hr 1x/hr

 Frekuensi oral 3x/hr 3x/hr

hygiene
Frekuensi cuci rambut 1x/2hr Tidak ada

Pola Istirahat dan Tidur


 Lama tidur siang:
…jam/hr Tidak ada 1 jam/hr
 Lama tidur malam:
…/hr 8jam/hari 5 jam/hr
 Kebiasaan sebelum
tidur Tidak ada Tidak ada

Pola Aktivitas dan


Latihan
 Waktu bekerja: Pagi-sore Tidak ada
 Olahraga: ya/tidak Tidak Tidak
 Frekuensi olahraga: Tidak ada Tidak ada
…/mgg
Keluhan dalam beraktifitas Tidak ada Pasien takut bergerak dan
melakukan aktivitas
karena nyeri dan
cemas/ketakutan yang
berlebihan terhadap luka
operasi, untuk
npemenuhan Activity
Daily living seperti
makan,minum kebersihan

25
dibantu oleh keluarga dan
perawat

Pola yang mempengaruhi


Kesehatan
 Merokok: ya/tidak
 Frekuensi, jumlah, Ya Tidak
lama 5 batang/hari Tidak
Minuman keras/NAPZA:
ya/tidak Tidak ada Tidak ada

b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Fisik Umum:
a) Berat badan : 50 kg, TB : 165 cm , IMT: 18,72
b) TTV : TD: 130/80 mmHg, S: 37oC, N: 82x/mnt, RR :
22x/mnt
c) Kesadaran umum :
( -) Ringan () Sedang ( - ) Berat
d) Pembesaran getah bening : ( ) Tidak ( - ) Ya, lokasi:
2) Kepala dan rambut
Kepala bersih, rambut klien pendek, warna hitam, pertumbuhan
merata, dikulit kepala tidak terdapat luka dan lesi.
3) Mata
Mata simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva ananemis dan
sklera anikhterik fungsi penglihatan baik dan tanpa menggunakan alat
bantu penglihatan (kaca mata)
4) Telinga
Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi dengan baik dan
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Hidung

26
Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan baik, tidak terjadi
sesak nafas, tidak tampak tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah
dalam pola nafas, frekuensi pernafasan 22x/menit

6) Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah gigi lengkap 32 buah,
warna agak kuning, nafas agak bau, lidah agak kotor, warna merah
muda.
7) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan
Jugularis Vena Perifer dan teraba nadi karotis 82 x/menit
8) Thorax
Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak lesi
pada kulit dan tidak ada pembengkakan dada.
a) Paru-paru/Pulmo
Pada inspeksi didapat kan hasil permukaan dada simetris,
permukaan dada kiri/sinistra sama dengan permukaan dada
kanan/dextra, Pernafasan normal frekuensi 22x/menit. Pada palpasi
didapatkan hasil fokal fremitus kiri/sinistra sama dengan
kanan/dextra, fokal resonan kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra.
Sedangkan pada perkusi suara paru sonor dan auskultasi yaitu
bunyi nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas tambahan
seperti wheezing (suara abnormalitas pada paru seperti adanya
penumpukan udara), ronkhi (mengi), dan krekels (penumpukan
cairan pada pleura)
b) Jantung/Cardio
Pada inspeksi dada terlihat ictus cordis berdenyut halus di
intercosta 6, pada palpasi didapatkan data teraba ictus cordis di
intercosta ke 4-5-6 sebelah kiri sedangkan pada perkusi jantung
didapatkan batas jantung jelas, kesan tidak ada pembesaran jantung
dan pada auskultasi jantung terdengar bunyi jantung suara 1 (lub)

27
tunggal dan bunyi jantung suara 2 (dub) tunggal dan tidak
terdengan mur-mur pada semua lapang dada sebelah kiri.

9) Abdomen
Pada inspeksi didapatkan hasil permukaan abdomen simetris kanan dan
kiri, tidak ada asites dan terdapat luka operasi pada kuadran abdomen
bagian kanan bawah tepatnya, panjang luka kurang lebih 7cm terdapat
jahitan simpul sebanyak 10 simpul, keadaan luka bersih tidak terdapat
pus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan luka tertutup kassa steril.
Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang lebih 8x / menit
sedangkan pada perkusi keempat kuadran abdomen didapatkan suara
timpani dan pada palpasi terdapat nyeri tekan pada semua lapang
abdomen terutama sekitar luka operasi yaitu di kuadran abdomen
sebelah bawah, tidak teraba lien dan hepar
10) Genetalia
Terpasang Kateter, urine keluar dengan warna kuning pekat volume
500cc, tidak terdapat endapan maupun darah, posisi kateter benar/tanpa
hambatan, kateter terpasang hari ke dua dan area scrotum sebelah
kanan memerah dan ada nyeri tekan pada area genetalia klien
11) Ekstremitas
a) Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik
dan tidak menggunakan alat bantu dan ekstremitas sebelah kanan
terpasang Infus RL dengan infuset makro, 12 tetes/menit keadaan
infus baik tidak terdapat oedem pada area yang terpasang infus
disebelah kiri dan tidak ada nyeri pada lengan.
b) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi
dengan baik hanya saja klien tidak mau banyak bergerak karena
terasa nyeri pada luka operasi semakin meningkat ketika bergerak.

28
Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi


1. Data Subjektif: Gangguan Insisi luka
- Pasien mengatakan nyeri pada Rasa Nyaman operasi
luka operasi yaitu diperut bagian Nyeri (D.0074)
kanan bawah, nyeri terasa
menusuk
- Pasien mengatakan luka operasi
terasa perih dan panas
- Pasien mengatakan skala nyeri 7
Data Objektif:
- Ekspresi wajah Pasien tampak
meringis menahan nyeri.
- Pasien tampak lemas
- Skala nyeri 7 (sedang)
- Pasien tampak memegangi
bagian perut dan tampak hati–
hati dalam melakukan
pergerakan.
- Skala aktivitas tingkat 3
(memerlukan bantuan orang
lain)
- Tanda–tanda vital:
TD : 130/80 mmHg
N : 82 x / menit
RR : 22 x / menit

29
S : 37 oC

2. Data Subjektif: Intoleransi keterbatasan


- Pasien mengatakan takut Aktivitas rentang gerak
bergerak dan beraktivitas karena (D.0056)
luka akan terasa nyeri saat
beraktivitas
- Pasien mengatakan aktivitas
Pasien seperti kebersihan diri
dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Data Objektif:
- Pasien tampak lemah.
- Skala kekuatan otot pada
ekstremitas bawah 5, tetapi
Pasien tidak mau beraktivitas
karena nyeri pada luka operasi di
abdomen.
- Untuk memenuhi ADLnya
pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat

3. Data subjektif: - Risiko Infeksi Tindakan


Data Objektif: (D.0142) invasif Post
- Pada abdomen klien terdapat Operasi Hernia
luka operasi pada kuadran
abdomen bagian kanan bawah
panjang luka kurang lebih 7cm,
terdapat jahitan simpul
sebanyak 10 simpul dan luka
tertutup kassa steril.
- Suhu 37oC

30
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Rasa nyaman nyeri b.d Insisi luka operasi d.d nyeri pada luka operasi
yaitu diperut skala nyeri 7, ekspresi wajah pasien tampak menahan nyeri, pasien
tampak memegangi bagian perut dan tampak hati–hati dalam melakukan
pergerakan, terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian kanan bawah,
panjang 7cm jahitan 10 simpul, TTV: Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi: 92
x / menit, RR:20x/mnt, S: 37oC
2. Intoleransi aktivitas b.d keterbatasan rentang gerak dan ketakutan bergerak
akibat dari respon nyeri dan prosedur infasif d.d Pasien mengatakan takut
bergerak karena nyeri meningkat saat bergerak, pasien tampak lemah dan
bedrest, dan aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.
3. Risiko infeksi d.d tindakan invasif Post-up Hernia

Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Dx Hasil
1 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Membantu Ns. Inefa
tindakan keperawatan nyeri, lokasi, mengevaluasi derajat
selama 3x24 jam karakteristik dan ketidaknyamanan dan
masalah nyeri dapat intensitas nyeri keefektifan analgetik
teratasi dengan kriteria (skala 1-10)
2. Observasi 2. Peningkatan tanda vital
hasil:
Tanda-tanda merupakan indikator
- Pasien mengatakan vital adanya nyeri.
nyerinya berkurang 3. Pertahankan 3. Menghilangkan
- Eksperesi wajah istirahat dengan tegangan abdomen yang
pasien tenang dan rileks posisi yang bertambah karena posisi
- Skala nyeri berkurang nyaman (semi terlentang.
-Keadaan umum pasien Fowler)
membaik 4. Ajarkan teknik 4. Mengurangi rasa nyeri.
relaksasi nafas
dalam

31
5. Kolaborasi 5. Mengurangi nyeri
dengan medik
untuk pemberian
analgesik.
2 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Mempengaruhi pilihan Ns. Inefa
tindakan keperawatan pasien untuk intervensi dan
selama 3x24 jam melakukan menyeimbangkan
diharapkan intoleransi aktivitas normal antara aktivitas dan
aktivitas dapat teratasi 2. Observasi TTV kemampuan toleransi
pasien
dengan kriteria hasil: 2. Mengetahui keadaan
- Berpartisipasi dalam umum pasien dan
3. Membantu
aktivitas fisik tanpa menentukan intervensi
pasien
disertai peningkatan melakukan yang tepat
tekanan darah,nadi, RR, aktivitas secara 3. Melatih jantung secara
dan suhu bertahap perlahan,meningkatkan
- Dapat melakukan konsumsi oksigen saat
aktivitas secara mandiri beraktivitas secara
-Kebutuhan aktivitas bertahap untuk
sehari-hari terpenuhi mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja
jantung
3 Setelah diberikan 1. Monitor TTV 1. Memantau terjadinya Ns. Inefa
asuhan keperawatan infeksi terutama suhu
selama 3 x 24 jam 2. Gunakan teknik 2. Untuk menghilangkan
diharapkan pasien dapat mencuci tangan organisme efektif di
terhindar dari risiko yang benar tangan
infeksi, dengan kriteria sebelum dan
sesudah
hasil :
mengganti
- Tidak ada tanda-tanda balutan
infeksi 3. Untuk meminimalkan
3. Lakukan resiko infeksi
- Menunjukkan perawatan luka
pemahaman dalam menggunakan
proses perbaikan kulit teknik steril
dan mencegah 4. Ganti balutan
setiap hari 4. Untuk meminimalkan
terjadinya cidera resiko infeksi
berulang
-Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka

Implementasi Keperawatan
Tanggal/jam No.Dx Tindakan Respon Paraf
Keperawatan
02 Juli 2018/ 1 1. Mengkaji tingkat nyeri, 1. S: Pasien mengatakan nyeri Ns. Inefa
13.00-19.00 lokasi, karakteristik dan diperut bagian kanan bawah
WIB

32
intensitas nyeri (skala ,terasa ditusuk-tusuk, skala
1-10) nyeri 7.
O : Pasien tampak
meringis,memegangi perut,
tampak lemas, Skala nyeri 7
2. S: -
2. Mengobservasi Tanda- O:
tanda vital TD : 130/80mmHg
N : 82x/mnt
RR: 22x/mnt
S: 37oC
3. Mempertahankan 3. S: Pasien merasa lebih
istirahat dengan posisi nyaman setelah berganti
yang nyaman (semi posisi
Fowler) O: Pasien tampak lebih
rileks
4. Mengajarkan teknik
4. S: Pasien merasa lebih baik
relaksasi nafas dalam
setelah melakukan teknik
relaksas
O: Pasien tampak lebih
rileks

02 Juli 2018 2 1. Mengkaji kemampuan 1. S: Pasien mengatakan sulit Ns. Inefa


13.00-19.00 pasien untuk bergerak karena luka operasi
WIB melakukan aktivitas O : Pasien tampak kesulitan
normal bergerak dan meringis
kesakitan
2. S: -
O:
2. Mengbservasi TTV TD : 110/70 mmHg
N : 90x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 37OC
3. S: Pasien mengatakan akan
mengikuti anjuran dari
3. Membantu pasien
perawat
melakukan aktivitas
O: Pasien tampak kooperatif
secara bertahap
02 Juli 2018 3 1. Memonitor TTV 1. S : - Ns. Inefa
13.00-19.00 O : TD : 110/70 mmHg
WIB
N: 90x/mnt
RR : 23x/mnt
S : 36,5OC

33
2. Melakukan perawatan 2. S: Pasien mengataka nyeri
luka menggunakan saat dilakukan perawatan
teknik steril luka
O: Pasien tampak meringis
saat dilakukan perawatan
luka
3. Mengganti balutan 3. S: Pasien mengatakan
setiap hari nyaman setelah balutannya
diganti
O: Balutan luka selalu bersih
dan kering, tidak ada tanda-
tanda infeksi, pasien tampak
lebih nyaman setelah
balutannya diganti

Evaluasi Keperawatan
Tanggal/Jam No.Dx Catatan Perkembangan Paraf
06 Juli 2018 1 S: Ns. Rani
13.00-19.00 - Pasien mengatakan nyeri jauh
WIB lebih berkurang, nyeri hanya
terasa kadang–kadang
-Pasien mengatakan setelah napas
dalam nyeri tidak dirasakan lagi
O:
- Pasien tampak rileks, terasa lebih
tenang, dan ekspresi wajah pasien
tidak nyeri lagi.
- Luka operasi kering dan tidak
bengkak.
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital: tekanan darah:
120/80mmHg, Nadi: 78x/menit,
respirasi 20x/ menit, Suhu 36,5 oC
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
06 Juli 2018 2 S: Ns. Inefa
13.00-19.00 - Pasien mengatakan mulai mau
WIB berjalan dan bangun sendiri dan
kekamar mandi sendiri.
- Pasien mengatakan mulai tidak
takut beraktivitas dan nyeri mulai
berkurang.

34
O:
- Pasien mampu beraktivitas
mandiri
- Pasien tidak cemas lagi
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
06 Juli 2018 3 S: Ns. Inefa
13.00-19.00 - Pasien mengatakan luka sudah
tidah begitu nyeri dan kaku
- Keluarga Pasien mengatakan
setiap pagi dan sore tempat tidur
selalu dibersihkan dan pasien tiap
pagi dan sore selalu di lap dengan
washlap air hangat
O:
- Luka tampak bersih dan tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti
tidak terdapat edema dan
kemerahan pada luka.
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital: tekanan darah:
120/80mmHg, Nadi: 78x/menit,
respirasi 20x/ menit, Suhu 36,5 oC
A:Masalah keperawatan risiko
tinggi infeksi teratasi, infeksi
tidak terjadi
P: Intervensi dihentikan

35
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan

Hernia adalah penonjolan salah satu struktur organ atau penonjolan isi perut melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding Rongga biasanya membentuk
kantong dengan pintu berupa cincin. Biasanya untuk orang awam menyebut hernia sebagai
turun berok. Klasifikasi hernia menurut letaknya ada hernia indirek atau lateral, hernia direk
atau medialis, hernia femoralis, hernia umbilikal, dan hernia insisional. Lalu klasifikasi
hernia berdasarkan terjadinya yaitu ada hernia kongenital dan hernia auskultasi. Dan ada
klasifikasi hernia menurut sifatnya yaitu hernia reponible/reducible, hernia irreponible,
hernia strangulata/inkaserata.
Etiologi dari penyakit hernia adalah karena defek dinding otot abdomen maksudnya hal
ini seperti karena usia, keturunan, akibat dari pembedahannya dan karena peingkatan tekanan
intrabdominal maksudnya ini seperti obesitas, kehamilam,sembelit,mengejan saat defekasi
dan berkemih, dan mengangkat beban terlalu berat di dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal. Pencegahan dari hernia itu adalah makan yang teratur, mengkonsumsi serat,
hindari merokok, mengkonsumsi cukup cairan, latihan tubuh, dan berat badan ideal.
Pemeriksaan diagnostik hernia bisa dengan radiografi abdomen, CT Scan, hitung darah
lengkap dan serum elektrolit, pemeriksaan urine, dan elektrokardiografi (EKG).
Penatalaksaan medic pada hernia itu ada terapi konservatif, operatif, medical, serta aktifitas
dan diet. Hernia juga dapat terjadi komplikasi yaitu obstruksi usus parsial/total, luka pada
usus, dan infeksi luka bedah.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tentang hubungan refleks bersin
dengan hernia inguinalis bahwa ada indikator refleks bersin yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia inguinalis. Kebiasaan seseorang menahan bersin merupakan salah satu faktor
resiko yang dapat menyebabkan hernia inguinalis. Indikator refleks bersin yang dimaksud ialah
indikator intensitas dan kualitas refleks bersin. Progresifitas dari intensitas dan kualitas refleks
bersin yang terjadi secara terus menerus, itu akan menyebabkan elevasi dari otot diafragma
yang terjadi akibat peningkatan tekanan intrathorakal. Salah satu tanda pengaruh perubahan
fungsi fisologis kompartemen thoraks oleh adanya peningkatan tekanan intraabdominal.

36
Capaian ambang batas peningkatan tekanan intraabdominal yang melebihi batas maksimal
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya hernia inguinalis. Asuhan
Keperawatan terdiri atas pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian terdiri dari aktivitas/istirahat, diagnosa yang digunakan dengan masalah Hernia,
yaitu: Pola nafas tidak efektif,nyeri, kerusakan integritas kulit, defisit volume cairan,risiko
terjadinya infeksi,kurang pengetahuan, adapun diagnosa yang digunakan dalam kasus adalah
Gangguan rasa nyaman,Intoleransi aktivitas, Risiko infeksi. Intervensi yang digunakan sesuai
dengan diagnosa, Implementasi yang dilakukan sesuai dengan Intervensi yang digunakan, dan
evaluasi dalam 3x24 jam masalah teratasi.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dengan mencegah Hernia maka diharapakan:
1. Bagi masyarakat memperbaiki gaya hidup serta meminimalisir terjadinya hernia
inguinalis seperti memperbaiki posisi ketika mengangkat beban berat, terutama
pada masyarakat berjenis kelamin laki – laki yang memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian hernia inguinalis, serta membatasi beban materi yang harus diangkat
berdasar pembuktian ilmiah mengenai faktor resiko yang ditemukan.
2. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat berisiko tentang pengetahuan ergonomi dalam bekerja dan batas
maksimal dalam mengangkat beban berat, meskipun penyakit hernia merupakan
masalah umum di bidang bedah diharapkan petugas kesehatan mendapatkan
refreshing materi khususnya poli bedah mengenai pengetahuan hernia inguinalis
untuk mengurangi tingkat kekambuhan dari hernia inguinalis.sehingga mampu
memberikan edukasi dan dukungan untuk membantu penderita hernia inguinalis
dalam mengelola kondisi kesehatannya agar tetap aktif serta meminimalkan risiko
komplikasi yang dapat ditimbulkan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., & Hernawan, A. D. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit hernia
inguinal pada laki-laki di Rumah Sakit Umum Dr Soedarso Pontianak. Diunduh dari
http://repository.unmuhpnk.ac.id/1/JURNAL.pdf /25/08/2019.

Anggara, Bagas Permadi. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Hernia. Diunduh dari
http://repository.ump.ac.id/06/09/2019.

Anonim. 2014. Diunduh dari eprints.umbjm.ac.id/239/3/BAB%202.pdf/05/09/2019.

Daryanto, Agus. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Tn. J dengan Pasca Operasi Hernia Skrotalis
Dekstra di Ruang Mawar BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan. Diunduh dari
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/724/1/TUGAS.pdf/06/09/2019.

Dewi, Novia Candra. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Hernia Repair Pada Hernia
Inguinal Lateral Di Instalasi Bedah Sentral Rsud Dr Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/22022/16/naskah_publikasi.pdf /25/08/2019.

Grace. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh dari


http://eprints.ums.ac.id/22022/16/naskah_publikasi.pdf /25/08/2019.

Kosasih, Risa. 2019. “Tips Mencegah Penyakit Hernia”. Diunduh dari


http://www.ewma2013.org/tips-mencegah-penyakit-hernia.html /25/08/2019.

Kusuma,H & Nurarif,A.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


&Nanda NIC-NOC, Jilid 2. Yogyakarta:Mediaction.

38
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

Suratun & Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta : CV. Trans Info Media.

Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/pdf /25/08/2019.

Wulan,Anggraeni Janar. & Iman, Sutansyah Ahmad .2017. Refleks Bersin Pacu Terjadinya
Hernia Inguinalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Diunduh dari
https://pdfs.semanticscholar.org/pdf /25/08/2019.

39

Anda mungkin juga menyukai