LP Oa PDF
LP Oa PDF
Keperawatan Gerontik
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOATHRITIS
OLEH
MUH. YUSUF M.
(17025)
B. Etiologi
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang
yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang
rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar
seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal
tulang menjadi rusak dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan
ngilu. Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin
meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur
diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi, dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama
pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih
banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa
mengakibatkanmalformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya
osteoartritis. trauma berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligamen
ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika sendi menjadi abnormal
dan memicu terjadinya degenerasi premature.
4. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering
memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai
contoh, pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut,
sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang.
5. Kegemukan
2
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi
yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan
atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi peningkatan beban mekanis
pada tulang dan sendi.
6. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah
kebiasaan buruk merokok. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon
monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan
dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
7. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu
dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari
pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
8. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari
pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang–orang
Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan
dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
kongenital dan pertumbuhan.
C. Patofisiologi
3
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang
membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang
perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat, terasa
paling nyeri pada akhir, dan seiring dengan memburuknya penyakit,
menjadi semakin parah, sampai pada tahap dimana pergerakan minimal
saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa menganggu tidur.
4
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang
sepanjang hari dengan periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit.
6. Pembesaran sendi (deformitas).
7. Perubahan gaya berjalan.
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa
hangat yang merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)
E. Pemeriksaan Diagnostik
5
diagnosis. Uji laboratorium adakalanya dipakai untuk menyingkirkan
bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa ditemukan dalam
serum, karena factor ini meningkat secara normal paa peningkatan usia.
Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada sinovitis
yang luas.
F. Penatalaksanaan
6
menunjukkan penyempitan paling dini.
b. Tulang belakang :
• Terjadi penyempitan rongga diskus.
• Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara
vertebra yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan
keterlibatan pada akar syaraf atau kompresi medula spinalis.
• Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.
c. Panggul :
• Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat
badan yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan
osteofit femoral dan asetabular.
• Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
• Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang
sudah berat.
d. Tangan :
• Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
• Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
• Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ) (Patel, 2007).
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala
OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam
pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum
terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi,
farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
2. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus
mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan
olah raga yang ringan seperti bersepeda, berenang).
3. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
7
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA),
latihan stimulasi otot, elektroterapi.
4. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu
yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga
digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi
(Michael et. al, 2010).
5. Farmakoterapi.
a. Analgesik / anti-inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan
kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar
tidak menyebabkan toksisitas. Contoh:
• Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-
2400mg sehari.
• Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah
2x250375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
• Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi
sendi akibat inflamasi. Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid
40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg atau 40 mg.
• Asam hialuronat
• Kondroitin sulfat
Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes
yang telah hiperglikemia. Setelah injeksi kortikosteroid
dibandingkan dengan plasebo,asam hialuronat, lavage (pencucian
sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara signifikan dapat
menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan
(Nafrialdi dan Setawati, 2007).
b. Pembedahan.
Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan
8
rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke
dalam kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage
artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok plasebo hanya
dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut
didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada
kelompok 1 dan 2.
G. Komplikasi
H. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak,
atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
▪ Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan).
▪ Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
▪ Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
9
4. Makanan / Cairan
▪ Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi
makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia.
▪ Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan
pada membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama
pagi hari).
8. Keamanan
▪ Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
▪ Lesi kulit, ulkas kaki
▪ Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
▪ Demam ringan menetap
▪ Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan
peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
▪ Riwayat rematik pada keluarga
▪ Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan
penyakit tanpa pengujian.
▪ Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal,
pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
10
▪ Reaksi aglutinasi: positif
▪ LED meningkat pesat
▪ Protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
▪ SDP: meningkat pada proses inflamasi
▪ JDL: Menunjukkan ancaman sedang
▪ Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
▪ RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi,
osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang,
penyempitan ruang sendi.
I. Diagnosa Keperawatan
11
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan
bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
12
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan Pain Management
cedera keperawatan selama 1x24 • Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis, jam diharapkan nyeri komprehensif termasuk
distensi berkurang/terkontrol dengan lokasi.
jaringan oleh kriteria hasil : • Karakteristik durasi, frekuensi,
akumulasi • Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi.
cairan, (tahu penyebab nyeri, • Observasi reaksi nonverbal dari
destruksi sendi mampu menggunakan ketidaknyamanan.
tehnik nonfarmakologi • Evaluasi pengalaman nyeri
untuk mengurangi nyeri, masa lampau.
mencari bantuan). • Kurangi faktor presipitasi nyeri.
• Melaporkan bahwa nyeri • Pilih dan lakukan penanganan
berkurang dengan nyeri (farmakologi, non
menggunakan manajemen farmakologi dan inter personal)
nyeri.Mampu mengenali • Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri (skala, intensitas, untuk menentukan intervensi
frekuensi dan tanda nyeri). • Ajarkan tentang teknik
• Menyatakan rasa nyaman non farmakologi
setelah nyeri berkurang • Berikan analgetik untuk
• Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri
normal • Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
• Tingkatkan istirahat
• Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
13
2. Gangguan/kerusaka Exercise therapy : ambulation
n mobilitas fisik b/d Setelah diberikan • Monitoring vital sign
deformitas skeletal, asuhan keperawatan selama sebelm/sesudah latihan dan lihat
nyeri,ketidaknyama 3x24 jam, diharapkan respon pasien saat latihan
nan, hambatan mobilisasi fisik • Kaji kemampuan pasien dalam
14
• Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
• Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
• Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan Environmental Management safety
penurunan fungsi keperawatan selama 3x24 • Sediakan lingkungan yang
sendi, keterbatasan jam, diharapkan klien aman untuk pasien.
ketahanan fisik tidak/terhindar dari resiko • Identifikasi kebutuhan
trauma dengan criteria: keamanan.
• Klien terbebas dari cedera • pasien, sesuai dengan kondisi
• Klien mampu menjelaskan fisik dan fungsi kognitif pasien
faktor resiko dari dan riwayat penyakit terdahulu
lingkungan/perilaku pasien.
personal • Menghindarkan lingkungan
• Mampu memodifikasi yang berbahaya (misalnya
gaya hidup untuk memindahkan perabotan).
mencegah injuri • Memasang side rail tempat tidur.
15
DAFTAR PUSTAKA
16