Anda di halaman 1dari 25

JURNAL (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior / G1A218085 / Wahyu Saputra, S.Ked

**Pembimbing/ dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD.FINASIM

Thalassemia

Oleh :

Wahyu Saputra, S.Ked

NIM. G1A218085

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020

1
Daftar Isi

Halaman Judul .......................................................................................... 1

Daftar Isi .................................................................................................... 2

Lembar Pengesahan .................................................................................. 3

Kata Pengantar ......................................................................................... 4

BAB I ......................................................................................................... 5

Pendahuluan .............................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 5

BAB II ........................................................................................................ 6

Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 6

2.1 Pengertian Thalassemia......................................................................... 6

2.2 Epidemiologi Thalassemia .................................................................... 7

2.3 Patofisiologi Thalassemia ..................................................................... 7

2.4 Manifestasi Klinis Thalassemia ............................................................ 9

2.5 Diagnosis ............................................................................................... 15

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 19

2.7 Kompllikasi ........................................................................................... 21

2.8 Prognosis ............................................................................................... 22

2.8 Program encegahan ............................................................................... 22

BAB III ....................................................................................................... 23

Penutup ...................................................................................................... 23

Kesimpulan ................................................................................................. 23

Daftar Pustaka

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
jurnal yang berjudul ‘Thalassemia” sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD.
FINASIM, yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan tulisan ini, sehingga nantinya dapat bermanfaat
bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Januari 2020

Penulis

3
LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL(CSS)

THALASSEMIA

Oleh :

Wahyu Saputra, S. Ked

NIM. G1A218085

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Jambi

RSUD Raden Mattaher Jambi

Tahun 2020

Jambi, Januari 2020

Pembimbing

dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD. FINASIM

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan dari kedua orang tua kepada anaknya secara resesif, menurut
hukum Mendel. Penyakit ini tenyata banyak ditemukan di daerah Mediterania
dan daerah sekitar khatulistiwa. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi
parsial atau total dari rantai globin dan subtitusi, delesi atau insersi dari
nukleotida. Akibat dari perubahan ini adalah tidak adanya mRNA untuk satu
atau lebih rantai globin. Hasilnya adalah turunnya atau tertekannya sintesis
rantai polipeptid hemoglobin.
Berkurangnya hemoglobin dalam sel darah merah akan menyebabkan
berkurangnya distribusi oksigen ke dalam sel sehingga fungsi organ tubuh
akan terganggu. Dua tipe thalassemia yang utama adalah thalassemia alfa dan
beta, yang diberi nama sesuai rantai protein yang membentuk hemoglobin
normal.
Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis
rantai polipeptida globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen  dan
. Karena ada dua pasang gen yang α, maka dalam pewarisannya akan terjadi
kombinasi gen yang sangat bervariasi. Hanya bila terdapat kelainan pada
keempat gen tersebut maka akan terlihat manifestasi klinis dan masalah.
Pewarisan genetik gen  lebih mudah diramalkan, bahkan kini variabilitas
manifestasi klinisnya sudah dapat dijelaskan berdasarkan kelainan susunan.
Gen Thalassemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini
merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika,
Timur Tengah, Sub Benua India, dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia
dan ini merupakan masalah individual maupun komunitas.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Thalassemia


Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin.
Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin,
yakni:
1. Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai
globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural
2. Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi
rantai globin tertentu, disebut thalassemia.

Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih


rantai globin a atau b, ataupun globin lainnya, dapat menimbulkan defisiensi
produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut.
Akibatnya, terjadi thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang
terganggu produksinya, seperti ditunjukkan di bawah ini

1. Thalassemia-ɑ, terjadi akibat berkurangnya (defisiensi parsial)


(thalassemia-ɑ+ atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total)
(thalassemia-ɑ ) produksi rantai globin-a.
2. Thalassemia-ß, terjadi akibat berkurangnya rantai globin-b (thalassemia-ß+
atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin-ß (thalassemia-ß0)
3. Thalassemia-ðß, terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya
kedua rantai-ð dan rantai-ß. Hal yang sama juga terjadi pada thalassemia-
γðß, dan thalassemia-ɑß
4. Heterozigot ganda thalassemia-ɑ atau –ß dengan varian hemoglobin
thalassemik : Contohnya : thalassemia ß/HbE : diwarisi dari salah satu

6
orang tua yang pembawa sifat thalassemia dan yang lainnya adalah
pembawa sifat HbE.

2.2 Epidemiologi Thalassemia


Sebaran thalassemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediteranian,
Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, Asia
Tenggara. Pada Thalassemia ɑ dimana terjadi hilangnya atau berubahnya gen
yang berhubungan dengan rantai globin ɑ, mwmiliki potensial terjadi lebih
banyak di daerah Asia Tenggara, Timur Tengah, China, dan Keturunan
Afrika.
Sedangkan pada Thalassemia ß, dimana terjadikehilangan atau
berubahnya gen yang berhubungan dengan rantai globin ß, paling banyak
terjadi pada Mediteranian.

2.3 Patofisiologi Thalassemia


Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali
produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara
bermakna kecepatan sintesis salah satu tantai globin (rantai-ɑ atau rantai-ß)
menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan
normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai ɑ dan rantai ß,
yakni berupa ɑ2ß2, maka pada thalassemia ß0, di mana tidak disintesis sama
sekali rantai ß, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai ɑ yang
berlebihan (ɑ4). Sedangkan pada thalassemia -ɑ0, di mana tidak disintesis
sama sekali raritai ɑ, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai ß yang
berlebihan (ß4).

A. Patofisiologi Thalasemia-ß
Pada Thalassemia-ß di mana terdapat penurunan produks rantai ß,
terjadi produksi berlebihan rantai ɑ. Produksi rantai globin γ, dimana pasca
kelahiran masih tetap diproduksi rantai globin ɑ2γ2(HbH), tidak
mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi ɑ2ß2 (HbA). Hal ini

7
menunjukkan bahwa produksi rantai globin ß dan rantai globin γ tidak
pernah dapat menicukupi untuk mengikat rantai ɑ yang berlebihan. Rantai
ɑ yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis thalassemia ß.
Rantai ɑ yang belebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai
gobin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam
sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini
akan menimbulkan gangguan pematangan prekursor eritroid dan
eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif) sehingga umur eritrosit menjadi
pendek. Akibatnya timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan
menjadi pendorong (drive) proliferasi eritroid yang terus menerus (intens)
dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum
tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan
berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian
akan ditimbulkan lagi (exacerbated) dengan adanya hemodilusi akibat
adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang yang
berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali.
Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah merah
abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem
fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi
dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah
muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif
di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri
dengan kematian, bila besi ini tidak segera dikeluarkan.

B. Patofisiologi Thalassemia-ɑ
Patofisiologi thalassemia-ɑ umumnya sama dengan yang dijumpai
pada Thalassemia-ß kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-)
atau mutasi (T) rantai globin-a. Hilangnya gen globin-ɑ tunggal (-ɑ/ɑɑ
atau ɑTɑ/ɑɑ) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-2a-ɑ
homozigot (-ɑ/-ɑ) atau thalassemia -1a-ɑ heterozigot (ɑɑ /- -) memberi
fenotip seperti thalassemia-ß carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-ɑ

8
memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang
dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia-ɑ homozigot (-/-)
tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart's hydrops syndrome.
Kelainan dasar thalssemia-ɑ sama dengan thalassemia-ß, yakni
ketidak seimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar
dalam hal patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.
 Pertama, karena rantai-ɑ dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus
ataupun dewasa (tidak seperti pada thalassemia-ß), maka thalassemia-ɑ
bermanifestasi pada masa fetus.
 Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan
rantai globin-γ dan -ß yang disebabkan oleh defek produksi rantai
globin-ɑ sangat berbeda dibandingkan dengan akibat produksi
berlebihan rantai-ɑ pada thalassemia-ß. Bila kelebihan rantai-a tersebut
menyebabkan presipitasi pada prekursel eritrosit, maka thalassemia-ɑ
menimbulkan tetramer yang larut (soluble) yakni γ4, Hb Barts dan ß4.

2.4 Manifestasi Klinis Thalassemia


A. Thalasemia – ß

Thalassemia-ß dibagi 3 (tiga) sindrom klinik ditambah satu


sindrom yang baru ditentukan, yakni :

1. Thalassemia-ß minor (trait) / heterozigot : anemia hemolitik mikrositik


hipokrom.
 Gambaran Klinis : Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan
splenomepli ditemukan pada sedikit penderita.
 Gambaran Laboratoris : Pada penderita Thalassemia-ß minor
biasanya ditemukan anemia hemolitik ringan yang tidak bergejala
(asimtomatik). Kadar hemboglobin terentang antara 10 - 13 g%
dengan jumlah eritrosit normal atau sędikit tinggi. Darah tepi
menunjukkan gambaran mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel
target dan eliptosit, termasuk kemungkinan ditemukannya

9
peningkatan eritrosit stippled. Sumsum tulang menunjukkan
hiperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang
sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2 tinggi (antara 3,5 - 8
%). Kadar HbH biasanya terentang antara 1 - 5%. Pada bentuk
varian lainnya yang jarang, ditemukan HbH berkisar antara 5-
20%.
2. Thalassemia-ß mayor / homozigot: anemia berat yang bergantung pada
transfusi darah.
 Gambaran klinis : Thalassemia-ß mayor biasanya ditemukan pada
anak berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun dengan jenis anemia
berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi
(transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar hb tinggi) akan
terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang
yang nyata karena rongga sumsum tulang mengalami ekspansi
akibat hiperplasia eritroid yang ekstrim.
 Gambaran Radiologis : Radiologi menunjukkan gambaran khas
"hair on end”. Tulang panjang menjadi tipis akibat ekspansi
sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah
menjadi khas, berupa menonjolya dahi, tulang pipi dan dagu atas.
Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat.
 Gambaran Laboratoris : Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g%.
Eritrosit hipokrom, sangat poikilositosis, termasuk sel target, sel
teardrop, dan eliptosit. Fragmen eritrosit dan mikrosferosit terjadi
akibat ketidak-seimbangan sintesis rantai globin. Pada darah tepi
ditemukan eritrosit stippled dan banyak sel eritrosit bernukleus.
MCV terentang antara 50 – 60 fL. Sel darah merah khas berukuran
besar dan sangat tipis, biasanya wrinkled dan folded dan
mengandung hemogiobin clump. Hitung retikulosit berkisar antara
1% - 8% di mana nilai kurang berkaitan dengan hiperplasia eritroid
dan hemolisis yang terjadi. Rantai giobin-ɑ yang berlebihan dan
merusak membran sel merupakan penyebab kematian prekursor sel

10
darah merah intramedula, sehingga menimbulkan eritopoiesis
inefektif. Elektroforesis hb menunjukkan terutama HbH dengan
sedikit peningkatan HbA2. HbA dapat tidak ada sama sekali atau
menurun. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid dengan
rasio eritroid dan mieloid kurang lebih 20:1. Besi serum sangat
meningkat, tetapi Total Iron Binding Capacity (TIBC) normal atau
sedikit meningkat. Saturasi transferrin 80% atau tebih. Ferritin
serum biasanya meningkat.
3. Thalasssemia -ß intermedia: gejala di antara thalssemia-ß mayor dan
minor
Thalassemia -ß intermedia adalah penderita thalassemia yang
dapat mempertahankan hemoglobin minimums ± 7 g% atau lebih
tinggi tanpa mendapat transfusi. Ketidak-seimbangan sintesis ranta-ɑ
dan -ß berada di antara thalasemia trait dan mayor, sehingga fenotip
klinik menyerupai gambaran di antara fenotip thalassemia mayor yang
sangat bergantung transfusi darah dan thalassemia trait yang
asimtomatik.
 Kelainan Genotip : Penderita Thalassemia-ß intermedia dapat
menunjukkan kelainan kelainan genotip yang berbentuk :
1) Homozigot untuk mutasi yang menyebabkan penurunan ringan
ekspresi giobin-ß
2) Heterozigot ganda untuk untuk mutasi ringan atau mutasi yang
menyebabkan pengurangan yang lebih nyata ekspresi globin-ß
3) Pewarisan bersama (co-inheritance) dengan thalassemia-ɑ yang
menyebabkan bentuk homozigot mutasi thalassemia-ß yang
lebih berat, namun dapat tetap berbentuk thalassemia yang
tidak bergantung pada transfusi, karena rasio antara rantal-
ɑ/rantai-ß lebih seimbang
4) Peningkatan kapasitas untuk memprduksi rantai globin- γ dari
mekanisme non-delesi ke bentuk delesi dengan hasil
meningatnya produksi HbH

11
5) Bentuk bentuk mutasi gen lainnya, seperti delesi thalassemia-
ðß, bentuk homozigot untuk bentuk mutasi tersebut, atau
bentuk heterozigot ganda antara Thalassemia-ðß dan mutasi
thalassemia-ß
6) Pewarisan bersama antara thalassemia lokus-ɑ triple (ɑɑɑ) dan
Thalassemia-ß heterozigot.
 Gambaran Laboratoris : Morfologi eritrosit pada thalassemia
intermedia menyerupai thalassemia mayor elektroforesis hb dapat
menunjukkan HbH 2-100%, HbA2 sampai dengan 7%, dan HbA 0-
80%. Bergantung pada fenotip penderita. HbH didistrubusikan
secara heterogen dalam peredaran darah.
 Gambaran klinis : Gambaran klinik bervariasi dari bentuk ringan,
walaupun dengan anemia sedang, sampai dengan anemia berat
yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur patologik.
Muatan besi berlebih dijumpai, walaupun tidak mendapat transfusi
darah. Eritropoiesis nyata meningkat, namun tidak efektif,
sehingga menyebabkan peningkatan turnover besi dalam plasma,
kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna.
Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10 -20 tahun kemudian
pada penderita thalassemia intermedia yang tidak mendapat
transfusi darah.
4. Pembawa sifat tersembunyi Thalassemia-ß (silent carrier)
 Kelainan Genotip : Pembawa sifat tersembunyi adalah penderita
thalassemia dengan variasi mutasi ß yang heterogen, di mana
hanya sedikit terjadi gangguan produksi rantai-b, sehingga
dihasilkan rasio yang hampir normal antara rantai globin ß dan ɑ,
tanpa menyebabkan kelainan hematologis
 Gambaran Fenotip : Tampilan klinis normal dengan kadar
hemoglobin normal, kadar HbA2 normal dan kemungkinan adanya
mikrositosis yang sangat ringan. Adanya pembawa sifat
tersembunyi diketahui saat dilakukan studi keluarga (saudara

12
kandung dan keluarga dekat) pada anak dengan sindroma
Thalassemia-ß yang lebih berat daripada kedua orangtuanya yang
menunjukkan Thalassemia-ß trait.

B. Sindroma Klinis Thalassemia-ɑ


Empat sindrom klinik thalassemia-ɑ terjadi pada thalassemia ɑ,
bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-
a yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat
tersembunyi thalassemia-ɑ (silent carrier), thalassemia-ɑ trait
(thalassemia-ɑ minor), HbH diseases dan thalassemia-ɑ homozigot
(hydrops fetalis).
1. Pembawa Sifat Tersembunyi Thalassemia-ɑ
 Kelainan Genotip, Gambaran Fenotip dan Laboratorium : Delesi
satu gen globin-a menyisakan tiga gen globin-a fungsional (-
ɑ/ɑɑɑ), menyebabkan sindrom silent carrier. Rasio rantai globin-
ɑ/-ß hampir normal. Gambaran klinis normal. Tidak ditemukan
kelainan hematologis. Saat dilahirkan, Hb Bart's (γ4) dalam
rentangan 1-2 %. Tidak ada cara yang pasti untuk mendiagnosis
silent carrier dengan kriteria hematologis. Bila diperlukan, dapat
dilakukan studi gen.
2. Thalassemia-ɑ Trait (Minor)
 Kelainan Genotip, Gambaran Fenotip dan Laboratorium :
thalassemia-ɑ trait dapat berupa bentuk homozigot-ɑ+ (-ɑ /-ɑ) atau
heterozigot- ɑ0 (- -/ ɑɑ). Sindrom ini menunjukkan tampilan klinis
normal, anemia ringan dengan peningkatan eritrosit yang
mikrositik hipokrom. Pada saat dilahirkan, Hb Bart's dalam
rentangan 2 - 10 %. Biasanya pada penderita dewasa tidak
ditemukan HbH (ß4).
3. HBH Disease
 Kelainan Genotip, Gambaran Fenotip dan Laboratorium : HbH
disease biasanya disebabkan oleh hanya adanya satu gen yang

13
memproduksi rantai globin-ɑ(--/-ɑ) atau dapat juga disebabkan
oleh kombinasi ɑ0 dengan Hb constant spring (- -/ ɑcs ɑ). Penderita
mengalami anemia hemolitik kronik ringan sampai dengan sedang,
dengan kadar hb terentang antara 7-10 g% dan retikulosit antara 5-
10%. Limpa biasanya membesar. Sumsum tulang menunjukkan
hiperplasia eritroid. Retardasi mental yang terakait dengan
thalassemia-ɑ dapat terjadi bila lokus atau loki dekat cluster gen- ɑ
pada kromosom 16, bermutasi atau ko-delesi dengan cluster gen- ɑ.
Krisis hemolitik terjadi bila penderita mengalami infeksi hamil
atau terpapar dengan obat-obat oksidatif. Krisis hemolitik dapat
menjadi penyebab terdeteksinya kelainan ini, karena penderita
HbH disease ini biasanya menunjukkan gambaran klinik normal.
Eritrosit dengan poikilositosis yang nyata, termasuk sel target dan
gambaran beraneka-ragam. HbH mudah teroksidasi dan in vivo
secara perlahan benuhah se bentuk heinz-lika bodies dari
hemogiobin yang terdenaturasi. Inclusion bodies mengubah bentu
dan sifat viskoelastik eritrosit, menyebabkan umur eritrosit
menurun. Splenektomi sering memberikan perbaikan
4. Hydrops Fetalis
 Kelainan Genotip, Gambaran Fenotip dan Laboratorium :
thalassemia-ɑ homozigot (--/-) tidak dapat bertahan hidup karena
sintesis rantai giobin-a tidak terjadi bayi lahir dengan hydrops
fetalis, yakni edema disebabkan penumpukan cairan serosa dalam
jaringan fetus akibat anemia berat. Hemoglobin didominasi oleh
Hb Bart's (γ4), bersama dengan Hb Portland 5-20 % dan sedikit
HbH. Hb Bart's mempunyai afinitas oksigen yang tinggi, sehingga
tidak dapat membawa oksigen ke jaringan. Fetus dapat bertahan
hidup karena adanya Hb Porland, tetapi Hb jenis ini tidak dapat
mendukung tahap berikutnya pertumbuhan fetus, dan akhirnya
fetus meninggal karena anoksia. Bayi dilahirkan prematur, dapat
lahir hidup lalu meninggal beberapa saat kemudian. Fetus

14
menunjukkan anemia edema, asites, hepatosplenomegali berat dan
kardiomegali. Pada saat lahir bayi menunjukkan anemia mikrositik
hipokrom. Rongga sumsum tulanng melebar dengan hiperplasia
eritroid yang nyata. Hai ini menunjukkan eritropoiesis
ekstramedular. Kehamilan dengan hydrops fetalis berbahaya bagi
si ibu karena dapat menyebabkan toksemia dan perdarahan berat
pasca partus. Adanya hydrops fetalis ini dapat diketahui pada
pertengahan umur kehamilan dengan ultrasonografi. Terminasi
awal dapat menghindarkan kejadian berbahaya ini pada si ibu.

2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis thalassemia diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut, seperti yang digambarkan pada algoritma di bawah ini.
Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis
thalassemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat
frekuensi yang tinggi jenis gen abnormal thalassemia yang spesifik.
Pemeriksaan fisik mengarahkan ke diagnosis thalassemia, bila dijumpai gejala
dan tanda pucat yang menunjukkan anemia, ikterus yang menunjukkan
hemolitik, splenomegali vang menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel
abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalassemia-ß, yang
menunjukkan ekpansi rongga sumsum tulang, pada thalassemia mayor.
Penderita sindrom talassemia umumnya menunjukkan anemia
mikrositik hipokrom. Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi
hitung jenis eritrosit biasanya cara disproporsi relatif tinggi terhadap derajat
anemia, yang menyebabkan MCV yang sangat rendah. MCHC mesaniya
sedikit menurun, pada thalassemia mayor yang tidak diobati, relative
distribution width (RDW) meningkat karena anisosotosis yang nyata. Namun,
pada thalassemia minor RDW biasanya normal; hal ini membedakannya
dengan anemia defisiensi besi. Pada pewarnaan Wright eritorsit khas
mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip pembawa sifat tersembunyi.
Pada Thalassemia-ß heterozigot dan HbH disease, eritrosit mikrositik dengan

15
poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada thalassemia-ɑ °
heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang
poikilositosis. Pada Thalassemia-ß homzigot dan heterozigot berganda, dapat
ditemukan poikilosotpsis yang ekstrim, termasuk sel target dan eliptosit, dan
juga polikromasia, basophillic stippling, dan nRBCs. Hitung retikulosit
meningkat, menunjukkan sumsum tulang merespons proses hemolitik. Pada
HbH disease, hitung reikulosit dapat mencapai 10%. Pada thalassemia-ß
homozigot hitung retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak
proporsional relatif rendah terhadap derajat anemia. Penyebabnya paling
mungkin akibat eritropoiesis inefektif. Sumsum tulang penderita thalassemia-ß
yang tidak diobati menunjukkan hiperselularitas yang nyata dengan
hiperplasia eritroid yang ekstrim. Hemopoiesis ekstramedula terlihat
menonjol. Namun HbH disease kurang menunjukkan hiperplasia eritroid.
Sementara itu, thaiassemia heterozigot hanya menunjukkan hiperplasia
eritroid ringan.
Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas
osmotik yang menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar dari variasi one-tube
tes fragilitas osmotik sebagai uji tapis permbawa sifat thalassemia pada
populasi di mana thalassernia sering dijumpai. Namun, tes ini tidak dapat
membedakannya dengan anemia defisiensi besi, karena pada pada anemia
defisiensi besi ditemukan fragilitas osmotik yang menurun.
Pada thalassemia-ɑ minor (trait), HbH disease, dan thalassemia-ɑ
pembawa sifat tersembunyi (silent) tes pewarnaan brilliant cresyl blue untuk
HbH inclusions dapat digunakan untuk merangsang presipitasi HbH yang
secara intrinsik tidak stabil. HbH inclusions (rantai globin-b yang
terdenaturasi) mempunyai ciri khas berupa materi (bodies) yang kecil,
multipel, berbentuk iregular, berwarna biru kehijauan, yang mirip bola golf
atau buah raspberry. Materi biasanya tersebar merata dalam eritrsoit. Pada
HbH disease, hampir seluruh eritrosit mengandung inclusions, sedangkan pada
thalassemia-ɑ minor hanya sedikit eritrosit yang mengandung inclusions,
sementara itu pada thalassemia-ɑ pembawa sifat tersembunyi inclusions ini

16
jarang sekali ditemukan. Inclusions ini berbeda dengan heinz bodies, di mana
materi ini menunjukkan ukuran yang lebih besar, jumlahnya sedikit, dan
sering letaknya eksentrik di sepanjang membran eritrosit. Bila tidak ditemukan
HbH inclusions tidak berarti menghilangkan kemungkinan diagnosis
thalassemia-ɑ minor atau pembawa sifat tersembunyi. Untuk itu diperlukan
matoda pemeriksaan khusus.
Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa penting untuk
menapis diagnosis hemoglobin H, Bart's, Constrant Spring, Lepore, dan
variasi lainnya. HbH dan Bart's cepat bergerak pada selulosa asetat pada pH
basa tetapi pada pH asam hanya mereka merupakan hemoglobin yang
bermigrasi anodally. Peningkatan HbA2 dengan elektroforesis hemoglobin
dapat dilakukan pada uji tapis Thalassemia-ß minor, yang diukur dengan
menggunakan mikrohematografi. Nilai HbA2, peningkatan HbF yang
ditemukan pada thalassemia-ðß, HPFH dan varian Thalassemia-ß lainnya
dapat dideteksi juga dengan elektroforesis.
Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA
dikerjakan untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan
untuk tujuan penelitian, untuk membedakan thalassemia- carrier dari
thalassemia-ɑß carrier, untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat
tersembunyi, atau melihat pola pewarisan keluarga dengan gen yang banyak.
Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap ini melebihi biayanya.
1. Thalassemia ß
a. Thalassemia ß Mayor / Cooley’s Anemia
 Anamnesis :
- Anemia muncul pada bulan pertama kehidupan, dan dapat
berkembang menjadi progresif.
- Gangguan makan
- Demam, diare, keluhan pencernaan
- Perdarahan atau infeksi
- Gangguan neurologik

17
 Pemeriksaan Fisik
- Tampak anemis
- Deformitas skeletal
- Deformitas maksila (mongoloid face)
- Hepatosplenomegali
- Pigmentasi kulit
 Pemeriksaan Penunjang
- Hb 2-3 gram/dl
- Leukosit dan trombosit meningkat ringan
- Refikulosit meningkat
- HDA2 meningkat
- HbF meningkat
- SDT (sediaan darah tepi): anisopoikilositosis. hipokromia,
target sel, basophilic stippling
- Rontgen kepaia. tangan, tulang panjang: tampak hair on end
atau “sun ray appearance” dan lacy trabeculation pada tulang
panjang dan phalanx
- Sumsum tulang : hiperplasia eritroid dengan abnormalitas
morfologi eritroblas seperti basophilic stippling dan
peningkatan deposit besi
b. Thalassemia ß Intermedia
 Anamnesis
- Dapat asimtomatik sampal dewasa
- Gangguan perkembangan dan retardasi mental
- Deformitas skeletal, artritis, nyeri tulang
 Pemeriksaan Fisik
- Ulkus kronik
- Spienomegali progresif
c. Thalassemia Minor
 Anamnesis
- Asimptomatik

18
 Pemeriksaan Penunjang
- Hb 9-11 gram/dl
- HbF meningkat pada 50 % kasus
- Sumsum tulang : hiperplasia ringan dari eritroid, jarang disertai
inklusi sel darah merah
2. Thalassemia ɑ
a. Hemoglobin Bart's Hydrops Fetalis Syndrome
 Anamnesis : Stillbirth atau hidup dalam beberapa jam setelah
dilahirkan.
 Pemeriksaan Fisik : Pucat, anemia, Edema Hepatosplenomegali
 Pemeriksaan Penunjang
- Hb Bart +, Hb Portland 10-20 % dari total Hb
- HbA dan Hb F negative
- SDT: banyak sel darah merah berinti.
b. Hemoglobin H Disease
 Pemeriksaan Penunjang :
- Retikulosit mencapai 5%
- HbH 5-40 % dari total Hb.
- Jumlah HbA2 sedikit menurun
- SDT : hipokromik, anisopoikilositosis.
c. Milder Forms of a Thalassemia, Including the Traits
 Pemeriksaan Fisik : Splenomegali
 Pemeriksaan Penunjang :
- Anemia ringan
- SDT : perubahan morfologi sel darah merah, hipokromik
ringan.
-
2.7 Penatalaksanaan
1. Transfusi darah :
a. Ditransfusi jika Hb terlalu rendah agar pertumbuhan normal

19
b. Jika ditransfusi terlalu dini maka talasemia intermedia dapat
terlewatkan.
c. Transfusi dilakukan setiap 4 minggu pada pasien rawat jalan
2. Tatalaksana Umum
a. Mengatasi keluhan infeksi, penyakit tulang, atau gagal jantung.
b. Jika ada defisiensi folat: diberikan suplementasi asam folat.
Suplementasi tidak diberikan jika sudah menjalani transfusi darah
rutin.
c. Mengatasi gangguan akibat deformitas tulang tengkorak khususnya
pada teliga, hidung, dan tenggorokan, seperti infeksi sinus kronik dan
penyakit telinga tengah.
d. Iron Chelation
- Anak-anak yang mendapat transfusi dapat menyebabkan kelebihan
besi sehingga harus menjalani program chelation pada usia 2-3
tahun kehidupan.
- Deferoxamine diberikan selama 8-12 jam melalui syringe pump,
diinfuskan ke dalam jaringan subkutan pada dinding anterior
abdomen.
- Diberikan jika kadar feritin serum mencapai 1000 gram/dl, atau
setelah transfusi ke 12-15.
- Dosis inisial 20 mg/kg selama 5 malam dalam seminggu,
bersamaan dengan vitamin C 200 mg per oral, atau setelah
deferoxamine diberikan. Jika diberikan sebelum pemberian
deferoxamine dapat mencetuskan miokardiopati.
- Jika kelebihan besi berat terutama pada pasien dengan komplikasi
kardiak dan endokrin, infus deferoxamine dapat diberikan sampai
50 mg/kg berat badan
- Feritin serum dijaga < 1500 gram/liter
- Komplikasi: eritema lokal, nodul subkutan yang nyeri pada lokasi
suntikan reaksi alergi, toksisitas neurosensori (30% kasus),
penurunan pendengaran sampai kehilangan pendengaran

20
permanen, gangguan penglihatan, buta warna perubahan densitas
tulang, retardasi mental, nyeri tulang.
- Terapi jika muncul komplikasi: hidrokortison 5-10 mg secara
infusan.
e. Transplantasi sumsum tulang
- Sebelum dilakukan transplantasi, sebaiknya dilakukan chelation
secara adekuat sampai transplantasi akan dilakukan
f. Terapi spesifik talasemia
- Penyakit HbH: tidak ada terapi spesifik, splenektomi mungkin
dapat berguna pada kasus anemia berat dan adanya splenomegali.
Obat oksidan sebaiknya tidak diberikan pada penyakit HbH,
- Thalasemia intermedia: observasi ketat pasien selama tahun
pertama kehidupan. Jika tanpa keluhan dan tidak ada deformitas
pasien tidak perlu ditransfusi. Jika selama observasi ditemui
adanya gangguan pertumbuhan (retardasi atau keterbatasan dalam
akivitas karena anemia) harus ditransfusi rutin. Splenektomi dapat
dilakukan sesuai indikasi

2.8 Komplikasi Thalassemia


Komplikasi yang terjadi pada thalassemia dapat diakibatkan oleh
proses penyakitnya atau oleh pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit
thalassemia, mencakup :
 Kardiomispati
 Ekstramedullary hematopoiesis
 Kolelitiasis
 Splenomegali
 Hemokromatosis
 Kejadian trombosis (hiperkoagulasi, risiko atern genesis, lesi iskemik
cerebral asimtomatis)
 Ulkus maleolar
 Deformitas dan kelainan tulang (osteoporosis)

21
2.9 Prognosis
Thalasemia berat dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung
terutama pada usia 20 dan 30. Terapi dengan transfusi darah dan chelation
secara adekuat mempunyai prognosis yang baik dan meningkatkan kualitas
hidup. Pencegahan dengan skrining dan konseling dignostik pada pasangan
yang mempunyai riwayat talasemia dalam keluarga. Diagnosis antenatal
dilakukan berdasarkan pemeriksaan DNA pada amplifikasi PCR DNA fetus
yang didapatkan dari amniosentesis atau biopsi vili korionik.

2.10 Program Pencegahan

Program pencegahan berdasarkan penapisan pembawa sifat


thalassemia dan diagnosis pranatal telah dapat menurunkan secara bermakna
kejadian thalassemia mayor pada anak-anak di Yunani, Siprus, Italia Daratan
dan Sardinia. Penapisan pembawa sifat Thalassemia-ß lebih berdaya guna bila
dikerjakan dengan penilaian indeks sel darah merah. Individu dengan MCV
dan MCH yang rendah dinilai konsentrasi HbA,-nya. Masalahnya timbul pada
penapisan individu dengan pembawa sifat thalassemia-ɑ bersamaan (co-
existent) dengan thalassemia-ɑ.

Di indonesia program pencegahan Thalassemia-ß mayor telah dikaji


oleh departemen kesehatan melalui program "Health Technology Assesment"
(HTA), di mana beberapa butir rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan
dalam program prevensi thalassemia, termasuk teknik dan metoda uji saring
laboratorium, strategi pelaksanaan dan aspek medikolegal, psikososial, dan
agama.

22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter


yang disebabkan oleh gangguan sintesis pada satu atau lebih rantai
polipeptida dari globin dengan berbagai tingkat keparahan.
2. Thalassemia diturunkan kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif.
3. Secara klinis thalassemia dibagi dalam 3 golongan yaitu :
a. Thalassemia mayor (bentuk homozygot), memberikan gejala klinis
yang jelas dan perlu tranfusi teratur.
b. Thalassemia intermedia merupakan sindroma klinis dimana dapat
terjadi defek genetik yang bervariasi.
c. Thalassemia minor, biasanya tidak memberikan gejala klinis dan tidak
selalu memerlukan transfusi serta bertindak sebagai karier.

23
Daftar Pustaka

Higgs dr, thein sl, wood wg. The biology of the thalassemia. In: weatherall dj,
clegg jb, editors. The thalassemia syndromes, 4th ed, new york: blackwell science
2001,p. 65-284.

Bain bj. Hemoglobinopathy diagnosis. 1st ed. Malden,ma 2. Blackwell science:


2001, 1-186. Mcghee db structural defects in hemoglobin (hemoglobinopathies).
In: hematology clinical principles and applications. 2nd ed, philadelphia, pa:
saunders: 2002 3. P 319 - 358.

Ukens in. Abnormal hemoglobins: hereditary disorders 4. Of hemoglobin


structure and synthesis. Abnorma hemoglobins: general principles. In: greer jp,
foerster lukens jn, et all, editors. Wintrobe's clinical hematolo 7th ed,
philadelphia,pa: lippincott williams & wilking 2004, p 1247 - 1262.

Benz ej. Hemoglobinopathies. In: harrison's principles 5. Internal medicine. 16th


ed, new york: mcgraw-hill: 2005. P 593 - 601.

Weatherall dj, clegg jb. The thalassemia syndromes. 4th ed. Malden, ma:
blackwell science: 2001, p 3 -826.

Fucharoen s, winichagon p. Clinical and hematologic aspect of hemoglobin e â


thalassemia. Current opinion in 6. 7. Hematology: 2000,7,2, p 106 - 112.

Olivieri, md. Management of the beta-thalassemias. Education program book.


International society of hematology: 2000, p 8-11 9. 8.

Cohen ar, galanello r, pennel dj, et al. Thalassemia. Education program book.
American society of hematology 2004, p 14-34 10.

Guidelines for the clinical management of thalassem thalassemia international


federation. 2 nd ed. Thalassemia international federation,.cyprus, 2007: p 6 - 18.

24
Abdul, Dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Arjatmo, T. 1992. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana, Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Alwi, Idrus, dkk. 2015. Penatalaksanaan Dibidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinis. Jakarta : Interna Publishing.

25

Anda mungkin juga menyukai