CKD
A. KONSEP TEORI
1. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua
sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua
belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal
dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma
langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga,
sedangkan anteriordilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang
berukurannormal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena
duapertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katubbawah
ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagaikapsula
renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomendan isinya oleh
lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebutdilindungi oleh dinding
toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiapginjal melalui arteri renalis dan
keluar dari dalam ginjal melalui venarenalis. Arteri renalis berasal dari aorta
abdominalis dan vena renalismembawa darah kembali kedalam vena kava
inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm(4,7-5,1
inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) danberatnya sekitar 150
gram. Permukaan anterior dan posterior katub atasdan bawah serta tepi lateral
ginjal berbentuk cembung sedangkan tepilateral ginjal berbentk cekung karena
adanya hilus.
3. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan parenkim ginjal difus dan bilateral
1. Infeksi, misalnya pielonofritis kronik
2. Penyakit vaskuler hipertensi, misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif.
4. Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
5. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
6. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostale, striktur uretra anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
4. Klasifikasi
Chronic kidney disease pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan
chronic renal failure, namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka
untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5
grade, dengan harapan klien pada kasus secara dini, karena dengan CKD di bagi 5
grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage-stage awal yaitu 1 dan
2. Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat menggunakan terminalogi CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF
(chronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum di tentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF:
1. Gagal ginjal kronik/chronic renal failure dibagi 3 stadium
1) Stadium 1: penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimtomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II: insufiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga hemeostatis cairan dan elektrolit
c. Air kemih isoosmotis dengan plasma dengan bunyi jantung 1,010
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease) berdasarkan laju filtrasi glomerulus (GFR/
Glomerulus Filtration Rate):
GFR
Stadium Deskripsi
ml/mnt/1,73m2
1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
5. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusiperikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,suara krekels, gagal
nafas.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bauammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati (
kelemahan dan hipertropi otot –otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipisdan rapuh.
6. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangannatrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dantrombositopeni.
(Smeltzer dan Bare, 2010)
6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron –
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak beban
bahan yang harus di larut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorbsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguriatimbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala – gejala khas kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal telah
hilang 80 – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah. Fungsi renal menurun, produk akhir
metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
tertimbun produk sampah akan semakin berat.
8. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfusio system renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin gastrointestinal, penurunan usia sela darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin DNA kehilangan darah
selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang beserta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolik
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hipeuremia
9. Prognosis
Prognosis dengan pasien penyakit ginjal kronis di jaga sebagai data
epidemologi telah menunjukkan bahwa menyebabkan semua kematian.
Meningkatkan sebagai penurunan fungsi ginjal. Penyebab penurunan fungsi ginjal
utama adalah penyakit jantung, terlepas dari apakah ada perkembangan ke tahap 5.
Sementara terapi pengganti ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa batas
waktu dan memperpanjang kehidupan, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh
ginjal transplantasi meningkatkan kelangsungan hidup pasien stadium 5 CKD
signifikan bila dibandingkan dengan terapi pilihan. Namun, hal ini terkait dengan
mortalitas jangka pendek meningkat, transplantasi samping, intensitas tinggi rumah
hemodialisa muncul terkait dengan kelangsungan hidup baik dan yang lebih besar.
Jika dibandingkan dengan tiga kali seminggu konvensi, anal hemodialisa dialisis
peritoneal.
10. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
- Hematologi
- Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) Ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi
- PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- Urine ruti
- Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
5. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infrak miokard
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukanmelalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah makadilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
d) Terapi konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic Renal
Disease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif:
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
b. Meringankan keluhan – keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Terapi non farmakologi
a. Diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
d. Kontrol berat badan
e. Kontrol antara intak dan output cairan
f. Lakukan mobilisasi ringan setiap hari secara rutin.
g. Berikan kompres hangat jika terjadi oedem ekstermitas
ASUHAN KEPERAWATAN
CKD
A. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul. Pola
napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan
kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis,
efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi,
gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan
berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis,
dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari hipertensi.
B. Diganosa keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler paru
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan.
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
No.
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan NOC: NIC:
volume cairan Fluid Management:
Fluid balance
berhubungan 1. Pertahankan intake dan output secara akurat
dengan Tujuan : 2. Kolaborasi dalam pemberian diuretik
mekanisme 3. Batasi intake cairan pada hiponatremi dilusi
Setelah dilakukan
pengaturan tindakan keperawatan dengan serum Na dengan jumlah kurang
melemah selama 3x24 jam dari 130 mEq/L
kelebihan volume 4. Atur dalam pemberian produk darah
cairan teratasi dengan (platelets dan fresh frozen plasma)
kriteria: 5. Monitor status hidrasi (kelembaban
membrane mukosa, TD ortostatik, dan
1. Tekanan darah (4)
keadekuatan dinding nadi)
2. Nilai nadi radial dan
6. Monitor hasil laboratorium yang
perifer (4)
berhubungan dengan retensi cairan
3. MAP (4)
(peningkatan kegawatan spesifik,
4. CVP (4)
peningkatan BUN, penurunan hematokrit,
5. Keseimbangan
dan peningkatan osmolalitas urin)
intake dan output
7. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP,
dalam 24 jam (4)
PAP, dan PCWP) jika tersedia
6. Kestabilan berat
8. Monitor tanda vital
badan (4)
7. Serum elektrolit (4)
8. Hematokrit (4) Hemodialysis Therapy:
9. Asites (4)
1. Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur
10. Edema perifer (4)
2. Observasi terhadap dehidrasi, kram otot dan
aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT danelektrolit
6. Monitor CT
Brunner & Suddarth, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 volume 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, 2006. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaboratif.
Jakarta: EGC
Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculpius.
Nanda. 2015. Nursing Diagnosis Definition dan Classification. Philadelwia Rab. T. 2008.
Agenda Gawat Darurat. Bandung: PT Alumni.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006.Jakarta: Prima
Medika.