Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL DESAIN INOVATIF STASE

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


RSUD AWS SAMARINDA RUANG
CEMPAKA

“PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP


PENURUNAN KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI
DI RUANG CEMPAKA RSUD AWS SAMARINDA”

Oleh :
ADHAN AZHARI RAUF
NIM. P07220419052

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
Ridho dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.
Sholawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, para sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Penulisan
ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar profesi pada Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim.

Berdasarkan persyaratan tersebut maka penulis menyusun Desain Inovatif Ini


yang berjudul “Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan
pasien pre operasi di ruang Cempaka RSUD AWS Samarinda”. Keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan Desain Inovatif ini tidak lepas dari bimbingan,
pengarahan, dukungan serta doa-doa dari berbagai pihak yang dengan segala
ketulusan hati, kasih sayang, dan pengorbanannya memberikan bantuan kepada
penulis.

Penulis menyadari bahwa Desain Inovatif ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan
kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga Desain Inovatif ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Samarinda, 24 Desember 2019

Mahasiswa,

Adhan Azhari Rauf

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................5
A. Pembedahan..................................................................................................5
B. Kecemasan/Ansietas...................................................................................10
C. Relaksasi Otot Progresif.............................................................................16
D. Mekanisme..................................................................................................22
E. Manajemen..................................................................................................24
BAB III STRATEGI PEMECAHAN MASALAH............................................25
A. Rancangan Penelitian..................................................................................25
B. Responden...................................................................................................25
C. Jenis Intervensi............................................................................................25
D. Tujuan.........................................................................................................25
E. Waktu..........................................................................................................25
F. Setting.........................................................................................................25
G. Media/Alat..................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan diruang bedah
yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan
dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,
selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi yang
merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan
gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah kecemasan
sebelum operasi (WHO, 2009).
Menurut data World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh
(Berry, Lipsitz, & Sc, 2009) tindakan pembedahan didunia diperkirakan
dilakukan sebanyak 234 juta operasi setiap tahunnya. Di Amerika Serikat
sendiri angka tindakan operasi terus meningkat setiap tahunnya dan pada
tahun 2010 angka operasi sudah mencapai 51,4 juta tindakan dalam setahun
(National Quality Forum, 2017). Menurut data Kemenkes RI pada tahun 2012
tindakan operasi di Indonesia mencapai 1,2 juta jiwa setiap tahunnya
(Kemenkes RI, 2013).
Operasi atau pembedahan pada umumnya menimbulkan rasa takut pada
pasien. Apapun jenisnya baik operasi besar maupun operasi kecil merupaka
suatu stressor yang dapat menimbulkan reaksi stress, kemudian diikuti dengan
gejalagejala kecemasan, ansietas, atau depresi (Mansjoer, 2007).
Kecemasan merupakan emosi subjektif yang membuat individu tidak
nyaman, ketakutan yang tidak jelas dan gelisah, dan disertai respon
otonom.Kecemasan juga merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart,
2007). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pasien pre operasi
adalah takut terhadap nyeri, kematian, takut tentang ketidaktahuan penyakit,

1
takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh (Muttaqin &
Sari, 2009).
Di Indonesia prevalensi kecemasan diperkirakan 9%-21% populasi
umum, sedangkan angka populasi pasien preoperasi yang mengalami
kecemasan sebesar 80%. Menurut peneliti Simbolon (2015) menunjukan
tingkat kecemasan dari 20 orang responden sebelum dilakukan intervensi
pemberian terapi musik terdapat 13 orang (65%) yang memiliki tingkat
kecemasan berat dan 7 orang (35%) yang memiliki tingkat kecemasan sedang.
Penelitian Neno, Kristiyawati, & Purnomo (2014) menunjukkan tingkat
kecemasan dari 32 responden sebelum mendapatkan perlakuan yang
mengalami kecemasan ringan 4 orang (12,5 %), kecemasan sedang sebanyak
17 orang (53.1%), cemas berat sebanyak 10 orang (33.1%), dan panik
sebanyak 1 orang (3.1%)
Keadaan cemas pasien akan berpengaruh kepada fungsi tubuh
menjelang operasi. Kecemasan yang tinggi, dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi nadi dan
respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada
kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab, peningkatan respirasi,
dilatasi pupil, dan mulut kering. Kondisi ini sangat membahayakan kondisi
pasien, sehingga dapat dibatalkan atau ditundanya suatu operasi. Akibat
lainnya, lama perawatan pasien akan semakin lama dan menimbulkan masalah
finansial. Maka, perawat harus mampu mengatasi kecemasan pada pasien,
sehingga kecemasan tersebut dapat dikurangi secara efektif (Smeltzer, 2010).
Ada beberapa cara untuk menurunkan kecemasan pada pasien
diantaranya; farmakologi, pendekatan suportif dan psikoterapi. Teknik utama
psikoterapi dalam menangani kecemasan adalah dengan relaksasi dan bio feed
back. Teknik relaksasi yang digunakan dalam kecemasan salah satunya berupa
teknik relaksasi otot progresif (Smeltzer, 2010).

Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi dengan cara peregangan otot
kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang, 2013). Relaksasi progresif
dilakukan dengan cara klien menegangkan dan melemaskan sekelompok otot

2
secara berurutan dan memfokuskan perhatian pada perbedaan perasaan yang
dialami antara saat kelompok relaks dan saat otot tersebut tegang (Kozier,
2011). Soewondo (2012) mengemukakan bahwa relaksasi otot progresif
sebagai suatu program untuk melatih orang merileks otot-otot secara
keseluruhan. Ketegangan menyebabkan serabut - serabut otot kontraksi,
mengecil dan menciut. Ketegangan timbul bila seseorang cemas dan stres ini
bisa hilang dengan menghilangkan ketegangan.
Dalam penelitian ini relaksasi progresif dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan, karena dapat menekan saraf simpatis di mana dapat
menekan rasa tegang yang dialami oleh individu secara timbal balik, sehingga
timbul counter conditioning (penghilangan). Relaksasi diciptakan setelah
mempelajari sistem kerja saraf manusia, yang terdiri dari sistem saraf pusat
dan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem
yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling
berlawanan. Sistem saraf simpatis lebih banyak aktif ketika tubuh
membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas atau berada
dalam keadaan tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem saraf akan memacu
aliran darah ke otot-otot skeletal, meningkatkan detak jantung, kadar gula dan
ketegangan menyebabkan serabutserabut otot kontraksi, mengecil dan
menciut. Sebaliknya, relaksasi otot berjalan bersamaan dengan respon otonom
dari saraf parasimpatis. Sistem saraf parasimpatis mengontrol aktivitas yang
berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya penurunan denyut jantung
setelah fase ketegangan dan menaikkan aliran darah ke sistem gastrointestinal
(Ramadani & Putra, 2009). Sehingga kecemasan akan berkurang dengan
dilakukannya relaksasi progresif.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa relaksasi otot progresif
memiliki pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan intervensi relaksasi
otot progresif dalam menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi di
Ruangan Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
B. Rumusan Masalah

3
Apakah relaksasi otot progresif dapat menurunkan kecemasan pada pasien pre
operasi?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif dalam menurunkan
kecemasan pada pasien pre operasi.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembedahan
1. Pengertian
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh (LeMone & Burke, 2004). Pada umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan
tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
(Syamsuhidajat, 2010). Pembedahan dilakukan untuk mendiagnosa atau
mengobati suatu penyakit, cedera atau cacat, serta mengobati kondisi yang
sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanyandengan obat-obatan
sederhana (Potter & Perry 2006).
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan yaitu penyakit
pasien, jenis pembedahan dan pasien itu sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut, tindakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Bagi pasien
sendiri, pembedahan adalah hal yang paling mengerikan yang pernah
mereka alami. Mengingat hal tersebut di atas, sangatlah penting untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah langkah pre operatif (Baradero &
Mary, 2009).
2. Indikasi
Tidakan pembedahan/operasi dilakukan dengan berbagai indikasi
diantaranya adalah :
a. Diagnostik : biopsi atau laparotomy eksploitasi
b. Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami
inflamasi
c. Kuratif : eksisi tumor atau pengangkatan apendiks yang mengalami
inflamasi
d. Rekontruksif/kosmetik : mammaoplasty, atau bedah platik

5
e. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh : pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk
mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan
3. Klasifikasi operasi
1. Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan
pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, antara lain
(Effendy, dkk 2005)
a. Kedaruratan/Emergency : pasien membutuhkan perhatian segera,
gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan
pembedahan tanpa ditunda, misal : pendarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau
tusuk, luka bakar sangat luas.
b. Faktor yang dapat diubah Urgen : pasien membutuhkan perhatian
segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam, misal :
infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
diriencanakan dalam beberapa minggu atau bulan, misal:
Hyperplasia prostate tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan
tyroid, katarak.
d. Efektif : pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi
pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu
membahayakan, misal : perbaikan sesar, hernia sederhana, perbaikan
vaginal.
e. Pilihan keputusan tentang dilakukannya pembedahan diserahkan
sepenuhnya kepada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan
pribadi dan biasanya terkait dengan estetika, misal : bedah kosmetik.
2. Sedangkan menurut faktor risikonya, operasi dapat diklasifikasikan
sebagai besar atau kecil, tergantung pada keseriusan dari penyakit, maka
bagian tubuh yang terkena, kerumitan pengoperasian, dan waktu
pemulihan yang diharapkan (Virginia, 2004).

6
a. Operasi kecil adalah operasi yang paling sering dilakukan dirawat
jalan, dan dapat pulang di hari yang sama. Operasi ini sedikit
menimbulkan komplikasi (Virginia, 2009).
b. Operasi besar adalah operasi yang penetrates dan exposes semua
rongga badan, termasuk tengkorak, termasuk pembedahan tulang
atau kerusakan signifikan dari anatomis atau fungsi faal (guide,
2004).
Operasi besar meliputi pembedahan kepala, leher, dada dan perut.
Pemulihan dapat dalam waktu panjang dan dapat melibatkan perawatan
intensif dalam beberapa hari di rumah sakit. Pembedahan ini memiliki
resiko komplikasi yang lebih tinggi setelah pembedahan (Virgina, 2004).
Operasi besar sering melibatkan salah satu badan utama di perut
cavities (laparotomy), di dada (thoracotomy), atau tengkorak
(craniotomy) dan dapat juga pada organ vital. Operasi yang biasanya
dilakukan dengan menggunakan anastesi umum di rumah sakit ruang
operasi oleh tim dokter. Setidaknya pasien menjalani perawatan satu
malam di rumah sakit setelah operasi. Operasi besar biasanya membawa
beberapa derajat resiko bagi pasien hidup, atau potensi cacat parah jika
terjadi suatu kesalahan dalam operasi. Misalnya dalam sebuah prosedur
operasi besar dapat terjadi perubahan signifikan ke anatomi yang
terlibat. Seperti dalam situasi di mana organ akan dihilangkan, atau
sendi yang dibangun dengan komponen buatan. Setiap penetrasi organ
tubuh dianggap sebagai operasi besar, seperti pembedahan ekstensif
pada tulang pada kaki. Bedah syaraf umumnya dianggap utama karena
resiko kepada pasien. Beberapa contoh utama operasi meliputi :
penggantian lutut, operasi kasrdiovaskular, dan transplantasi organ.
Prosedur ini pasti membawa risiko bagi pasien seperti infeksi,
pendarahan, atau komplikasi dari yang menyebabkan kematirasaan
umum digunakan.

4. Persiapan

7
Menurut Oswari, 2005 ada beberapa persiapan dan perawatan yang harus
dilakukan pasien sebelum operasi adalah sebagai berikut :
a. Persiapan mental
Pasien yang akan dioperasi biasanya akan menjadi agak gelisah
dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas.
Tetapi kadang-kadang pula, kecemasan itu dapat terlihat dalam bentuk
lain. Pasien yang gelisah dan takut sering bertanya terus–menerus dan
berulang-ulang, walaupun pertanyaannya telah dijawab. Ia tidak mau
berbicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha
mengalihkan perhatiannya dari buku. Atau sebaliknya, ia bergerak
terus-menerus dan tidak dapat tidur.
Pasien sebaiknya diberi tahu bahwa selama operasi ia tidak akan
merasa sakit karena ahli bius akan selalu menemaninya dan berusaha
agar selama operasi berlangsung, penderita tidak merasakan apa-apa.
Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa semua operasi besar memerlukan
transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi
dan transfusi darah bukan berarti keadaan pasien sangat gawat. Perlu
juga dijelaskan mengenai mekanisme yang akan dilakukan mulai dari
dibawanya pasien ke kamar operasi dan diletakkan di meja operasi,
yang berada tepat di bawah lampu yang sangat terang, agar dokter dapat
melihat segala sesuatu dengan jelas. Beri tahu juga bahwa sebelum
operasi dimulai, pasien akan dianastesi umum, lumbal, atau lokal.
b. Persiapan Fisik
a. Makanan
Pasien yang akan dioperasi diberi makanan yang berkadar lemak
rendah, tetapi tinggi karbohidrat, protein, vitamin, dan kalori. Pasien
harus puasa 12-18 jam sebelum operasi di mulai.
b. Lavemen/Klisma
Klisma dilakukan untuk mengosongkan usus besar agar tidak
mengeluarkan feses di meja operasi.
c. Kebersihan mulut
Mulut harus dibersihkan dan gigi di sikat untuk mencegah
terjadinya infeksi terutama bagi paru-paru dan kelenjar ludah.
d. Mandi

8
Sebelum operasi pasien harus mandi atau dimandikan Kuku disikat
dan cat kuku harus dibuang agar ahli bius dapat melihat perubahan
warna kuku dengan jelas.
e. Daerah yang akan dioperasi
Tempat dan luasnya daerah yang harus dicukur tergantung dari jenis
operasi yang akan dilakukan.
c. Sebelum masuk kamar bedah
Persiapan fisik pada hari operasi, seperti biasa harus diambil catatan
suhu, tensi, nadi, dan pernapasan. Operasi yang bukan darurat, bila ada
demam, penyakit tenggorokan atau sedang haid, biasanya ditunda oleh
ahli bedah atau ahli anastesi. Pasien yang akan dioperasi harus dibawa
ke tempat pada waktunya. Jangan dibawa kamar tunggu teralu cepat,
sebab teralu lama menunggu tibanya waktu operasi akan menyebabkan
pasien gelisah dan takut.
5. Gambaran Umum Tahap Dalam Keperawatan Perioperatif
a. Fase Pra Operasi
Dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara
pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan
pembedahan.
b. Fase Pra Operasi
Dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama
induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
c. Fase Pasca Operasi

9
Dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room)
dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di
rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang
luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek
agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan.
B. Ansietas/Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan perasaan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara
subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda
dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya
(Stuart, 2007).
Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam
memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada
beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Kecemasan terjadi sebagai
hasil dari ancaman terhadap harga diri dan identitas diri seseorang, itu
hasil dari ancaman terhadap sesuatu yang terpusat pada personalitas
seseorang dan penting untuk keberadaan dan keamanan seseorang.
Kecemasan dapat dihubungkan dengan ketakutan akan hukuman, hinaan,
tidak dicintai, terputusnya hubungan, isolasi atau kehilangan fungsi tubuh
(Stuart & Laraia, 2005)
2. Tingkat Kecemasan
Klasifikasi tingkat cemas menurut Stuart (2007):
a) Cemas Ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehsiidupan
sehari-hari, kecemasan ini membuat individu menjadi waspada dan

10
meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi
dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas
b) Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal
penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu
mengalami tidak perhatian yang selektif namun daapt berfokus pada
lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c) Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu
sering berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
d) Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang
rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, munurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan
dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu lama dapat terjadi
kelelahan dan kematian.
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecemasan
1)Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan
(Stuart, 2007). Faktor faktor tersebut antara lain :
a) Teori psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul
karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super
ego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif

11
seseorang sedang superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elememen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Teori Interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan Juga berhubungan dengan
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kelemahan spesifik.
c) Teori Behavior
Kecemasan merupakan produk frustrasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan
d) Teori Perspektif Keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang
tidak adaptif dalam keluarga.
e) Teori Perspektif Biologi
Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus Benzodiapine. Reseptor ini mungkin
membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam
amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan kecemasan
sebagaimana endomorfin. Selain itu telah dibuktikan
bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat
nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.
Kecemasan dapat disertai gangguan fisik dan
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi
stressor.
2)Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah factor-faktor yang dapat menjadi pencetus
terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :

12
a) Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial
yang terintegrasi dari seseorang. Pada pasien yang
akan menjalani operasi faktor pencetus kecemasannya
adalah faktor yang dialami individu baik bersifat
internal maupun eksternal. Faktor internalnya adalah
adanya ketakutan akan pembiusan,kecacatan,
kematian, takut akan rasa nyeri, takut kehilangan
pekerjaan, menjadi tanggungan keluarga. Sedangkan
faktor eksternalnya adalah lingkungan yang
baru,peralatan operasi atau pembiusan yang asing
serta petugas kesehatannya.
4. Respon Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon
kecemasan menurut Suliswati (2005) antara lain:
1) Respon Fisiologis
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan
mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis).
Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan
sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi
tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight
merupakan reaksi isotonic tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi
peningkatan sekresi adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang akan
menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik,
sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan
menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga
tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks
otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar

13
adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga
efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah
akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot.
Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat.
2) Respon Psikologi
Kecemsasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun
personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak
refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan
orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan
menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
3) Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses piker
maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan,
konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan
bingung.
4) Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan
dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.

5. Penatatalaksaan Kecemasan
1) Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
Panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,
2005).
2) Penatalaksanaan Non Farmakologi
a) Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan
kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada
hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas
yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa
menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan

14
lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke
otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang
efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual
(membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya),
sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor,
mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan
perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta
memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut
nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan
yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat
baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi,
pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang
lebih baik.
b) Relaksasi
Terapi relaksasi untuk mengurangi kecemasan yang
dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi
imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif
(Isaacs, 2005).

6. Penilaian Kecemasan
Parameter penilaian tingkat kecemasan menggunakan
Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) yaitu penilaian
kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh
William W.K.Zung, dikembangkan berdasarkan gejala
kecemasan dalam diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-II). Terdapat 20 pertanyaan, dimana
setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-
kadang, 3: sebagaian waktu, 4: hampir setiap waktu).
Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan

15
dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan
(Mcdowell, 2006).
Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara
lain :
1) Skor 20-44 : kecemasan ringan
2) Skor 45-59 : kecemasan sedang
3) Skor 60-80 : kecemasan berat.
C. Relaksasi otot progresif
1. Pengertian
Relaksasi merupakan suatu jenis terapi untuk penanganan kegiatan
mental dan menjauhkan tubuh serta pikiran dari rangsangan luar untuk
mempersiapkan tercapainya hubungan yang lebih dalam dengan pencipta,
yang dapat dicapai melalui metode hypnosis, meditasi, dan bentuk latihan-
latihan yang ada hubungannya dengan penjajakan pikiran (Martha, 2005).
Relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation)
didefinisikan sebagai suatu teknik relaksasi yang menggunakan
serangkaian gerakan tubuh yang bertujuan untuk melemaskan dan
memberi efek nyaman pada seluruh tubuh (Corey, 2005). Batasan lain
menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif merupakan teknik untuk
mengurangi kecemasan dengan cara menegangkan otot dan
merilekskannya secara bergantian (Miltenberger, 2004).
Soewondo (2012), relaksasi otot progresif merupakan suatu
keterampilan yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan ketegangan sehingga menimbulkan rasa nyaman tanpa
tergantung pada hal/subjek di luar dirinya. Relaksasi progresif dipandang
cukup praktis dan ekonomis karena tidak memerlukan imajinasi yang
rumit, tidak ada efek samping, mudah dilakukan, serta dapat membuat
tubuh dan pikiran menjadi tenang, rileks dan lebih mudah untuk tidur
(Davis & McKay, 2001).
Menurut Miltenberger (2004), teknik relaksasi dibedakan menjadi
lima jenis, yaitu relaksasi otot progresif, pernafasan diafragma, imagery
training, biofeedback, dan hypnosis. Dalam pelaksanaannya terdapat
kesamaan prinsip antara relaksasi otot progresif, imagery training, dan
Hypnosis; yaitu terapis barryak menggttnakan instruksi verbal untuk

16
mengarahkan klien sementara klien berkonsentrasi mengikuti instruksi.
Smith (2005), menyebutkan bahwa seseorang yang menguasai hypnosis
pada umumnya akan dengan mudah melakukan imagery training dan
relaksasi progresif; dan demikian pula sebaliknya.
Tujuan relaksasi progresif Menurut Setyoadi (2011) bahwa tujuan
dari relaksasi progresif adalah
1) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolik
2) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
3) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokus perhatian seperti relaks
4) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
5) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
6) Mengatasi insomnia
2. Manfaat relaksasi otot progresif
Relaksasi otot progresif telah digunakan dalam berbagai penelitian
didalam dan diluar negeri dan telah terbukti bermanfaat pada berbagai
kondisi subyek penelitian. Saat ini latihan relaksasi relaksasi otot progresif
semakin berkembang dan semakin sering dilakukan karena terbukti efektif
mengatasi ketegangan, kecemasan, stres dan depresi (Jacobson & Wolpe
dalam Conrad & Roth- 2007), membantu orang yang mengalami insomnia
(Erliana, E., 2008), hingga meningkatkan kualitas hidup pasien pasca
operasi CABG (Dehdari, 2009), menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi esensial (Tri Murti, 201l), meredakan keluhan sakit kepala dan
meningkatkan kualitas hidup (Azizi & Mashhady,2012).

3. Patofisiologi Kecemasan dan Relaksasi Otot Progresif


Kecemasan yang dialami pasien mempunyai bermacam-macam
alasan diantaranya adalah: cemas menghadapi ruangan operasi dan
peralatan operasi, cemas menghadapi body image yang berupa cacat
anggota tubuh, cemas dan takut mati saat di bius, cemas bila operasi gagal,
cemas masalah biaya yang membengkak (Smeltzer & Bare, 2002).

17
Casey & Benson (2006) yang mengungkapkan bahwa pada pasien
preoperasi dengan kecemasan mengakibatkan beberapa otot akan
mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan saraf simpatis. Respon
yang didapatkan secara fisiologis tubuh akan mengalami respon yang
dinamakan respon fight or flight. Dimana korteks otak menerima
rangsangan yang dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang
akan melepaskan adrenalin atau epineprin sehingga efeknya antara lain
napas menjadi dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat.
Respon ini memerlukan energi cepat, sehingga hati melepaskan lebih
banyak glukosa menjadi bahan bakar otot dan terjadi pula pelepasan
hormon yang menstimulasi perubahan lemak dan protein menjadi gula,
dan metabolisme tubuh meningkat sebagai persiapan pemakaian energi
untuk tindakan fisik.
Relaksasi mempunyai efek sensasi menenangkan anggota tubuh,
ringan dan merasa kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi
mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan
yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis
menjadi dominan sistem parasimpatis. Dalam keadaan ini, hipersekresi
katekolamin dan kortisol diturunkan dan meningkatkan hormone
parasimpatis serta neurotransmitter seperti DHEA
(Dehidroepinandrosteron) dan dopamine atau endorfin. Regulasi sistem
parasimpatis ini akhirnya menimbulkan efek ketenangan (Snyder &
Lindquist, 2002).

18
Patofisologi kecemasan dan relaksasi otot progresif (Smeltzer & Bare,
2002), Casey & Benson (2006), Snyder & Lindquist, 2002)

4. Prosedur Relaksasi Otot Progresif


Individu belajar Latihan relaksasi otot progresif bagaimana
menegangkan sekelompok otot kemudian melepaskan ketegangan itu. Inti
dari latihan tersebut terletak pada kemampuan individu mengelola
ketegangan fisik dan atau mental dengan memahami perbedaan sensasi
antara otot yang tegang dan rileks. Hariati, W (2018) dalam penelitiannya
melakukan intervensi relaksasi otot progresif selama 3 kali seminggu
dalam 2 minggu berturut turut dengan hasil penelitian relaksasi otot
progresif memberikan pengaruh terhadap perubahan tekanan darah pada
lansia penderita hipertensi, dan mendeskripsikan prosedur relaksasi
progresif sebagai berikut:
a. Pertama duduk bersandar pada kursi secara nyaman dan tenang.
b. Bila mengenakan kaca mata dan atau sepatu agar dilepas.
c. Menegangkan sekumpulan otot tertentu dan melemaskannya.
d. Menyadarkan klien akan perbedaan sensasi otot tegang dan rileks.
e. Jumlah kumpulan otot yang perlu ditegangkan dan dilemaskan tiap kali
hendaknya berkurang
f. Klien diharapkan dapat mengelola ketegangan dengan menginstruksikan
diri sendiri untuk rileks kapan dan dimana saja.
Meskipun latihan relaksasi otot progresif tidak menimbulkan efek
samping yang berbahaya tetapi beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan
ketika memberikan latihan (Davis & McKay, 2001), yaitu :
a. Menegangkan otot dalam waktu kurang lebih tujuh detik; disarankan
tidak lebih dari sepuluh detik.
b. Merilekskan otot membutuhkan waktu sekitar 30-40 detik.
c. Lebih nyaman dilakukan dengan mata tertutup.
d. Menegangkan kelompok otot dengan dua kali tegangan.

19
e. Menegangkan bagian tubuh sisi kanan terlebih dahulu kemudian sisi
kiri.
f. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks atau tidak.
g. Terus menerus memberi instruksi.
h. Memberi instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Teknik relaksasi otot progresif merupakan yang paling sesuai pada
tahap awal pelatihan relaksasi. Bilamana telah terampil dapat langsung
diinstruksikan untuk rileks. Peserta diminta untuk menjadikan perasaan
rileks sebagai sebuah sugesti yang dapat dihadirkan ketika diperlukan..

D. Mekanisme
1. Identifikasi Pertanyaan
b. Analisa PICOT
P ( Problem and Patient ) :Pasien yang mengalami kecemasan
sebelum operasi
I ( Intervention ) : Pemberian relaksasi otot progresif
C ( Comparation ) : Tidak ada perbandingan
O (Outcame) : Penurunan tingkat kecemasan
T ( Time ) :Dilakukan selama 1 kali dalam sehari
pada 31 Desember 2019
c. Pertanyaan Klinis
Apakah relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi?

20
21
1. Ekstraksi Data dan Critical Appraisal

Sampel
No Penelitian (karakteristik,ukuran, Desain/seleksi responden Intervensi Hasil temuan/kesimpulan
setting)
1. Tori, R (2018) Sample dalam studi Jenis penelitian: Pre Intervensi Hasil uji statistik didapatkan nilai p
penelitian ini sebanyak eksperiment design yang value 0,000 dapat disimpulkan bahwa ada
Pengaruh Teknik 30 responden Rancangan penelitian: one dilakukan pengaruh terapi relaksasi otot progresif
Relaksasi Otot group pretest-postest design adalah terhadap tingkat kecemasan pada pasien
Progresif Teknik sampling: Purposive relaksasi otot pre operasi
Terhadap Kecemasan sampling progresif
Pada Pasien Pre Metode sampling:
Operasi non probability sampling

2. Mardiatus B (2018) Sample dalam studi Jenis penelitian: Quasi Intervensi Hasil uji statistik didapatkan nilai p
penelitian ini sebanyak eksperiment design yang value 0,000 berarti ada perbedaan yang
Pengaruh Progressive 15 responden Rancangan penelitian: One dilakukan bermakna setelah diberikan intervensi
Muscle Relaxation Group Pre Test Post Test adalah relaksasi otot progresif sebelum dan
Terhadap Tingkat Without Control Group relaksasi otot sesudah pemberian pada pasien pre
Kecemasan Pre Design progresif operasi
Operasi Di Rumah Metode sampling: non
Sakit Santa Elisabeth probability sampling
Medan Teknik sampling: Purposive
sampling

22
E. Manajemen
Penulis akan menjelaskan prosedur tindakan kepada responden kemudian
melakukan pemberian intervensi relaksasi otot progresif
1. Kiteria pasien
Inklusi
 Pasien yang bersedia menjadi responden
 Pasien yang mengalami kecemasan sebelum operasi
 Pasien Kooperatif
Eksklusi
 Pasien tidak kooperatif
 Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan intervensi relaksasi otot progresif yaitu mulai
tanggal 31 Desember 2019 – 02 Januari 2020
3. Teknik/Cara
Pasien dikaji tingkat kecemasan menggunakan kuisioner SAS,
kemudian diberikan relaksasi otot progresif selama ± 15 menit dan
dikaji ulang tingkat kecemasannya menggunakan kuisioner SAS .

23
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Rancangan penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dan rancangan
penelitian yang digunakan adalah pre test and post test without control group.
Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan intervensi relaksasi
otot progresif
B. Responden
Responden dalam penelitan ini yaitu pasien pre operasi yang mengalami
kecemasan yang dirawat diruang Cempaka di RSUD AWS Samarinda
C. Jenis Intervensi
Intervensi yang dilakukan yaitu relaksasi otot progresif untuk menurunkan
tingkat kecemasan
D. Tujuan
Tujuan dari intervensi yang dilakukan yaitu untuk mengetahui pengaruh
intervensi relaksasi otot progresif dalam menurunkan tingkat kecemasan
pasien pre operasi
E. Waktu
Waktu pelaksanaan dari intervensi yang diberikan dari tanggal 31 Desember
2019 sampai dengan 02 Januari 2020
F. Setting
Individu pasien Tn. X / Ny. X yang mengalami kecemasan pre operasi
G. Media/Alat Yang Digunakan
SOP Relaksasi Otot Progresif, dan lembar observasi untuk memonitor tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah intervensi diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Bagherpour, Tahereh. 2012. Effects Of Progressive Muscle Relaxation And


Internal Imagery On Competitive State Anxiety Inventory – 2r Among
Taekwondo Athletes (Online). (diakses pada www.Ipedr.Com , tanggal13

24
September 2017, Pukul19.00 Wib)

Baradero, M. et al. (2009). Prinsip & Praktik Keperawatan Perioperatif. Jakarta:


EGC

Bare G & Smelzer C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

Berry, W. R., Lipsitz, S.R., & Sc, D (2009). A Surgical Safety Checklist to Reduce
Morbidity and Mortality in a Global Population, 491-499. Retrieved
fromhttp://www.who.int/patientsafety/safesurgery/Surgical_Safety_Checklist
.pdf

Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama

Casey, A., & Benson, H. (2006). Menggunakan Respon Relaksasi Untuk


Menurunkan Tekanan Darah. alih bahasa Nirmala Dewi, Jakarta: PT. Bhuana
Ilmu Populer.

Dahlan, S.M. (2009). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika
Gemilang, Jingga. (2013). Manajemen Stres & Emosi. Yogyakarta: Mantra Books

Hidayat, A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika Indonesia Sehat. (2010). Pustaka Kesehatan Populer. Jakarta:
Ensiklopedia

Kunthi, D & Mauliku, N. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta


Lyndon, S. (2013). Panduan Praktik Keperawatan Klinis. Tangerang Selatan:
Karisma

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi kesehatan jantung. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI,
3.https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Mansjoer, Arif (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculpius

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif (Konsep, Proses, dan


Aplikasi). Jakarta: Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Potter & Perry. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, dan
Praktik). Jakarta: EGC

Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer (Teori, Praktik,

25
Hukum dalam Asuhan Keperawatan). Yogyakarta: Nuha Medika

Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan.Yogyakarta: Nuha


Medika

Sjamsuhidajat, R dan Jong W.D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Brunner and Suddarth (8th edition): editor, Suzanne. C.
Smeltzer, Brenda G. Bare; Ahli Bahasa, Agung Waluyo, dkk, editor
bahasa Indonesia, Monica Ester, Ellen Pangabean. Jakarta: EGC.
Smeltzer. 2010. Medical-Surgical Nursing Volume 1 Point 2, Twelfth Edition.
China : Wolters Kluwer Health
Stuart, G. W. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta


Simbolon, (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Pre Operasi Di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medanhttp://jurnal.stikeselisabethmedan.ac.id/index.php/elisabeth/issue/dow
nload/22/5 Diperoleh tanggal 26 Desember 2016.

Triwijaya, (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan


Tingkat Kecemasan Ibu Intrantal Kala I
http://download.portalgaruda.org/article.php?article Diperoleh tanggal 26
Desember 2016.

WHO (2009) WHO Guiledines for Safe Surgery 2009. Retrieved from
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/4418/978924159552_eng.pdf

LEMBAR OBSERVASI INTERVENSI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Jenis Tingkat Kecemasan


No Hari/Tanggal/Jam Inisial Usia
Kelamin
Pre Test Post Test

26
Samarinda, Desember 2019

Peneliti

Adhan Azhari Rauf

NIM. P07220419052

POLITEKNIK Standar Oprasional Prosedur (SOP)


KESEHATAN Terapi Relaksasi Otot Progresif

27
KEMENKES Definisi :
KALTIM Terapi relaksasi otot progresif
yaitu terapi dengan cara peregangan otot kemudian dilanjutkan dengan
relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau
sugesti

Tujuan :
a) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolik.
b) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien
sadar dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.
d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
f) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,
fobia ringan, gagap ringan, dan vii. Membangun emosi positif
dari emosi negatif.

Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang
Jl. Wolter
tenang dan sunyi.
Monginsidi No. 38 1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
Samarinda tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau
duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan
sepatu.
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat.

Prosedur :
1. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi.
c. Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat membedakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

28
2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
a. Tekuk kedua lengan ke belakang kearah kita pada peregalangan tangan sehingga otot di
tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang.

b. Jari-jari menghadap ke langit-langit.

3. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.


a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh kedua telinga.
b. Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di bahu punggung
atas, dan leher.

4. Gerakan 4 : ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti dahi, mata, rahang dan
mulut).
a. Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa kulitnya
keriput.
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-
otot yang mengendalikan gerakan mata.
5. Gerakan 5 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut. Bibir dimoncongkan
sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

6. Gerakan 6 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun belakang.
a. Gerakan diawali dengan meletakkan kedua tangan dibelakang leher
b. Letakkan kepala tegak lurus dengan badan
c. Tekan leher bagian belakang dengan menggunakan kedua tangan sambil mendorong
kepala kearah belakang sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

29
dan punggung atas.

7. Gerakan 7 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.


a. Gerakan membawa kepala ke muka.
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian
muka

8. Gerakan 8 : Ditujukan untuk melatih otot punggung


a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b. Letakkan tangan diperut dengan perut dikencangkan dan badan tegak lurus
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot menjadi lurus.

9. Gerakan 9 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.


a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak- banyaknya.
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada sampai
turun ke perut, kemudian dilepas.
c. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan relaks
10. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a. Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu dilepaskan bebas.
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.
11. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis).
a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
b. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

30
Evaluasi :
1. Evaluasi respon pasien :
a. Waktu pelaksanaan
b. Keadaan yang dirasakan setelah relaksasi
c. Nama perawat yang melaksanakan tindakan disertai tanda tangan.
 Evaluasi subjektif
 Evaluasi Objektif.
2. Tindak lanjut pasien.

3. Kontrak : topik / waktu / tempat


Sikap :
1. Sistematis.
2. Hati-hati.
3. Berkomunikasi.
4. Mandiri.
5. Teliti.
6. Tanggap terhadap respon klien.
7. Rapih.
8. Menjaga privacy.
Dokumentasi :
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan.
2. Mencatat Tekanan darah sebelum, dan setelah tindakan prosedur.
3. Mencatat hasil observasi klien selama dan setelah tindakan.

Kuisioner Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS)

31
Inisial Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

Berilah nilai pada jawaban yang paling tepat sesuai dengan keadaan anda atau apa
yang anda rasakan saat ini
 Tidak pernah sama sekali : 1

 Kadang-kadang saja mengalami demikian : 2

 Sering mengalami demikian : 3

 Selalu mengalami demikian setiap hari : 4

No Pertanyaan Jawaban

1 Saya merasa lebih gelisah atau gugup dan cemas dari biasanya
2 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
3 Saya merasa seakan tubuh saya berantakan atau hancur
4 Saya mudah marah, tersinggung atau panic
Saya selalu merasa kesulitan mengerjakan segala sesuatu atau merasa
5
sesuatu yang jelek akan terjadi
6 Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar
7 Saya sering terganggu oleh sakit kepala, nyeri leher atau nyeri otot
8 Saya merasa badan saya lemah dan mudah lelah
9 Saya tidak dapat istirahat atau duduk dengan tenang
10 Saya merasa jantung saya berdebar-debar dengan keras dan cepat
11 Saya sering mengalami pusing
12 Saya sering pingsan atau merasa seperti pingsan
13 Saya mudah sesak napas tersengal-sengal
14 Saya merasa kaku atau mati rasa dan kesemutan pada jari-jari saya
15 Saya merasa sakit perut atau gangguan pencernaan
16 Saya sering kencing daripada biasanya
17 Saya merasa tangan saya dingin dan sering basah oleh keringat
18 Wajah saya terasa panas dan kemerahan

32
19 Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam
20 Saya mengalami mimpi-mimpi buruk

33

Anda mungkin juga menyukai