Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruhan jaringan tubuh
adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan
gagal jantung biasanya terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti
kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung
(Setiani, 2014). Gagal jantung atau congestive heart failure juga merupakan suatu
keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan darah pada vena itu normal. Gagal jantung
menjadi penyakit yang terus meningkat terutama pada pasien dewasa penderita gagal
jantung dengan masalah penurunan curah jantung. Pada Congestive Heart Failure
(CHF) atau Gagal Jantung, terjadi ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran balik vena yang
adekuat (Dewi, 2012). Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana
pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk mencapai kebutuhan metabolisme
tubuh. Penurunan curah jantung ini disebabkan akibat adanya gangguan pada jantung
(Wilkinson & Ahern,2012).

American Heart Association (2016), mencatat 17,5 juta orang di dunia


meninggal akibat gangguan kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematian
kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Jumlah kejadian penyakit
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2012 adalah 136 per 100.000 orang, di negara-
negara Eropa seperti Italia terdapat 106 per 100.000 orang, Perancis 86 per 100.000.

1
Selanjutnya jumlah kejadian penyakit jantung di Asia seperti di China ditemukan
sebanyak 300 per 100.000 orang, Jepang 82 per 100.000 orang, sedangkan di Asia
Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian
tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak
347 per 100.000 orang 2 dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184
per 100.000 orang (AHA, 2016).

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20%


untuk usia = 40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal
jantung sel ama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal jantung meningkat dengan
bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5
tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan data Riskesdes tahun 2018, rata-rata gagal jantung
di Indonesia (1,5) persen. Data Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2017,
menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular terutama gagal jantung masuk ke dalam
daftar sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Provinsi
Bali pada tahun 2016, dengan jumlah total 1370 penderita (Dinas Kesehatan Provinsi
Bali, 2017). Sedangkan pada data Profil Kesehatan Provinsi tahun 2015, penyakit gagal
jantung tidak termasuk ke dalam daftar sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap
di Rumah Sakit Umum Provinsi Bali dan pada bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2019 terdapat 45 penderita yang mmenjalani rawat inap di RSUD Sanjiwani
Gianyar akibat penyakit Congestive Heart Failure (CHF).

Penyebab timbulnya gagal jantung Congestive Heart Failure (CHF) adalah


terjadi kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna
mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki,
paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) Udjianti
(2011).

2
Apabila jantung tidak dapat mencukupi jumlah darah yang dibutuhkan, maka
mekanisme kompensasi akan bekerja, sehingga jantung akan tetap dapat mencukupi
kebutuhan jaringan. Namun, apabila jantung harus melakukan pekerjaan pada keadaan-
keadaan yang lebih sulit, mekanisme kompensasi ini tidak cukup untuk
menanggulanginya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya gagal jantung (Naga, S.
2014). Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea, fatigue
dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita
CHF. Gagal jantung mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi
penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi
dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan
yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen
ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008; Wendy, 2010).

Penurunan curah jantung berdampak mengakibatkan kompensasi jantung gagal


mempertahankan perfusi jaringan pada penurunan kemampuan otot jantung dalam
pemenuhan kebutuhan tubuh dan jaringan, terjadi peningkatan pada sirkulasi paru
menyebabkan cairan didorong ke alveoli dan jaringan interstisium menyebabkan
dispnea, ortopnea dan batuk yang akan mengakibatkan gangguan pola nafas,
penurunan curah jantung juga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnya pembuangan sisa hati dan metabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan dapat menyebabkan lelah juga akibat dari meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk, akibatnya klien akan mengalami intoleransi aktivitas (Brunner & Sudadart,
2013).

Pada penderita jantung perlu penanganan konservatif yang meliputi usaha-


usaha untuk meningkatkan curah jantung, mencegah kegagalan jantung lebih lanjut
dengan cara pemberian terapi obat jantung, diuretik, dan lain-lain. Untuk tindakan non
farmakologi telah dilakukan seperti pertahankan catatan intake dan output yang akurat,
monitor vital sign, monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori, monitor

3
status nutrisi, monitor hasil Hb dan hematokrit (Setiani, 2014). Menangani masalah
pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan penurunan curah jantung menentukan
indikator yang akan dicapai dari nursing outcome classification (NOC) yaitu efektifan
pemompaan jantung dan status sirkulasi dalam penyakit gagal jantung. Intervensi yang
dapat dilakukan adalah mengevaluasi manajemen pola nafas, selalu memberitahukan
pasien untuk sesegera mungkin melakukan EKG agar bisa melihat apakah ada
perubahan ST, memonitor irama jantung dan denyut jantung. Berdasarkan data diatas
maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus Congestive Heart Failure (CHF)
sebagai tugas seminar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang penulis angkat adalah “
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan CHF ?”.

C. Tujuan
1. Tujuan umum :

Agar penulis mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien dengan


CHF secara komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang terbaik dalam
mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan CHF.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan CHF
b. Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan CHF.
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan CHF
d. Mampu menetukan intetervesi pada pasien dengan CHF
D. Manfaat
1. Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan CHF

4
2. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat
memberikan gambaran pengetahuan mengenai CHF.

3. Profesi Perawat
Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan
untuk praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan
penyuluhan tentang kesehatan mengenai CHF dan bahayanya.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar Penyakit Congestive Heart Failure (CHF)


A. Pengertian dariCongestive Heart Failure (CHF)
Congestive heart failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom
tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang
cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal.
Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu
penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat
kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika,
renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung merupakan suatu
keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi
kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012).

B. Etiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)


Penyebab terjadinya gagal jantung menurut Baradero (2008) dibagi atas dua
kelompok yaitu :
1. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti infark miokardium,
miokarditis, fibrosis miokardium, dan aneurisma ventrikular.
2. Gangguan yang mengakibatkan kelebihan beban ventrikel. Kelebihan beban
ventrikel dibagi atas :
a. Preload adalah volume darah ventrikel pada akhir diastole. Kontraksi
jantung menjadi kurang efektif apabila volume ventrikel sudah melampaui
batasnya. Meningkatnya preload dapat diakibatkan oleh regurgitasi aorta

6
atau mitral, terlalu cepat pemberian cairan infus terutama pada pasien
lansia dan anak kecil.
b. Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh (sistem sirkulasi). Meningkatnya
afterload dapat diakibatkan oleh stenosis aorta, stenosis
pulmonal,hipertensi sistemis, dan hipertensi pulmonal. Penyakit jantung
hipertensif adalah perubahan pada jantung.

C. Patofisiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)


Bila rservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespon terhadap stress
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian
juga pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan
gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan,
respon fisiologis tertentu pada penurunana curah jantung adalah penting. Semua respon
ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal.
Terdapat empat mekanisme respon primer terhadap gagal jantung meliputi:
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon.
3. Hipertrofi ventrikel.
4. Volume cairan berlebih.
Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hamper normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan
istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi
akan menjadi semakin kurang efektif.
Pathway (terlampir)

7
D. Manifestasi Klinis dari Congestive Heart Failure (CHF)
1. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adequat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena.
a. Edema Anasarka/Ascites
Ascites atau edema anasarka atau edema tubuh generalisata, meskipun
gejala dan tanda dan gejala penimbunan cairan pada aliran vena sistemik
secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, tetapi
manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi
yang dijelaskan disini awalnya ditandai bertam-bahnya berat badan, yang
jelas mencerminkan adanya rentensi natri-um dan air.
b. Edema Perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang inter-stisial.
Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung.
c. Anoreksia dan Nausea
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembe-saran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus.
d. Tekanan Vena Jugularis dan Vena Central
Tekanan vena jugularis terjadi karena adanya pembendungan. Teka-nan
vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika
jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. Meningkatnya CVP selama
inspirasi dikenal dengan tanda Kussmaul
e. Hepatomegali

8
Hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati terjadi karena
peregangan kapsula hati dan pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal mening-kat sehingga
cairan keluar terdorong rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan
ascites.
f. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi oleh karena
perfusi renal didukung oleh penderita pada saat berbaring. Nokturia
disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada wak-tu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu
istirahat.
2. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
a. Edema Paru
Edema paru di akibatkan karena bendungan sistemik sehingga aliran darah
ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa
ventrikel. Ini akan mengakibatkan curah jantung menurun sedangkan
tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat sehingga terjadi bendungan
vena pulmonalis dan terjadi udem paru.
b. Dispnea
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan yang terdapat di alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dipsnea disebabkan oleh pening-katan kerja
pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan
paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbul-kan dispnea.
Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, Dipsnea
saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.

9
c. Ortopneu
Ortopneu, yaitu dispnea saat berbaring terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah
sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vascular paru lebih lanjut.
d. Dispneu Nocturnal Paroksismal
Dispnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal Dypsnea,
PND)atau mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh timbulnya
edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik
dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dipsnea atau ortopnea.
e. Batuk
Batuk dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berba-
ring.Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah
ciri khas dari gagal jantung; ronkhi pada awalnya terdengar dibagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat
dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri. Batuk yang
berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering atau tidak produktif,
tetapi yang tersering adalah batuk basah, batuk yang menghasilkan sputum
berbusa.
f. Hemoptisis
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi
akibat distensi vena.
g. Kelelahan/Fatique
Mudah lelahterjadi akibat curah jantung yang kurang danmengham-bat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di
gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan
atau batuk.
h. Kegelisahan/Kecemasan

10
Kegelisahan dan kecemasanterjadi akibat gangguan oksigenasi jari-ngan,
stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik, kecemasan terjadi juga dispnu, yang pada
gilirannnya memperberat kecemasan.

F. Pemeriksaan Diagnostik dari Congestive Heart Failure (CHF)


1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diag-nostik
yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal
jantung.Sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi
jantung dan segera. Dengan adanya kombinasi M-Mode,ekokar-diografi 2D,dan
Doppler,maka pemeriksaan infasif lain tidak lagi di perlukan.
Gambaran yang paling sering di temukan pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik,kardiomiopati dilatasi,dan beberapa kelainan katup
adalah di latasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding
ventrikel.
2. Rontgen Toraks
Foto rontgen tiraks posterior - anterior dapat menunjukan adanya hipertensi
vena,edema paru,atau kadiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya
peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas
dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan infor-masi
yang berkaitan dengan penyebab,tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang
spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu di curigai bahwa hasil
diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagak jantung dapat di
temukan kelainan EKG seperti berikut ini :

11
- Left bundke branch block,kelainan segmen ST/T menunjukkan dis-fungsi
ventrikel kiri kronis.
- Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST
menunjukkan penyakit jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombamg T terbalik : menunjukkan stenosis
aorta danpenyakit jantung hipertensi.
- Aritmia
Deviasi aksis ke kanan,right bundle branc block dan hipertrofi ventrikel
kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

G. Penatalaksaan Medis dari Congestive Heart Failure (CHF)


Adapun terapi yang bisa diberikan, yaitu :
1. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jan-tung
yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengura-ngi
kebutuhan miokardium akan O2 dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh.
2. Terapi Nitrat dan Vasodilator Koroner
Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis sangat dianjurkan dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan
afterload - beban akhir) dengan adanya vasodilatasi perifer. Peningkatan curah
jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran
yang menunjukkan derajat kongesti vaskuler pulmonal dan beratnya gagal
ventrikel kiri) dan penurunan pada konsumsi oksigen miokardium.
3. Terapi Diuretik
Selain tirah baring,klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan
air serta pemberian diuretik baik oral atau parental. Tujuannya agar menurunkan
preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek antihipertensi

12
dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah.
Jika garam natrum di tahan,air juga akan tertahan dan tekanan darah akan
meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektolit-
elektolit lainnya,yaitu kalium,magnesium,klorida, dan bikarbo-nat. Diuretik
yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak
menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat
kalium.
4. Terapi Digitalis
Digitalis adalah salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200
dan hingga saat ini digitalis masih terus di gunakan dalam betuk yang telah
dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan
dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Withering dari Inggris
menggunakan digitalis untuk menyembuhkan “sakit bengkak“, yaitu edema pada
ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Di masa itu, Withering tidak
menyadari bahwa “sakit bengkak” tersebut merupakan akibat dari gagal jantung.
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis
bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang
dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan klien mengalami
mabuk,muntah,pandangan kacau,objek yang terlihat tampak hijau atau
kuning,klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak mampu
untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi urine meningkat,nadi
lambat hingga 35 denyut dalam 1 menit,keringat dingin,kekacauan
mental,sinkope,dan kematian.
Digitalis juga bersifat laksatif. Pada kegagalan jantung,digitalis di berikan
dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat,volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi
dan diekskresi,sehingga volume intravaskuler menurun.

13
5. Terapi Inotropik Positif
Dopamine merupakan salah satu obat inotropik positif - bisa juga di- pakai
untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan baradikardia saat
pemberian atropin pada dosis 5-10 mg/kg/menit tidak menghasilkan kerja yang
efektif.
Kerja dopamine bergantung pada dosis yang diberikan,pada dosis kecil (1-
2 mg/kg/menit),dopamine akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh
darah mensenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek
dopaminergik);pada dosis 2-10 mg/kg/menit,dopamine akan meningkatkan
curah jantung melalui peningkatan kontrak-tilitas jantung (efek beta) dan
meningkatkan tekanan darah melalui vasokon-triksi (efek alfa - adrenergic).
Penghentian pengobatan dopamine harus di lakukan secara bertahap,
penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang
berat.
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja
beta-1 adrenergik.efek beta-1 adalah meningkatkan kekutan kontraksi
miokardium (efek inotropik positf) dan meningkatkan denyut jantung ( efek
krontopik positif ).
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat,pemberian sedatif dapat mengurangi
kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering di gunakan adalah Pheno-barbital
15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan
member relaksasi pada klien.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Congestive Heart Failure
(CHF)
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer

14
a. Airway: Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena produksi sputum
pada gagal jantung kiri
b. Breathing:
Kongesti vaskuler pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea,orto-
pnea,dispnea noktural paroksismal,batuk,dan edema pulmonal akut.
- Dispnea,dikarakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal, dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara
cukup yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya
insomnia, gelisah, atau kelemahan yang disebabkanoleh dispnea.
- Ortopnea,ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispneaadalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Perawat harus
menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien belaka. Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa
ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur. Namun, perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila
klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur
dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, Kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
- Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal
baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam
karena mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal
paroksismal di perkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari
jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari
posisi terlentang. Pada siang hari,saat klien melakukan
aktivitas,tekanan hidrostatisk vena meningkat,khususnya pada

15
bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,peningkatan volume
cairan,dan peningkatan tonus sismpatetik.
- Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya kering dan batuk
pendek.gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronchial
dan berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
- Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal
akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler
(kurang lebih 30 mmHg).
c. Circulation:
1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada,keluhan
kelemahan fisik,dan adanya edema ekstremitas
2) Palpasi :Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya di temukan.
3) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup.
4) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjuk-kan
adanya hipertrofi (kardiomegali).
- Penuranan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vaskuler pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di
hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah,mudah
lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,defisit memori,atau

16
penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat
curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.
- Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri
yang dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung
ketiga dankeempat (S3 dan S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau
gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kon-traksi atrium
dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan
dengan tepat pada apeks jantung.
- Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan
sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa
jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa
meliputi kontraksi atrium prematur,takikardia atrium
paroksismal,dan denyut ventrikel prematur. Kapanpun abnormalitas
irama terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk menemukan
mekanisme dasar patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di
rencanakan dan diberikan dengan tepat
- Ditensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang
ventrikel,peningkatan volume,dan tekanan pada diastolik akhir
ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan
lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di
teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan
pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi
peningkatan vena jugularis dengan melihat pada vena-vena di leher
dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien diinstruksikan

17
untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala
di tempat tidur ditinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena-
vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya
beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar
antara 1-2 cm.
- Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan ber-kurangnya
perfusi ke organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ
nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusinya,maka manifestasi paling awal dari gagal
ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ
seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa
dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi
sianosis.
- Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.

2. Pengkajian Sekunder
1. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit gagal jantung
kongestif, yaitu : :
- Umur : Gagal jantung adalah penyakit sistem kardio-
vaskuler yang banyak terjadi pada orang dewasa.

18
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit gagal jan-tung.
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh ka-rena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan
tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
2) Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan
klien.
2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah saat
beraktivitas dan sesak nafas.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilaku-kan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kele-mahan
fisik klien secara PQRST.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan mena-nyakan
apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada,hipertensi,
iskemia miokardium, infark miokardium,diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh
klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.
Obat-obatan ini meliputi obat diuretik,nitrat,penghambat beta,serta
antihipertensi.catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu,alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
4) Riwayat keluarga

19
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami
oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung iskemik. Pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
5) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkunganya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan
pola hidup misalya minum alcohol atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok,sudah
berapa lama,berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut,data biografi juga
merupakan data yang perlu diketahui,yaitu dengan menanyakan
nama,umur,jenis kelamin,tempat tinggal, suku, dan agama yang
dianut oleh klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis,maka
pertanyaan yang di ajukanbukan pertanyaan terbuka tetapi
pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabanya adalah “ya”
dan “tidak” atau pertanyaan yang dapat di jawab dengan gerakan
tubuh,yaitu menganggnk atau menggelengkan kepala sehingga tidak
memerlukan energi yang besar.
6) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal,takut mati,perasaan ajal sudah dekat,marah pada
penyakit/perrawatan yag tak perlu,kuatir tentang keluarga,pekerjaan,
dan keuangan.kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak,menyangkal,cemas,kurang kontak
mata,gelisah,marah,perilaku menyerang,dan fokus pada diri sendiri.

20
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga,pekerjaan,kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan koping
dengan sresor yang ada,kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan,stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya
keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
7) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum,kesadaran klien gagal
jantung biasanya baik atau kompos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan perfusi sistem, saraf pusat.
- B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering di temu-kan
sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat.
Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis,menangis,merintih,meregang,dan menggeliat.
- B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu di hubungkan de-ngan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardio-genik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
- B5 (Bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses
ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga
abdomen,suatu kondisi yang di namakan asites. Pengumpulan
cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan

21
pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distress
pernapasan.
- Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi aki-bat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
- B6 (Bowel)
Edema
- Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah. Hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jari-ngan
dan penghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan
dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat di picu oleh
ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit atau anorek-sia.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan curah jantung
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
7. Kelebihan volume cairan
8. Nyeri akut
9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

22
10. Intoleransi aktivitas
11. Ansietas

C. INTERVENSI

No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
. keperawatan
1 Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak efektif 1. Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Respiratory status : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Airway patency 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
3. Aspiration Control 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Kriteria Hasil : 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
1. Mendemonstrasikan memfasilitasi suksion nasotrakeal
batuk efektif dan suara 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
nafas yang bersih, tidak 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
ada sianosis dan kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
dyspneu (mampu 8. Monitor status oksigen pasien
mengeluarkan sputum, 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
mampu bernafas dengan 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
mudah, tidak ada pursed menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
lips)
2. Menunjukkan jalan Airway Management
nafas yang paten (klien 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
tidak merasa tercekik, thrust bila perlu
irama nafas, frekuensi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernafasan dalam 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
rentang normal, tidak buatan
ada suara nafas 4. Pasang mayo bila perlu
abnormal) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengidentifikasikan dan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mencegah factor yang 8. Lakukan suction pada mayo
dapat menghambat jalan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

2 Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas - Respiratory status: Airway Management
Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu

23
- Respiratory status: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Airway patency 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
- Vital sign Status nafas buatan
Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemontrasika batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif dan suara nafas 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
yang bersih, tidak ada 7. Auskultasi suara nafas, catat bila ada suara tambahan
sianosi dan dyspnea (
mampu mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips )
2. Menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal tidak
ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan. )

3 Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas 1. Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange 1. Pasang mayo bila perlu
2. Respiratory Status : 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
ventilation 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
3. Vital Sign Status 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Kriteria Hasil : 5. Lakukan suction pada mayo
1. Mendemonstrasikan 6. Berika bronkodilator bial perlu
peningkatan ventilasi 7. Berikan pelembab udara
dan oksigenasi yang 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
adekuat keseimbangan.
2. Memelihara kebersihan 9. Monitor respirasi dan status O2
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress Respiratory Monitoring
pernafasan 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
3. Mendemonstrasikan respirasi
batuk efektif dan suara 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
nafas yang bersih, tidak otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
ada sianosis dan intercostals
dyspneu (mampu 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
mengeluarkan sputum,

24
mampu bernafas dengan 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
mudah, tidak ada pursed hiperventilasi, cheyne stokes, biot
lips) 5. Catat lokasi trakea
4. Tanda tanda vital dalam 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
rentang normal paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

4 Penurunan curah NOC : NIC :


jantung. 1. Cardiac Pump Cardiac Care
effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
2. Circulation Status 2. Catat adanya disritmia jantung
3. Vital Sign Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
Kriteria Hasil: 4. Monitor status kardiovaskuler
1. Tanda Vital dalam 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
rentang normal jantung
(Tekanan darah, Nadi, 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
respirasi) 7. Monitor balance cairan
2. Dapat mentoleransi 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
aktivitas, tidak ada 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
kelelahan antiaritmia
3. Tidak ada edema paru, 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
perifer, dan tidak ada kelelahan
asites 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
4. Tidak ada penurunan 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
kesadaran 13. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru

25
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

5 Ketidakefektifan NOC : NIC :


perfusi jaringan 1. Circulation status Peripheral Sensation Management
otak 2. Tissue Prefusion:
cerebral ( Manajemen sensasi perifer
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
1. Mendemontrasikan terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
status sirkulasi yang 2. Monitor adanya paretese
ditandai dengan : 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
2. Tekanan systole dan ada lsi atau laserasi
diastole dalam 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
rentang yang 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
diharapkan 6. Monitor kemampuan BAB
3. Tidak ada orto statik 7. Kolaborasi pemberian analgetik
hipertensi 8. Monitor adanya tromboplebitis
4. Tidak ada tanda – 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
tanda peningkatan
tekanan intracranial
( tidak lebih dari 15
mmHg )
5. Mendemonstrasikan
kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan :
6. Berkomunikasi
yang jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
7. Menunjukan
perhatian
konsentrasi dan
orientasi
8. Memproses
informasi
9. Membuat keputusan
dengan benar
10. Menunjukan fungsi
sensori motori

26
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter

6 Ketidakefektifan NOC : NIC :


perfusi jaringan
perifer 1.Circulation status Management (Manajemen sensasi perifer)
Tissue Prefusion : Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria Hasil : Monitor adanya paretese
a. mendemonstrasikan Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
status sirkulasi yang lsi atau laserasi
ditandai dengan : 1. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
Tekanan systole 2. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
dandiastole dalam 3. Monitor kemampuan BAB
rentang yang 4. Kolaborasi pemberian analgetik
diharapkan Tidak ada 5. Monitor adanya tromboplebitis
ortostatikhipertensi 6. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
b. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
c. menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

7 Kelebihan volume NOC NIC


cairan 1. Electrolit and acid base FLUID MANAGEMENT
balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Fluid Balance 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Hydration 3. Pasang urine kateter jika diperlukan

27
Kriteria Hasil 4. Monitor hasil hb yg sesuai dengan retensi cairan (BUN,
1. Terbebas dari edema, Hmt, osmolatis urin)
efusi, anasarka 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
2. Bunyi nafas bersih, tidak PAP, dan PCWP
ada dyspnea/ortopneu 6. Monitor vital sign
3. Terbebas dari distensi 7. Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracles,
vena jugularis, reflek CVP, edema, distensi vena leher, asites)
hepatojugular (+) 8. Kaji lokasi dan luas edema
4. Memelihara tekanan vena 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
sentral, tekanan kapiler kalori
paru, output jantung dan 10. Monitor status nutrisi
vital sign dalam batas 11. Kolaborasi pemberian diuretic sesuai intruksi
normal 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremi
5. Terbebas dari kelelahan, dilusi dengan serum Na <130 mEq/l
kecemasan atau 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
kebingungan memburuk
6. Menjelaskan indicator FLUID MONITORING
kelebihan cairan 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidkaseimbangan cairan (hipertermia, terpai
deuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaphoresis,
disfungsi hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatic dan perubahan
irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik invasive
9. Catat secara akurat intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, ronchi, edeme perifer
dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari edema

8 Nyeri akut NOC : NIC :


1. Pain Level Pain Management
2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
3. Comfort level lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
mampu menggunakan pengalaman nyeri pasien
tehnik nonfarmakologi 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri, 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mencari bantuan)

28
2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
berkurang dengan ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
menggunakan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
manajemen nyeri menemukan dukungan
3. Mampu mengenali nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
frekuensi dan tanda 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri) 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
4. Menyatakan rasa nyaman farmakologi dan inter personal)
setelah nyeri berkurang 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Tanda vital dalam 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
rentang normal 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

9 Ketidakseimbanga NOC : NIC :


n nutrisi kurang
dari kebutuhan Nutritional Status : food and Nutrition Management
tubuh Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
1. Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
berat badan sesuai 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
kebutuhan nutrisi untuk mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda tanda 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
malnutrisi dengan ahli gizi)
5. Tidak terjadi penurunan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
berat badan yang berarti harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan

29
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
10 Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Energy Conservation Energy Management
berhubungan 2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
dengan kelemahan Kriteria Hasil : aktivitas
1. Berpartisipasi dalam 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
aktivitas fisik tanpa keterbatasan
disertai peningkatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
tekanan darah, nadi dan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
RR 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
2. Mampu melakukan secara berlebihan
aktivitas sehari hari 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(ADLs) secara mandiri 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, dll
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu
luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

30
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

11 Ansietas NOC : NIC :


Anxiety self control Penurunan kecemasan
Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
Coping 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Kriteria hasil 3. Temani pasien untuk memberi keamanan
1. Klien mampu 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
mengidentifikasida
n mengungkapkan
gejala cemas
2. Menunjukan teknik
mengontrol cemas
3. Vital sign dalam
batas normal
4. Ekspresi tubuh
menunjukan
kurangnya rasa
cemas

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
dintentukan.
E. EVALUASI
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.

31
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
NOC :
 Respiratory status : Ventilation
 Respiratory status : Airway patency
 Aspiration Control
2) Ketidakefektifan pola nafas
NOC :
 Respiratory status: Ventilation
 Respiratory status: Airway patency
3) Gangguan pertukaran gas
NOC :
 Respiratory Status : Gas exchange
 Respiratory Status : ventilation
 Vital Sign Status

4) Penurunan curah jantung.


NOC :
 Cardiac Pump effectiveness
 Circulation Status
 Vital Sign Status
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
NOC :
 Circulation status
 Tissue Prefusion: cerebral
6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC :

32
 Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
7) Kelebihan volume cairan
NOC
 Electrolit and acid base balance
 Fluid Balance
 Hydration
8) Nyeri akut
NOC :
 Pain Level
 Pain control
 Comfort level
9) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC :
 Nutritional Status : food and Fluid Intake

10) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


NOC :
 Energy Conservation
 Self Care : ADLs
11) Ansietas
NOC :
 Anxiety self control
 Anxiety level
 Coping

33
34

Anda mungkin juga menyukai