PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruhan jaringan tubuh
adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan
gagal jantung biasanya terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti
kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung
(Setiani, 2014). Gagal jantung atau congestive heart failure juga merupakan suatu
keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan darah pada vena itu normal. Gagal jantung
menjadi penyakit yang terus meningkat terutama pada pasien dewasa penderita gagal
jantung dengan masalah penurunan curah jantung. Pada Congestive Heart Failure
(CHF) atau Gagal Jantung, terjadi ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran balik vena yang
adekuat (Dewi, 2012). Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana
pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk mencapai kebutuhan metabolisme
tubuh. Penurunan curah jantung ini disebabkan akibat adanya gangguan pada jantung
(Wilkinson & Ahern,2012).
1
Selanjutnya jumlah kejadian penyakit jantung di Asia seperti di China ditemukan
sebanyak 300 per 100.000 orang, Jepang 82 per 100.000 orang, sedangkan di Asia
Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian
tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak
347 per 100.000 orang 2 dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184
per 100.000 orang (AHA, 2016).
2
Apabila jantung tidak dapat mencukupi jumlah darah yang dibutuhkan, maka
mekanisme kompensasi akan bekerja, sehingga jantung akan tetap dapat mencukupi
kebutuhan jaringan. Namun, apabila jantung harus melakukan pekerjaan pada keadaan-
keadaan yang lebih sulit, mekanisme kompensasi ini tidak cukup untuk
menanggulanginya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya gagal jantung (Naga, S.
2014). Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea, fatigue
dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita
CHF. Gagal jantung mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi
penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi
dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan
yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen
ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008; Wendy, 2010).
3
status nutrisi, monitor hasil Hb dan hematokrit (Setiani, 2014). Menangani masalah
pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan penurunan curah jantung menentukan
indikator yang akan dicapai dari nursing outcome classification (NOC) yaitu efektifan
pemompaan jantung dan status sirkulasi dalam penyakit gagal jantung. Intervensi yang
dapat dilakukan adalah mengevaluasi manajemen pola nafas, selalu memberitahukan
pasien untuk sesegera mungkin melakukan EKG agar bisa melihat apakah ada
perubahan ST, memonitor irama jantung dan denyut jantung. Berdasarkan data diatas
maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus Congestive Heart Failure (CHF)
sebagai tugas seminar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang penulis angkat adalah “
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan CHF ?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum :
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan CHF
b. Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan CHF.
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan CHF
d. Mampu menetukan intetervesi pada pasien dengan CHF
D. Manfaat
1. Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan CHF
4
2. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat
memberikan gambaran pengetahuan mengenai CHF.
3. Profesi Perawat
Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan
untuk praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan
penyuluhan tentang kesehatan mengenai CHF dan bahayanya.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
atau mitral, terlalu cepat pemberian cairan infus terutama pada pasien
lansia dan anak kecil.
b. Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh (sistem sirkulasi). Meningkatnya
afterload dapat diakibatkan oleh stenosis aorta, stenosis
pulmonal,hipertensi sistemis, dan hipertensi pulmonal. Penyakit jantung
hipertensif adalah perubahan pada jantung.
7
D. Manifestasi Klinis dari Congestive Heart Failure (CHF)
1. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adequat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena.
a. Edema Anasarka/Ascites
Ascites atau edema anasarka atau edema tubuh generalisata, meskipun
gejala dan tanda dan gejala penimbunan cairan pada aliran vena sistemik
secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, tetapi
manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi
yang dijelaskan disini awalnya ditandai bertam-bahnya berat badan, yang
jelas mencerminkan adanya rentensi natri-um dan air.
b. Edema Perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang inter-stisial.
Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung.
c. Anoreksia dan Nausea
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembe-saran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus.
d. Tekanan Vena Jugularis dan Vena Central
Tekanan vena jugularis terjadi karena adanya pembendungan. Teka-nan
vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika
jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. Meningkatnya CVP selama
inspirasi dikenal dengan tanda Kussmaul
e. Hepatomegali
8
Hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati terjadi karena
peregangan kapsula hati dan pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal mening-kat sehingga
cairan keluar terdorong rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan
ascites.
f. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi oleh karena
perfusi renal didukung oleh penderita pada saat berbaring. Nokturia
disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada wak-tu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu
istirahat.
2. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
a. Edema Paru
Edema paru di akibatkan karena bendungan sistemik sehingga aliran darah
ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa
ventrikel. Ini akan mengakibatkan curah jantung menurun sedangkan
tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat sehingga terjadi bendungan
vena pulmonalis dan terjadi udem paru.
b. Dispnea
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan yang terdapat di alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dipsnea disebabkan oleh pening-katan kerja
pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan
paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbul-kan dispnea.
Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, Dipsnea
saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.
9
c. Ortopneu
Ortopneu, yaitu dispnea saat berbaring terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah
sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vascular paru lebih lanjut.
d. Dispneu Nocturnal Paroksismal
Dispnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal Dypsnea,
PND)atau mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh timbulnya
edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik
dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dipsnea atau ortopnea.
e. Batuk
Batuk dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berba-
ring.Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah
ciri khas dari gagal jantung; ronkhi pada awalnya terdengar dibagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat
dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri. Batuk yang
berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering atau tidak produktif,
tetapi yang tersering adalah batuk basah, batuk yang menghasilkan sputum
berbusa.
f. Hemoptisis
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi
akibat distensi vena.
g. Kelelahan/Fatique
Mudah lelahterjadi akibat curah jantung yang kurang danmengham-bat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di
gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan
atau batuk.
h. Kegelisahan/Kecemasan
10
Kegelisahan dan kecemasanterjadi akibat gangguan oksigenasi jari-ngan,
stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik, kecemasan terjadi juga dispnu, yang pada
gilirannnya memperberat kecemasan.
11
- Left bundke branch block,kelainan segmen ST/T menunjukkan dis-fungsi
ventrikel kiri kronis.
- Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST
menunjukkan penyakit jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombamg T terbalik : menunjukkan stenosis
aorta danpenyakit jantung hipertensi.
- Aritmia
Deviasi aksis ke kanan,right bundle branc block dan hipertrofi ventrikel
kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.
12
dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah.
Jika garam natrum di tahan,air juga akan tertahan dan tekanan darah akan
meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektolit-
elektolit lainnya,yaitu kalium,magnesium,klorida, dan bikarbo-nat. Diuretik
yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak
menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat
kalium.
4. Terapi Digitalis
Digitalis adalah salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200
dan hingga saat ini digitalis masih terus di gunakan dalam betuk yang telah
dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan
dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Withering dari Inggris
menggunakan digitalis untuk menyembuhkan “sakit bengkak“, yaitu edema pada
ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Di masa itu, Withering tidak
menyadari bahwa “sakit bengkak” tersebut merupakan akibat dari gagal jantung.
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis
bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang
dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan klien mengalami
mabuk,muntah,pandangan kacau,objek yang terlihat tampak hijau atau
kuning,klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak mampu
untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi urine meningkat,nadi
lambat hingga 35 denyut dalam 1 menit,keringat dingin,kekacauan
mental,sinkope,dan kematian.
Digitalis juga bersifat laksatif. Pada kegagalan jantung,digitalis di berikan
dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat,volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi
dan diekskresi,sehingga volume intravaskuler menurun.
13
5. Terapi Inotropik Positif
Dopamine merupakan salah satu obat inotropik positif - bisa juga di- pakai
untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan baradikardia saat
pemberian atropin pada dosis 5-10 mg/kg/menit tidak menghasilkan kerja yang
efektif.
Kerja dopamine bergantung pada dosis yang diberikan,pada dosis kecil (1-
2 mg/kg/menit),dopamine akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh
darah mensenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek
dopaminergik);pada dosis 2-10 mg/kg/menit,dopamine akan meningkatkan
curah jantung melalui peningkatan kontrak-tilitas jantung (efek beta) dan
meningkatkan tekanan darah melalui vasokon-triksi (efek alfa - adrenergic).
Penghentian pengobatan dopamine harus di lakukan secara bertahap,
penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang
berat.
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja
beta-1 adrenergik.efek beta-1 adalah meningkatkan kekutan kontraksi
miokardium (efek inotropik positf) dan meningkatkan denyut jantung ( efek
krontopik positif ).
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat,pemberian sedatif dapat mengurangi
kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering di gunakan adalah Pheno-barbital
15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan
member relaksasi pada klien.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Congestive Heart Failure
(CHF)
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
14
a. Airway: Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena produksi sputum
pada gagal jantung kiri
b. Breathing:
Kongesti vaskuler pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea,orto-
pnea,dispnea noktural paroksismal,batuk,dan edema pulmonal akut.
- Dispnea,dikarakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal, dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara
cukup yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya
insomnia, gelisah, atau kelemahan yang disebabkanoleh dispnea.
- Ortopnea,ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispneaadalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Perawat harus
menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien belaka. Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa
ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur. Namun, perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila
klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur
dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, Kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
- Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal
baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam
karena mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal
paroksismal di perkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari
jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari
posisi terlentang. Pada siang hari,saat klien melakukan
aktivitas,tekanan hidrostatisk vena meningkat,khususnya pada
15
bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,peningkatan volume
cairan,dan peningkatan tonus sismpatetik.
- Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya kering dan batuk
pendek.gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronchial
dan berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
- Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal
akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler
(kurang lebih 30 mmHg).
c. Circulation:
1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada,keluhan
kelemahan fisik,dan adanya edema ekstremitas
2) Palpasi :Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya di temukan.
3) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup.
4) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjuk-kan
adanya hipertrofi (kardiomegali).
- Penuranan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vaskuler pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di
hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah,mudah
lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,defisit memori,atau
16
penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat
curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.
- Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri
yang dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung
ketiga dankeempat (S3 dan S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau
gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kon-traksi atrium
dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan
dengan tepat pada apeks jantung.
- Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan
sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa
jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa
meliputi kontraksi atrium prematur,takikardia atrium
paroksismal,dan denyut ventrikel prematur. Kapanpun abnormalitas
irama terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk menemukan
mekanisme dasar patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di
rencanakan dan diberikan dengan tepat
- Ditensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang
ventrikel,peningkatan volume,dan tekanan pada diastolik akhir
ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan
lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di
teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan
pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi
peningkatan vena jugularis dengan melihat pada vena-vena di leher
dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien diinstruksikan
17
untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala
di tempat tidur ditinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena-
vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya
beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar
antara 1-2 cm.
- Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan ber-kurangnya
perfusi ke organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ
nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusinya,maka manifestasi paling awal dari gagal
ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ
seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa
dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi
sianosis.
- Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
2. Pengkajian Sekunder
1. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit gagal jantung
kongestif, yaitu : :
- Umur : Gagal jantung adalah penyakit sistem kardio-
vaskuler yang banyak terjadi pada orang dewasa.
18
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit gagal jan-tung.
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh ka-rena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan
tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
2) Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan
klien.
2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah saat
beraktivitas dan sesak nafas.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilaku-kan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kele-mahan
fisik klien secara PQRST.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan mena-nyakan
apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada,hipertensi,
iskemia miokardium, infark miokardium,diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh
klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.
Obat-obatan ini meliputi obat diuretik,nitrat,penghambat beta,serta
antihipertensi.catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu,alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
4) Riwayat keluarga
19
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami
oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung iskemik. Pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
5) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkunganya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan
pola hidup misalya minum alcohol atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok,sudah
berapa lama,berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut,data biografi juga
merupakan data yang perlu diketahui,yaitu dengan menanyakan
nama,umur,jenis kelamin,tempat tinggal, suku, dan agama yang
dianut oleh klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis,maka
pertanyaan yang di ajukanbukan pertanyaan terbuka tetapi
pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabanya adalah “ya”
dan “tidak” atau pertanyaan yang dapat di jawab dengan gerakan
tubuh,yaitu menganggnk atau menggelengkan kepala sehingga tidak
memerlukan energi yang besar.
6) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal,takut mati,perasaan ajal sudah dekat,marah pada
penyakit/perrawatan yag tak perlu,kuatir tentang keluarga,pekerjaan,
dan keuangan.kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak,menyangkal,cemas,kurang kontak
mata,gelisah,marah,perilaku menyerang,dan fokus pada diri sendiri.
20
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga,pekerjaan,kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan koping
dengan sresor yang ada,kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan,stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya
keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
7) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum,kesadaran klien gagal
jantung biasanya baik atau kompos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan perfusi sistem, saraf pusat.
- B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering di temu-kan
sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat.
Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis,menangis,merintih,meregang,dan menggeliat.
- B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu di hubungkan de-ngan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardio-genik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
- B5 (Bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses
ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga
abdomen,suatu kondisi yang di namakan asites. Pengumpulan
cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan
21
pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distress
pernapasan.
- Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi aki-bat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
- B6 (Bowel)
Edema
- Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah. Hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jari-ngan
dan penghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan
dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat di picu oleh
ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit atau anorek-sia.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan curah jantung
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
7. Kelebihan volume cairan
8. Nyeri akut
9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
22
10. Intoleransi aktivitas
11. Ansietas
C. INTERVENSI
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
. keperawatan
1 Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak efektif 1. Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Respiratory status : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Airway patency 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
3. Aspiration Control 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Kriteria Hasil : 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
1. Mendemonstrasikan memfasilitasi suksion nasotrakeal
batuk efektif dan suara 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
nafas yang bersih, tidak 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
ada sianosis dan kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
dyspneu (mampu 8. Monitor status oksigen pasien
mengeluarkan sputum, 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
mampu bernafas dengan 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
mudah, tidak ada pursed menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
lips)
2. Menunjukkan jalan Airway Management
nafas yang paten (klien 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
tidak merasa tercekik, thrust bila perlu
irama nafas, frekuensi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernafasan dalam 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
rentang normal, tidak buatan
ada suara nafas 4. Pasang mayo bila perlu
abnormal) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengidentifikasikan dan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mencegah factor yang 8. Lakukan suction pada mayo
dapat menghambat jalan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
23
- Respiratory status: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Airway patency 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
- Vital sign Status nafas buatan
Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemontrasika batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif dan suara nafas 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
yang bersih, tidak ada 7. Auskultasi suara nafas, catat bila ada suara tambahan
sianosi dan dyspnea (
mampu mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips )
2. Menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal tidak
ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan. )
24
mampu bernafas dengan 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
mudah, tidak ada pursed hiperventilasi, cheyne stokes, biot
lips) 5. Catat lokasi trakea
4. Tanda tanda vital dalam 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
rentang normal paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
25
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
26
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter
27
Kriteria Hasil 4. Monitor hasil hb yg sesuai dengan retensi cairan (BUN,
1. Terbebas dari edema, Hmt, osmolatis urin)
efusi, anasarka 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
2. Bunyi nafas bersih, tidak PAP, dan PCWP
ada dyspnea/ortopneu 6. Monitor vital sign
3. Terbebas dari distensi 7. Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracles,
vena jugularis, reflek CVP, edema, distensi vena leher, asites)
hepatojugular (+) 8. Kaji lokasi dan luas edema
4. Memelihara tekanan vena 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
sentral, tekanan kapiler kalori
paru, output jantung dan 10. Monitor status nutrisi
vital sign dalam batas 11. Kolaborasi pemberian diuretic sesuai intruksi
normal 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremi
5. Terbebas dari kelelahan, dilusi dengan serum Na <130 mEq/l
kecemasan atau 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
kebingungan memburuk
6. Menjelaskan indicator FLUID MONITORING
kelebihan cairan 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidkaseimbangan cairan (hipertermia, terpai
deuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaphoresis,
disfungsi hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatic dan perubahan
irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik invasive
9. Catat secara akurat intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, ronchi, edeme perifer
dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari edema
28
2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
berkurang dengan ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
menggunakan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
manajemen nyeri menemukan dukungan
3. Mampu mengenali nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
frekuensi dan tanda 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri) 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
4. Menyatakan rasa nyaman farmakologi dan inter personal)
setelah nyeri berkurang 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Tanda vital dalam 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
rentang normal 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
29
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
10 Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Energy Conservation Energy Management
berhubungan 2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
dengan kelemahan Kriteria Hasil : aktivitas
1. Berpartisipasi dalam 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
aktivitas fisik tanpa keterbatasan
disertai peningkatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
tekanan darah, nadi dan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
RR 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
2. Mampu melakukan secara berlebihan
aktivitas sehari hari 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(ADLs) secara mandiri 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, dll
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu
luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
30
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
dintentukan.
E. EVALUASI
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.
31
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control
2) Ketidakefektifan pola nafas
NOC :
Respiratory status: Ventilation
Respiratory status: Airway patency
3) Gangguan pertukaran gas
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
32
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
7) Kelebihan volume cairan
NOC
Electrolit and acid base balance
Fluid Balance
Hydration
8) Nyeri akut
NOC :
Pain Level
Pain control
Comfort level
9) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
33
34