Anda di halaman 1dari 30

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrosefalus
2.1.1 Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan
serebrospinal (CSS) yang berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan
serebrospinal merupakan cairan yang steril yang diproduksi oleh pleksus
Choroideus di dalam ventrikel. Cairan serebrospinal yang berlebihan
terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara jumlah yang diproduksi
dengan laju absorpsi.2

2.1.2 Etiologi
Hidrosefalus dapat terjadi karena fanguan sirkulasi likuor di dalam
system ventrikel atau karena produksi likuor yang berlebihan.
Hidrosefalus obstruktif atau nonkomunikasns terjadi bila sirkulasi likuor
otak terganggu, kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus Sylvius,
atresia foramen Magendi dan Luscka, malformasi vascular, atau tumor
baaan agak jarang menyebabkan hidrosefalus. Hidrosefalus komunikans
yang terjadi karena produksi berlebihan atau gangguan penyerapan juga
jarang ditemukan.2
Stenosis akuaduktus Sylvius pada bayi dan anak yang berumur
kurang dari dua tahun dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine berupa
meningeoensefalitis virus atau bakteri, anoksia dan perdarahan intracranial
akbat cedera parietal.2

2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar cairan serebrospinl diproduksi oleh pleksus
koroideus di dalam ventrukular otak dan mengalir melalui foramen Monro
ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktur Sylvius ke ventrikel IV.
4

Kemudian likuor mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke


sisterna dan rongga subarachnoid di bagian kranial maupun spinal.
Penyerapan dengan system vena seperti sinus venosus serebral.2

2.1.4 Gejala Klinis


Gambaran klinis pada permulan adalah pembesaran tengkorak
yang disusul oleh gangguan neurologic akibat tekanan likuor yang
meningkat yang menyebabkan hipotrifi otak. Pada bayi yang sutura nya
masih terbuka, akan terlihat ligkar kepala fronto-oksipital yang membesar,
sutura yang merenggang dengan fontanel cembung dan tagang. Vena kukit
kepala sering terlihat menonjol. Kelainan neurologik berupa mata yang
selalu mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motorik, dan
gangguan penglihtan akibat atrofi atau hipotrofi saraf penglihatan.2

2.1.5 Diagnosis
Pengukuran kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi
merupakan tindakan terpenting untuk diagnosis dini. Pertumbuhan kepala
normal paling cepat terjadi pada tiga bulan pertama. Lingkar kepala akan
bertambah kira-kira 2 cm setiap bulannya. Pada tiga bulan berikutnya,
penambahan akan berlangsung lebih lambat.2
 Pada foto rontgen polos kepala dari lateral, tampak kepala yang
membesar dengan disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis,
dan sutura melebar.
 Pada CT-scan kepala dapat terlihat jelas dilatasi pada seluruh
system ventrikel otak.
 Pemeriksaan cairan cerebrospinal dengan pungsi ventrikel melalui
fontanel mayor dapat menunjukkan tanda peradangan dan
perdarahan yang baru atau lama. Pungsi juga dilakukan untuk
mengetahui tekanan ventrikel.
5

 USG pada kepala juga dapat dilakukan melalui fontanel yang tetap
terbuka lebar sehingga dapat ditentukan adanya pelebaran
ventrikel, atau perdarahan dalam ventrikel.

2.1.6 Tatalaksana
Pengobatan kausal hanya mungkin dilakukan bila hidrosefalus
disebabkan oleh adanya sumbatan seperti pada tumor kistik yang
menyumbat system ventrikel atau perdarahan dalam ventrikel.2
Pengobatan hidrosefalus dapat melalui terapi medikamentosa dan
terapi pembedahan. Terapi medikamentosa digunakan hanya untuk
sementara selama menunggu intervensi bedah. Terapi ini tidak efektif
untuk terapi jangka panjang pada hidrosefalus kronik karena dapat
mengganggu metabolisme. Terapi konservatif berupa medikamentosa
bertujuan untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100
mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan
sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko
menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi
pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk
dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.2
Sedangkan pembedahan merupakan terapi definitif hidrosefalus
“gold standar” yaitu pemasangan VP shunting menggunakan kateter
silikon dipasang dari ventrikel otak ke peritonium. Kateter dilengkapi
katup pengatur tekanan dan mengalirkan CSS satu arah yang kemudian
diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah. VP shunt digunakan
untuk meringankan atau mencegah komplikasi ini pada pasien
hidrosefalus. Ia bekerja berdasarkan prinsip untuk mengalirkan kelebihan
cairan serebrospinal (CSF) yang terakumulasi ke dalam rongga peritoneum
sehingga mengurangi tekanan CSF di otak. Pemasangan VP shunt dapat
dilakukan pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi
dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal
dengan drainase likuor eksternal. Keberhasilan operasi VP shunt
6

dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dimodifikasi untuk memastikan


hasil yang lebih baik. Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu
infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini
menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu
24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan
kematian.2,3

2.2 Anestesi Pada Anak


Neonatus (0–1 bulan), bayi (1–12 bulan), balita (12-24 bulan), dan
anak kecil (2-12 tahun) memiliki perbedaan persyaratan anestesi. Anestesi
yang aman membutuhkan perhatian fisiologis, karakteristik anatomi, dan
farmakologis masing-masing kelompok. Risiko umumnya berbanding
terbalik dengan usia, dan bayi berisiko lebih besar morbiditas dan
mortalitas anestesi dibandingkan anak yang lebih tua. Selain itu, anak
rentan terhadap penyakit yang membutuhkan pembedahan dan anestesi
yang khusus.
Karakteristik neonatus dan bayi yang membedakan mereka dari
pasien dewasa dapat dilihat dari perbedaan fisiologis, anatomis dan
farmakologis.1
A. Fisiologis
- Output jantung tergantung dengan denyut jantung
- Detak jantung meningkat
- Tekanan darah lebih rendah
- Pernapasan meningkat
- Metabolisme meningkat
- Kontraksi dinding dada meningkat
- Berkurangnya kapasitas residual fungsional
- Peningkatan rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan
- Kadar air total tubuh meningkat
7

B. Anatomis
- Ventrikel kiri yang masih lambat
- Sisa sirkulasi janin
- Kanulasi vena dan arteri yang sulit
- Kepala dan lidah yang relatif lebih besar
- Bagian hidung yang lebih sempit
- Laring anterior dan cephalad epiglotis yang relatif lebih panjang
- Trakea dan leher yang lebih pendek
- Adenoid dan amandel yang lebih menonjol
- Otot interkostal dan diafragma yang lebih lemah
- Lebih tahan terhadap aliran udara

C. Farmakologis
- Biotransformasi hepar yang belum matang
- Mengurangi protein darah untuk pengikatan obat
- Peningkatan konsentrasi alveolar minimum
- Volume distribusi yang relatif lebih besar untuk obat yang larut
dalam air
- Persimpangan neuromuskuler yang belum matang

2.2.1. FISIOLOGI PEDIATRIK


A. Sistem Pernapasan
Dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa, neonatus dan
bayi memiliki lebih lemah otot interkostal dan diafragma lemah (karena
kekurangan serat tipe I) dan ventilasi kurang efisien, tulang rusuk lebih
horizontal dan lentur, dan menonjol perut. Alveoli sepenuhnya matang pada
sekitar 8 tahun. tingkat pernapasan meningkat pada neonatus dan secara
bertahap jatuh ke nilai-nilai dewasa oleh remaja. Pasang surut volume dan
ruang mati per kilogram hampir konstan selama pengembangan. Kehadiran
lebih sedikit, saluran udara yang lebih kecil menghasilkan peningkatan
resistensi saluran napas. Pernafasan meningkat dan otot-otot pernapasan
8

mudah lelah. Neonatus dan bayi memiliki alveoli lebih sedikit dan lebih
kecil, sebaliknya, tulang rusuk tulang rawan mereka membuat dinding dada
mereka sangat patuh. Kombinasi kedua karakteristik ini mendorong
kelemahan dinding dada selama inspirasi dan volume paru residual yang
relatif rendah. Hal itu mengakibatkan penurunan kapasitas residu fungsional
(FRC) membatasi cadangan oksigen selama periode apnea (misalnya, upaya
intubasi) dan predisposisi neonatus dan bayi mengalami atelektasis dan
hipoksemia.
Konsumsi oksigen neonatus dan bayi, 6 sampai 8 mL/kg/menit
dibandingkan 3 sampai 4 mL/kg/menit pada orang dewasa. Berbeda dengan
orang dewasa, hipoksia dan hiperkapnia dapat menekan pernapasan pada
pasien ini. Bayi baru lahir dan bayi, dibandingkan dengan anak-anak yang
lebih besar dan orang dewasa, kepala dan lidah secara proporsional lebih
besar, saluran hidung lebih sempit, anterior dan cephalad larynx (glotis pada
tingkat vertebra C4 versus C6 pada orang dewasa), epiglotis yang lebih
panjang, dan trakea dan leher yang lebih pendek. Tulang rawan krikoid
adalah titik tersempit dari jalan napas anak-anak di bawah 5 tahun; pada
orang dewasa, titik tersempit adalah glottis (pita suara). Satu milimeter
edema mukosa akan menghasilkan yang lebih besar penurunan luas
penampang trakea dan aliran gas pada anak-anak karena mereka diameter
trakea yang lebih kecil.1
9

Gambar 2.1. Perbandingan anatomi jalan napas pada pediatric dan dewasa

Tabel 2.1. Perbedaan fisiologi pernapasan pada anak dan dewasa1


Variable Anak-anak Dewasa
Frekuensi pernafasan 30-50 12-16
Volume tidal (ml/kg) 6-8 7
Dead space (ml/kg) 2-2,5 2,2
Alveolar ventilation 100-150 60
FRC 27-30 30
Konsumsi oksigen 6-8 3

B. Sistem Kardiovaskular1
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat
kontraktil yang sedikit, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap
lebih tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi
(anak-anak : 200 ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min), Cardiac output
ditentukan dari kadar volume kuncup dan detak jantung, karena
kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah pada anak-anak maka kompensasi
dicapai melalui peningkatan detak jantung. Karena detak jantung yang
10

tinggi pada anak-anak maka pada saat induksi anestesi dapat terjadi
ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah aritmia jantung yang dapat diatasi
dengan memperdalam anestesi.1
Di sisi lain anak-anak rentan terhadap peningkatan tonus
parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hypoxia ataupun stimulus
menyakitkan seperti pemasangan laryngoskopi ataupun intubasi, hal
tersebut dapat menurunkan cardiac output secara dramatis, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian atropine, sedangkan bradycardia yang dicetus
oleh hypoxia dapat diatasi dengan pemberian oksigen dan ventilasi yang
baik.1
Tabel 2.2 Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak
Usia Laju nadi Tekanan Tekanan
sistolik diastolik
Preterm (1000g) 130-150 45 25
Newborn 110-150 60-75 27
6 bulan 80-150 95 45
2 tahun 85-125 95 50
4 tahun 75-115 98 57
8 tahun 60-110 112 60

Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal
tersebut akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus
ditransfusikan bila terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood
Loss) digunakan untuk mencari jumlah cairan yang dibutuhkan dan
dihitung dengan rumus ( ABL: EBV X Ht 1−Ht 2 / Ht1 ) dengan EBV :
Estimated Blood Volume, HT1 : Hematocrit (atau bisa hemoglobin) awal
(normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%), HT2 : Hematocrit (atau bisa
hemoglobin) akhir.1
11

C. Metabolisme dan Pengaturan Suhu1


Pasien anak memiliki luas permukaan yang lebih besar per kilogram
daripada orang dewasa (indeks massa tubuh yang lebih kecil). Metabolisme
dan parameter terkait (konsumsi oksigen, produksi CO2, curah jantung, dan
ventilasi alveolar) berkorelasi lebih baik dengan luas permukaan daripada
dengan berat. Kulit tipis, kadar lemak rendah, dan area permukaan yang
lebih besar relatif terhadap berat badan meningkatkan kehilangan panas
yang lebih besar ke lingkungan pada neonatus. Masalah ini dapat diperburuk
dengan kontak yang terlalu lama ke lingkungan ruang operasi yang tidak
cukup hangat, pemberian suhu kamar intravena atau cairan irigasi, dan gas
anestesi kering. Hipotermia ringan dapat menyebabkan keterlambatan
bangun dari anestesi, aritmia jantung, depresi pernafasan, peningkatan
resistensi pembuluh darah paru, dan peningkatan kerentanan terhadap
anestesi, penghambat neuromuskuler, dan agen lainnya.

D. Fungsi Ginjal & Gastrointestinal1


Fungsi ginjal biasanya mendekati nilai normal pada usia 6 bulan,
tetapi ini mungkin ditunda sampai anak berusia 2 tahun. Neonatus prematur
sering menunjukkan imaturitas ginjal dengan satu atau lebih hal berikut:
penurunan bersihan kreatinin, gangguan retensi natrium, gangguan ekskresi
glukosa, gangguan reabsorpsi bikarbonat, penurunan kemampuan
pengenceran dan berkurangnya kemampuan konsentrasi. Kelainan ini
menggarisbawahi pentingnya pemberian cairan yang tepat pada neonatus.
Neonatus juga memiliki kemungkinan peningkatan refluks gastroesofagus.
Hepar yang belum matang mengkonjugasikan obat-obatan dan molekul-
molekul lain dengan mudah.1

E. Perbedaan Farmakologi1
Berbeda dengan penyesuaian berat dosis obat, perhitungan dosis obat
alometrik memperhitungkan perbedaan fisiologis yang berkaitan dengan
usia seperti kompartemen cairan intravaskuler pediatrik dan ekstraseluler
12

yang lebih besar secara proporsional, ketidakdewasaan jalur biotransformasi


hati, peningkatan aliran darah organ, penurunan aliran protein, penurunan
protein untuk pengikatan obat, dan tingkat metabolisme yang lebih tinggi.
Neonatus dan bayi memiliki kadar air total yang lebih besar secara
proporsional (70-75%) daripada orang dewasa (50-60%). Kadar air total
tubuh menurun sementara kadar lemak dan otot meningkat seiring
bertambahnya usia. Akibatnya, volume distribusi untuk banyak obat
intravena (misalnya, penghambat neuromuskuler) secara tidak proporsional
lebih besar pada neonatus, bayi, dan anak-anak, dan dosis optimal (per
kilogram) biasanya lebih besar daripada pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa.
Lemak dan massa otot yang lebih kecil secara proporsional pada
neonatus memperpanjang durasi kerja klinis (dengan menunda redistribusi)
obat yang larut dalam lemak seperti propofol dan fentanil. Neonatus juga
memiliki laju filtrasi glomerulus yang relatif menurun, penurunan aliran
darah hati, gangguan fungsi tubular ginjal, dan sistem enzim hati yang
belum matang. Peningkatan tekanan intraabdomen dan operasi perut
selanjutnya dapat mengurangi aliran darah hati. Semua faktor ini dapat
mengganggu penanganan obat ginjal, metabolisme hati, dan ekskresi
empedu obat pada neonatus dan bayi muda. Neonatus juga mengalami
penurunan pengikatan obat dengan protein, terutama untuk anestesi lokal
dan banyak antibiotik. Dalam kasus bupivacaine, peningkatan obat bebas
kemungkinan meningkatkan risiko toksis sistemik
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan
pada bayi berbeda dibandingkan dengan dewasa karena pada bayi:1
1) Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan
ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa.
2) Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3) Laju metabolisme yang tinggi
4) Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
13

5) Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses


biotransformasi obat.
6) Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pada otak, jantung,
liver dan ginjal)
7) Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi sistem pernapasan :
ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya
MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat,
mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan
darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin
karena mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi
miokard hebat.

2.2.2. ANESTESI PADA ANAK


A. Anestesi Inhalasi
Neonatus, bayi, dan anak kecil memiliki ventilasi alveolar yang
relatif lebih besar dan mengurangi FRC dibandingkan dengan anak yang
lebih besar dan orang dewasa. Rasio ventilasi ke FRC yang lebih besar ini
berkontribusi terhadap peningkatan cepat dalam konsentrasi anestesi
alveolar yang dikombinasikan dengan aliran darah yang relatif lebih besar
ke otak, mempercepat induksi inhalasi. Selain itu, koefisien darah atau gas
anestesi volatil berkurang pada neonatus dibandingkan dengan orang
dewasa, berkontribusi terhadap waktu induksi yang lebih cepat dan
berpotensi meningkatkan risiko overdosis.1
B. Anestesi Nonvolatile
Setelah penyesuaian dosis pada berat badan, bayi dan anak kecil
memerlukan dosis propofol yang lebih besar karena volume distribusi
yang lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-anak juga
memiliki waktu paruh eliminasi yang lebih pendek dan izin plasma yang
lebih tinggi untuk propofol. Pemulihan dari bolus tunggal tidak jauh
berbeda dari pada orang dewasa; Namun, pemulihan setelah infus terus
menerus mungkin lebih cepat. Untuk alasan yang sama, anak-anak
14

mungkin memerlukan peningkatan angka infus yang disesuaikan untuk


pemeliharaan anestesi (hingga 250 mcg / kg / menit). Propofol tidak
direkomendasikan untuk sedasi jangka panjang pada pasien anak yang
sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU) karena hubungan dengan
mortalitas yang lebih besar daripada agen lain. Ini "sindrom infus
propofol" telah dilaporkan paling sering pada anak-anak yang sakit kritis,
tetapi juga telah dilaporkan pada orang dewasa yang menjalani sedasi
propofol jangka panjang, terutama pada peningkatan dosis (> 5 mg / kg /
jam). Ciri-ciri utamanya meliputi rhabdomyolysis, asidosis metabolik,
ketidakstabilan hemodinamik, hepatomegali, dan kegagalan multiorgan.
Anak-anak memerlukan dosis thiopental yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan orang dewasa. Waktu paruh eliminasi lebih pendek
dan clearance plasma lebih besar dari pada orang dewasa. Sebaliknya,
neonatus tampaknya lebih sensitif terhadap barbiturat. Neonatus memiliki
ikatan protein yang lebih sedikit, waktu paruh yang lebih lama, dan
gangguan pembersihan.
Dosis induksi tiopental untuk neonatus adalah 3 hingga 4 mg / kg
dibandingkan dengan 5 hingga 6 mg / kg untuk bayi. Opioid tampaknya
lebih kuat pada neonatus daripada pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa. Morphine sulfate, terutama dalam dosis berulang, harus
digunakan dengan hati-hati pada neonatus karena konjugasi hati berkurang
dan pembersihan ginjal dari metabolit morfin menurun. Jalur sitokrom P-
450 matang pada akhir periode neonatal. Pasien anak yang lebih tua
memiliki tingkat biotransformasi dan eliminasi yang relatif lebih besar
sebagai akibat dari aliran darah hati yang tinggi. Jarak bebas remifentanil
meningkat pada neonatus dan bayi tetapi eliminasi waktu paruh tidak
berubah dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi baru lahir dan bayi
mungkin memerlukan dosis ketamin yang sedikit lebih besar daripada
orang dewasa, tetapi perbedaan sebenarnya, jika ada, sangat kecil. Nilai
farmakokinetik tampaknya tidak berbeda secara signifikan dari orang
dewasa. Etomidate belum diteliti dengan baik pada pasien yang berusia
15

kurang dari 10 tahun; profilnya pada anak-anak yang lebih tua mirip
dengan profil orang dewasa. Midazolam memiliki pembersihan tercepat
dari semua benzodiazepin, tetapi pembersihannya secara signifikan
berkurang pada neonatus dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Dexmedetomidine telah digunakan secara luas untuk sedasi dan sebagai
suplemen untuk anestesi umum pada anak-anak. Pada pasien tanpa jalur
intravena, dexmedetomidine dapat diberikan secara intranasal (1-2 mcg /
kg) untuk sedasi.1
C. Anestesi Relaksan
Pelumpuh otot lebih jarang digunakan selama induksi anestesi pada
anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Di Amerika Utara banyak
anak-anak akan memiliki laryngeal mask airway (LMA) atau tabung
endotrakeal setelah menerima induksi inhalasi, penempatan kateter
intravena, dan pemberian berbagai kombinasi propofol, opioid, atau
lidokain. Semua relaksan otot umumnya memiliki onset yang lebih cepat
(hingga 50% lebih sedikit penundaan) pada pasien anak karena waktu
sirkulasi yang lebih pendek daripada pada orang dewasa. Pada anak-anak
dan orang dewasa, suksinilkolin intravena (1-1,5 mg / kg) memiliki onset
tercepat. Bayi diberi dosis suksinilkolin (2-3 mg / kg) dosis jauh lebih
besar daripada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa karena volume
distribusi yang relatif lebih besar (berdasarkan per kilogram).1
Bayi membutuhkan dosis relaksan otot nondepolarisasi yang jauh
lebih kecil daripada anak yang lebih besar (cisatracurium mungkin
pengecualian). Selain itu, berdasarkan berat badan, anak-anak yang lebih
tua memerlukan dosis yang lebih besar daripada orang dewasa untuk
beberapa agen penghambat neuromuskuler (misalnya, atracurium).1

2.2.3. RISIKO ANESTESI PADA ANAK


Pediatric Perioperative Cardiac Arrest (POCA) menyediakan
basis data yang berguna untuk menilai risiko anestesi anak. Catatan kasus
anak-anak yang mengalami serangan jantung atau kematian selama
16

pemberian atau pemulihan dari anestesi diselidiki terkait kemungkinan


hubungan dengan anestesi. Hampir semua pasien menerima anestesi
umum saja atau dikombinasikan dengan anestesi regional. Dalam analisis
awal yang mencakup 289 kasus henti jantung, perawatan anestesi dinilai
telah berkontribusi terhadap 150 penangkapan. Tiga puluh tiga persen
pasien yang menderita henti jantung diklasifikasikan sebagai status fisik
American Society of Anesthesiologists (ASA) 1 atau 2. Bayi menyumbang
55% dari semua penangkapan terkait anestesi pada anak-anak, dengan
mereka yang lebih muda dari 1 bulan ( yaitu, neonatus) memiliki risiko
terbesar. Setelah henti jantung, mortalitas adalah 26%. Enam persen
menderita cedera permanen, tetapi mayoritas (68%) tidak memiliki atau
hanya mengalami cedera sementara.
Mortalitas adalah 4% pada pasien yang diklasifikasikan sebagai status
fisik ASA 1 dan 2 dibandingkan dengan 37% pada mereka dengan status
fisik ASA 3 sampai 5. Seperti pada orang dewasa, dua prediktor utama
kematian adalah status fisik ASA 3 sampai 5 dan operasi darurat. Sebagian
besar serangan jantung terjadi selama induksi anestesi; bradikardia,
hipotensi, dan SpO2 rendah sering mendahului penangkapan. Mekanisme
penangkapan yang paling umum dinilai terkait dengan pengobatan.
Depresi kardiovaskular dari halotan, sendiri atau dalam kombinasi dengan
obat lain, diyakini bertanggung jawab dalam dua pertiga dari semua
penangkapan terkait obat. 9% lainnya adalah karena injeksi anestesi lokal
intravaskular, paling sering mengikuti tes aspirasi negatif selama
percobaan injeksi caudal. Mekanisme kardiovaskular yang diduga paling
sering tidak memiliki etiologi yang jelas; pada lebih dari 50% kasus
tersebut, pasien memiliki penyakit jantung bawaan. Di mana mekanisme
kardiovaskular dapat diidentifikasi, itu paling sering terkait dengan
perdarahan, transfusi, atau terapi cairan yang tidak memadai atau tidak
tepat.1
17

2.2.4. PERSIAPAN ANESTESI PADA ANAK


1. Evaluasi Preoperatif
Sebelum melakukan persiapan anestesi pediatrik, lakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang cermat.1
Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis preoperative:
a. Usia Gestasi dan Berat Lahir
b. Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Kelainan kongenital atau metabolic
f. Riwayat pembedahan
g. Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
h. Riwayat Alergi
i. Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
j. Waktu terakhir makan dan minum

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien preoperative:


a. Keadaan umum
b. Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
c. Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
d. Adanya gigi yang lepas atau goyang
e. Sistem respirasi
f. Sistem Kardiovaskuler
g. Sistem Neurologi

Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak
dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila
diperkirakan akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur,
penyakit sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar
elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik
18

lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila
terdapat penyakit paru-paru, scoliosis ataupun penyakit jantung.
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang
ditemukan1

Puasa
Karena anak-anak lebih rentan mengalami dehidrasi daripada orang
dewasa, pembatasan cairan sebelum operasi selalu lebih lunak. Beberapa
penelitian telah mendokumentasikan pH lambung rendah (<2,5) dan volume
residu yang relatif tinggi pada pasien anak yang dijadwalkan untuk operasi,
menunjukkan bahwa anak-anak mungkin memiliki risiko aspirasi yang lebih
besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Insiden aspirasi dilaporkan
sekitar 1: 1000. Tidak ada bukti bahwa puasa yang berkepanjangan
mengurangi risiko aspirasi. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan
volume residu yang lebih rendah dan pH lambung yang lebih tinggi pada
pasien anak yang menerima cairan bening beberapa jam sebelum induksi.
Pedoman puasa pra operasi yang diproduksi oleh American Society of
Anesthesiologists menetapkan bahwa bayi dapat diberi ASI hingga 4 jam
sebelum induksi, dan susu formula atau cairan dan makanan "ringan" dapat
diberikan hingga 6 jam sebelum induksi.1

2. Persiapan anesthesia 1
 Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist
(ASA).
- ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
- ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien
batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien
appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.
19

- ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien
appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstrukstif dengan iskemia miokardium.
- ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan
syok atau dekompensasi kordis.
- ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis
kranii dan syok hemoragik karena rupture hepatik.
- ASA VI : Pasien yang dinyatakan brain0dead, namun organnya akan
didonorkan.

 STATIC :
- Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
- Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran
dibawah dan diatasnya.
- Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa
orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
- Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
- Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
- Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
- Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.

- Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta


dipantau dengan penggunaan flowmeter

Ukuran peralatan yang dipergunakan harus sesuai. Tabel di bawah


ini memperlihatkan ukuran peralatan jalan napas untuk pasien anak
anak.
20

Tabel 2.3. Peralatan jalan napas untuk pasien pediatrik5


Premature Neonatus Bayi Prasekolah Anak Anak
kecil
Umur 0-1 bl 0-1 bl 1-12 1-3 th 3-8 th 8-12 th
bl
BB (Kg) 0.5-3 3-5 4-10 8-16 14-30 25-50
ETT 2,5-3 3-3,5 3,5-4 4-4,5 4,5-5,5 5,5-6
(mmID)
Dalam ET 6-9 9-10 10-12 12-14 14-16 16-18
Isap lendir 6 6 8 8 10 12
(F)
Laryngoskop 00 0 1,5 1,5 2 3
masker
Ukuran 00 0 1 1 2 3
masker
Oral Airway 000-00 00 1 1 2 3
LMA - 1 1,5 1,5 2,5 3
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube, BB: Berat Badan, LMA; Laryngeal Mask Air
way

3. Premedikasi
Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang
dewasa yakni untuk menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang
dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta mengurangi sekresi
jalan napas, namun pemberian pre-medikasi pada anak dapat memfasilitasi
perpisahan dengan orang tua dan memudahkan proses intubasi bila
dibutuhkan.4
Pasien yang kan di operasi biasanya diberikan premedikasi karena:4
- Diberikan sedatif untuk mengurangi ansietas (meskipun ini tidak
perlu diberikan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun).
- Diberikan sedatif untuk mempermudah kondukasi anestesi
- Diberikan analgetik jika pasien merasa sakit preoperative atau
dengan latar belakang analgesia selama dan sesudah operasi
21

- Untuk menekan sekresi, khususnya sebelum penggunaan ketamine


(dipakai atropine, yang dapat digunakan untuk aktivitas vagus dan
mencegah bradikardia, khususnya pada anak-anak).
- Untuk mengurangi risikoo aspirasi isi lambung, jika pengosongan
diragukan, misalnya pada kehamilan (pada kasus ini diberikan
antasida per oral).
Ada variasi besar dalam premedikasi pasien anak. Premedikasi obat
penenang biasanya dihilangkan untuk neonatus dan bayi yang sakit. Anak-
anak yang nampaknya menunjukkan kecemasan pemisahan yang tidak
terkontrol dapat diberikan obat penenang, seperti midazolam (0,3-0,5 mg /
kg, maksimum 15 mg). Rute oral umumnya lebih disukai karena kurang
traumatis daripada injeksi intramuskuler, tetapi membutuhkan 20 hingga 45
menit untuk efek. Dosis midazolam yang lebih kecil telah digunakan dalam
kombinasi dengan ketamin oral (4-6 mg / kg) untuk pasien rawat inap.
Untuk pasien yang tidak kooperatif, midazolam intramuskular (0,1-0,15 mg
/ kg, maksimum 10 mg) atau ketamin (2-3 mg / kg) dengan atropin (0,02 mg
/ kg) dapat membantu. Midazolam dubur (0,5-1 mg / kg, maksimum 20 mg)
atau metoheksital dubur (25-30 mg / kg larutan 10%) juga dapat diberikan
dalam kasus-kasus seperti itu sementara anak berada dalam pelukan
orangtua. Beberapa dokter memberikan dexmedetomidine (1-2 mcg / kg)
atau premedikasi midazolam secara intranasal. Fentanyl juga dapat diberikan
sebagai lollipop (Actiq, 5–15 mcg / kg); Namun, kadar fentanyl terus
meningkat secara intraoperatif dan dapat berkontribusi pada analgesia pasca
operasi.1
Di masa lalu, ahli anestesi secara rutin memberikan perawatan dini pada
anak muda dengan obat antikolinergik untuk mengurangi kemungkinan
bradikardia. Atropin mengurangi kejadian hipotensi selama induksi pada
neonatus dan pada bayi di bawah 3 bulan. Atropin juga dapat mencegah
akumulasi sekresi yang dapat memblokir saluran udara kecil dan tabung
endotrakeal. Atropin dapat diberikan secara oral (0,05 mg / kg),
22

intramuskuler, atau kadang-kadang rektal. Dalam praktik saat ini, sebagian


besar lebih suka memberikan atropin secara intravena selama induksi.1

4. Intra operatif
a. Induksi
Anestesi umum biasanya diinduksi oleh teknik intravena atau
inhalasi. Induksi dengan ketamin intramuskular (5-10 mg/kg)
dicadangkan untuk situasi tertentu, seperti yang melibatkan pasien
agresif, terutama yang mengalami gangguan mental, atau autis. Induksi
intravena biasanya lebih disukai ketika pasien datang ke ruang operasi
dengan kateter intravena fungsional atau akan memungkinkan kanulasi
vena terjaga.1

Induksi intravena
Urutan induksi yang sama dapat digunakan seperti pada orang
dewasa: propofol (2-3 mg / kg) diikuti oleh pelemas otot nondepolarisasi
(misalnya, rocuronium, cisatracurium, atracurium), atau suksinilkolin.
Kami merekomendasikan bahwa atropin diberikan secara rutin sebelum
suksinilkolin. Keuntungan dari teknik intravena termasuk ketersediaan
akses intravena jika obat darurat perlu diberikan dan kecepatan induksi
pada anak berisiko untuk aspirasi.1
Sebagai alternatif (dan sangat umum dalam praktik pediatrik),
intubasi dapat dilakukan setelah kombinasi propofol, lidokain, dan opiat,
dengan atau tanpa agen yang dihirup, menghindari kebutuhan akan agen
paralitik. Akhirnya, agen paralitik tidak diperlukan untuk penempatan
LMA, yang biasanya digunakan dalam anestesi anak.1

Induksi inhalasi
Banyak anak yang tiba di ruang operasi yang takut dengan jarum.
Untungnya, sevoflurane dapat membuat anak kecil pingsan dalam
beberapa menit. Ada banyak perbedaan antara anatomi orang dewasa
23

dan anak yang mempengaruhi ventilasi dan intubasi masker. Peralatan


yang sesuai dengan usia dan ukuran harus dipilih. Neonatus dan
sebagian besar bayi muda wajib bernafas dengan hidung dan mudah
tersumbat. Saluran udara oral akan membantu menggeser lidah yang
terlalu besar; saluran udara hidung, sangat berguna pada orang dewasa,
dapat membuat trauma nares kecil atau kelenjar gondok yang menonjol
pada anak kecil. Kompresi jaringan lunak submandibular harus dihindari
selama ventilasi masker untuk mencegah obstruksi jalan nafas atas.1
Biasanya, anak dapat dibujuk untuk bernapas campuran oksida
nitrat (70%) dan oksigen (30%). Sevoflurane (atau halotan) dapat
ditambahkan ke campuran gas dengan kenaikan 0,5% setiap beberapa
kali nafas. Seperti dibahas sebelumnya, kami mendukung sevoflurane
dalam sebagian besar situasi. Desflurane dan isoflurane dihindari untuk
induksi inhalasi karena mereka menyengat dan terkait dengan lebih
banyak batuk dan laringospasme. Kami menggunakan teknik induksi
nafas tunggal (kadang-kadang dua) dengan sevoflurane (7-8%
sevoflurane dalam 60% nitro oksida) untuk mempercepat induksi pada
pasien kooperatif. Setelah kedalaman anestesi yang memadai telah
tercapai, garis intravena dapat dimulai dan propofol dan opioid (atau
pelemas otot) diberikan untuk memfasilitasi intubasi.1

Intubasi
Seratus persen oksigen harus diberikan sebelum intubasi untuk
meningkatkan keselamatan selama intubasi. Untuk intubasi yang terjaga
pada neonatus atau bayi, preoksigenasi yang memadai dan insuflasi
oksigen berkelanjutan selama laringoskopi dapat membantu mencegah
hipoksemia. Oksiput bayi yang menonjol cenderung menempatkan
kepala dalam posisi tertekuk sebelum intubasi. Ini mudah diperbaiki
dengan mengangkat bahu sedikit ke atas dan meletakkan kepala di atas
bantal berbentuk donat. Pada anak yang lebih besar, jaringan tonsil yang
menonjol dapat menghambat visualisasi laring. Pisau laringoskop lurus
24

membantu intubasi laring anterior pada neonatus, bayi, dan anak kecil.
Tabung endotrakea yang melewati glotis mungkin masih menimpa
tulang rawan krikoid, yang merupakan titik tersempit dari jalan napas
pada anak-anak di bawah 5 tahun. Diameter yang sesuai di dalam tabung
endotrakeal dapat diperkirakan dengan rumus berdasarkan usia: 4 + Usia
/ 4 = Diameter tabung (dalam mm).1
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak
membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya
menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan napas atas adalah cincin cricoid.
Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi
biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih
pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan.
Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir
dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature.1
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus
pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-
3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan
pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit
longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit
bocor. Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan
menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis
tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat
sedikit bocoran pada ETT.
25

Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.


Tabel 2.5. Panduan Penggunaan LMA untuk pasien anak
Ukuran LMA Berat Badan
1 <5 kg
1,5 5-10 kg
2 10-20 kg
2,5 20-30 kg
3 >30 kg

5. Tahap Intraoperatif
Pemantauan pasien pediatrik dilakukan terus menerus pada denyut jantung
dan pernafasan, hal ini dapat dilakukan dengan stetoskop precordial atau
esophageal. Untuk mengukur tekanan darah gunakan manset tensimeter
khusu untuk anak. Rbalah denyut nadi dan periksalah warna dan perfusi
ekstremitas. Ukurlah produksi urin jik dipasng kateter. Pada akhir operasi,
periksalah temperature rektal untuk memastikan pasien tidak mengalami
hipotermi.4
a. Monitoring1
1) Pernapasan
 Stetoskop precordial
 Pada napas spontan, gerak dinding dada, dan bag reservoir
 Warna ekstremitas
2) Sirkulasi
 Stetoskop perikordial
 Perabaan nadi
 EKG dan CVP
3) Suhu
Rektal
26

4) Perdarahan
 isi dalam botol suction
 Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
 Periksa Hb dan Ht secara serial
5) Air Kemih
Isi dalam kantong air kemih

Persyaratan pemantauan untuk bayi dan anak-anak umumnya serupa


dengan persyaratan untuk orang dewasa dengan sedikit modifikasi. Manset
tekanan darah harus dipasang dengan benar. Monitor tekanan darah
noninvasif terbukti andal pada bayi dan anak-anak. Stetoskop prekordial atau
esofagus menyediakan cara yang murah untuk memantau detak jantung,
kualitas suara jantung, dan patensi jalan napas. Akhirnya, monitor terkadang
perlu dipasangkan terlebih dahulu (atau dipasang kembali) setelah induksi
anestesi pada pasien yang kurang kooperatif. Oksimetri nadi berperan lebih
penting pada bayi dan anak kecil karena hipoksia dari ventilasi yang tidak
memadai tetap menjadi penyebab umum morbiditas dan mortalitas
perioperatif.1
Pada neonatus, probe pulse oximeter sebaiknya ditempatkan di tangan
kanan atau daun telinga untuk mengukur saturasi oksigen preduktal. Seperti
pada pasien dewasa, analisis end-tidal CO2 memungkinkan penilaian
kecukupan ventilasi, perubahan curah jantung, konfirmasi penempatan tabung
endotrakeal, dan peringatan dini hipertermia ganas. Alat analisis arus utama
biasanya kurang akurat pada pasien dengan berat kurang dari 10 kg.1
Suhu harus dipantau secara ketat pada pasien anak-anak karena risiko
yang lebih besar untuk hipertermia dan kerentanan yang lebih besar untuk
hipotermia atau hipertermia intraoperatif. Risiko hipotermia dapat dikurangi
dengan mempertahankan lingkungan ruang operasi yang hangat (26 ° C atau
lebih hangat), dengan memanaskan dan melembabkan gas yang
diinspirasikan, dengan menggunakan selimut hangat dan lampu pemanas, dan
dengan menghangatkan semua cairan intravena dan irigasi. Kekhawatiran ini,
27

meskipun penting pada semua pasien, sangat penting pada bayi baru lahir.
Monitor invasif (mis. Kanulasi arteri, kateterisasi vena sentral) membutuhkan
keahlian dan penilaian. Gelembung udara harus dihilangkan dari tabung
bertekanan dan volume flush yang kecil harus digunakan untuk menghindari
emboli udara, heparinisasi yang tidak diinginkan, atau kelebihan cairan.1
Keluaran urin merupakan indikator penting (tetapi tidak sensitif atau
spesifik) dari kecukupan volume intravaskular dan curah jantung. Monitor
volume stroke non-invasif baru-baru ini diuji pada bayi dan anak kecil.
Neonatus prematur atau kecil untuk usia kehamilan, dan neonatus yang telah
menerima nutrisi parenteral total atau yang ibunya menderita diabetes, rentan
terhadap hipoglikemia. Bayi-bayi ini harus sering melakukan pengukuran
glukosa darah: kadar di bawah 30 mg / dL pada neonatus, di bawah 40 mg /
dL pada bayi, dan di bawah 60 mg / dL pada anak-anak (dan di bawah 80
mg/dL pada orang dewasa) menunjukkan hipoglikemia yang memerlukan
perawatan segera . Pengambilan sampel darah untuk gas darah arteri,
hemoglobin, kalium, dan konsentrasi kalsium terionisasi dapat sangat
berharga pada pasien yang sakit kritis, terutama pada mereka yang menjalani
operasi besar atau yang mungkin menerima transfusi.1

b. Kebutuhan cairan perioperative


Pemberian cairan pada anak harus sangat hati-hati karena
sempitnya toleransi kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat
digunakan infus pump atau mikrodrip buret. Obat dimasukkan melalui
jalur yang paling dekat ke vena anak untuk mengurangi masuknya cairan
yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat dilihat darinadanya vena
yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah meningkat,
penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit pada
kelopak mata atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi
cairan pemeliharaan, mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang.1
28

- Kebutuhan cairan pemeliharaan


Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak dapat diformulasikan
dengan rumus 4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg
berikutnya : 2ml/kg/jam, seterusnya: I ml/kg/jam. Pemilihan jenis
cairan masih kontroversial. Cairan seperti D51/2 NS dengan 20
mEq/L potasium klorida memberikan dekstrosa dan elektrolit yang
cukup. Pada neonatus, dapat diberikan D51/4NS karena masih
terbatasnya kemampuan ginjal dalam menghadapi kelebihan natrium.

- Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada
misalnya karena puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan
50 % pada jam pertama, 25% pada jam kedua dan 25% sisanya pada
jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya hiperglikemia dihindari
cairan yang banyak mengandung dekstrose. Defisit cairan preoperasi
biasanya diganti dengan cairan seimbang seperti ringer laktat atau ½
NS. Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam fisiologis lebih
sering mengakibatkan asidosis hiperkloremik.

- Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah
yang hilang dan mengganti cairan di rongga ketiga.
Mengganti darah
Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid
dengan perbandingan 3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan
1:1 sampai mencapai hematokrit yang diperbolehkan. Di bawah
batas toleransi hematocrit darah yang hilang harus diganti dengan
darah. Batas hematokrit ini pada neonatus prematur dan sakit kira
kira 40 - 50 %, pada anak yang lebih besar 20- 26%.
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah
terjadi gangguan elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan
29

hipokalsemia) pada tranfusi darah yang cepat. Thrombosit dan FFP


(Fresh Frozen Plasma) 10- 15ml/kg dapat diberikan pada kehilangan
darah yang mencapai 12 kali volume darah. Satu unit thrombosit per
l0 kg BB dapat meningkatkan jumlah thrombosit 50,000 μL. Dosis
pediatrik untuk kriopresipitat adalah 1 U/10 kg BB. 1

6. Tahap Posoperatif
a. Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan
pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga
hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. Kalau menggunakan pelumpuh
otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02
mg/kg). Depresi napas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan
naloksin 0,2-0,4mg secara titrasi
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar,
anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, napas spontan adekuat.
Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-
batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia
dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau napas
spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan
menimbulkan kesulitan pasca intubasi. 1

b. Perawatan di Ruang Pulih


- Bangun dari anestesi dan pulih sadar
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post
operatif. Pediatrik mudah mengalami laringospasme dan post
intubasi croup. Seperti pada orang dewasa nyeri post opertif pada
anak anak juga hams dikelola dengan baik. 1
30

- Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan
terjadi secara tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior.
Dapat dihindari dengan ekstubasi saat pasien sudah benar benar
sadar atau saat keadaan anestesi masih dalam. Ekstubasi diantara
kedua keadaan ekstrim ini berbahaya. ISPA juga meningkatkan
kejadian larigospasme saat bangun dari anestesi. 1
- Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering
terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian
croup lebih sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff
dan memungkinkan sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor
ini sering berkaitan dengan umur 1-4 tahun, usaha intubasi yang
berulang, pipa endotrakhea yang besar, pembedahan yang lama,
prosedur di kepala dan leher, dan gerak pipa yang berlebihan (batuk
gerak kepala). Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-
0,5 mg/kg,IV. Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml
larutan 2,25% dalam 2,5 ml NS merupakam terapi yang efektif.
Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3 jam post operasi.1
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita
dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah,
walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan
sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung
dulu. skomya menurut Lockhart (Skor Aldrete). 1
31

Tabel 2.6 Skor Aldrete


Yang Dinilai Nilai
Pergerakan
- Gerak Bertujuan 2
- Gerak tak bertujuan 1
- Diam 0
Pernapasan
- Teratur, batuk, menangis 2
- Depresi 1
- Perlu dibantu 0
Warna
- Merah muda 2
- Pucat 1
- Sianosis 0
Tekanan darah
- Berubah sekitar 20% 2
- Berubah 20-30% 1
- berubah lebih dari 30% 0
Kesadaran
- Benar-benar sadar 2
- Bereaksi 1
- Tak bereaksi 0
Catatan : Dianggap sudah pulih dari anestesi dan dapat pindah ke ruang
pemulihan ke ruang perawatan apabila skor >8.

c. Penatalaksanaan nyeri post operasi


Nyeri pada pasien anak-anak telah mendapat perhatian besar dalam
beberapa tahun terakhir, dan seiring waktu itu penggunaan teknik
anestesi dan analgesik regional sangat meningkat. Opioid parenteral
yang umum digunakan meliputi fentanyl (1-2 mcg / kg), morfin (0,05-
0,1 mg / kg), dan hydromorphone (15 mcg / kg). Teknik multimodal
yang menggabungkan ketorolak (0,5-0,75 mg/kg) dan dexmedetomidine
intravena akan mengurangi kebutuhan opioid. Acetaminophen oral,
rektal, atau intravena juga akan mengurangi kebutuhan opioid dan dapat
menjadi pengganti ketorolac.1
32

Opioid yang umum digunakan termasuk morfin dan hidromorfon.


Dengan interval penguncian 10 menit, dosis interval yang disarankan
adalah morfin, 20 mcg / kg, atau hydromorphone, 5 mcg / kg. Seperti
pada orang dewasa, infus berkelanjutan meningkatkan risiko depresi
pernapasan; Dosis infus kontinu khas adalah morfin, 0 hingga 12 mcg /
kg / jam, atau hydromorphone, 0 hingga 3 mcg / kg / jam. Rute subkutan
dapat digunakan dengan morfin.1

Anda mungkin juga menyukai