Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melaukukan perkerjaan perlu juga dibatasi dengan kode etik, yang
mana seorang pekerja dalam melakukan kinerjanya. Maka etika profesi seorang
pekerja yang dalam menjalankan tugas akan berjalan dengan secara profesional
dan tepat sesuai dengan tujuan pekerjaannya. Profesi juga
sebagai pekerjaan yangmembutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode
etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Contoh profesi; bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik desainer,
tenaga pendidik.
Kode etik profesi dalam bidang apapun merupakan bagian dari etika
profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih
umum yang telah dibahas dan dirumuskna dalam etika profesi. Kode etik lebih
memperjelas, memepertegas, dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih
sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersira dalam etika
profesi. Tujuan utama dari kode etik adalah memberi pelayanan khusus dalam
masyarakat tanpa mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Sejarah Etika Profesi ?
2. Apa yang dimaksud dengan Konsep Profesi Keguruan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Sejarah Etika Profesi.
2. Untuk Mengetahui Konsep Profesi Keguruan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Etika Profesi


2.1.1 Pentingnya Etika Profesi
Menerut Saondi dan Suherman (2012:89), kata etik (atau etika)
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik. Sedangkan menurut Martin, 1993dalam Saondi dan
Suherman (2012:89), etika didefinisikan sebagai “the discipline which
can act as the performance index or reference for our control system.”
Dengan demikia, etika akan memberikan semacam batasan maupun
standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok
sosialnya.
Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-
prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umu (common sense) dinilai menyimpang dari
kode etik.
Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari
dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Selanjutnya,
karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan
berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan
yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan
dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Menurut
Wignjosoebroto, 1999 dalam Saondi dan Suherman (2012:90),
kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-in mechanism berupa
kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan
keahlian.
Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi
hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam
diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika
profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat
akan segera jatuh terdegrasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah
biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai
idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi

2
respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite
profesional ini.
Adapun poin-poin dari sejarah maupun perkembangan mengenai
etika profesi ini, sebagai berikut;
1. Etika Profesi Era 1940 – 1950an
a) Norbert Wiener
b) PD II à penelitian di bidang etika dan teknologi yang
memunculkan cybernetics atau the science of information
feedback systems.
c) 1948 à Buku Cybernetics : Control and Communication in the
Animal and the Machine (teknologi mampu memberikan
“kebaikan” sekaligus “malapetaka”)
d) 1950 à Buku The Human Use of Human Beings (beberapa
bagian pokok hidup manusia, prinsip hukum dan etika di bidang
komputer).
e) Dasar-dasar etika yang diberikan Wiener masih diabaikan.

2. Etika Profesi Era 1960an


a) Donn Parker dari SRI International Menlo Park California à riset
untuk menguji penggunaan komputer yang tidak sah dan tidak
sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer.
b) Buku “Rules of Ethics in Information Processing”
c) 1968 à pengembangan Kode Etik Profesional pertama yang
dilakukan untuk Association of Computing Machinery (ACM)
d) Belum adanya suatu kerangka teoritis umum mengenai etika.

3. Etika Profesi Era 1970an


a) Joseph Weizenaum, menciptakan suatu program ‘ELIZA’ à
tiruan dari “Psychotherapist Rogerian’ yang melakukan
wawancara dengan pasien à Bukti bahwa komputer akan segera
mengotomasi psikoterapi.
b) 1976 à Buku “Computer Power and Human Reason (hubungan
antara manusia dengan mesin)
c) Walter Maner à kursus eksperimental mengenai “computer
ethics” di tingkat universitas (1970 sampai pertengahan 1980)
d) 1978 à Buku “Starter Kit in Computer Ethics” à material
kurikulum dalam pengembangan pendidikan etika komputer di
universitas

4. Etika Profesi Era 1980an


a) Pembahasan computer-enabled crime atau kejahatan komputer,
masalah yang disebabkan kegagalan sistem komputer, invasi

3
keleluasaan pribadi melalui database komputer dan perkara
pengadilan mengenai kepemilikan perangkat lunak.
b) Etika komputer à suatu disiplin ilmu
c) Pertengahan 80an à James Moor à artikel “What is Computer
Ethics?”
d) Deborah Johnson à buku teks “Computer Ethics”

5. Etika Profesi Era 1990an – sekarang


a) Donald Gotterban, Keith Miller, Simon Rogerson, Dianne
Martin.
b) Etika Komputer menjadi salah satu bidang ilmu utama pada
banyak riset dan perguruan tinggi di dunia yang akan terus
dikembangkan mengikuti perkembangan komputer itu sendiri.

Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia,


seperti revolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berpikir
manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan, maupun
dalam pengambilan keputusan.Perubahan yang terjadi pada cara berpikir
manusia akanberpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang
manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang
yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara
langsung dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan
email maka interaksi tersebut menjadi berkurang.

Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk


menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat
penting. Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai teknologi maka
manusia yang lain akan mengalahkannya. Oleh karena itu, pendidikan
manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaan tetap
harus berada pada peringkat teratas, serta tidak hanya melakukan
pemujaan terhadap teknologi belaka.

2.1.2 Pengertian Etika


Dalam pergaulan hidup dalam bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang
mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan
pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan
sebutan sopan santu, tata krama dan protokoler. Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka tenang, senang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan
seuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan

4
hak-hak asasi umumnya, hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.
Menurut Saondi dan Suherman (2012:90-91), etika adalah aturan
perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antarsesamanya dan
menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau
lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti
normal-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah
manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut
ini:
 O.P. Simorangkir: etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
 Sidi Gazalba dalam sistematika filsafat: etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandangan dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
 H. Burhanudin Salam: etika adalah cabang filsafat yang berbicara
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia
dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat memengaruhi kehidupan


manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani
hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat
dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk
mengambil keputusan tentangan tindakan apa yang perlu kita lakukan
dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan
dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita. Dengan demikian, etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam
menentukan baik atau buruknya prilaku manusia:
a) Etika deskriftif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis
dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriftif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
b) Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Secara umum, etika dapat dibagi menjadi:


a) Etika umum mencangkup kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam

5
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogkan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
b) Etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar
dalam bidang kehidupan khusus. Penerapan ini bisa berwujud:
Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang
kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang disadari
oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan
itu dapat berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang
lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis:
cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan,
dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika ini
dibagi lagi menjadi dua bagian: etika individual dan etika sosial.
Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri; etika sosial, yaitu berbicara mengenai
kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat
manusia.

Dengan demikin, ruang lingkup dari etika sosial sangat luas sehingga
terbagi atau terpecah menjadi beberapa bagian ata bidang. Pembahasan
bidang yang paling aktual adalah sebagai berikut:
a) Sikap terhadap sesama
b) Etika keluarga
c) Etika profesi
d) Etika politik
e) Etika lingkungan
f) Etika ideologi

2.1.2.1 Sistem Penilaian Etika


a) Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada
perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila.
b) Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat
baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak
atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah
dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu
budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari
berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar
berupa perbuatan nyata.

Burhanuddin Salam dalam Saondi dan Suherman (2012:93),


menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan dinilai pada 3 (tiga) tingkat:
a) Tingkat pertama, sewaktu belum lahir menjadi perbuatan, jadi
masih berupa rencana dalam hati, niat.
b) Tingkat dua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.

6
c) Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik
atau buruk.

Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa etika profesi


merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk
dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau
kehendak, kemauan. Isi dari karsah inilah yang akan direalisasikan
oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada 4 (empat) variabel
yang terjadi:
a) Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya tidak baik.
b) Tujuan yang tidak baik, cara mencapainya; kelihatan baik.
c) Tujuan tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d) Tujuan baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.

2.1.3 Pengertian Profesi


Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa
Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah"Επαγγελια", yang
bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus
secara tetap atau permanen".Menurut Saondi dan Suherman (2012:93) Istilah
profesi telah dimengerti oleh banyak orang, yaitu suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian
sehingga banyak orang yang bekerja sesuai bidang dan keahliannya. Tetapi
dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidika kejuruan, juga belum
cukup disebut profesi. Perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari
praktik pelaksanaan dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktik.
Pengertian profesi menurut para ahli :
a) SCHEIN, E.H (1962)
Profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun
suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang
khusus di masyarakat.

b) HUGHES, E.C (1963)


Profesi menyatakan bahwa ia mengetahui lebih baik dari kliennya
tentang apa yang diderita atau terjadi pada kliennya.

c) PAUL F. COMENISCH (1983)


Profesi adalah “komunitas moral” yang memiliki cita-cita dan nilai
bersama.

d) KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA


Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diartikan bahwa


profesi merupakan suatu pekerjaan, jabatan yang menuntut suatu

7
keahlian, yang didapat melalui pendidikan serta latihan tertentu,
menuntut persyaratan khusus, memiliki tanggung jawab serta kode etik
tertentu.
Menurut Saondi dan Suherman (2012:94) Profesional adalah orang
yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktikkan
suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu
yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama
sebagai sekadar hobi, untuk senang-senang, atau mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan pahami betul bahwa “pekerjaaan/profesi" dan
"professional” terdapat beberapa perbedaan:

Profesi
 Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
 Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna
waktu)
 Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
 Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Profesional
 Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
 Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya.
 Hidup dari situ.
 Bangga akan pekerjaannya.

2.2 Konsep Profesi Keguruan


2.2.1 Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi
2.2.1.1 Pengertian Profesi
Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto dan Raflis, 2007) menyatakan
bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di
bawah ini:

a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan


sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori
baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d) Memerlukan penelitian khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan tau mempunyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu
atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat
mendudukinya).

8
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan
unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan
yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang
diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif
bebas dari supervisi dalam jabatan.
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan
atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan.
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan
kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu
meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang
dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding
dengan jabatan lainnya).

Sanusi et al (dalam Soetjipto dan Raflis, 2007), mengutarakan ciri-ciri


utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a) Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikan sosial yang
menentukan (crusial).
b) Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
c) Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak
umum.
e) Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan
waktu yang cukup lama.
f) Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g) Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi
profesi.
h) Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan
judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i) Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan
bebas dari campur tangan orang luar.

9
j) Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan
oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

2.2.1.2 Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang
mencoba menyususn kriterianya. Misalnya National Education
Associaation (NEA) (dalam Soetjipto dan Raflis, 2007) menyarankan
kriteria berikut:
a) Jabatan yang melibatkan intelektual.
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena
mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi
kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-
kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu,
mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi.

b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.


Terdapat berbagai pendapat tentang mengajar memenuhi
persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan
menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas
bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang
berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar
belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara
ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu
sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa
mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnet dan Hugget, 1963).
Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan
sedng dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-
batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-
samar. Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral
sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat
dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif
dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang
terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu yang terpakai dalam
dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya
dan yang disetujui sebagian besar ahlinya.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan
tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai
kekuasaan dan kepemimpinan yang potensi untuk bekerjasama, dan
bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh
lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan beserta jajarannya.

10
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum
belaka).
Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional
antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum,
yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman
praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah.
Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan
untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan
melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-
profesional.
Anggota kelompok guru dan berwenang di departement
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan
profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang
berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum
perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional,
dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di
LPTK) atau pendidikan persiapan profeional di LPTK paling kurang
selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan
tinggi non-LPTK.

d) Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang


bersinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai
jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan
berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
penghargaan kredit maupun tanpa krdit. Malahan pada saat sekarang
bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-
guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah
ditetapkan.

e) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang


permanen.
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier
permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa
mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya
bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar,
setelah itu mereka pindah ke bidang lain, yang lebih banyak
menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Alasannya mungkin karena
lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit.

f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.


Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku
untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi
sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat

11
banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang
menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan
swasta.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap
sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan dengan
iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri
dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang
berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan
dengan langganan (klien)nya.

g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan


pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial
yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat
berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga
negara masa depan. Jabatan guru telah dikenal secara universal
sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan
untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan
ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini
berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan
kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah
tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih
jabatan guru.

h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan


terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional
yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi
anggotanya. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari
guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada
pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi
seluruh sarjana pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok
guru mata pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun
nasional, namun belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus
dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok
guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul ke
dalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi
dari suatu profesi yang baik.

12
2.2.1.3 Perkembangan Profesi Keguruan
Kalau kita mengikuti perkembangan profesi keguruan di
indonesia, jelas pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari
orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku
jabatan guru. Menurut Nasution (1987) dalamSoetjipto dan Kosasi
(2007:27) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di indonesia
terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga sejarah
profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-
orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara
berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang
lulus dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di
Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka
Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru. yaitu:
a) Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang
berwenang penuh,
b) Guru yang lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru,
c) Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu,
d) Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang
merupakan calon guru, dan
e) Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang
berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.

Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga


didirikan sekolah normal, namun pada mulanya bila dilihat dari
kurikulumnya dapat kita katakan hanya mementingkan pengetahuan
yang akan diajarkan saja. Ke dalamnya belum dimasukkan secara
khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan
pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah
umum seperti Hollands Inlandse School (HIS), Meer Uitgebreid
Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan
Algemene Middelbare School (AMS) maka secara berangsur-angsur
didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk
mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS)
untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala
sekolah (Nasution, 1987).

Keadaan yang demikian terus sampai zaman pendudukan Jepang


dan awal perang kemerdekaan, walaupun dengan nama dan bentuk
lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan keadaan waktu
itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan
jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya
mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan


profesional penuh, statusnya mulai membaik. Di Indonesia telah ada
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi

13
persatuan guru, dan juga memiliki perwakilan di DPR / MPR.
Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua
keinginan para guru, baik dari segi profesional ataupun
kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan profesional, karena
jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam
bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam
masyarakat, semuanya akan tergantung kepada guru itu sendiri dan
unjuk kerjanya, serta masyarakat dan pemerintah yang memakai atau
mendapatkan layanan guru itu.

Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah


memiliki status yang sangat tinggi dalam masyarakat, punya wibawa
yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu.
Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas,
tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya,
baik untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial.
Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan
zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang
meningkat tentang imbalan atau balas jasa. Dalam era teknologi yang
maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi
masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru,
dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru yang
kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang
lebih baik.

2.2.2 Kode Etik Profesi Keguruan


2.2.2.1 Pengertian Kode Etik
Menurut Soetjipto dan Kosasi (2007:30) Kode etik suatu profesi
adalah norma - norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya
di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi
para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanaka
profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang
apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak
saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga
menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam
pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat.

2.2.2.2 Tujuan Kode Etik


Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi
itu sendiri. Menurut Hermawan(1979) dalam Soetjipto dan Kosasi
(2007:31-32) Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah
sebagai berikut:
a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

14
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan
dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi
akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan
anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi
terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga disebut kode
kehormatan.
b) Untuk menjaga dan merawat kesejahteraan para anggotanya.
Yang dimaksud dengan kesehatan dan mental. Dalam hal
kesejahteraan lahir para anggota profesi kode etik umumnya
memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan para
anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi,
kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk melaksanakan profesinya. Kode etik juga
sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan
membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan
profesi
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berhubungan dengan
peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang
perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi,
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.

Dari uraian hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung
tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu
profesi dan mutu organisasi profesi.

15
2.2.2.3 Penetapan Kode Etik
Menurut Soetjipto dan Kosasi (2007:32-33) Kode etik hanya
dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan
pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan
kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan
atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan
demikian, jelaslah orang-orang yang bukan atau tidak menjadi
anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan yang ada
dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu hanya akan mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi
tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut
tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang
bersangkutan
Apabilasetiap orang yang menjalankan suatu profesi secara
otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional,
maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan
secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

2.2.2.4 Sanksi Pelanggaran Kode Etik


Menurut Soetjipto dan Kosasi (2007:33) ada kalanya negara
mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya
merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat
menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya
demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan
sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi
perdata maupun sanksi pidana.
Contohnya dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing
tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika
di kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada
umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap
pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar
kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan
sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari
organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi
tertentu, menandakan organisasi itu telah mantap.

2.2.2.5 Kode Etik Guru Indonesia


Menurut Soetjipto dan Kosasi (2007:33-35) Kode Etik Guru
Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-
norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam
suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia

16
adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru,
baik di dalam maupun di luar sekolah dan dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik Guru
Indonesia merupakan alat yang sangat penting untuk membentuk
sikap profesional para anggota profesi keguruan. Kode Etika Guru
Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh
utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru
tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan
kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga
di Jakarta. Adapun kode etik Guru Indonesia yang telah
disempurnakan ini adalah sebagai berikut:

KODE ETIK GURU INDONESIA


Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, dan
kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan
setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh
sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
2) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan
6) Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7) Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8) Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9) Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejarah Etika Dan Profesi, Etika Profesi Era 1940 – 1950an, Etika
Profesi Era 1960an, Etika Profesi Era 1970an, Etika Profesi Era 1980an, Etika
Profesi Era 1990an – sekarang. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos
(bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu
subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik. Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata
dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah"Επαγγελια",
yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus
secara tetap atau permanen".
Konsep Profesi Keguruan,
a) Jabatan yang melibatkan intelektual.
b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
d) Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan yang bersinambungan.
e) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

3.2 Kritik dan Saran


Demikianlah makalah Etika dan Profesi Pendidikan yang berjudul
“Sejarah Etika Profesi dan Konsep Profesi Keguruan” ini kami buat, semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca terutama dalam hal yang
berkaitan dengan sejarah etika profesi dan konsep profesi keguruan. Kami mohon
maaf apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan. Kami sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun pengolahan kata-
kata. Harapan kami makalah ini dapat diberikan kritik maupun saran dari
pembaca dan kami dengan berlapang dada menerima semua kritik dan saran bagi
pembaca.

18
DAFTAR RUJUKAN

Saondi dan Suherman.2012.Etika Profesi Keguruan.Bandung: Redaksi Refika

Udin Syaefudin.2011. Pengembangan Profesi Guru.Bandung: Alfabeta

Ramayulis.2013.Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia.

Soejipto dan Raflis.2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

19

Anda mungkin juga menyukai