Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. MAKP
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah suatu kerangka kerja
yang mendefinisikan empat unsur, yakni: standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi tersebut berdasarkan
prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/ jas
pelayanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai
suatu pengambil keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan
kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat
terwujud (Nursalam, 2016).
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan
klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting,
karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang
dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan (Nursalam, 2016).
2.1.1. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dalam Perubahan MAKP
1. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan,
selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas sangat diperlukan
untuk:
a) Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen.
b) Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
c) Mempertahankan eksistensi institusi.
d) Meningkatkan kepuasan kerja.
e) Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan.
f) Menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar.
Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan
tentang: (1) model praktik, (2) metode praktik, (3) standar praktik
(Nursalam, 2016).

6
2. Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia disusun oleh
DEPKES RI (1995) dalam Nursalam (2016) yang terdiri atas
beberapa standar, yaitu:
a. Menghargai hak-hak pasien.
b. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit/MRS.
c. Observasi keadaan pasien.
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi.
e. Asuhan pada tindakan non operatif dan administrative.
f. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur infasi.
g. Pendidikan pada pasien dan keluarga.
h. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup
tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia (14 kebutuhan dasar manusia dari Henderson), meliputi:
a) Oksigen
b) Cairan dan elektrolit
c) Eliminasi
d) Keamanan
e) Kebersihan dan kenyamanan fisik
f) Istirahat dan tidu
g) Aktivitas dan gerak
h) Spiritual
i) Emosional
j) Komunikasi
k) Mencegah dan mengatasi risiko psikologis
l) Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
m) Penyuluhan
n) Rehabilitas (Nursalam, 2016).
3. Model Praktik
a. Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan
tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah
sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan
lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan

7
profesional, seperti proses dan prosedur registrasi dan legislasi
keperawatan.
b. Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada
pelaksanaan pelayanan atau asuhan keperawatan sebagai
kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan
oleh perawat profesional rumah sakit atau melalui pengikut
sertaan perawat profesional yang melakukan praktik
keperawatan berkelompok.
c. Praktik Keperawatan Kelompok
Dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan
pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah,
beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan
selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan
keperawatan untuk mengatasi berbagai bentuk masalah
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik
keperawatan ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya
pendapat bahwa perawat rumah sakit perlu dipersingkat,
mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan
meningkat.
d. Praktik Keperawatan Individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama
seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat profesional senior dan berpengalaman secara sendiri
atau perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam
praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan,
khususnya konsultasi dalam keperawatan masyarakat yang
memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat
diperlukan oleh kelompok atau golongan masyarakat yang
tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan,
khususnya yang dikembangkan pemerintah (Nursalam, 2016).
4. Managerial Grid
Fokus metode manajemen ini menitik beratkan pada perilaku
manager yang menekankan pada produksi dan manusia. Adanya
komitmen yang tinggi pada anggota kelompok dalam mencapai tujuan
organisasi dapat mengurangi kompetisi antar anggota kelompok dan
komunikasi serta kebersamaan dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat

8
dicapai tujuan organisasi yang optimal (Blake & Mouton, 1964 dikutip
oleh Grant, A.B. & Massey, V. H, 1999).
2.1.2. Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP)
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat
ditentukan oleh penentuan metode pemberian asuhan keperawatan
profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka
metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
1. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan
(MAKP)
Ada beberapa metode system pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien. Mc Laughin, Thomas dan Barterm
(1995) dalam Nursalam (2016) mengidentifikasi 8 model
pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum
digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total,
keperawatan tim dan keperawatan primer. Tetapi, setiap unit
keperawatan memiliki upaya untuk menyeleksi model untuk
mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara
ketenagaan, sarana-prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena
setiap kebijakan akan berakibat suatu stress, maka perlu
memperhatikan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998: 143;
Nursalam, 2016).
a. Sesuai dengan Visidan Misi institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan
keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan
keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap
kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien.
Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan
oleh pendekatan proses keperawatan
c. Efisien dan efektif penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan harus selalu
mempertimbangkan biaya dan efektifitas dalam kelancaran
pelaksanaannya. Bagaimanapun baiknya suatu model, tanpa

9
ditunjang oleh biaya yang memadai maka tidak akan didapat
hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan
pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh
perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan
pelanggan.
e. Kepuasan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan
oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus
dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru
menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan
tim kesehatan lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup
tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan
model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat
meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara
perawat dan tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2016).
2. Jenis Model Asuhan Keperawatan (MAKP)
a. Fungsional (bukan model MAKP profesional)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada
saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya,
merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal
(Nursalam, 2016).

10
Kepala ruang

Perawat : Perawat : Perawat : Perawat :

pengobatan pengobatan pengobatan pengobatan

Pasien/Klien

Bagan 1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional


(Marquis dan Houston, 1998:138;Nursalam, 2016)

Kelebihannya:
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian
tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior dan/atau belum berpengalaman.
Kekurangan:
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun
perawat.
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat
menerapkan proses keperawatan.
Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang
berkaitan dengan keterampilan saja (Nursalam, 2016).
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota
yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi
2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal dan
pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

11
Kepala ruang

Ketua tim
Ketua tim Ketua tim

Anggota
Anggota Anggota

Pasien/klien
Pasien/klien Pasien/klien

Bagan 2 Sistem pemberian asuhan keperawatan “Team Nursing“


(Marquis & Huston, 1998: 138; Nursalam, 2016)

Kelebihannya:
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
di atasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahannya:
Komunikasi anggota tim terbentuk terutama dalam
membentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu
yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu – waktu sibuk.
Konsep metode tim:
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam model tim. Model tim
akan berhasil bila didukung oleh kepala ruangan.
Tanggung jawab anggota tim:
1) Memberi asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung
jawab.
2) Kerja sama anggota tim dan antar tim.
3) Memberikan laporan.

12
Tanggung jawab ketua tim:
1) Membuat perencanaan.
2) Membuat penugasan, supevisi dan evaluasi.
3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
ketergantungan pasien.
4) Mengembangkan kemampuan anggota.
5) Manyelenggarakan konferensi.
Tanggung jawab kepala ruangan
a) Perencanaan :
1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan
masing-masing
2) Mengikuti serah terima pasien pada sift sebelumnya.
3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien : gawat,
transisi dan persiapan pulang, bersama ketua tim.
4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang di butuhkan
berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua
tim, mengatur penugasan/penjadwalan.
5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program
pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan,
termasuk kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan
keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan
dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi
untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi
kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
8) Membantu pengembangan niat pendidikan dan latihan
diri.
9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan.
10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan
rumah sakit.
b) Pengorganisasian :
1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
2) Merumuskan tujuan metode penugasan.

13
3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara
jelas.
4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi
dua ketua tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan :
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap
hari, dll.
6) Mengatur dan mengenalikan logistik ruangan.
7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek.
8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak berada di
tempat pada ketua tim.
9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien.
10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
11) Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c) Pengarahan :
1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan
tugas dengan baik.
3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
4) Menginformasikan hal-hal yangn di anggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan kepada pasien.
5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir
keperawatan.
6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya.
7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota lain.
d) Pengawasan :
1) Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksana
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien.
2) Melalui supervisi :
- Pengawasan langsung dilakukan dengan cara
inspeksi, mengamati sendiri,atau melalui laporan

14
langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi
kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga.
- Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana
keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan
sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim
tentang pelaksanaan tugas.
- Evaluasi
- Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang
telah disusun bersama ketua tim
- Audit keperawatan
(Nursalam, 2016).

15
3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara
si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinsai asuhan keperawatan
selama pasien dirawat(Nursalam, 2016).

Tim Medis Kepala Ruangan Sarana RS

PPI PPI
PA 1 PA 1

PA 2 PA 2

Pasien Pasien

Bagan 3 Pengembangan MAKP (Nursalam, 2016)


Tugas Perawat Primer:
1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
2) komprehensif.
3) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
4) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
5) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan
yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.
6) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
7) Menerima dan menyesuaikan rencana.
8) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang.
9) Melakukan rujukan pada pekerja sosial, kontak dengan
lembaga sosial di masyarakat.
10) Membuat jadwal perjanjian klinik.
11) Mengadakan kunjungan rumah.

16
Peran kepala ruangan/bangsal dalam metode primer:
1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.
2) Orentasi dalam merencanakan karyawan baru.
3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada
perawat asisten.
4) Evaluasi kerja.
5) Merencanakan/menyelengarakan pengembangan staf.
6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal
hambatan yang terjadi.
Ketenagaan metode primer:
1) Setiap perawat primer adalah perawat “Bed Side“.
2) Beban kasus 4-6 orang untuk 1 perawat primer.
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain
maupun non profesional.
Kelebihan:
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi
terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri.
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter
dan rumah sakit (Gillies, 1989; Nursalam, 2016).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara
individu. Selain itu asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan
tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.Dokter juga
merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu
diperbaharui dan komprehensif.
Kelemahannya:
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria
asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

17
Konsep dasar metode primer:
1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
2) Ada otonomi.
3) Ketertiban pasien dan keluarga.
(Nursalam, 2016).
4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh
kebutuhan pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat
yang berbeda setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau
untuk keperawatan khusus, seperti; isolasi, intensif care.
Kelebihan:
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus.
2) Sistem evaluasi dari manajerial mudah.
Kekurangannya:
1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.

Kepala Ruang

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Bagan 4 Sistem asuhan keperwatan “Case Method


Nursing” (Marquis & Huston 1998: 136; Nursalam, 2016).

5. MAKP Tim - Primer


Model MAKP tim danprimer digunakan secara
kombinasi dari kedua system. Menurut Sitorus (2002) dalam
Nursalam (2016) penetapan system model MAKP didasarkan
pada beberapa alas an berikut :

18
1) Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni
karena sebagai perawat primer harus mempunyai latar
belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
2) Metode tim tidak digunakan secara murni karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada
berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua metode tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat
yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3,
bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh
perawat primer / ketua tim

Kepala Ruangan

PP 1 PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA
PA PA PA

7 – 8 pasien 7 – 8 pasien 7 – 8 pasien 7 – 8 pasien

Bagan 5 Metode Tim primer (Modifikasi) (Nursalam, 2016).


Keterangan : PP (Perawat Primer), PA (Perawat Pelaksana).

b. Timbang Terima
Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dalam
mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan fungsi mandiri
perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang
efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu

19
bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan keefektifitasannya adalah saat
pergantian shift (timbang terima pasien). Timbang terima (operan) merupakan
tehnik atau cara untuk menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap
tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/
belum, dan perkembangan pasien saat itu. Timbang terima dilakukan oleh
perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas
sore / dinas malam secara tertulus maupun lisan (Nursalam, 2016).
1. Tujuan
a) Tujuan umum
Mengkomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan
informasi yang penting.
b) Tujuan Khusus
 Menyampaikan kondisi atau keadaan pasien (data fokus)
 Menyampaikan hal sudah / belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada pasien.
 Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindaklanjuti
oleh dinas berikutnya.
 Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya (Nursalam, 2016).
2. Metode Pelaporan
a. Perawat pelaksana melaporkan langsung kepada perawat pelaksana
selanjutnya dengan membawa laporan timbang terima.
b. Timbang terima dapat dilakukan di ruang perawat, kemudian
dilanjutkan dengan mengunjungi klien satu persatu terutama pada klien-
klien yang memiliki masalah khusus serta memerlukan observasi lebih
lanjut.
c. Melakukan supervisi dan penekanan asuhan keperawatan serta rencana
tindakan keperawatan
(Nursalam, 2016).
3. Manfaat Timbang Terima
1) Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
b. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar
perawat.
c. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan.

20
d. Perawat dapat mengikuti perkembangn pasien secara paripurna.
2) Bagi pasien
Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada
yang belum terungkap
(Nursalam, 2016).
4. Prosedur Timbang Terima
1) Persiapan
a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift/operan.
b. Prinsip timbang terima, semua pasien baru masuk dan pasien yang
dilakukan timbang terima khususnya pasien yang memiliki
permasalahan yang belum/dapat teratasi serta yang membutuhkan
observasi lebih lanjut.
c. PA/PP menyampaikan timbang terima pada PP (yang menerima
pendelegasian) berikutnya, hal yang perlu disampaikan pada
timbang terima:
 Aspek umum yang meliputi M1 s/d M5.
 Jumlah pasien.
 Identitas klien dan diagnosis medis.
 Data ( keluhan/subjektif dan objektif).
 Masalah keperawatan yang masih muncul.
 Intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
(secara umum).
 Intervensi kolaboratif.
 Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan
operasi, pemeriksaan dan lain-lain).
2) Pelaksanaan
a) Nurse Station
 Kedua kelompok dinas sudap siap (shift jaga).
 Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
 Kepala ruang membuka acara timbang terima.
 Penyampaian yang jelas, singkat dan padat oleh perawat jaga
(NIC).
 Perawat jaga shift selanjutnya dapat melakukan klarifikasi,
tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang
telah ditimbangterimakan dan berhak menanyakan mengenai
hal-hal yang kurang jelas.

21
b) Di Bed Pasien
 Kepala ruang menyampaikan salam dan PP menanyakan
kebutuhan dasar pasien.
 Perawat jaga selanjutnya mengkaji secara penuh terhadap
masalah keperawatan, kebutuhan, dan tindakan yang telah/
belum dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya selama masa
keperawatan.
 Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang
matang sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas berikutnya.
c) Post - Timbang terima
 Diskusi
 Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung
pada format timbang terima yang ditanda tangani oleh PP yang
jaga saat itu dan PP yang jaga berikutnya diketahui oleh kepala
ruang.
 Ditutup oleh karu
(Nursalam, 2016).
5. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Timbang Terima
 Dilaksanakan tepat pada pergantian shift.
 Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (PP).
 Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas.
 Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien
 Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan
pasien.
 Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume suara
yang cukup sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu
yang rahasia bagi klien. Suatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak
dibicarakan secara langsung di dekat klien.
 Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan shock sebaiknya
dibicarakan di nurse station (Nursalam, 2016).

22
6. Alur Timbang – Terima

SITUATION

Data Demografis Diagnosis Keperawatan


Diagnosis Medis (Data)

Background

Riwayat Keperawatan

Assesment :

KU;TTV;GCS;Skala Nyeri;Skala
Risiko Jatuh; dan ROS (poin yang
penting)

Rekomendation :

1. Tindakan yang sudah


2. Dilanjutkan
3. Stop
4. Modifikasi
5. Strategi Baru

Bagan 6 Alur Timbang Terima (Nursalam, 2016).

2.3 Ronde Keperawatan


Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau konselor,
kepala ruangan, perawat assosiate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim kesehatan (Nursalam, 2016).
Karakteristik antara lain sebagai berikut :
 Pasien dilibatkan secara langsung.
 Pasien merupakan fokus kegiatan.
 PA, PP dan konselor melakukan diskusi bersama.
 Konselor memfasilitasi kreatifitas.
 Konselor membantu mengembangakan kemampuan PA dan PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

23
1. Tujuan:
a) Tujuan Umum:
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis
dan diskusi.
b) Tujuan Khusus:
1) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis.
2) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.
3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien.
5) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi.
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja(Nursalam, 2016).
2. Manfaat:
a) Masalah pasien dapat teratasi.
b) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
c) Terciptanya komunitas keperatawan yang profesional.
d) Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
e) Perawat dalam melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat
dan benar(Nursalam, 2016).
3. Kriteria Pasien:
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah
pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan.
b) Pasien dengan kasus baru atau langka(Nursalam, 2016).
4. Metode:
Diskusi
5. Alat bantu:
a. Sarana diskusi: buku, pulpen.
b. Status/ dokumentasi keperawatan pasien.
c. Materi yang dilaksanakan secara lisan(Nursalam, 2016)

24
6. Langkah-Langkah Kegiatan Ronde Keperawatan

TAHAP PRA PP
Tahap Pra
RONDE

1. Penetapan Pasien

2. Persiapan Pasien
 Informed Consent
 Hasil
pengkajian/Validasi
data
 Apa diagnosis keperwatan?
TAHAP  Apa data yang
PELAKSANAAN DI mendukung?
TahapSTATION
Pelaksanaan- 3. Penyajian masalah
NURSE  Bagaimana Intervensi yang
sudah dilakukan?
Di Nurse Station  Apa hambatan ditemukan?

TAHAP RONDE 4. Validasi Data di Bed


Tahap
PADA BEDpelaksanaan
KLIEN Pasien

di kamar pasien
PP, Konselor,
KARU

Pascaronde
TAHAP PASCA 6. Kesimpulan dan 5. Lanjutan – Diskusi di
RONDE rekomendasi solusi Nurse Station
(nurse station) masalah

Bagan 7 Langkah-Langkah Ronde Keperawatan (Nursalam, 2016)


Keterangan:
a. Pra Ronde
 Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan
masalah yang langka).
 Menentukan tim ronde.
 Mencari sumber atau literatur.
 Membuat proposal.
 Mempersiapkan pasien: inform consent dan pengkajian.
 Diskusi: apa diagnosa keperawatan?; apa data yang mendukung?;
bagaimana intervensi yang sudah dilakukan dan apa hambatan
yang ditentukan selama perawatan?
b. Pelaksanaan Ronde
 Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan

25
dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas
yang perlu didiskusikan.
 Diskusi antar tim tentang kasus tersebut.
 Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor tentang
masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
c. Pasca Ronde
 Evaluasi, revisi dan perbaikan.
 Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosa; intervensi
keperawatan selanjutnya
(Nursalam, 2016).
7. Peran masing-masing anggota tim:
a) Peran perawat primer dan perawat associate:
1) Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
2) Menjelaskan diagnosa keperawatan.
3) Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
4) Menjelaskan hasil yang didapatkan.
5) Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) dari tindakan yang diambil.
6) Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji.
b) Peran perawat konselor
1) Memberikan justifikasi.
2) Memberikan reiforcement.
3) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan
serta rasional tindakan.
4) Mengarahkan dan koreksi.
5) Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
(Nursalam, 2016).
8. Kriteria Evaluasi
a. Struktur
1) Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).
2) Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan.
3) Persiapan dilakukan sebelunnya.
b. Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
2) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan.

26
c. Hasil
1) Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.
2) Masalah pasien dapat teratasi.
3) Perawat dapat:
 Menimbulkan cara yang berpikir yang kritis.
 Meningkatkan cara berfikir yang sistematis.
 Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa
keperawatan.
 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien.
 Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
 Meningkatkan kemampuan justifikasi.
 Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja(Nursalam,
2016).
2.4 Sentralisasi Obat
1. Pengertian
Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang
akan diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh
perawat (Nursalam, 2016).
2. Tujuan Pengelolaan Obat
Tujuan pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana
dan menghindarkan pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan keperawatan
pasien dapat terpenuhi.
Hal-hal berikut ini adalah beberapa alasan yang paling sering
mengapa pengelolaan obat perlu terpenuhi:
1) Memberikan bermacam-macam obat untuk satu pasien.
2) Menggunakan obat yang mahal dan bermerek, padahal obat standar
yang lebih murah dengan mutu yang terjamin memiliki efektivitas dan
keamanan yang sama.
3) Meresepkan obat sebelum diagnosa pasti dibuat “ untuk memberikan
terapi awal sesuai indikasi”.
4) Menggunakan dosis yang lebih besar daripada yang diperlukan.
5) Memberikan obat kepada pasien yang tidak mempercayainya dan yang
membuang atau lupa untuk minum.

27
6) Memesan obat lebih daripada yang dibutuhkan sehingga banyak yang
tersisa sesudah batas kadaluarsa.
7) Tidak menyediakan lemari es, sehingga vaksin dan obat menjadi tidak
efektif.
8) Tidak meletakkan obat di tempat yang lembab, terkena cahaya atau
panas.
9) Mengeluarkan obat (dari tempat penyimpanan) terlalu banyak pada
suatu waktu sehingga dipakai berlebihan atau dicuri (Nursalam, 2016).
3. Teknik Pengelolaan Obat
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh
perawat.
1) Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk .
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat.
3) Penerimaan Obat
a. Obat yang telah diresepkan ditunjukkan kepada perawat / bidan dan
obat yang telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat /
bidan dengan menerima lembar terima obat.
b. Perawat / bidan menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah
dan sediaan ( bila perlu ) dalam kartu kontrol dan diketahui (ditanda
tangani) oleh keluarga atau pasien dalam buku masuk obat. Keluarga
atau pasien selanjutnuya mendapatkan penjelasan kapan atau
bilamana obat tersebut akan habis, serta penjelasan tentang 5 T
(jenis, dosis, waktu, pasien dan cara pemberian).
c. Pasien atau keluarga selanjutnya mandapatkan salinan obat yang
harus diminum beserta kartu sediaan obat.
d. Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat /
bidan dalam kotak obat (Nursalam, 2016).
4) Pembagian Obat
a) Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku
daftar pemberian obat.
b) Obat yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat
/ bidan dengan memperhatikan alur yang tercantum dalam buku
daftar pemberian obat; dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan
terapi yang diinstruksi dokter dan kartu obat yang ada pada pasien.
c) Pada saat pemberian obat, perawat / bidan menjelaskan macam obat,
kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping. Usahakan

28
tempat/wadah obat kembali ke perawat / bidan setelah obat
dikonsumsi. Pantau efek samping pada pasien.
d) Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala
ruang atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku
masuk obat.
e) Obat-obatan yang hampir habis akan diinformasikan kepada
keluarga dan kemudian dimintakan resep (jika masih perlu
dilanjutkan) kepada dokter penanggung jawab pasien (Nursalam,
2016).
5) Penambahan Obat Baru
a. Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian obat, maka informasi ini akan
dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan
perubahan dalam kartu sediaan obat.
b. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk obat dan
selanjutnya diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat
(Nursalam, 2016).
6) Obat Khusus
a. Obat dikategorikan khusus apabila sediaan memiliki harga yang
cukup mahal, menggunakan alur pemberian yang cukup sulit,
memiliki efek samping yang cukup besar atau hanya diberikan
dalam waktu tertentu/sewaktu saja.
b. Pemberian obat khusus dilakukan menggunakan kartu khusus obat,
dilaksanakan oleh perawat primer.
c. Informasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga; nama obat,
kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab
pemberian dan wadah obat sebaiknya diserahkan atau ditunjukkan
kepada keluarga setelah pemberian. Usahakan saksi dari keluarga
saat pemberian obat (Nursalam, 2016).
Seorang manajer keperawatan kesehatan dapat menjadi staf
mengenai obat dengan cara-cara berikut ini:
a) Membuat catatan mengenai obat-obatan yang sering dipakai,
jelaskan penggunaan dan efek samping, kemudian berikan salinan
kepada semua staf.
b) Tuliskan dosis yang tepat obat-obatan yang sering digunakan dan
gantungkan di dinding.

29
c) Adakan pertemuan staf untuk membahas penyebab pemborosan
obat.
d) Beritahu kepada semua staf mengenai harga bermacam-macam
obat.
e) Aturlah kuliah atau program diskusi dan bahaslah mengenai satu
jenis obat setiap minggu pada waktu pertemuan staf.
f) Taruhlah satu atau lebih eksemplar buku farmakologi sederhana
di perpustakaan (Mc Mahon, 1999; Nursalam, 2016).

4. Alur pelaksanaan sentralisasi obat

Dokter Koordinasi dengan


Perawat

PASIEN/ KELUARGA

FARMASI/APOTEK  Surat persetujuan


sentralisasi obat dari
perawat
PASIEN/ KELUARGA  Lembar serah terima obat
 Buku serah terima/
masuk obat
PP/PERAWAT YANG MENERIMA

PENGATURAN DAN PENGELOLAAN


OLEH PERAWAT

PASIEN/ KELUARGA

Bagan 8Alur pelaksanaan sentralisasi obat (Nursalam, 2016)

c. Discharge Planning
Perencanaan pulang merupakan suatu proses yang dinamis dan
sistematis dari penilaian, persiapan serta koordinasi yang dilakukan untuk
memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan
social sebelum dan sesudah pulang. Perencanaan pulang merupakan proses
yang dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
menyiapkan pasien melakukan keperawatan mandiri dirumah. Perencanaan
pulang didapatkan dari peruses interaksi ketika keperawatan professional,
pasien, dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur
kontinuitas keperawatan yang diperlukan oleh pasien saat perencanaan harus

30
berpusat pada masalah pasien yaitu pencegahan, terapiutik, rehabilitative, serta
keperawatan rutin yang sebenarnya (Nursalam, 2016).
1. Tujuan perencanaan pulang :
a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.
c. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien.
d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.
e. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahun dan keterampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien.
f. Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat
(Nursalam, 2016)
2. Manfaat discharge planning
a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada
pasien yang dimulai dari rumah sakit.
b. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin
kontinuitas perawatan pasien.
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasikan kekambuhan atau
kebutuhan perawatan baru.
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan rumah.
e. Menurunkan jumlah kekambuhan, penurunan kembali di rumah sakit,
dan kunjungan ke ruangan kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk
beberapa diagnosa.
f. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan
dirumah (Nursalam, 2016)
3. Prinsip –prinsip discharge planning
a. Pasien merupakan focus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan
dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi
b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan
masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang timbul dirumah dapat segera diantisipasi.
c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multi disiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama,
d. Perencaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang
ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang

31
dideduaikan dengan pengetahuan tenaga yang tersedia atau fasilitas
yang tersedia di masyarakat
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap system pelayanan kesehatan.
Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencaan pulang harus
dilakukan (Nursalam, 2016).
4. Hal–hal yang harus diketahui pasien sebelum pulang
a. Instruksi tentang penyakit yang diderita, pengobatan yang harus
dijalankan serta masalah-masalah atau komplikasi yang dapat terjadi.
b. Informasi tertulis tentang perawatan yang harus dijalankan.
c. Pengaturan diet khusus dan bertahap yang harus dijalankan.
d. Pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada keluarga maupun pasien
sendiri dapat digunakan metode ceramah, demonstrasi dan lain-lain.
e. Jelaskan masalah yang timbul dan cara mengatasinya
f. Informasikan tentang nomor telepon layanan perawatan, dokter, dan
pelayanan keperawatan, serta kunjungan rumah apabila pasien
memerlukan (Nursalam, 2016)
5. Mekanisme discharge planning
1) Pengkajian
Elemen penting dari pengkajian discharge planning adalah :
 Data kesehatan
 Data pribadi
 Pemberi perawatan
 Lingkungan
 Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung
2) Diagnosa
Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge
planning, dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan
keluarga. Yaitu untuk mengetahui problem, etiologi (penyebab),
support sistem (hal yang mendukung klien sehingga dilakukan
discharge planning).
3) Perencanaan
Menurut Luverne dan Barbara (1988) Perencanaan pemulangan
pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan klien.kelompok perawat
berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan
pulang klien,yang disingkat dengan METHOD yaitu :
a. Medication (obat)

32
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah
pulang.
b. Environment (lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya
aman.pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan untuk kelanjutan perawatannya.
c. Treatment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah
klien pulang, yang dilakukan oleh klien dan anggota keluarga.
d. Health Teaching (pengajaran kesehatan)
Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana
mempertahankan kesehatan.termasuk tanda dan gejala yang
mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.
e. Diet
Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya.ia
sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
4) Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan
rencana pengajaran referral.seluruh pengajaran yang diberikan harus
didokumentsikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary).intruksi tertulis diberikan kepada klien.demontrasi ulang
harus menjadi memuaska.klien dan pemberi perawatan harus memiliki
keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.
5) Cara Mengukur Discharge planning
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah
dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-
penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus
dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau
alat transportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004).
Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu
melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah
meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006).
Hal ini dapat dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi
pemulangan, yang diukur dengan kuesioner.
6) Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam
membuat kerja proses discharge planning.perencanaan dan penyerahan

33
harus diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan
yag sesuai. Keberhasilan program rencana pemulangan tergantung pada
enam variable :
a. Derajat penyakit
b. Hasil yang diharapkan dari perawatan
c. Durasi perawatan yang dibutuhkan
d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan
e. Komplikasi tambahan
f. Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapai pemulihan
6. Langkah-langkah dalam perencanaan pulang
a. Pra discharge planning :
Perawat primer mengidentifikasi pasien yang direncanakan untuk
pulang.
1) Perawat primer melakukan identifikasi kebutuhan pasien yang akan
pulang
2) Perawat primer membuat perencanaan pasien pulang
3) Melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga
b. Tahap pelaksanaan discharge planning:
1) Menyiapkan pasien dan keluarga, peralatan, status, kartu dan
lingkungan
2) Perawat primer dibantu perawat pelaksana melakukan pemeriksaan
fisik sesuai kondisi pasien.
3) Perawat primer memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan
pasien dan keluarga untuk perawatan dirumah tentang: aturan diet,
obat yang harus diminum dirumah, aktivitas, yang harus dibawa
pulang, rencana kontrol, yang perlu dibawa saat control, prosedur
kontrol,jadwal pesan khusus.
4) Perawat primer memberikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk memcoba mendemonstrasikan pendidikan kesehatan
yang telah diajarkan
5) Perawat primer memberikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya bila belum mengerti.
c. Tahap post pelaksanaan discharge planing
1) Perawat primer melakukan evaluasi terhadap perencanaan pulang.
2) Perawat primer memberikan reinforcement atau reward kepada
pasien dan keluarga jika dapat melakukan dengan benar apa yang
sudah dilaksanakan.

34
7. Alur Discharge Planning

Dokter dan tim Ners


kesehatan lain
PP dibantu PA

Penentuan keadaan pasien:

1. Klinis dan pemeriksaan


penunjang yang lain
2. Tingkat ketergantunagn pasien

Perencanaan pulang

Program HE
Penyelesaian Lain-lain
administrasi  Kontrol dan obat/nersan
 Nurtrisi
 Aktivitas dan istirahat
 Perawatan diri

Monitor

(sebagai program service safety)


oleh keluarga dan petugas

Bagan 9 Alur Perencanaan Pulang (Nursalam, 2016)


2.6 Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan
peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif (Huber, 2000:Nursalam, 2016). Supervisi keperawatan adalah
kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan
keperawatan, masalah ketenagaan, dan peralatan agar mendapat pelayanan
yang bermutu setiap saat.
a. Tujuan Supervisi
Memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung
sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang
cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil
yang baik (Nursalam, 2016). Tujuan dari pengawasan adalah sebagai
berikut:
1) Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam tempo yang di berikan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia.

35
2) Memungkinkan pengawas menyadari kekurangn-kekurangan para
petugas kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan, dan
pemahaman, serta mengatur pelatihan yang sesuai.
3) Memungkinkan pengawas mengenali dan member penghargaan
atas pekerjaan yang baik dan mengenali staf yang layak diberikan
kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut.
4) Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi
petugas telah cukup dan dipergunakan dengan baik.
5) Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan
pada kinerja tersebut (Nursalam, 2016).
b. Prinsip Supervisi
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen,
keterampilan hubungan antar manusia dan kemampuan
menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisir dan
dinyatakan melalui petunjuk, pengaturan, uraian tugas dan
standar.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokrasi antara
supervisor dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang
spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi
efektif, kreatifitas dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna
dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien,
perawat dan manajer(Nursalam, 2016).
c. Pelaksana Supervisi
1) Kepala ruangan
a) Bertanggungjawab dalam supervisi pelayanan keperawatan
pada klien di ruang perawatan.
b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya
tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktek
keperawatan di ruang perawatan(Nursalam, 2016).

36
2) Pengawas perawatan
Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan pada
Kepala Ruangan yang ada di instalasinya(Nursalam, 2016).

37
3) Kepala seksi perawatan
Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara
langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung(Nursalam,
2016).
d. Teknik Supervisi
1. Proses supervisi keperawatan terdiri atas tiga elemen kelompok,
yaitu :
a) Mengacu pada standard asuhan keperawatan
b) Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding
untuk menetapkan pencapaian
c) Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan
mempertahankan kualitas asuhan
2. Area supervisi.
a) Pengetahuan dan pengertian tentang asuhan keperawatan
kepada klien
b) Keterampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standard
c) Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran
dan empati.
Area supervisi keperawatan mencakup aspek kognitif,
sikap dan perilaku yang meliputi :
 Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
 Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Penerimaan pasien baru
 Pendidikan kesehatan melalui perencanaan pulang
 Pengelolaan logistic dan obat
 Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan
masalah keperawatan klien
 Pelaksanaan timbang terima.
3. Cara supervisi
Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu sebagai berikut:
a. Supervisi Langsung :
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Yaitu supervisor dapat terlibat dalam kegiatan ,
umpan balik dan perbaikan. Proses supervisi meliputi :
1) Perawat pelaksana melakukan secara mendiri suatu tindakan
keperawatan didampingi oleh supervisor

38
2) Selama proses , supervisor dapat memberikan dukungan,
reinforcement dan petunjuk
3) Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana
melakukan diskusi yang bertujuan untuk menguatkan yang
telah sesuai dan memperbaiki yang masih kurang.
Reinforcement pada aspek yang positif sangat penting
dilakukan oleh supervisor.
b. Supervisi Tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di
lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan
balik dapat diberikan secara tertulis (Nursalam, 2016).
e. Alur Supervisi

Ka. Bid Perawatan

Kepala per IRNA

PRA Menetapkan kegiatan dan tujuan


serta instrumen / alat ukur Ka. Per IRNA

Menilai kinerja perawat: Kepala ruangan


PELAKSANAAN
Responsibility-Accountability- Supervisi
Authorithy (R-A-A)
PP 1 PP 2
Pembinaan (3-F)

PASCA  Penyampaian penilain (Fair) PP PP


 Feed back (umpan balik)
 Follow Up (Tindak lanjut),
pemecahan masalah dan
Reward Kinerja perawat dan
kualitas pelayanan

Bagan 10 Alur Supervisi (Nursalam, 2016).

Keterangan : Supervisi

39
f. Langkah-langkah Supervisi
1) Pra supervisi
a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.
b. Supervisor menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan
dinilai
2) Supervisi
a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau
instrumen yang telah disiapkan.
b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan
pembinaan.
c. Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associate
untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
d. Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan
memfalidasi data sekunder.
 Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.
 Supervisor melakukan tanya jawab dengan Perawat
Primer dan Perawat Associate.
3) Pasca Supervisi
a. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair)
b. Supervisor memberikan feed back dan klarifikasi (sesuai
hasil laporan supervisi)
c. Supervisor memberikan reinforcementdan follow up
kebaikan (Nursalam, 2016).
g. Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan
Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah
mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan
manajemen sumber daya yang tersedia.
1. Manajemen pelayanan keperawatan.
Tanggungjawab supervisor adalah :
a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek
keperawatan.
b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang
diberikan.
c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur
pelayanan keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan
lain yang terkait.

40
2. Manajemen Anggaran
Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu
perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam :
a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana
tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat
dicapai sesuai tujuan RS.
b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan
anggaran keperawatan.
c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.
Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat
terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi
penampilan agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi
dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan.
(Nursalam, 2016)
2.7 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan autentik dalam penerapan penerapan
manajemen asuhan keperawatan profesional. Perawat profesional diharapkan
dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap
segala tindakan yang dilaksanankan. Kesadaran masyarakat terhadap hukum
semakin meningkat sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat
dibutuhkan.
Komponen penting dalam pendokumentasian adalah komunikasi, proses
keperawatan dan standar asuhan keperawatan. Efektivitas dan efisien sangat
bermanfaat dalam mengumpulkan informasi yang relevan serta akan
meningkatkan kualitas dokumentasi keperawatan (Nursalam, 2016).
1. Tujuan
a. Tujuan umum
Menerapkan sistem dokumentasi keperawatan dengan benar di Ruang
Raudhoh RSI Fatimah Banyuwangi
b. Tujuan khusus
Mendokumentasikan asuhan keperawatan (pendekatan proses
keperawatan) :
1) Mendokumentasikan asuhan keperawatan (pendekatan
proses keperawatan)
a) Mendokumentasikan pengkajian keperawatan
b) Mendokumentasikan diagnosis keperawatan
c) Mendokumentasikan perencanaan keperawatan

41
d) Mendokumentasikan pelaksanaan keperawatan
e) Mendokumentasikan evaluasi keperawatan
2) Mendokumentasikan pengelolaan logistic dan obat
3) Mendokumentasikan HE ( health sducation ) melalui
kegiatan perencanaan pulang
4) Mendokumentasikan timbang terima ( penggantian shift
jaga)
5) Mendokumentasikan kegiatan supervisi
6) Mendokumentasikan kegiatan penyelesaian kasus melalui
ronde keperawatan (Nursalam, 2016).
2. Manfaat
a. Sebagai alat komunikasi antarperawat dan dengan kesehatan lain
b. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hukum
c. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
d. Sebagai referensi pembelajaran dalam peningkatan ilmu keperawatan
e. Mempunyai nilai riset penelitian dan pengembangan keperawatan
(Nursalam, 2016).
3. Pelaksanaan
Secara garis besar model pendokumentasian meliputi:
a. Pengkajian keperawatan
1) Pengumpulan data, kreteria – LLARB; (1) Legal ; (2) lengkap (3)
akurat; (4) relevan; dan (5) baru.
2) Pengelompokan data, kreteria:
a) Data biologis: hasil dari (1) observasi tanda – tanda vital dan
pemeriksaan fisik melalui IPPA – inpeksi, perkusi, palpasi,
auskultasi; (2) pemeriksaan diagnostik/penunjang laboratorium
dan rontgen
b) Data psikologis, sosial, dan sepiritual melalui wawancara dan
observasi
c) Format pengkajian data awal menggunakan model ROS ( review
of system ) yang meliputi data demografi pasien, riwayat
keperawatan, observasi, dan pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang/diagnostic Keterangan lengkap seperti
pada lampiran (Nursalam, 2016).
b. Diagnosis keperawatan
Kreteria:

42
1) Status kesehatan di bandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan
2) Diagnosis keperawatan di hubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan pasien
3) Diagniosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat
4) Komponen diagnosis terdiri atas P – E – S (Nursalam, 2016).
c. Perencanaan
Komponen perencanaan keperawaatan terdiri atas :
1) Prioritas masalah
Kriteria :
a) Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritasutama
b) Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan
prioritas kedua.
c) Masalah yang memengaruhi perilaku merupakan prioritas
ketiga.
2) Tujuan Asuhan Keperawatan memenuhi syarat SMART
Kriteria (NOC- Nursing Outcome Criteria) disesuaikan standart
pencapaian.
a) Tujuan dirumuskan secara singkat
b) Disusun berdasarkan diagnosis keperawatan
c) Spesifik pada diagnosis keperawatan
d) Dapat diukur
e) Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
f) Adanya target waktu pencapaian
3) Rencana tindakan didasarkan pada NIC (Nursing Intervetion
Clasification) yang telah ditetapkan oleh instansi pelayanan
setempat. Jenis rencana tindakan keperawatan mengandung tiga
komponen, meliputi DET tindakan keperawatan, yaitu:
a) Diagnosis / Observasi
b) Edukasi (HE)
c) Tindaskan-Independent, dependent, dan interdependent.
Kriteria meliputi hal sebagai berikut:
a) Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
b) Merupakan alternatife tindakan secara tepat.
c) Melibatkan pasien/ keluarga
d) Mempertimbangkan latar belakang social budaya pasien/
keluarga.

43
e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku
f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien
g) Disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber daya,
dan fasilitas yang ada
h) Harus berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
i) Menggunakan formulir yang baku (Nursalam, 2016).
d. Intervensi/ Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan
yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal yang mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan, dan
pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarga.
Kriteria :
1) Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2) Mengamati keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien.
3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada pasien / keluarga
4) Sesuai waktu yang telah ditentuakan.
5) Menggunaakan sumber daya yang ada.
6) Menunjukkan sikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan
pasien/ keluarga.
7) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan
keperawatan.
8) Menerapkan prinsip-prinsip aseptis dan anti septis
9) Menerapkan etika keperawatan.
10) Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan
mengutamakan keselamatan pasien
11) Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respons pasien.
12) Merujuk dengan segera terhadap masalah yang mengancam
keselamatan pasien.
13) Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan.
14) Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan.
15) Melaksanakan tindakan keperawatan pada prosedur teknis yang
telah ditentukan.
16) Prosedur keperawatan umum maupun khusus dilaksanakan sesuai
dengan prosedur tetap yang telah disusun (Nursalam, 2016).

44
e. Evaluasi
Dilakukan secara periodic, sistematis, dan berencana untuk
menilai perkembangan pasien setelah tindakan keperawatan.
Kriteria :
1) Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi.
2) Evaluasi hasil menggunakan indicator perubahan fisioligis dan
tingkah laku pasien.
3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan untuk diambil
tindakan selanjutnya.
4) Evaluasi melibatkan klien dan tim kesehatan lain.
5) Evaluasi dilakukan dengan standart (tujuan yang ingin dicapai dan
standart praktik keperawatan).
Komponen evaluasi, mencakup aspek : K-A-P-P ( Kognitif-
Afektif- Psikomotor- Perubahan Biologis) yang meliputi :
1) Kognitif (Pengetahuan klien tentang penyakit dan tindakan)
2) Afektif (Sikap) Klien terhadap tindakan yang dilakukan.
3) Psikomotor (Tindakan/ Perilaku) klien dalam upaya penyembuhan.
4) Perubahan biologis ( Tanda Vital, system, dan imuologis).
Keputusan dalam evaluasi setelah dilakukannya tindakan meliputi :
1) Masalah teratasi
2) Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian dan perencanaan
tindakan ulang.
3) Masalah teratasi sebagian, perlu modifikasi dari rencana tindakan.
4) Timbul masalah baru (Nursalam, 2016).

45
2.8 Klasifikasi Dan Kriteria Tingkat Ketergantungan Pasien
Penerapan system klasifikasi pasien dengan 3 kategori adalah sebagai berikut
(Douglas (1984) dalam Nursalam, 2016) :
1. Ketegori 1 : perawatan mandiri
a. Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti
pakaian
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
d. Observasi tanda vital setiap sift
e. Pengobatan minimal, status psikologi stabil
f. Persiapan prosedur pengobatan
g. Kategori 2: perawatan intermediate
h. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi
i. Observasi tanda vital tiap 4 jam
j. Pengobatan lebih dari 1 kali
k. Pakai kateter vole
l. Pasang infuse- intake output dicatat
m. Pengobatan perlu prosedur
2. Kategori 3: perawatan total
a. Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b. Observasi tanda vital tiap 2 jam
c. Pemakaian selang NGT
d. Terapi intra vena
e. Pemakaian suction
f. Kondisi gelisah/ disorientasi/ tidak sadar
Catatan :
a) Dilakukan satu kali sehari dalam pada waktu yang sama dan
sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari.
b) Setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi
pasien
c) Bila hanya memenuhi 1 kriteria maka pasien dikelompokkan pada
klasifikasi diatasnya

46

Anda mungkin juga menyukai