Anda di halaman 1dari 14

UJIAN AKHIR SEMESTER

BIOSTATISTIK

SRI WAHYUNI
1905025

DOSEN :
DR. MITRA, SKM, MKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUA PEKANBARU
T.A 2020 / 2021

1
UJIAN AKHIR SEMESTER
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES HANG TUAH PEKAN BARU

NAMA : SRI WAHYUNI


NIM : 1905025
KELAS :A
MATA KULIAH : BIOSTATISTIKA
SEMESTER : I (SATU)
DOSEN : DR. MITRA, SKM, MKM

1. Jurnal Akreditasi yang menggunakan Analisis Regresi Logistik Ganda


a. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Terhadap Keaktifan
Kader dalam Pengendalian Tuberkulosis
Jenis Jurnal : Jurnal Kesehatan Masyarakat
Penulis : I Made Kusuma Wijaya
Tahun Terbit : 2013
ISSN : 1858-1196
Variabel Penelitian
1) Variabel Dependen
Adapun yang menjadi Variabel Dependen (Y) dalam jurnal tersebut
yaitu Keaktifan Kader dalam Pengendalian Tuberkulosis.
2) Variabel Independen
Sedangkan yang menjadi Variabel Independen dalam jurnal tersebut,
yaitu :
X1 : Pengetahuan
X2 : Sikap
X3 : Motivasi
3) Variabel Covariat (Kendali)
Tidak terdapat variabel kendali dalam jurnal penelitian tersebut.
4) Definisi dan Indikator Variabel
a) Keaktifan Kader Dalam Pengendalian Tuberkulosis (Y)
Keaktifan adalah keikutsertaan kader dalam melaksanakan
pengendalian kasus tuberkulosis di Kabupaten Buleleng.

2
b) Pengetahuan (X1)
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh kader
dalam pengendalian kasus tuberkulosis di Kabupaten Buleleng
c) Sikap (X2)
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap
pengendalian kasus tuberkulosis di Kabupaten Buleleng.
d) Motivasi (X3)
Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri kader untuk
aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis di Kabupaten
Buleleng.
Pengujian variabel diukur dalam bentuk item pernyataan
indikator.Indikator dibagi dalam beberapa tingkatan dan diberikan
skor atau nilai dengan menggunakan skala ukur interval.

b. Analisis Univariat
Dari hasil penelitian pada jurnal tersebut diketahui bahwa :
1) Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki
pengetahuan tinggi adalah sebanyak 40 responden (66,70%),
sedangkan responden yang memiliki pengetahuan rendah adalah
sebanyak 20 responden (33,30%).
Dari hasil jawaban responden tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi.Hal ini sangat
penting dalam penelitian jurnal tersebut.Pengetahuan (knowledge)
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia.Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gopalan, 2012).

3
2) Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki
sikap baik adalah sebanyak 33 responden (55%), sedangkan responden
yang memiliki sikap kurang adalah sebanyak 27 responden (45%).
Dari hasil jawaban responden tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden memiliki sikap yang baik.Sikap merupakan reaksi
atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek.Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup.Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan
menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap
objek tertentu (Aini dkk, 2016).
3) Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki
motivasi rendah adalah sebanyak 25 responden (41,70%), sedangkan
responden yang memiliki motivasi tinggi sebanyak 35 responden
(58,30%).
Dari hasil jawaban responden tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden memiliki motivasi yang tinggi.Motivasi menurut
Notoatmojo (2007) adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.Hasil
dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun
perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung
dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Motivasi dinilai
penting dalam pelaksanaan peran seorang kader posyandu.Motivasi
kader dalam pelaksanaan peran pada kegiatan posyandu yang semakin
menurun, tentu berpengaruhnya pada terjadinya drop out (angka
putus). Persentase kader aktif nasional sebesar 69,2% dan kader drop
out sebesar 30,8%. Penyelenggaraan posyandu yang baik berpengaruh
pada keberlangsungan posyandu, sehingga kader akan terampil dan
termotivasi perannya sebagai tenaga utama pelaksana posyandu
(Kementerian RI, 2011).

4
c. Analisis Bivariat
Dari hasil penelitian pada jurnal tersebut diketahui bahwa :
1) Setelah dilakukan uji dengan regresi logistik ganda didapatkan bahwa
terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan
dengan keaktifan kader kesehatan, dimana pengetahuan tinggi
memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus
tuberkulosis 18 kali lebih besar dari pada pengetahuan rendah. Hubu-
ngan tersebut secara statistik signifikan (OR =18.44; p= 0,012).
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan tinjauan
teoritik.Pengetahuan yang dimiliki oleh kader kesehatan menentukan
keaktifannya dalam pengendalian kasus tuberkulosis.Pengetahuan
(knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mel-
akukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia.Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gopalan, at.al, 2012).
Pengetahuan kader kesehatan merupakan domain yang sangat penting
sebagai dasar kader kesehatan dalam melakukan keaktifannya dalam
pengendalian kasus tuberkulosis.Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang salah satunya adalah pengetahuan dari orang
tersebut. Menurut Nugroho (2008) tentang hubungan antara
pengetahuan dan motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader po-
syandu di Desa Dukuh tengah kecamatan ketanggungan Kabupaten
Brebes, diperoleh hasil ada hubungan antara pengetahuan dengan
keaktifan kader posyandu (p value: 0,000 dan r: 0,784).
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang menemukan bahwa
pengetahuan kader merupakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan penemuan suspek tuberkulosis paru di puskesmas Sanankulon.
Hubungan antara pengetahuan dan sikap kader kesehatan dengan

5
praktek penemuan suspect penderita TB paru di Puskesmas Plupuh I
Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah, diperoleh hasil terdapat
hubungan antara pengetahuan dan sikap kader kesehatan tentang TB
paru dengan penemuan penderita TB paru di wilayah Puskesmas
Plupuh I Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen Jawa Tengah
(Sudaryanto, dkk, 2005).
2) Setelah dilakukan uji dengan regresi logistik ganda didapatkan bahwa
terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara sikap dengan
keaktifan kader kesehatan, dimana sikap baik memiliki kemungkinan
untuk aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis 8 kali lebih besar
dari pada sikap kurang. Hubungan tersebut secara statistik signifikan
(OR=8.08; p=0,011).
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan tinjauan teoritik.Sikap yang
dimiliki oleh kader kesehatan menentukan keaktifannya dalam
pengendalian kasus tuberkulosis.
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek.Dari berbagai batasan
tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku (Rahman, dkk, 2010).
Sikap kader kesehatan merupakan domain yang sangat penting sebagai
dasar kader kesehatan dalam melakukan keaktifannya dalam
pengendalian kasus tuberkulosis.Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang salah satunya adalah sikap dari orang tersebut
(Basri, et. al, 2009).
Hasil penelitian lain yang juga sejalan dengan penelitian tersebut
antara lain dari hasil penelitian didapatkan hubungan yang positif dan
signifikan antara sikap kader dengan penemuan suspek tuberkulosis
paru di puskesmas Sanankulon, baik secara simultan maupun parsial.

6
Hal tersebut juga didukung penelitian yang diperoleh hasil terdapat
hubungan antara sikap kader kesehatan tentang TB paru dengan
penemuan penderita TB paru di wilayah Puskesmas Plupuh I Keca-
matan Plupuh Kabupaten Sragen Jawa Tengah (Chatarina UW, 2007).
3) Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji dengan regresi logistik
ganda didapatkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik
signifikan antara motivasi dengan keaktifan kader kesehatan, dimana
motivasi tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian
kasus tuberkulosis 15 kali lebih besar dari pada motivasi rendah.
Hubungan tersebut secara statistik signifikan (OR =15.01; p= 0,018).
Temuan pada penelitian ini sesuai dengan tinjauan teoritik.Motivasi
yang dimiliki oleh kader kesehatan menentukan keaktifannya dalam
pengendalian kasus tuberkulosis.
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang artinya
menggerakan, sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah
motivation yang berarti dorongan. Proses terjadinya motivasi yaitu
suatu kebutuhan adalah keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil
tertentu tampak menarik, dimana suatu kebutuhan yang terpuaskan
akan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan-dorongan
didalam individu tersebut. Dorongan ini menimbulkan suatu perilaku
pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu, dimana jika tujuan
tersebut tercapai, akan dapat memenuhi kebutuhan yang ada dan
mendorong ke arah pengurangan tegangan.
Motivasi kader kesehatan merupakan domain yang sangat penting
sebagai dasar kader kesehatan dalam melakukan keaktifannya dalam
pengendalian kasus tuberkulosis.Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang salah satunya adalah motivasi dari orang tersebut.
Hasil penelitian lain yang sejalan antara lain penelitian yang diperoleh
hasil yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
motivasi kader dengan penemuan suspek tuberkulosis paru di
puskesmas Sanankulon, baik secara simultan maupun parsial.

7
Hal tersebut juga didukung dari hasil penelitian dimana diperoleh hasil
bahwa ada hubungan sikap dan motivasi dengan kinerja kader po-
syandu. Sikap dan motivasi memberikan pe-ngaruh pada kinerja
sebesar 97,1% sedangkan 2,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor diluar
sikap dan motivasi. Dan menurut penelitian Nugroho (2008) diperoleh
hasil ada hubungan antara motivasi dengan keaktifan kader posyandu
(p value: 0,001 dan r: 0,585).

d. Analisis Multipariat
Setelah dilakukan uji dengan regresi logistik ganda didapatkan bahwa
Pengetahuan, sikap, dan motivasi berhubungan secara signifikan dengan
keaktifan Kader kesehatan dalam pengendalian kasus Tuberculosis.Kader
kesehatan dengan penge-tahuan tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif
dalam pengendalian kasus tuberkulosis 18 kali lebih besar dari pada
pengetahuan rendah).Kader kesehatan dengan sikap baik memiliki
kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis 8 kali
lebih besar dari pada sikap kurang. Kader kesehatan dengan motivasi
tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus
tuberkulosis 15 kali lebih besar dari pada motivasi rendah
Hasil penelitian dalam jurnal ini sesuai dengan penelitian lainyang juga
menunjukan bahwa faktor pengetahuan, sikap dan motivasi kader
kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungannya
dengan keaktifan kader kesehatan dalam pengendalian kasus tuberkulosis
(Awusi, dkk, 2009).

8
2. Jurnal Akreditasi yang menggunakan Analisis Regresi Linear Ganda
a. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Pengaruh Dukungan Sosial dan Burnout Terhadap
Kinerja Perawat Rawat Inap RSUP Sanglah
Jenis Jurnal : E-Jurnal Manajemen Unud,
Penulis : Nyoman Adinda Adnyaswari, I Gusti Ayu Dewi
Adnyani
Tahun Terbit : 2017
ISSN : 2302-8912
Variabel Penelitian
1) Variabel Dependen
Adapun yang menjadi Variabel Dependen dalam jurnal tersebut yaitu
Kinerja Perawat Rawat Inap.
2) Variabel Independen
Sedangkan yang menjadi Variabel Independen (X) dalam jurnal
tersebut, yaitu :
X1 : Dukungan Sosial
X2 :Burnout
3) Variabel Covariat (Kendali)
Tidak terdapat variabel kendali dalam jurnal penelitian tersebut
4) Definisi dan Indikator Variabel
a) Kinerja Perawat Rawat Inap (Y)
Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasi
kansebaik–baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya
dalamrangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan
terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi
b) Dukungan Sosial (X1)
Dukungan sosial merujuk pada kenyamanan,kepedulian, harga diri
atau segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dariorang lain
atau kelompok.

c) Burnout (X2)

9
Burnout merupakan respon yang berkepanjangan terkait faktor
penyebabstres yang terus-menerus terjadi tempat kerja di mana
hasilnya merupakan perpaduan antara pekerja dan pekerjaannya.
Pengujian variabel diukur dalam bentuk item pernyataan
indikator.Indikator dibagi dalam beberapa tingkatan dan diberikan
skor atau nilai dengan menggunakan skala ukur interval.

b. Analisis Univariat
Dari hasil penelitian pada jurnal tersebut diketahui bahwa :
1) Tingkat variabel dukungan sosial masuk dalam kategori tinggi. Rerata
empirik (RE) untuk variabel dukungan sosial adalah 68,48 dan rerata
hipotetik (RH) variabel dukungan sosial sebesar 52,5.
Dukungan sosial dibutuhkan dalam berbagai bidang pekerjaan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Rohman, Prihartanti danRosyid (1997) yaitu
dengan diperoleh dukungan sosial dari orang lain seseorang dapat
mengatasi masalah-masalah psikologis yang dirasakan dengan baik.
Hal ini dikarenakan Jenis pekerjaan yang melayani karakteristik
pasien berbeda-beda dan waktu istirahat karyawan yang mungkin
kurang. Bila pekerjaan seperti ini dilakukan secara terus menerus
dapat membuat orang cepat terkena stress yang akhirnya akan
menimbulkan kelelahan kerjabagi para karyawan. Oleh sebab itu
dukungan sosial dibutuhkan untuk menekan kelelahan kerja. Johnson
dan Johnson (dalam Handono& Bashori, 2013) menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan makna dari hadirnya orang lain yang
dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan, dan penerimaan
apabila individu yang bersangkutan mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Jadi pada dasarnya dukungan sosial
merupakan hubungan yang sifatnya menolong disaat individu sedang
mengalami persoalan atau kesulitan, baik berupa informasi maupun
bantuan nyata, sehingga membuat individu merasa diperhatikan,
bernilai, dan dicintai.

10
2) Tingkat variabel burnout masuk dalam kategori rendah. Rerata
empirik (RE) sebesar 35,49 dan rerata hipotetik (RH) variabel burnout
sebesar 50.
Terjadinya burnout dapat mengkhawatirkan karena memiiki
kecenderungan menyebar dan memicu efek yang lain. Bila disebuah
oraganisasi ada karyawan yang merasa tertekan dan mengalami
burnout,karyawan lain dapat dengan mudah mejadi tidak puas, sinis,
serta bermalas-malasan.Tidak lama kemudian seluruh organisasi
menjadi tempat yang tidak menarik dan tidak bersemangat. Karena
itu, pencegahan terjadinya burnout pekerja kesehatan dansosial perlu
diupayakan dengan baik (Adawiyah, 2013).
Menurut Ekawanti dan Mulyana (2016), untuk menurunkan kejadian
burnout hal pertama yang harus dilakukan adalah adanya kesadaran
diri dari pimpinan bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang
pegawai banyak menghadapi berbagai masalah yang bisa berdampak
pada timbulnya kejenuhan kerja, hendaknya para pimpinan melakukan
beberapa hal antara lain, melakukan pembinaan pegawai secara
profesional, membina hubungan professional yang tidak kaku dan
akrab baik antara pimpinan dan pegawai, ataupun sesame pegawai,
melakukan dukungan sosial yang cukup bermakna kepada pegawai,
adanya usaha dari pegawai itu sendiri yaitu menjaga kondisi fisik dan
mental sehingga terbentuk suatu manajemen stress yang baik,
meningkatkan hubungan yang harmonis kepada orang lain, membuat
lingkungan menyenangkan.

c. Analisis Bivariat
Dari hasil penelitian pada jurnal tersebut diketahui bahwa :
1) Hasil uji parsial menunjukan bahwa dukungan sosial berpengaruh
positif terhadap kinerja perawat pada bidang rawat inap di RSUP
Sanglah Denpasar.
Perawat yang memiliki dukungan sosial tinggi maka mereka akan
merasa memiliki tempat untuk bersandar disaat mereka sedang berada

11
di dalam tekanan. Dukungan sosial yang diterima oleh perawat akan
menimbulkan dampak positif, yaitu rasa berharga, ketenangan batin,
memberi semangat dan rasa percaya diri sehingga perawat akan lebih
baik dalam melakukan tugas-tugasnya di tempat kerja. Hal tersebut
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atwater & Duffy
(2005), yang menjelaskan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu
untuk mendapatkan kenyamanan ketika individu tersebut merasa
berada di dalam situasi yang rumit atau sedang terjadi masalah seperti
halnya ketika mengalami burnout, dimana bentuk kenyamanan tersebut
berupa dukungan sosial dari lingkungan terdekatnya.
Hasil ini pun sesuai dengan penelitian yang dilakukan Agustin (2010)
menyatakan dukungan sosial yang cukup bermakna mampu
meningkatkan kinerja karyawan secara positif. Begitupun dengan
Johana et al. (2007) menjelaskan adanya dukungan sosial dari atasan
akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja
karyawan. Hasil ini sesuai pun dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Aaron (2015) membuktikan semakin tingginya kejenuhan kerja
(burnout) pada seseoarang karyawan akan memberikan pengaruh
negatif bagi kinerja mereka. Syed (2014) membuktikan kejenuhan
kerja merupakan akibat stres kerja dan beban kerja yang paling umum
sehingga menyebabkan pengaruh negatif kinerja karyawan.
2) Hasil uji parsial menunjukan bahwa burnout berpengaruh negatif
terhadap kinerja perawat pada RSUP Sanglah Denpasar. Hasil ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aaron (2015)
membuktikan semakin tingginya kejenuhan kerja (burnout) pada
seseoarang karyawan akan memberikan pengaruh negatif bagi kinerja
mereka. Syed (2014) membuktikan kejenuhan kerja merupakan akibat
stres kerja dan beban kerja yang paling umum sehingga menyebabkan
pengaruh negatif kinerja karyawan.Hasil ini pun juga sesuai dengan
hasil penelitian perawat sebagai profesi yang bergerak di bidang
human service selalu dituntut untuk beradaptasi dengan segala
perubahan yang terjadi di dalam lingkungan pekerjaannya, burnout

12
yang dialami oleh perawat berdampak negatif terhadap dukungan
sosial yang dialami (Arnold, 2008). Seorang perawat yang memiliki
dukungan sosial sehingga bias memenuhi tuntutan-tuntutan pekerjaan
tersebut akan sangat jauh untuk mengalami pengaruh negatif dari
burnout (Gonul and Gokce, 2014).

d. Analisis Multipariat
Dari hasil penelitian pada jurnal tersebut diketahui bahwa Dukungan
Sosial dan Burnout berpengaruh secara simultan terhadap kinerja perawat
rawat inap RSUP Sanglah.
Menurut Sarafino (dalam Purba, Yulianto & Widyanti, 2007) dukungan
social merujuk pada kenyamanan, kepedulian, hargadiri atau segala bentuk
bantuan lainnya yangditerima dari orang lain atau kelompok.Dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa yang menekan, individu membutuhkan
dukungan sosial. Individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi
tidak hanya mengalami stres yang rendah, tetapi juga apat mengatasi stres
secara lebih berasil dibanding dengan mereka yang kurang memperoleh
dukungan sosial (Tayor dalam adawiyah, 2013). Rosyid dan Farhati
(dalam Andarika,2004) mengatakan bahwa ketiadaan dukungan sosial
atasan terhadap karyawan akan mengakibatkan timbulnya kelelahan
kerjapada karyawan. Menurut Ganster, dkk (dalamAndarika, 2004)
bilamana seorang karyawan mendapat dukungan sosial maka perawat
dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan dengan demikian
kinerjanya meningkat. Akan tetapi, bilamana karyawan tidak memperoleh
dukungan sosial, makaakan mengalami kebingungan, merasa tidak
mempunyai sandaran untuk mengadukan permasalahannya. Keadaaan
yang demikian tentu akan berdampak negatif pada paraperawat dan akan
tercermin pada kinerja yangtidak memuaskan.
Begitu pula dengan Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan
emosional yang muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian antara
kondisi karyawan dengan pekerjaannya (lingkungan dan desain
pekerjaan). Sejauh ini fenomena kelelahan kerja masih belum mendapat

13
perhatian serius dari pihak manajemen organisasi, meskipun sudah banyak
hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa kelelahan kerja menurunkan
kinerja organisasi (Gunarsa,2004).
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai kelelahan kerja yang
dialami pada beberapa profesi yang berkaitan dengan pelayanan jasa pada
manusia, antara lain pada psikolog klinis,tenaga pengajar, pekerja sosial,
pekerja industri, karyawan rumah sakit, dokter, dan perawat. Menurut
Demerouti dkk (dalam Dedju & Hastjarjo, 2012) Kondisi ini di karenakan
mereka di hadapkan pada kebutuhan untuk menjalin hubungan emosional
dengan pasien yang sedang sakit dan memperlakukan dengan baik dan
kesulitan dalam menghadapi klien-klien dan perilaku klien.
Menurut Maslach, Schaufeli dan Lieter (dalam Dedju & Hastjarjo, 2012)
kelelahan kerja merupakan fenomena yang tidak terpisahkan dari stres
kerja yang banyak ditemukan pada profesi melayani manusia,yaitu profesi
yang bergerak pada bidang jasa pelayanan kemanusian yang menuntut
keterlibatan emosi yang tinggi.

14

Anda mungkin juga menyukai