Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Generasi Milenial Sebagai Pendorong Utama Pertumbuhan Ekonomi
Bangsa” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Prof. Drh. Ni Wayan Kurniani K., MP., PhD pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pembangunan Nasional bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Drh. Ni Wayan Kurniani
K., MP., PhD, selaku dosen Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Bogor, 13 Februari 2020

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………….…………………1
Daftar Isi……………………………………………………………………………….…………………..2
Bab I PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………….3
Tujuan……………………………………………………………………………………………4
Perumusan Masalah………………………………………………………………………4
Bab II PERMASALAHAN
Permasalahan Umum…………………………………………………………………….4
Permasalahan Khusus……………………………………………………………..…….5
Bab III PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………5
Bab IV PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..11
Saran…………………………………………………………………………………………….11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………….12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi Indonesia diawali ketika mantan Presiden Soeharto


membaca “Surat Pengunduran” dirinya pada tanggal 21 Mei 1998, yang
sebelumnya diawali dengan terjadinya krisis ekonomi (Ikhwan 2017).
Reformasi yang bergulir sejak Mei 1998 telah mendorong perubahan pada
hampir seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Elemen-elemen
utama dalam reformasi tersebut adalah demokratisasi, desentralisasi, dan
pemerintahan yang bersih. Ketiga elemen utama reformasi tersebut telah
mendorong terciptanya tatanan baru hubungan antara pemerintah
dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, dan penciptaan transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-
kebijakan pembangunan. Selain itu, amendemen UUD 1945
mengamanatkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden serta kepala daerah
dipilih langsung oleh rakya;, dan diisyaratkan pula tidak akan ada lagi GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara) sebagai arahan bagi Pemerintah dalam
menyusun rencana pembangunan. Reformasi ini selanjutnya telah
menuntut perlunya pembaharuan dalam sistem perencanaan
pembangunan dan pengelolaan keuangan negara secara nasional.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah merespon tuntutan
perubahan ini dengan menetapkan UndangUndang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kini telah
dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No.
40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat
mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh
berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi
yangoptimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus
berupaya melakukan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Menurut Todaro (2003), bahwa pembangunan ekonomi
pada dasarnya mempunyai empat dimensi pokok, yaitu (1)
pertumbuhan; (2) penanggulangan kemiskinan; (3) perubahan atau
transformasi ekonomi; dan (4)keberlanjutan pembangunan dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Pada setiap tahapan
pembangunan untuk memacu pertumbuhan ekonomi terus dilakukan
pemerintah. Agar pertumbuhan ekonomi terus berlangsung, diharapkan
terjadi perubahan atau transformasi struktur ekonomi. Perubahan struktur
ekonomi merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan

3
pertumbuhan ekonomi, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan itu
sendiri.
Saat ini, dunia telah memasuki era 4.0, tidak terkecuali Indonesia.
Teknologi di Indonesia telah berkembang dengan sangat cepat, termasuk
layanan keuangan berbasis teknologi. Menurut Tayibnapis et al.(2018),
kehadiran era ekonomi digital dapat menjadi peluang baru serta ancaman
serius bagi industri perbankan yang beralih ke perbankan digital. Peluang
baru yang dimaksud adalah mempertahankan pelanggan yang sudah ada
dan menarik pelanggan baru yang lain berasal dari generasi milenial.
Namun, ancaman yang dihadapi adalah industri jasa keuangan adalah
salah satu sektor yang paling rentan kejahatan cyber, yang berkembang
menjadi media penyimpanan data berbasis cloud computing system.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi dan


masalah ekonomi yang ada dan mengamati fenomena ekonomi digital di
Indonesia, serta mengetahui betapa pentingnya peran generasi milenial
dalam pembangunan nasional dalam bidang ekonomi di Indonesia.

C. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang disajikan penulis di dalam makalah ini


yakni:
1. Bagaimana perubahan perekonomian Indonesia sejak dimulainya era
Reformasi ?
2. Apa saja perubahan kondisi perekonomian Indonesia dari ekonomi
tradisional menjadi ekonomi modern yang berdampak pada
pembangunan nasional ?
3. Bagaimana peran generasi milenial dalam memajukan pertumbuhan
perekonomian Indonesia ?

BAB II
PERMASALAHAN

A. Permasalahan umum

Penelitian ini mencoba untuk memberikan bahan masukan bagi


pengambil kebijakan untuk menetapkan keputusan kebijakan di masa yang
akan datang terkait dengan peran pengeluaran pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hasil positif signifikan dari koefisien variabel
pengeluaranpemerintah menunjukan bahwa pemerintah masih berperan
penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini
perlu disikapi dengan keseriusan dari pemerintah untuk mengalokasikan
pengeluarannya tersebut pada sektor dan proyek yang produktif.

4
B. Permasalahan khusus

Dalam perkembangan di era 4.0 ini telah membawa banyak


perkembangan dan perubahan bagi pertumbuhan perekonomian
Indonesia, hal tersebut berjalan dengan seiringnya perkembangan
teknologi yang sangat pesat ini. Contoh dari perkembangan perekonomian
digital adalah e-commerce. Toko online memberikan banyak kemudahan
bagi pengguna, namun juga membawa banyak negative jika tidak
membatasi dengan aturan – aturan dan melupakan ideologi kita, yaitu
Pancasila. Maka, harus diperhatikan bahwa pentingnya memberikan
arahan pada generasi milenial yang saat ini adalah yang mendominasi
penggunaan situs – situs e-commerce, agar tidak melenceng dari
kepribadian Indonesia. Generasi milenial merupakan generasi yang sangat
berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia sat ini maupun
masa depan.

BAB III
PEMBAHASAN

Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan


ekonomi Indonesia turun (-13,16%) pada 1998, bertumbuh sedikit (0,62%)
pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju pertumbuhan
tahunan 1999 – 2005 berturut-turut sbb.: 0,62%, 4,6%, 3,83%, 4,38%,
4,88%, 5,13% dan 5,69%. Ekonomi kita bertumbuh dari hanya 0,62%
berangsur membaik pada kisaran 4% antara tahun 2000 s.d. 2003 dan
mulai tahun 2004 sudah masuk pada kisaran 5%. Pemerintah pada mulanya
menargetkan pertumbuhan ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi kemudian
dalam APBN-P 2006 merubah targetnya menjadi 5,8%; namun BI
memperkirakan laju pertumbuhan 2006 adalah 5,5% lebih rendah dari laju
pertumbuhan 2005. Patut diduga bahwa laju pertumbuhan tahun 2007
akan lebih rendah lagi karena investasi riil tahun 2006 lebih rendah dari
tahun 2005.

Laju pertumbuhan ekonomi kita dari tahun 1999 s.d. 2008


mencapai rata-rata 4,75%. Dari data di atas kelihatannya ekonomi kita
memiliki prospek membaik yaitu terus meningkatnya laju pertumbuhan di
masa depan. Namun apabila diteliti lebih mendalam akan terlihat adanya
permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut. Sektor ekonomi
dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor non-riil.
Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian,
pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan
pelayanan wisatawan internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya
seperti: listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan
jasa-jasa (pemerintahan, sosial, perorangan). Kegiatan yang melayani

5
wisatawan internasional masuk pada beberapa sektor non-riil sehingga
tidak dapat dipisahkan. Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor riil bertumbuh
3,33% sedangkan sektor non-riil bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah
pincang karena semestinya sektor non-riil bertumbuh untuk melayani
sektor riil yang bertumbuh. Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor pertanian
bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan sektor industri bertumbuh
5,12%. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002 s.d. 2005
laju pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena
pertumbuhan sektor non-riil yang melaju 2 kali lipat dari sektor riil. Pada 2
tahun terakhir sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan,
keuangan, bangunan, dan perdagangan. Pada saat yang sama tingkat
pengangguran terbuka pada mulanya turun tetapi sejak tahun 2002
cenderung naik. Menurut perhitungan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tingkat pengangguran pada tahun 2004 sebesar 10,3 juta
meningkat menjadi 11,2 juta pada tahun 2005 dan diperkirakan sebesar
12,2 juta pada tahun 2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus 2006, hal. 15).
Hal ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang
sama berada di atas 5%. Persentase orang miskin pada mulanya juga terus
menurun, tetapi sejak tahun 2005 sudah mulai bertambah. Hal ini
disebabkan oleh sektor yang bertumbuh itu adalah sektor non-riil

Pemerintah Indonesia di era sekarang memiliki sebuah visi besar


dalam sektor ekonomi digital. Bagaimana tidak, pemerintah menargetkan
Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada
2020, dengan proyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai 130 juta US
Dollar pada tahun 2020. Meskipun visi ini terkesan ambisius, namun
Pemerintah memiliki dasar yang kuat dalam mencanangkan target ini.
Salah satu alasan yang kuat adalah melihat fakta bahwa perilaku
masyarakat Indonesia sangat berorientasi digital. Data dari Asosiasi
Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) serta We Are Social menyebut kan
bahwa pengguna internet Indonesia berada di kisaran 52%, dan sebagian
besar diantaranya mengakses internet secara mobile selama 4 jam per
hari. Lebih jauh, saat ini terdapat 370 juta kartu SIM aktif di Indonesia, jauh
lebih besar dari populasi Indonesia yang sudah hampir mencapai 270 juta
penduduk.
Banyak faktor yang mendorong perkembangan dinamika digital di
Indonesia, namun setidaknya dapat dibagi dalam dua perspektif: industri
dan konten. Dari sisi industri, terlihat bahwa operator telekomunikasi
berlomba-lomba membangun infrastruktur secara masif, mulai dari
jaringan 2G, 3G, hingga 4G. Tidak hanya itu, terjadi persaingan antar
operator yang cenderung tidak sehat dan menimbulkan perang tarif,
dimana operator menurunkan harga serendah-rendahnya untuk
menaikkan utilisasi jaringan mereka.

6
Walaupun perang tarif berdampak buruk bagi industri
telekomunikasi, tapi dampaknya terhadap masyarakat sangat terasa,
dimana telekomunikasi kini tidak lagi dianggap sebagai barang mahal.
Sedangkan dari sisi konten, menggeliatnya penggunaan media sosial
seperti Facebook, Instagram dan Twitter serta munculnya aplikasi chat
seperti WhatsApp dan LINE menjadi pendorong utama penetrasi data di
Indonesia.
Meskipun perilaku digital masyarakat Indonesia menunjukkan tren
yang meningkat, faktanya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia belum
terbangun secara merata. Pembangunan infrastruktur yang masif hanya
terlihat di kawasan Jawa dan Sumatera, sedangkan di kawasan timur
Indonesia infrastruktur telekomunikasi yang ada masih jauh dari memadai.
Akibatnya jelas, kesenjangan digital sangat nyata terjadi di Indonesia. APJII
mencatat bahwa 70 juta pengguna internet Indonesia berpusat di pulau
Jawa, Sumatera, dan Bali. Sedangkan total semua pengguna internet di
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 5.9 juta. Fakta ini pun
juga terlihat dari posisi Indonesia di sejumlah index yang dikeluarkan
berbagai lembaga, seperti Networked Readiness Index (NRI) dan GSMA
Mobile Connectivity Index. Posisi Indonesia masih kalah jauh bahkan bila
dibandingkan oleh negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand.

Terlepas dari pembangunan infrastruktur yang belum merata,


industri ekonomi digital di Indonesia bisa dibilang sangat menggeliat. Hal
ini ditandai dengan tumbuh pesatnya berbagai perusahaan rintisan (start-
up) yang berbasis aplikasi. Data dari situs startupranking.com mencatat
bahwa saat ini terdapat 1463 start-up di Indonesia. Angka ini
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah start-up terbesar
ketiga di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat dan India.

Menariknya, tren pertumbuhan start-up ini dipelopori oleh para


generasi muda yang memiliki semangat sociopreneurship, yakni
bagaimana mereka dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada di
masyarakat serta memberikan dampak yang signifikan lewat medium
teknologi. Salah satu contohnya adalah bagaimana Nadiem Makarim
mendirikan Go-Jek untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan
moda transportasi ojek yang cepat dan dapat diandalkan.

Dampak yang ditimbulkan Go-Jek sangat signifikan. Dampak


positifnya sudah jelas, Go-Jek mendorong pertumbuhan lapangan kerja
baru yang menjanjikan yang dapat memberikan pemasukan lebih
dibanding industri konvensional dengan jam kerja fleksibel. Selain itu, Go-
Jek juga mencoba menjadi solusi atas absennya pemerintah dalam
menyelesaikan masalah kemacetan dengan menawarkan mobilitas yang
tinggi. Contoh lain adalah William Tanuwijaya, CEO Tokopedia yang
awalnya punya visi untuk mempermudah siapapun agar dapat memulai

7
bisnis mereka sendiri lewat medium internet. Ekonomi digital memang
memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Indonesia.

Laporan dari Oxford Economics (2016) menyebutkan bahwa


keberadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan
kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah
lapangan kerja di Indonesia. Secara khusus, setiap 1 persen peningkatan
penetrasi mobile diproyeksikan menyumbang tambahan 640 juta US Dollar
kepada PDB Indonesia serta membuka 10.700 lapangan kerja baru pada
tahun 2020. Kontribusi sektor TIK makin terasa signifikan terhadap PDB
Indonesia, mengingat sektor TIK menyumbang 7.2 persen dari total PDB
Indonesia.

Walaupun angka ini masih jauh dibandingkan sektor lain, namun


sektor TIK mengalami pertumbuhan sekitar 10 persen yang merupakan
pertumbuhan terbesar dibandingkan sektor lain. Pertumbuhan ini pun juga
jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan rata-rata PDB nasional yang
hanya 5 persen. Maka tidak mengherankan jika pemerintah Indonesia
menaruh perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi digital.

Industri Fintech juga menjadi salah satu primadona yang sedang


berkembang pesat di Indonesia. Laporan dari DailySocial mencatat bahwa
dalam dua tahun terakhir pertumbuhan fintech start-up mencapai 78%,
dan sebagian besar fokus di sektor pembayaran. Hal ini wajar mengingat
fakta bahwa saat ini hanya 36% dari orang dewasa di Indonesia yang
memiliki rekening di bank. Padahal, teknologi finansial adalah enabler
penting bagi kesuksesan ekonomi digital. Selain itu, dampak dari fintech
sendiri sangat terasa dalam hal mempromosikan layanan finansial yang
inklusif.

Dengan adanya fintech, masyarakat dapat melakukan pembayaran


lewat pulsa telepon ataupun lewat minimarket secara mudah dibanding
harus melakukan transfer lewat bank. Menyadari pertumbuhan industri
fintech ini, pemerintah lewat Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) bersikap sangat supportif dengan menyusun peraturan mengenai
peer-to-peer Fintech lending serta membuka Bank Indonesia Fintech
Office (BI FTO) untuk memantau segala dinamika pertumbuhan industri
fintech di Indonesia.

E-commerce juga menjadi industri yang mengalami pertumbuhan


signifikan di Indonesia. Hal ini didasari fakta bahwa 8 juta masyarakat
Indonesia sudah berbelanja secara online dan diprediksi terus meningkat.
Perilaku konsumtif dan digital dari masyarakat Indonesia, ditambah
meningkatnya jangkauan pasar menjadi pendorong utama. Tren ini pula
yang membuat banyak pemain yang selama ini berjualan secara offline

8
turut membuka toko online. Meski begitu, sektor e-commerce di Indonesia
baru berkontribusi sebesar 0.8% dari total penjualan ritel, jauh dibawah
Tiongkok (11%) dan Amerika Serikat (8%). Untuk itu, sesuai visi ekonomi
digital 2020 yang dicanangkan Pemerintah Indonesia, Indonesia
mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendukung ekosistem e-
commerce di Indonesia, seperti Paket Kebijakan Ekonomi 14 tentang peta
jalan e-commerce, 1 juta domain name gratis, digitalisasi 50 juta UKM, dan
gerakan 1000 start-up digital.

Namun dampak besar dari perkembangan tegnologi tidak semua


memiliki dampak baik, melainkan juga sisi negatif, seperti selayak nya saat
ingin membuat gebrakan yang baru akan tetap ada saja pihak yang
dirugikan , tidak mungkin tidak ada. Misalnya dampak disruptif yang
ditimbulkan Go-Jek, terutama terhadap para ojek dan taksi konvensional.
Penghasilan yang menurun dan kompetisi yang dirasa tidak adil menjadi
pemicunya, sehingga banyak terjadi penolakan di daerah-daerah bahkan
sampai berujung anarkis.

Dengan digitalisasi dan perkembangan teknologi, beberapa sektor


ekonomi mengalami pengurangan tenaga kerja. Contohnya jasa
administrasi, manufaktur dan industri, jasa kuliner, konstruksi dan
pertambangan serta banyak jenis pekerjaan lainnya yang selama ini
berfungsi standar dan berulang, pada akhirnya digantikan oleh mesin
otomatis yang serba efisien. Sifat konsumtif sebagai akibat kompetisi yang
ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral
mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang
bermental "instant".

Kita menyadari disrupsi teknologi ini terjadi di seluruh dunia. Di


negara maju, penyebab utama perubahan karena jam kerja lebih fleksibel.
Di negara berkembang, era perubahan akan meningkatkan penduduk
berpendapatan menengah yang mempunyai konsumsi dan gaya hidup
yang berbeda.

Dengan berkembang pesatnya tegnologi digital , telah


menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia
sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan
Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,
merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa. dan dibentuk nya lah UU. No 11 Tahun 2008.

Manfaat dari UU. No 11 Tahun 2008 tentang (ITE), yaitu Menjamin


kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara
elektronik, Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, Sebagai salah

9
satu upaya mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi,
dan Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Dengan adanya UU ITE ini, maka Transaksi dan sistem
elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan
hukum.

Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital


dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan
Lembaga Sertifikasi Keandalan, Masyarakat harus memaksimalkan potensi
pariwisata indonesia dengan mempermudahlayanan menggunakan ICT,
trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan
bangsa, masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia dan
masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk
bersaing dengan bangsa lain.

Harapan nya, melihat potensi yang besar di Indonesia, Visi Ekonomi


Digital Indonesia 2020 bukanlah sebuah mimpi yang tak mungkin dicapai.
Namun, ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan bersama, tidak
hanya oleh Pemerintah Indonesia tapi juga oleh berbagai pihak terkait.
Pertama, mengurangi kesenjangan digital di Indonesia. Pemerintah harus
memastikan bagaimana masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada
bisa mendapatkan akses yang sama kepada layanan telekomunikasi,
mengingat infrastruktur adalah syarat utama kesuksesan ekonomi digital
kedua adalah terkait SDM. Walaupun start-up digital mengalami
pertumbuhan yang masif, namun kebanyakan dari mereka mengalami
kesulitan dalam hal menemukan talenta yang berkualitas dan sesuai
kebutuhan industri. Akibatnya, sering terjadi talent war antar start-up
dimana seorang talenta berkualitas menjadi rebutan berbagai start-up.
Salah satu yang menjadi akar permasalahannya adalah sektor pendidikan
tinggi Indonesia yang belum dapat menghasilkan SDM yang sesuai
kebutuhan industri.

BAB IV
PENUTUP

10
A. Kesimpulan

Mengingat pentingnya SDM sebagai kunci peningkatan daya saing


start-up Indonesia di kancah internasional, kolaborasi sektor bisnis dan
akademik perlu ditingkatkan kembali sehingga tidak terjadi mismatch
antara kedua sektor ini. Kita sebagai anak muda generasi sekarang harus
ikut serta dalam perkembangan, dengan memenfaatkan segala sesuatu
yang sudah disiapkan pemerintah, berfikir kreatif , serta mengambil
peluang yang banyak, bukan malah hanya sekedar menikmati kemajuan
tegnologi digital dengan bermalas malasan.

B. Saran
Dalam hal ini kita harus salong bekerja sama dalam mewujudkan
pertumbuhan perekonomian Indonesia agar menjadi lebih baik ke masa
yang akan dating. Kita sebagai generasi milenial harus dapat memfilter
dari perkembangan teknologi yang akan mempengaruhi pembangunan
perekonomian di Indonesia ini. Pemerintah harus juga menyesuaikan
dengan membuat kebijakan yang sesuai dengan zaman perkembangan
era 4.0 saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ikhwan A.. 2017. Historis Pendidikan islam Indonesia era reformasi. Jurnal Pendidikan
Islam. 5(1):14-32.

11
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh.
Jakarta : Erlangga.
Todaro, Michael P. & Smith Sthephen C. 2006. Economic De-
velopment, Eleventh Edition, Adisson Wesley.
Ahmad Zafrullah Tayibnap, Lucia Endang Wuryaningsih, dan
Radita Gora. 2018. The Development of Digital Economy in Indonesia. International
Journal of Management & Business Studies (IJMBS). 8(1):14-18.

12

Anda mungkin juga menyukai