Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN BIOKIMIA

PENCERNAAN, METABOLISME
DAN HORMON

DISUSUN OLEH

Nama :

Nim : 170610003

Kelompok :1

Dosen Pembimbing : dr. Sri Wahyuni, M.Sc

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2018
PENCERNAAN SECARA BIOKIMIAWI

I. Pemeriksaan pH Saliva
- Dasar teori
Kelenjar ludah ( glandula salivales) menghasilkan air liur/ air ludah/
saliva yang bersifat pekat dan licin. Saliva ini banyak mengandung lendir atau
musin dan enzim ptyalin/ amylase. Enzim ptialin memiliki pH sekitar 6,8 –
7,0 dengan suhu 370 C.
Fungsi air liur/ saliva:
a) Mempermudah proses penelanan dan pencernaan makanan.
b) Melindungi selaput mulut
c) Mencerna makanan secara kimiawi (Kris Buana Devi, 2017).
- Tujuan & Prinsip
Tujuan: menentukan pH saliva
Prinsip: pada kisaran pH tertentu, suatu indikator akan memberikan
perubahan sesuai dengan kadar ion H + dalam larutan yang diperiksa.
- Alat & Bahan
Alat:
 Indikator pH universal
 Tabung reaksi
 Sarung tanga
Bahan:
 Saliva
 Tisu
 Kain lap
- Prosedur kerja
a) Sebagian kelompok mengambil sampel saliva yang dikeluarkan dari
mulut dan ditampung pada tabung reaksi yang sudah dibersikan dan
dikeringkan sebanyak 2 mL.
b) Celupkan kertas pH universal ke dalam saliva sehingga semua kertas pH
menjadi basah oleh saliva.
c) Cocokkan warna kertas pH universal yang telah dicelupkan dengan
standar warna pH, tentukan pH saliva.
d) Catat hasil pemeriksaan.
e) Buat kesimpulan sementara.
- Hasil
Sampel saliva yang dikeluarkan dari mulut didapatkan bahwa pH saliva
berada pada pH = 7.

- Pembahasan
Dari hasil pengujian dengan kertas pH universal yang telah di celupkan ke
dalam saliva dan kemudian mencocokkan warna dari kertas yang telah basah
oleh saliva dengan standar warna pH. Dapat dikatakan bahwa pH saliva
normal karena pH berada sekitar 6,8 – 7,0.

II. Daya Amilolitis Saliva

- Dasar teori
Liur (saliva), sekresi yang berkaitan dengan mulut, terutama dihasilkan
oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan
mengeluarkan liur melalui duktus pendek ke dalam mulut.
Liur mengandung 99,5% H2 O dan 0,5% elektrolit dan protein.
Konsentrasi NaCL (garam) liur hanya sepertujuh dari konsentrasinya di
plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Demikian juga,
diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur.
Protein liur yang terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim.
Liur tidak esensial untuk pencernaan dan penyerapan makanan, karena
enzim-enzim yang diproduksi oleh pankreas dan usus halus dapat
menuntaskan pencernaan makanan meskipun tidak terdapat liur dan sekresi
lambung (Sherwood, 2011).
- Tujuan & Prinsip
Tujuan: Mengetahui daya amilolitis saliva
Prinsip: air ludah juga mengandung enzim amilase (ptyalin) yang akan
menghidrolisis amilum menjadi maltose.
- Alat & Bahan
Alat:
 Tabung Reaksi
 Cawan Porselen
 Gelas beker
 Penyaring
 Waterbath (Penangas Air)

Bahan:
 20mL NaCl 0,2%
 5mL cairan hasil kumuran (saliva dengan NaCl)
 Yodium

- Prosedur kerja
a) Kumur dengan air bersih
b) Kumur lagi dengan 20 mL NaCl 0,2%, tampung cairan hasil kumuran
dalam gelas beker, gojog kemudian saring
c) Siapkan 1 tabung reaksi dan isi tabung tersebut dengan 5 mL cairan hasil
kumuran (cairan saliva encer).
d) Masukkan tabung tersebut kedalam penangas air dengan suhu 37 ºC.
e) Siapkan cawan porselen untuk uji Yodium.
f) Setiap 3-5 menit, ambil sedikit cairan tabung tersebut dengan pipet tetes
kemudian masukkan ke dalam cawan porselen. Setelah itu lakukan uji
Yodium hingga menunjukkan uji Yodium negatif (yaitu warna biru tepat
hilang).
- Hasil
Dari hasil yang kami dapatkan, tidak adanya perubahan warna biru ketika
yodium diteteskan ke larutan saliva setiap 3-5 menit. Hanya tampak berwarna
kuning – kecoklatan pada hasil yang telah diteteskan yodium.

- Pembahasan
Pada teorinya, percobaan akan menghasilkan warna hijau kebiru-biruan yang
menandakan bahwa larutan tidak terhidrolisis karena adanya pemanasan
menyebabkan enzim saliva rusak sehingga tidak dapat menghidrolisis protein.
SISTEM EMPEDU
- Dasar teori
Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah menyekresi empedu,
normalnya antara 600 dan 1.000 ml/hari. Empedu disekresikan secara terus-
menerus oleh sel-sel hati, namun sebagian besar normalnya disimpan dalam
kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum (Guyton dan Hall,
2014).
Empedu menghasilkan zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin) dan
garam empedu. Fungsi empedu untuk mengemulsikan/memecahkan lemak
dan membunuh kuman-kuman dalam saluran pencernaan bagian atas (Kris
Buana Devi, 2017).
- Tujuan & Prinsip
Tujuan: Untuk membuktikan pigmen-pigmen yang terkandung dalam
empedu.
Prinsip: Melihat adanya cincin keemasan diantara empedu dan cairan HNO3
Pekat.
- Alat & Bahan
Alat
 Tabung Reaksi

Bahan

 HNO3 Pekat
 Empedu
- Prosedur kerja
a) Siapkan 1 buah tabung reaksi
b) 3 mL HNO3 pekat dimasukkan kedalam tabung tersebut
c) Siapkan 1 mL empedu encer dan tuang kedalam tabung yang berisi
HNO3 pekat melalui dinding tabung sehingga terbentuk 2 lapisan
d) Catatlah warna-warna yang timbul pada bidang batas lapisan tersebut!
- Hasil
Terbentuk cincin keemasan diantara HNO3 pekat dan Empedu. Bila aduk
antara HNO3 dan empedu akan menghasilkan warna kecoklatan.

- Pembahasan
HNO3 pekat mengoksidasi cairan empedu sehingga terdapat cincin keemasan
diantara HNO3 dan cairan empedu. Hal ini membuktikan bahwa pada cairan
empedu mengandung pigmen berwarna merah yang disebut pigmen bilirubin,
bilirubin adalah produk akhir penguraian bagian hem (yang mengandung
besi) hemoglobin yang terkandung didalam sel darah merah yang usang.
Bilirubin adalah pigmen kuning menyebabkan empedu berwarna kuning.
BIOKIMIA FERMENTASI
- Dasar teori
Fermentasi adalah suatu bentuk proses dasar untuk mengubah bahan
menjadi bahan lain dengan cara relatif sederhana yang dibantu oleh mikroba
(Hery, 2008).
Pada abad XIX, Eduard dan Hans Buhner menemukan bahwa ekstrak
sel-sel ragi yang telah dirusak atau telah mati tetap dapat menyebabkan
terjadinya proses peragian/fermentasi (Kris Buana Devi, 2017).
- Tujuan & Prinsip
Tujuan: Mengetahui bahwa glukosa dapat difermentasikan oleh sel-sel ragi.

Prinsip: Fermentasi oleh sel-sel ragi ke larutan glukosa.

- Alat & Bahan


Alat
 Tabung Peragian : 2 buah
 Tabung Reaksi : 2 buah
 Mortir dan Stamper
 Gelas Ukur
Bahan
 Larutan Glukosa 2% 20 ml, Larutan Laktosa 2% 20 ml
 Ragi roti yang telah dicairkan
- Prosedur kerja
a) Haluskan dalam sebuah mortar 2 gram ragi roti dengan 20 ml larutan
glukosa 2%, dalam mortar yang lain haluskan dengan cara yang sama
dengan 20 ml larutan laktosa 2%.
b) Pindahkan campuran tersebut ke tabung peragian sampai bagian tertutup
peragian terisi penuh.
c) Perhatikan perubahan pada tabung peragian selama 1 jam.
d) Catat perubahan yang terjadi.
- Hasil
Laju fermentasi larutan glukosa lebih cepat dibandingkan larutan laktosa.
Terlihat bahwa terdapatnya udara pada bagian atas tabung fermentasi yang
berisi larutan glukosa.

gambar 1 laktosa dan glukosa

- Pembahasan
Setelah melakukan pengujian fermentasi biokimia, didapatkan bahwa glukosa
yang merupakan monosakarida lebih cepat mengalami fermentasi
dibandingkan laktosa yang merupakan disakarida. Hal ini terbukti ketika
dimasukkan larutan glukosa dan ragi kedalam tabung fermentasi dan juga
dimasukkannya larutan laktosa dan ragi ke dalam tabung fermentasi lainnya
didapatkan bahwa beberapa menit kemudian di atas tabung fermentasi larutan
glukosa sudah mulai terdapat udara, yang menandakan sudah keluarnya hasil
fermentasi yaitu CO2. Sementara pada tabung fermentasi larutan laktosa,
belum tampak adanya udara pada bagian atas tabung fermentasinya. Hal ini
membuktikan bahwa monosakarida yaitu glukosa lebih mudah difermentasi
dibandingkan dengan disakarida yaitu laktosa.
DAFTAR PUSTAKA

Kris Buana Devi, Anarkadian. 2017. Anatomi Fisiologi & Biokimia


keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Singapore:
Saunders Elsevier.
Ethel, Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.
Poedjiadi, Anna dan F.M Titin Supriayanti. 2005. Dasar-dasar biokimia.
Bandung: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai