Anda di halaman 1dari 21

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (NANDA, NIC
NOC. 2015:212).

2. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan akibat peningkatan kecepatan produksi cairan,
penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari
lima mekanisme berikut: (Marton, 2012)
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura
Infeksi
- Tuberculosis
- Pneumonitis
- Abses paru
- Perforasi esophagus
- Abses subfrenik
Noninfeksi
- Karsinoma paru
- Karsinoma pleura: Primer, sekunder
- Karsinoma mediastinum
- Tumor ovarium
- Bendungan jantung: gagal jantung, pericarditis, konstriktiva
- Gagal hati
- Gagal ginjal
- Hipotiroidisme
- Kilotoraks
- Emboli paru
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan
diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini
bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic
koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal,
salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru. Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang
pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura,
iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan
aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga
hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 –
2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan
effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan
tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg
lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
Peradangan pleura
 Gagal jantung kiri
 Obstruksi vena cava Permeabel membran Cairan protein dari getah
superior kapiler meningkat bening masuk rongga
 Asites pada sirosis hati pleura
 Dialisisi peritonial  Peningkatan tekanan
 Obstruksi fraktus kapiler Konsntrasi protein cairan
urinarius sistemik/pulmonal pleura meningkat
 Penurunan tekanan
Terdapat jaringan nekrotik
koloid osmotik dan
pada septa Eksudat
pleura
 Penurunan tekanan
Kongesti pada pembuluh
intra pleura
limfe

Reabsorbsi cairan Gangguan tekanan kapiler


terganggu hidrostatistik dan koloid
osmotik intrapleura

Transudat

Penumpukan cairan pada


rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada Drainase


abdomen
Sesak nafas Resiko tinggi terhadap
Anoreksia tindakan drainase dada

Nyeri
Ketidakseimbangan
Resiko Infeksi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan pola Insufisiensi oksigenasi


nafas

Gangguan metabolisme
O2

Energi berkurang

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri


4. Klasifikasi
Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu: (Morton,2012)
a. Efusi pleura transudate
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung kongesif,
atelectasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
b. Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.
Kriteria efusi pleura eksudat:
- Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
- Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
- LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empyema, penyakit metastasis
(mis., kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hematorax, infark paru,
keganasan, rupture aneurisma aorta.

5. Manifestasi klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbarig dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana perasaan pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
b. Sistem Respirasi
- Inspeksi
Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
- Fremitus vokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkin paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovascular
- Inspeksi
Perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi
Untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal
ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi
Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
- Inspeksi
Perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi
Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per
menit.
- Palpasi
Perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
- Perkusi
Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
- Inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
- Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
- Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
- Inspeksi
Mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport O2.
- Palpasi
Perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang,

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), Rontgen dada biasanya merupakan
langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih dari 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran mediastinum.
b. Ultrasonografi
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
c. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal), untuk mengetahui
kejenuhan, warna, biakan tampilan, sitology, berat jenis. Fungsi pleura diantara
linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang
mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau
eksudat (hasil radang).
d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat, dehydrogenase (LDH), protein, analisis sitologi untuk sel – sel
malignan, d an pH.
e. Biopsi
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan, Jika dengan torakosentesis tidak dapat
ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain – lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatkanya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk,
dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
- Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
- Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda - tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca
paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pola Kesehatan Gordon
- Pengkajian Pola Fungsi
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
- Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
 Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
- Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
- Pola aktivitas dan latihan
 Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi
 Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
 Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
- Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istitahat
 Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhaadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Dyspnea
Objektif 2. Sulit bicara
1. Batuk tidak efektif 3. Ortopnea
2. Tidak mampu batuk Objektif
3. Sputum berlebih 1. Gelisah
4. Mengi, wheezing dan/atau 2. Sianosis
ronkhi kering 3. Bunyi napas menurun
5. Mekonium di jalan napas 4. Frekuensi napas berubah
(pada neonates) 5. Pola napas berubah

b. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan


membrane alveolar – kapiler.
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Dyspnea 1. Pusing
Objektif 2. Penglihatan kabur
1. PCO2 meningkat/menurun Objektif
2. PO2 menurun 1. Sianosis
3. Takikardia 2. Diaforesis
4. PH arteri 3. Gelisah
meningkat/menurun 4. Napas cuping hidung
5. Bunyi napas tambahan 5. Pola napas abnormal
(cepat/lambat,
regular/ireguler,dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan)
7. Kesdaran menurun

c. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap


penumpukan cairan dalam rongga pleura
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Dyspnea 1. Ortopnea
Objektif Objektif
1. Penggunaan otot bantu 1. Pernapasan pursed – lip
pernapasan 2. Pernapasan cuping hidung
2. Fase ekspirasi memanjang 3. Diameter thoraks anterior –
3. Pola napas abnormal (mis. posterior meningkat
Takipnea, bradipnea 4. Ventilasi semenit menurun
hiperventilasi, kussmaul, 5. Kapasitas vital menurun
cheyene – stokes) 6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan


metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
(tidak tersedia) 1. Cepat kenyang setelah makan
Objektif 2. Kram/nyeri abdomen
1. Berat badan menurun 3. Nafsu makan menurun
minimal 10% di bawah Objektif
rentang ideal 1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

e. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase


Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh nyeri (tidak tersedia)
Objektif Objektif
1. Tampak meringis 1. Tekanan darah meningkat
2. Bersikap protektif (mis. 2. Pola napas berubah
Waspada posisi menghindari 3. Nafsu makan berubah
nyeri) 4. Proses berpikir terganggu
3. Gelisah 5. Menarik diri
4. Frekuensi nadi meningkat 6. Berfokus pada diri sendiri
5. Sulit tidur 7. Diaphoresis

f. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh tidak nyaman 1. Mengeluh sulit tidur
Objektif 2. Tidak mampu rileks
1. Gelisah 3. Mengeluh
kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Objektif
1. Menunjukkan gejala distress
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
g. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
h. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispneu setelah beraktifitas
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh lelah 1. Dyspnea saat/setelah aktivitas
Objektif 2. Merasa tidak nyaman setelah
1. Frekuensi jantung meningkat beraktivitas
>20% dari kondisi istirahat 3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No No Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Diagnosa
1 I Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status
keperawatan selama …x24 jam pernafasan dan
diharapkan bersihan jalan napas oksigenasi
kembali efektif dengan kriteria 2. Lakukan fisioterapi
hasil: dada
- Frekuensi 3. Ajarkan pasien
pernafasan normal bagaimana
12 – 20x/menit menggunakan inhaler
- Irama pernafasan 4. Kolaborasi dengan tim
normal (regular) medis untuk
- Kemampuan untuk pemberian
mengeluarkan bronkodilator
sekret

2 II Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi,


keperawatan selama …x 24 jam kedalaman pefnafasan
diharapkan gangguan pertukaran 2. Catat perubahan pada
gas teratasi dengan Kriteria hasil saturasi O2, volume
- Akral hangat tidal akhir CO2 dan
- Tidak ada tanda perubahan nilai analisa
sianosis gas darah
- Saturasi oksigen 3. Auskultasi suara
normal 95 – 100 % nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
4. Kolaborasi dengan tim
medis untuk
pemberian terapi O2
3 III Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda –
keperawatan selama …x24 jam tanda vital pasien
diharapkan pola napas kembali 2. Posisikan pasien semi
efektif dengan kriteria hasil: fowler
- Frekuensi 3. Bantu dan ajakan
pernafasan normal pasien untuk batuk dan
(12 – 20x/mnt) nafas dalam yang
- Pola pernafasan efektif
normal 4. Kolaborasi dengan tim
- Suara auskultasi medis untuk
nafas normal pemberian terapi O2
(vesikuler)
4 IV Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kalori dan
keperawatan selama …x24 jam asupan makanan
diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Bantu pasien dalam
pasien terpenuhi dengan kriteria menentukan pedoman
hasil: atau piramida yang
- Asupan makanan paling cocok dalam
terpenuhi memenuhi kebutuhan
- Asupan cairan nutrisi dan preferensi
terpenuhi 3. Ajarkan pasien untuk
- Rasio berat memantau kalori dan
badan/tinggi badan intake makanan
dalam rentang dengan buku harian
normal makanan
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi mengenai diet
pasien
5 V Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selama …x24 jam nyeri komprehensif
diharapkan nyeri berkurang yang meliputi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
- Nyeri yang frekuensi, kualitas,
dilaporkan intensitas atau
berkurang dengan beratnya nyeri dan
skala nyeri 0 faktor pencetus
- Ekspresi wajah 2. Ajarkan prinsip –
tidak meringis dan prinsip manajemen
merintih nyeri seperti tekhnik
- Nadi kembali relaksasi
normal (60 – 3. Edukasi klien dengan
100x/mnt) memberikan informasi
mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
4. Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
6 VI Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kulit terutama
keperawatan selama …x24 jam daerah tonjolan tubuh
diharapkan pasien merasa lebih terhadap adanya tanda
nyaman dengan kriteria hasil: – tanda tekanan atau
- Relaksasi otot iritasi
- Posisi pasien yang 2. Posisikan pasien untuk
nyaman memfasilitasi
kenyamanan
(misalkan gunakan
prinsip – prinsip
keselarasan tubuh,
sokong dengan bantal.
Dan imobilisasi bagian
tubuh yang nyeri)
3. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung
4. Edukasi klien
memberikan sumber –
sumber – sumber yang
relevan dan berguna
mengenai manajemen
penyakit dan cidera
pada pasien dan
keluarga
7 VII Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji luka pasien untuk
keperawatan selama …x24 jam melihat ada tidaknya
diharapkan tidak terjadi resiko tanda – tanda infeksi
infeksi dengan kriteria hasil: 2. Lakukan teknik
- Tidak ada perawatan luka yang
kemerahan tepat
- Tidak ada cairan 3. Edukasi klien dan
(luka) yang berbau keluarga mengenai
busuk bagaimana cara
menghindari infeksi
seperti melakukan cuci
tangan efektif
4. Delegatif pemberian
terapi antibiotic yang
sesuai
8 VII Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi respon klien
keperawatan selama …x24 jam terhadap aktivitas.
diharapkan pasien dapat Catat laporan dyspnea,
melakukan aktivitas dengan baik peningkatan
dengan kriteria hasil: kelemahan/kelelahan
- Menunjukkan dan perubahan tanda
peningkatan vital selama dan
toleransi terhadap sesudah aktivitas
aktivitas yang 2. Jelaskan pentingnya
dapat diukur istirahat dalam
dengan tak adanya rencana pengobatan
dyspnea dan dan perlunya
kelemahan keseimbangan
berlebihan aktivitas dan istirahat
- Tanda – tanda vital 3. Bantu aktivitas
dalam rentang perawatan diri yang
normal diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan
4. Kolaborasi dengan
ahli terapis dalam
perencanaan dan
pemantauan program
aktivitas

4. EVALUASI
a. Bersihan jalan napas kembali efektif dan mampu mengeluarkan secret
b. Tercapainya ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak adanya gejala distress pernapasan
c. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas normal), tidak adanya
penumpukan cairan dalam rongga pleura, dan tidak ada sesak
d. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
e. Tidak adanya nyeri
f. Gangguan rasa nyaman dapat teratasi, pasien dalam posisi nyaman
g. Infeksi tidak terjadi
h. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi, dapat melakukan
aktvitas dengan baik, tak adanya dyspnea dan kelemahan berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Yogjakarta: Mediaction

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI

Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi ke – 6.


Singapore: Elsevier

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke – 5. Singapore:
Elsevier

Anda mungkin juga menyukai