ASKEP Efusi Pleura
ASKEP Efusi Pleura
2. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan akibat peningkatan kecepatan produksi cairan,
penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari
lima mekanisme berikut: (Marton, 2012)
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura
Infeksi
- Tuberculosis
- Pneumonitis
- Abses paru
- Perforasi esophagus
- Abses subfrenik
Noninfeksi
- Karsinoma paru
- Karsinoma pleura: Primer, sekunder
- Karsinoma mediastinum
- Tumor ovarium
- Bendungan jantung: gagal jantung, pericarditis, konstriktiva
- Gagal hati
- Gagal ginjal
- Hipotiroidisme
- Kilotoraks
- Emboli paru
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan
diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini
bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic
koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal,
salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru. Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang
pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura,
iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan
aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga
hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 –
2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan
effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan
tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg
lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
Peradangan pleura
Gagal jantung kiri
Obstruksi vena cava Permeabel membran Cairan protein dari getah
superior kapiler meningkat bening masuk rongga
Asites pada sirosis hati pleura
Dialisisi peritonial Peningkatan tekanan
Obstruksi fraktus kapiler Konsntrasi protein cairan
urinarius sistemik/pulmonal pleura meningkat
Penurunan tekanan
Terdapat jaringan nekrotik
koloid osmotik dan
pada septa Eksudat
pleura
Penurunan tekanan
Kongesti pada pembuluh
intra pleura
limfe
Transudat
Nyeri
Ketidakseimbangan
Resiko Infeksi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan metabolisme
O2
Energi berkurang
5. Manifestasi klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbarig dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana perasaan pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
b. Sistem Respirasi
- Inspeksi
Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
- Fremitus vokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkin paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovascular
- Inspeksi
Perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi
Untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal
ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi
Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
- Inspeksi
Perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi
Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per
menit.
- Palpasi
Perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
- Perkusi
Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
- Inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
- Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
- Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
- Inspeksi
Mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport O2.
- Palpasi
Perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang,
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), Rontgen dada biasanya merupakan
langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih dari 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran mediastinum.
b. Ultrasonografi
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
c. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal), untuk mengetahui
kejenuhan, warna, biakan tampilan, sitology, berat jenis. Fungsi pleura diantara
linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang
mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau
eksudat (hasil radang).
d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat, dehydrogenase (LDH), protein, analisis sitologi untuk sel – sel
malignan, d an pH.
e. Biopsi
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan, Jika dengan torakosentesis tidak dapat
ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura antara lain:
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
b. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain – lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatkanya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk,
dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
f. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh tidak nyaman 1. Mengeluh sulit tidur
Objektif 2. Tidak mampu rileks
1. Gelisah 3. Mengeluh
kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Objektif
1. Menunjukkan gejala distress
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
g. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
h. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispneu setelah beraktifitas
Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Subjektif
1. Mengeluh lelah 1. Dyspnea saat/setelah aktivitas
Objektif 2. Merasa tidak nyaman setelah
1. Frekuensi jantung meningkat beraktivitas
>20% dari kondisi istirahat 3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
4. Sianosis
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No No Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Diagnosa
1 I Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status
keperawatan selama …x24 jam pernafasan dan
diharapkan bersihan jalan napas oksigenasi
kembali efektif dengan kriteria 2. Lakukan fisioterapi
hasil: dada
- Frekuensi 3. Ajarkan pasien
pernafasan normal bagaimana
12 – 20x/menit menggunakan inhaler
- Irama pernafasan 4. Kolaborasi dengan tim
normal (regular) medis untuk
- Kemampuan untuk pemberian
mengeluarkan bronkodilator
sekret
4. EVALUASI
a. Bersihan jalan napas kembali efektif dan mampu mengeluarkan secret
b. Tercapainya ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak adanya gejala distress pernapasan
c. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas normal), tidak adanya
penumpukan cairan dalam rongga pleura, dan tidak ada sesak
d. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
e. Tidak adanya nyeri
f. Gangguan rasa nyaman dapat teratasi, pasien dalam posisi nyaman
g. Infeksi tidak terjadi
h. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi, dapat melakukan
aktvitas dengan baik, tak adanya dyspnea dan kelemahan berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Yogjakarta: Mediaction
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke – 5. Singapore:
Elsevier