PENDAHULUAN
Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil.
Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World
Health Organization (WHO) tahun 2013, prevalensi anemia dunia berkisar 40-
88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2%
yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).
anemia tingkat ringan sampai berat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1995 prevalensi anemia remaja putri adalah 57.1% sedangkan tahun
2001 sebesar 30%. Menurut Leenstra (2003, dalam Nursari, 2010), di bagian Barat
Kenya prevalensi anemia pada remaja putri umur 12- 18 tahun sebesar 21.1 %
remaja putri umur 11- 17 tahun sebesar 42 % (Kinabo, dkk, 2003 dalam Nursari,
2010). Di negara India, 60-70 % remaja putri menderita anemia (Pande, 2004 JOM
Vol 2 No 1, Januari 2015 743 dalam Nursari, 2010 dalam Handayani, 2015). Hasil
berkembang prevalensinya 43%. Anak-anak dan wanita usia subur (WUS) adalah
kelompok yang paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada balita
sebesar 47%, pada wanita hamil sebesar 42%, dan pada wanita yang tidak hamil
usia 15-49 tahun sebesar 30%. WHO menargetkan penurunan prevalensi anemia
pada WUS sebesar 50% pada tahun 2025. ( Jurnal Kesehatan Reproduksi vol 7,
2016 )
Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu
21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4%
penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada
balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja
putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita
mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada remaja putri
Hasil penelitian yang dilakukan PT. Merck Tbk. di Jawa Timur, Jawa Barat dan
Sumatera Utara angka kejadian anemia cukup tinggi. Di Jawa Timur melibatkan
5.959 peserta tes darah ternyata 33% diantaranya anemia, di Jawa Barat yang
melibatkan 7.439 peserta ternyata 41% anemia, sedangkan di Sumatera Utara dari
Dinas Kesehatan Kota Bogor mencatat 75% remaja di Kota Bogor kekurangan
hemoglobin/Hb alias sel darah merah dalam tubuh. Saat ini tercatat 75% dari 87.000
remaja di Kota Bogor mengalami anemia ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor
hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Remaja putri
memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan
dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami mentruasi setiap
bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat
besi yang lebih banyak. Batas kadar Hb remaja putri untuk mendiagnosis anemia
merah yang terjadi secara berlebihan. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan asupan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui (Wijaya & Putri, 2013). Anemia merupakan suatu
tanda dan gejala dari suatu penyakit namun bersifat tidak spesifik, karena anemia
banyak terjadi sebagai awal dari masalah kesehatan. Anemia gizi umumnya terjadi
pada perempuan dalam usia reproduktif dan anak-anak. Keadaan ini membawa efek
terjadi pada remaja putri karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa
pertumbuhan dan kehilangan darah pada masa menstruasi juga meningkatkan risiko
Masa remaja merupakan masa yang lebih banyak membutuhkan zat gizi.
2012).
Pada masa remaja kebutuhan akan zat-zat gizi cukup tinggi, sehingga faktor gizi
sangat mempengaruhi postur dan performa seseorang pada usia dewasa. Remaja
putri lebih beresiko terkena anemia, Hal ini disebabkan remaja putri merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga membutuhkan asupan zat gizi yang
lebih tinggi termasuk asupan zat besi. Selain itu adanya siklus menstruasi setiap
bulan yang menyebabkan remaja putri mudah terkena anemia defisiensi besi serta
pola hidup remaja yang sangat memperhatikan postur tubuh, membuat remaja putri
membatasi asupan makanan dan pantangan terhadap makanan, seperti pada diet
vegetarian.
prevalensi anemia lebih banyak terjadi pada anak perempuan lebih dari 14 tahun.
Anemia banyak terjadi pada remaja putri dan prevalensi anemia di dunia berkisar
tingginya prevalensi anemia pada remaja putri, contohnya saja pada remaja putri
SMU dan MAN di enam daerah kabupaten di Jawa Barat didapatkan prevalensi
anemia sebesar 40.4 % (Susanto, 2000 dalam Sari, 2011). Selain itu prevalensi
anemia pada remaja putri SLTP 14 Semarang sebesar 50.12%, (Saidin, Permaesih
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 03 Mei 2018
Akibat jangka panjang anemia defisiensi besi ini pada remaja putri adalah
apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat
gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa kehamilannya
angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal (Hayati, 2010 dalam
defisiensi besi, maka remaja putri perlu dibekali dengan pengetahuan tentang
anemia defisiensi besi untuk menentukan sikap yang akan dilakukan guna
mencegah anemia defisiensi besi itu sendiri (Dharmadi, dkk, 2011 dalam Jurnal
berkategori baik (40,4%), cukup (59,6%), dan tidak ada sikap responden yang
berkategori kurang. Sikap remaja puteri ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Hayati (2010) yang meneliti di MAL IAIN Medan tentang
pengetahuan dan sikap remaja putri dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi,
yang hasilnya adalah sikap remaja puteri mengenai anemia defisiensi besi yang
Putri Dalam Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada siswi kelas X & XI di SMK
Remaja Putri Dalam Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada siswi kelas X & XI
1.3 Tujuan
Defisiensi Besi pada siswi kelas X & XI di SMK Teknik Infomatika Annisa II
nantinya bisa bermanfaat bagi mahasiswa lain dan juga bisa digunakan
mahasiswa.
didik) saat ini sehingga pihak sekolah dapat membantu kualitas dan
Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014) cukup
putri kelas X dan XI sebanyak 42 siswi pada periode tahun ajaran 2017-2018,
dengan sebanyak 42 siswi untuk dijadikan sample. Penelitian ini bersifat deskritif
tentang anemia defisiensi besi dan variabel dependen yaitu sikap remaja putri
antara pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi dengan sikap
instrumen kuesioner yang diberikan kepada seluruh sampel atau responden dan