Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

SUPER OVULASI DAN INSEMINASI BUATAN

OLEH :

NAMA : YOSSI OLIVIA

NO BP : 1710422012

KELOMPOK :IB

ANGGOTA KELOMPOK : 1. LIRA WILIS (1710421004)

2. ROMY KELVINDO (1710423002)

3. NADILA RAHMADANI (1719423014)

4. DHIFA OKTAVIA (1710423034)

ASISTEN PJK : LUSI MULYATI

LABORATORIUM TEACHING II

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2019

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup mulai dari tingkat uniseluler sampai tingkat multiselular memiliki
kemampuan untuk mempertahankan jenisnya. Hal itu dimaksudkan agar tetap dapat
mempertahankan kelangsungan spesiesnya di muka bumi. Proses mempertahankan
jenis itu dapat dikategorikan ke dalam proses reproduksi atau perkembangbiakan.
Tiap jenis hewan memiliki cara reproduksi yang berbeda satu sama lain. Pada hewan
avertebrata proses reproduksi masih sederhana, sedangkan pada hewan vertebrata
prosesnya kompleks dan melibatkan banyak organ reproduksi.Proses reproduksi
didukung oleh sejumlah hormon reproduksi (Retno, 2011)

Tubuh mensekresikan dan mengalirkan sekitar 50 hormon. Banyak varasi


kimiawi ini diproduksi sel endokrin, sebagian besar dalam kelenjar. hormon lalu
masuk sistem darah, mengalir ke seluruh tubuh dan mengaktifkan sel-sel target.
sistem endokrin terdiri dari sembilan kelenjar khusus yaitu kelenjar Thiroid, empat
kelenjar Parathyroid, dua kelenjar Adrenal, kelenjar Thymus, dan kelenjar Pituitary,
yang mana merupakan fokus pada praktikum ini (Eddiman, 2013)
Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang
diawali dengan bersatunya sel telur (Ovum) dengan sel mani (Sperma) sehingga
terbentuk zigot kemudian Embrio hingga Fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut
dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan.
Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang
biasa disebut dengan Ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan Sperma.
Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui
beberapa tahap perkembangan Folikel (secara umum disebut dengan proses
Oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau Ovum), sedangkan Sperma
diproduksi oleh ternak jantan melalui proses Spermatogenesis (proses pembentukan
sel gamet jantan atau Sperma yang terjadi di dalam Testis tepatnya pada
Tubulusseminiferus) (Putro, 1996).

Inseminasi buatan adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran


reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu
terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor
pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan
(spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan
betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor
pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan
secara efisien untuk membuahi banyak betina (Nuryadi, 2000)

Pejantan yang akan diambil semennya untuk dikoleksi haruslah pejantan yang
unggul, dalam artian memiliki penampilan fisik yang bagus dan prilaku yang
menunjukakan bahwasanya pejantan itu adalah pejantan yang baik. Untuk
mengetahui keunggulan seekor pejantan bisa dilakukan dengan melalui pengamatan
langsung dilapangan. Seleksi pejantan dilaksanakan agar nantinya didapatkan
keturunan yang unggul dari hasil IB yang dilakukan dengan menggunakan semen
dari pejantan itu. Jika tidak dilakukan seleksi dikhawatirkan nantinya keturunan yang
dihasilakn tidak sesuai dengan yang diinginkan, atau inseminasi yang dilakukan tidak
berhasil karena semen yang dipakai bukan semen dari pejantan yang unggul
(Machmudin, 2008)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dilaksanakan praktikum superovulasi dan
inseminasi buatan agar dapat mengamati proses menginduksi ovulasi katak dengan
menggunakan hormon tertentu serta cara kerja dari inseminasi buatan

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui prosedur kerja super
ovulasi dan inseminasi buatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ovulasi adalah suatu proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium sebagai akibat
pecahnya folikel yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi oleh
hormonal, neural, dan perioditas cahaya. Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit
melepaskan p-olaar bodi pertama, dinding teka externa dan folikel sel dari folikel
pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan
hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam jumlah yang kecil
memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan hormon LH
(Luteinizing Hormone). Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak
terjadinya ovulasi (Adnan, 2008).
Tahap awal perkembangan folikel tampaknya berlangsung tanpa melibatkan
hormon seks. Tahap perkembangan folikel selanjutnya adalah pembentukan rongga
yang disebut antrum di dalam lapisan sel-sel granulose. Rongga tersebut berisi cairan
yang disebut caira folikel. Folikel sekarang disebut folkel sekunder tetapi oosit
primer dengan kromosom pada stadium diploten. Pada stadium ini, perkembangan
folikel sangat tergantung pada hormon-hormon gonadotrophin yang dihasilkan oleh
kelenjar Pituitary, khususnya FSH yang merangsang sel-sel folikel untuk
menghasilkan estrogen (Adnan, 2010).

Hifofisa atau kelenjar pituitari adalah sebuah kelenjar endokrin yang


menghasilkan sejumlah hormon dengan fungsi dalam mengatur metabolisme,
pertumbuhan dan reproduksi.ahli endokrinologi menyebut hifofisa sebagai master of
gland atau pusat dari endrikonologi, karena dapat mengatur ritme atau irama
aktivias-aktivitas kelenjar endokrin lainnya (Adnan, 2007).

Kelenjar pituitari ini mempunyai dua asal. Suatu pertumbuhan dorsal (Kantung
Rathke) dan langit-langit mulut tumbuh ke atas mengelilingi suatu evaginasi ventral
hipotalamus (infundibulum). Kedua bagian tersebut berasal dari ektoderm. Kantung
Rathke segera kehilangan hubungan dengan mulut, tetapi hubungan dengan otak
tetap ada (tangkai infundibular). Hipofisis mempunyai tiga lobus : Lobus anterior
(depan) dan intermediet (tengah) yang bersal dari kantung rathke dan lobus poterior
(belakang) yang berasal dari infundibulum. Lobus anterior tidak mempunyai serabut
saraf dan dirangsang untuk melepaskan hormonnya oleh faktor-faktor hormonal
melalui pembuluh darah. Lobus anteior menerima pengisian darah ganda yaitu
daerah arteri dan portal (Ville, 1984).
Hormon-hormon primer yang dihasilkan adrehipofisis adalah hormon
pertumbuhan (growth hormone, GH), proloktin, hormon perangsang-melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH), dan berbagai andorfin serta enfekalin.
Hormon pertumbuhan meregulasi pertumbuhan, akan tetapi, GH yang berlebih pada
masa kanak-kanak menyebabkan gigantisme. Pada masa dewasa kelebihan GH
menyebabkan pertumbuhan tulang secara abnormal, sebab pertumbuhan panajang
tulang sebenarnya terbatas. Malformasi berupa pertumbuhan berlebihan itu
menyusun suatu kondisi yang dikenal sebagai akromegali. Prolaktin memiliki
efek-efek yang tersebar luas pada berbagai jenis vertebrata, terutama dalam hal
keseimbangan cairan dan elektrolit (Fried, 2005).
Pada katak dewasa bagian anterior glandulae pituitaria menghasilkan hormon
yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika mengadakan
implantsi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa dalam keadaaan
berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada
hewan betina menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan
mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma (Jasin, 1992).

Superovulasi adalah ovulasi sejumlah besar ovum dari seekor betina pada suatu
saat dengan penggunaan berbagai hormone. Hormone-hormon tersebut adalah
Pregnant Mare Serum (PMSG) atau Follicle Stimulating Hormone (FSH), untuk
merangsang pertumbuhan folikular yang di ikuti oleh luteinizing hormone (LH) atau
human chorionic gonadotrophin (HCG) untuk merangsang ovulasi (Frandson,2002)

Sampai saat ini terdapat 2 tipe hormon yang paling sering digunakan untuk
tujuan superovulasi yakni pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan follicle
stimulating hormone (FSH). Kedua hormon ini masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Bila dibandingkan dengan penggunaan PMSG, respon
ovarium terhadap hormon FSH biasanya lebih baik karena lebih banyak
menghasilkan ovulasi, jumlah folikel anovulasi lebih sedikit, lebih banyak embrio
yang dapat diperoleh, dan kualitas embrio lebih baik. Kelemahan dari FSH adalah
dapat sukar diperoleh di pasar domestik, harganya relatif mahal, dan pemberiannya
harus berulang-ulang sehingga mengakibatkan stress dan menurunkan kualitas
embrio (Putro, 1996).

Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk
memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses
terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau.sedangkan Perkawinan alami merupakan perkawinan
dimana pejantan memancarkan sperma langsung ke dalam alat reproduksi betina
secara langsung, tanpa perantara alat buatan. Perkawinan terjadi secara alami dimana
pejantan lebih agresif sedangkan betina bersifat responsif (menunggu) (Partodihardjo,
2002)

Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah
memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan
untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya
satuspermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber
informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk
membuahi banyak betina (Hafez, 1993).

Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama,


yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana
(inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan
satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB
juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal
(Toelihere, 1997).

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Perkembangan Hewan tentang Super Ovulasi dan Inseminasi Buatan

dilaksanakan pada Rabu, 6 Maret 2019 di Laboratorium Pendidikan II, Jurusan

Biologi, FMIPA Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah wadah, suntik, pisau bedah,
gunting bedah, petridish, bak bedah, pinset mata. Bahan yang digunakan adalah
Fejervarya cancrivora dan larutan holtfreter

3.3 Cara kerja

Adapun cara kerja dari praktikum ialah 10 ekor katak jantan di kapitasi lalu
dikeluarkan hipofisanya, setelah itu hipofisa dicacah didalam kaca arloji lalu hipofisa
disuntikkan ke rongga peritoneal katak betina sebanyak 1ml dan ditempatkan di
tempat yang lembab sesuai habitatnya. Lalu ditunggu selama 24 jam. Setelah 24 jam,
dilihat apakah menhasilkan telur atau tidak, setelah itu kapitasi katak jantan sebanyak
3 ekor, dibedah dan diambil testisnya. Setelah itu testis dilarutkan dalam larutan
holtfreter dan dicacah sehalus mungkin, setelah itu masukkan sperma yang telah
dicacah kedalam wadah yang berisi sel telur hasi super ovulasi dan ditunggu selama
24 jam, setelah 24 jam diamati dan difoto hasi yg didapat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Super Ovulasi

Sumber : Kelompok 6B
Gambar 1. Super Ovulasi

Berdasarkan gambar 1. dapat dilihat bahwa jumlah telur katak yang dihasilakan dari
super ovulasi lebih banyak dari jumlah normal, pada bagian super ovulasi terdapat
beberapa kelompok yang tidak mendapatkan telur katak, hal ini bisa disebabkan oleh
kesalahan dalam penyuntikan serta kesalahan dalam mengambil bagian hipofisa
katak.
Menurut Langman (2004) superovulasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
mendapatkan ovum lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normalnya dengan
memberikan hormon dari lua, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka
diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah
besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon
gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle
Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan
perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel
sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai
waktu paruh hidup dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan
sehari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 - 50 mg
(tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke sembilan
sampai hari ke 14 setelah berahi.

Salah satu faktor yang diperiksa untuk menentukan faktor


keberhasilan superovulasi adalah penghitungan korpus luteum (CL) yang ada.
Penghitungan CL sering dipakai pada penelitian mengenai superovulasi untuk
mengukur keberhasilan superovulasi. Korpus luteum merupakan kelanjutan dari
rongga folikel yang telah berovulasi yang mengalami proses luteinisasi yang
membentuk tenunan–tenunan dan mensekresikan hormon progesteron.
(Hardopranjoto, 1995). Sehingga dengan menghitung jumlah CL yang ada maka
dapat diketahui tingkat keberhasilan hormon gonadotropin dalam menginduksi
folikel-folikel yang berovulasi pada usaha superovulasi. Faktor lainnya adalah
jumlah embrio yang didapat setelah diflushing. Efisiensi dari usaha superovulasi
sendiri terpengaruhi oleh adanya abnormalitas yang muncul, seperti adanya folikel
anovulatorik atau folikel sisa / yang tidak terovulasikan dari superovulasi (Hernawati,
2007)
Faktor yang menyebabkan kesalahan dalam percobaankemungkinan terletak
kesalahan pada kelenjar Pituitary. Kelenjar Pituitary yang diambil sebenarnya
bukanlah kelenjar Pituitary yang dimaksudkan. Bentuk dan ukuran kelenjar Pituitary
yag kecil menyulitkan untuk mengenalnya secara jelas, apalagi posisi kelenjar
Pitutary yang agak susah dijangkau. Kemudian faktor lainnya adalah proses
menggerus kelenjar Pituitary dilakukan dengan kurang maksimal, apalagi tidak
didukung oleh alat sentrifuge sehingga suspensi yang dihasilkan tidak benar-benar
halus. Sehingga mengakibatkan kualitas kelenjar Pituitary menurun. Selanjutnya,
suspensi kelenjar Pituitary yag telah didiamkan pada suhu kamar dalam waktu yan
lama juga dapat mengakibatkan kualitas kelenjar Pituitary menurun. Faktor penyebab
lainnya adalah kesalahan saat proses penyuntikan. Kemungkinan suspensi kelenjar
Pituitary yang disuntikkan volumenya sedikit sehingga kurang dapat bekerja secara
maksimal. Alasan lain kesalahan posisi menyuntik. Hal lain yang mempengaruhi
gagalnya ovulasi pada katak juga bisa disebabkan karena belum matangnya kelenjar
Pituitary pada katak jantan sehingga hormon FSH dan LH tidak dapat bekerja
sebagaiman mestiya. Selain faktor kesalahan tersebut, perlu juga diperhatikan
tentang kondisi lingkungan yang efektif untuk katak betina. Penciptaan kondisi
lingkungan yang efektif dapat membantu proses ovulasi katak betina (Putro, 1996)

4.2 Inseminasi Buatan


Sumber : Kelompok 6B
Gambar 2. Inseminasi Buatan

Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa sebagian sel telur katak dibuahi oleh sel
sperma yang telah diambil sebelumnya. Hal ini sesuai dengan definis yang
dinyatakan oleh Feradis (2010) yang menyatakan bahwa Inseminasi Buatan (IB) atau
kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (Sperma atau
Semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari
ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan
alat khusus yang disebut 'insemination gun'
Menurut (Foote, 1999) waktu yang tepat pelaksanaan IB adalah 5 sampai 14 jam
setelah tanda-tanda estrus muncul. Pelaksanaan IB pada waktu tersebut akan
menghasilkan angka konsepsi yang tinggi. Untuk menjalani proses pembuahan yang
dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom (sel telur) dan sperma. Jika saat
ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel
telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian
di taruh dalam suatu tabung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu
seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote)
dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu
dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita (Hafez, 1993)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, maka didapatkan kesimpulan :
1. Cara kerja dari super ovulasi ialah memperbanyak jumlah sel telur yang dihasilkan
dari hormon yang berasal dari hipofisa katak jantan
2. Cara kerja dari inseminasi buatan ialah membuahi sel telur dengan sperma diluar
lingkungan dengan cara mencampurkan cairan sperma ke dalam wadah sel telur

5.2 Saran

Saran yang dapat diajukan pada praktikum Super Ovulasi dan Inseminasi Buatan
adalah kepada praktikan pada saat praktikum lebih aktif lagi dan memperhatikan
penjelasan dari asisten agar praktikum dapat berjalan dengan baik. Serta hati-hati
dalam proses pengambilan hipofisa dan penyuntikkan

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2007. Struktur Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.


Adnan, 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Adnan, 2010. Perkembangan Hewan 2. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Eddiman W, Ferial.2013. Biologi Reproduksi. Erlangga: Jakarta

Feradis, 2010.Bioteknologi reproduksi pada ternak. Bandung : Alfabeta.

Frandson. 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Fried, George, dkk. 2005. Schaum Out Lines Biologi Edisi Kedua. Erlangga: Jakarta.

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in
Farm Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.
Hernawati. 2007. Aspek fisiologis kelenjar endokrin. FMIPA UPI, Bandung.
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Suarabaya: Sinar Wijaya.

Langman. 2004. Reproduksi dan Embriologi. Tiga Serangkai, Bandung.


Machmudin, Dadang. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : Biologi FMIPA UPI

Nuryadi. 2000. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Malang : Fakultas Peternakan


Universitas Brawijaya,
Partodihardjo. 2002. Ilmu Reproduksi Hewan Jilid 2. Mutiara, Jakarta.
Putro, P.P. 1996. Teknik superovulasi untuk transfer embrio pada sapi. Bull. FKH
UGM XIV(1):1-20.

Retno,D. 2011. Biologi Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga.


Toelihere, M.R. 1997. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa.
Bandung
Ville, Walker, dan Barnes. 1984. Zoology Umum Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai