Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh
kepemimpinan. Suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang
bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan ungkapan yang
mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting.
Sementara itu digambarkan pula bahwa pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap
pengembala akan ditanyakan tentang perilaku pengembalaannya. Ungkapan ini membuktikan
bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, dimanapun letaknya akan selalu mempunyai
beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Pemimpin seperti ini lebih
banyak bekerja dibandingkan berbicara, lebih banyak memberikan contoh-contoh baik dalam
kehidupannya dibandingkan berbicara besar tanpa bukti dan lebih banyak berorientasi pada
bawahan dan kepentingan umum dibandingkan dari orientasi dan kepentingan diri sendiri.
Membicarakan kepemimpinan memang menarik, dan dapat dimulai dari sudut mana saja ia
akan diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada yang
berpendapat masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah manusia. Kepemimpinan
dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada
manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada
orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Disinilah timbulnya
kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan. Kepemimpinan kadangkala, diartikan sebagai
pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif
untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan
pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi George R. Terry merumuskan
bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi. Konsep kepemimpinan dan kekuasaan sebagai
terjemahan dari power telah menurunkan suatu minat yang menarik untuk senantiasa
didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan amat
dekat dengan konsep kepemimpinan. Kekuasaan merupakan sarana bagi pemimpin untuk
mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Dalam rangka memberikan ulasan tentang
hubungan yang integral antara kepemimpinan dan kekuasaan, Hersey, Blanchard dan
Natemeyer merasakan bahwa pemimpin-pemimpin itu hendaknya tidak hanya menilai
perilaku kepemimpinan mereka agar mengerti bagaimana sebenarnya mereka mempengaruhi
orang lain, akan tetapi mereka seharusnya juga mengamati posisi mereka dan cara
menggunakan kekuasaannya. Setiap organisasi apapun bentuk dan namanya, adalah suatu
system yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan kekuasaannya untuk
berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Setiap manajer, atau administrator, atau
pemimpin adalah seseorang yang diharapkan melaksanakan beberapa jenis kekuasaan di
dalam atau diatas suatu organisasi.

1
1.1 LATAR BELAKANG
Kepemimpinan dan organisasi merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
antara atu dengan yang lainnya. Istilah kepemimpinan sesungguhnya telah lama menjadi
bahan perbincangan oleh banyak orang ilmuam dan praktisi. Kepemimpinan acapkali
diasosiasikan dengan orang-orang yang dinamis dan kuat yang memimpin bala tentara,
mrngendalikan perusahaan besar, atau menentukan arah suatu bangsa dan masyarakat.
Untuk menunjukan berapa pentingnya kepemimpinan dan betapa manusia
membutuhkannya, sampai ada pendapat yang keras mengatakan bahwa dunia atau umat
ymanusia di dunia ini pada hakekatnya hanya ditentukan oleh beberapa orang saja, yakni
berstatus sebagai pemimpin. Dalam organisasi kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk
memeberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Tanpa Pemimpin atau bimbingan, hubungan antara tujuan perserangan atau tujuan
organisasi mungkin menjadi renggang.

1.2 TUJUAN
Tujuannya agar pembaca mengenal lebih dalam tentang hakikat kepemimpinan dan
fungsinya. Sehingga pembaca bisa mendapatkan inspirasi untuk menjadi seorang pemimpin
yang baik.

1.3 MANFAAT
Manfaatnya agar Seorang pembaca boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri. dan
seorang pembaca yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik
untuk mengurus atau mengatur orang lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENEMUAN-PENEMUAN KLASIK TENTANG KEPEMIMPINAN

Studi tentang kepemimpinan ini sejak dulu telah banyak menarik perhatian para ahli.
Sepanjang sejarah dikenal adanya kepemimpinan yang berhasil dan tidak berhasil. Selain itu
kepemimpinan banyak mempengaruhi cara kerja dan perilaku banyak orang. Berikut secara
singkat akan dijelaskan perkembangan studi klasik dari kepemimpinan tersebut.

1. Studi Iowa

Usaha untuk mempelajari kepemimpinan pada mulanya dilakukan pada tahun 1930
oleh Ronald Lippitt dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di Universitas
Iowa. Dalam penelitian ini klub hobi anak-anak yang berumur 10 tahun dibentuk. Setiap klub
diminta untuk memainkan tiga gaya kepemimpinan, yakni : otokratis, demokratis, dan
semaunya sendiri (Laissez faire).

Pemimpin otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan pengarahan, dan tidak
memberikan kesempatan untuk timbulnya partisipasi. Kepemimpinan otoriter cenderung
memberikan perhatian individual ketika memberikan pujian dan kritik, tetapi berusaha untuk
lebih bersikap impersonal dan berkawan dibandingkan dengan bermusuhan secara terbuka.
Pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi dan pembuat keputusan. Pemimpin
ini berusaha bersikap “objektif” di dalam pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu
dengan kelompok dalam hal memberikan spirit. Adapun pemimpin semaunya sendiri
(Leissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak kepada kelompok. Pemimpin semacam
ini pada hakikatnya tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.

Dengan melakukan eksperimen atau menciptakan suatu kondisi eksperimen tiga gaya
tersebut dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga mampu menunjukkan pengarahannya
terhadap variabel-variabel seperti kepuasan dan prestasi-agresi. Pengendalian dalam
eksperimen tersebut meliputi hal-hal berikut :

(1) Sifat-sifat anak laki-laki tersebut, semua anak mempunyai kecerdasan perilaku sosial
yang sama.

(2) Tipe-tipe aktivitas yang dilakukan, setiap klub membuat sesuatu yang sama, misalnya
topeng, model pesawat terbang, dinding, potongan-potongan sabun.

(3) Perangkat fisik dan perlengkapannya, percobaan dilakukan di dalam ruangan yang sama
dan menggunakan perlengkapan yang dikenal untuk semua klub.

(4) Karakteristik fisik dan kepribadian pemimpin, pemimpin diperkirakan memainkan gaya
yang berbeda, sebagaimana pergantian yang dilakukan terhadap mereka setiap enam minggu
dari satu grup ke grup lainnya.

3
Pengendalian atas empat hal tersebut digunakan agar pengeksperimen dapat
menyatakan dengan derajat jaminan yang sama bahwa gaya kepemimpinan telah
menyebabkan perubahan dalam variabel kepuasan dan frustasi-agresi.

Beberapa di antara hasil percobaan ini amat jelas dan beberapa lainnya tidak begitu
jelas. Dalam interview, 19 dari 20 anak menyatakan lebih menyukai pemimpin yang
demokratis dibandingkan dengan yang pemimpin otokratis. Dan hanya satu anak saja yang
menyukai pemimpin yang otokratis karena menganggap bahwa pemimpin yang otoriter
sangatlah keras dan ia sangat menyukainya. Anak-anak juga memilih gaya kepemimpinan
Laissezz faire dibandingkan dengan gaya otokratis, karena gaya otokratis lebih menunjukkan
kekakuan dan kekerasan.

Sayangnya penelitian Iowa ini tidak mengungkapkan pengaruh langsung dari gaya
kepemimpinan tersebut pada produktivitas. Eksperimen secara pokok hanya dirancang untuk
mengamati pola perilaku yang agresif. Namun demikian, suatu hasil yang penting terlihat
ialah dicapainya suatu perilaku kelompok yang produktif. Sebagai contoh, peneliti
menjumpai anak-anak yang disuruh memerankan gaya pemimpin yang otokratis memberikan
reaksi satu dari dua cara apakah agresif atau apatis. Selanjutnya dalam penelitian itu
ditemukan bahwa permusuhan lebih banyak dijumpai dalam gaya kepemimpinan otokratis
yakni 30 kali, dibandingkan dengan kelompok yang demokratis. Demikian pula agresi
dijumpai delapan kali lebih banyak pada otokratis dibandingkan dalam demokratis.

Dalam eksperimen kedua yang dilakukan dalam satu tahun kemudian, satu dari lima
kelompok otokratis memberikan reaksi agresif yang sama. Empat kelompok lain tidak
menunjukkan sikap yang agresif. Mereka menunjukkan pola perilaku yang apatis. Kedua pola
perilaku ini agresif ataupun apatis dianggap sebagai reaksi atas frustasi yang disebabkan
kepemimpinan yang otokratis. Peneliti menegaskan bahwa kelompok yang apatis tersebut,
ketika pemimpin yang otokratis keluar ruangan, maka meletuslah sikap agresinya. Suasana
kepemimpinan Laissez faire sebenarnya menghasilkan sejumlah besar perbuatan agresif dari
kelompoknya. Adapun gaya kepemimpinan yang demokratis berada di antara satu agresif dan
empat apatis dalam kelompok yang otokratis tersebut, (Thoha, 2012:21).

2. Studi Ohio

Pada tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan
serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari
ahli psikologi, sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan menggunakan Kuesioner
Deskripsi Perilaku Pemimpin (The Leader Behavior Description Questionnaire,-LBDQ),
untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Penelitian ini
dilakukan atas beberapa komandan Angkatan Udara dan anggota-anggota pasukan
pengebom, pejabat-pejabat sipil di Angkatan Laut, pengawas-pengawas dalam pabrik,
admninistrator-administrator perguruan tinggi, guru, kepala guru, pemilik-pemilik sekolah,
pemimpin-pemimpin berbagai gerakan mahasiswa, dan kelompok-kelompok sipil lainnya.

4
Studi Ohio memulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasan atas rumusan atau
definisi kepemimpinan yang ada. Mereka juga mengetahui bahwa hasil kerja yang terdahulu
darinya adalah terlalu banyak beransumsi bahwa “Kepemimpinan” itu selalu diartikan sama
dengan “Kepemimpinan yang baik”. Tim peneliti Ohio telah menetapkan mempelajari
kepemimpinan dengan tidak memperdulikan rumusan-rumusan yang ada atau apakah hal
tersebut efektif atau tidak efektif.

Staf peneliti dari Ohio ini merumuskan kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku
seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup kearah pencapaian tujuan
tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni;
struktur pembuatan inisiatif (initiating structure), dan perhatian (consideration).

LBDQ merupakan suatu instrumen yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana


seorang pemimpin melakukan aktivitasnya. Staf peneliti dari Ohio merumuskan
kepemimpinan sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan
pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni : struktur pembuatan inisiatif
(initiating structure) dan perhatian (consideration).

Contoh item-item yang digunakan dalam LBDQ :

Perhatian Struktur pembuat inisiatif


Pemimpin mempunyai waktu untuk Pemimpin menugaskan anggota kelomok untuk
mendengarkan anggota kelompok. melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Pemimpin berkemauan untuk melakukan Pemimpin meminta anggota kelompok untuk
perubahan-perubahan. mematuhi aturan-aturan yang sudah ditetapkan.
Pemimpin adalah bersahabat dan mudah Pemimpin membiarkan anggota kelompok untuk
didekati. mengetahui apa yang diharapkan darinya.

Staf peneliti mengembangkan pula Kuesioner Pendapat Pemimpin (Leader Opinion


Questionnaire, -LOQ) dalam mengumpulkan data mengenai persepsi diri dari pemimpin-
pemimpin tentang gaya kepemimpinannya. Jadi kalau LBDQ diisi oleh bawahan,
pengawasan, atau kolega (Peers), LDQ diisi oleh pemimpin sendiri.

Perilaku pemimpin dapat pula merupakan kombinasi dari dua dimensi, dapat digambarkan
sebagai berikut :.

1. Tinggi Perhatian Dan Rendah Struktur


2. Tinggi Struktur Dan Rendah Perhatian
3. Rendah Struktur Dan Rendah Perhatian
4. Tinggi Struktur Dan Rendah Perhatian
5. Rendah Struktur Inisiatif Tinggi

5
3. Studi Kepemimpinan Michigan

Kantor riset dari angkatan laut mengadakan kontrak kerja sama dengan Pusat Riset
Survei Universitas Michigan untuk melakukan suatu penelitian. Tujuan untuk menentukan
prinsip-prinsip produktivitas kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari
partisipasi mereka. Untuk mencapai tujuan ini maka dilakukan penelitian di Newark, New
Jersey, pada perusahaan asuransi Prudential.

12 pasang produktivitas tinggi-rendah diseleksi untuk diuji. Setiap pasang mewakili


seksi produksi tinggi dan seksi produksi rendah, dengan variabel lainnya, misalnya bentuk
pekerjaan, kondisi, dan metode, disamakan untuk setiap pasang. Interview bebas
dilaksanakan dengan mewawancarai 24 pengawas seksi, dan 419 pekerja tata usaha. Hasilnya
menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih menyukai

1. Pengawasan dari pengawas-pengawas mereka yang bersifat terbuka dibanding yang


terlalu ketat
2. Sejumlah otoritas dan dan tanggung jawab yang ada dalam pekerjaan mereka
3. Menggunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan
4. Memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan pengawasan yang
ketat
5. Berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi.

Pengawasan seksi produksi rendah mempunyai karakteristik dan teknik-teknik yang


berlawanan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan yang ketat dan berorientasi pada
produksi. Penemuan lain yang penting tetapi kadang-kadang diabaikan ialah bahwa kepuasan
karyawan tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas.

Pada umumnya, orientasi pengawasan seperti yang diuraikan di atas telah


memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisonal bagi
kepemimpinan. Hasil-hasil penemuan Prudential di atas telah banyak dikutip untuk
membuktikan teori-teori hubungan kemanusiaan, (Thoha, 2012:27)

6
BAB III
PENUTUP

Serangkaian penelitian tentang kepemimpinan mulai dari klasik sampai modern yang
banyak dilakukan di Amerikan Serikat. Studi klasik dari kepemimpinan tersebut dijabarkan
dalam buku Thoha (2010) yaitu

a. Studi kepemimpinan Lowa yang dipelopori oleh Ronald Lippis dan Ralph K. White,
dimana gaya kepemimpinan dibagi atas tiga yaitu : Otoriter, Demokratis, dan Laissez
Faire (liberal).

b. Studi Kepemimpinan Ohio yang dipelopori oleh Seters dan Field,


mengidentifikasikan bahwa perilaku pemimpin dibagi atas dua yaitu : Initiating
Structure (Struktur pemberian inisiatif) dan Consideration (pertimbangan).

c. Studi Kepemimpinan Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich,


mengidentitikasi dua bentuk perilaku pemimpin yaitu : Perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada pekerjaan (The Job Centered) dan bentuk Perilaku kepemimpinan
terpusat pada pegawai (The Employee Centered). Berdasarkan dua macam perilaku
tersebut Rensis Leinkert membagi dalam empat sistem gaya kepemimpinan yaitu :
Otoriter, Demokratis, Konsultatif dan partisipatif.

Mengingat peran dan tugas kita di Bumi sebagai manusia ialah menjadi pemimpin, maka
sudah seharusnya kita memahami dan menjalankan tugas dan peranan tersebut dengan baik.
Setidaknya mulai dari lingkup yang terkecil, yaitu diri kita sendiri, selanjutnya ialah
lingkungan sekitar kita. Berbagai informasi mengenai kepemimpinan telah kita bahas
bersama pada penjelasan-penjelasan sebelumnya. Ada baiknya, sebagai pemimpin, kita juga
mengasah kemampuan diri untuk menjadi pemimpin yang ideal, yang tentunya dapat
menjalankan tugas dengan baik dan tegas, namun dicintai semua anggota. Ada banyak jenis
dan gaya kepemimpinan yang telah berhasil diklasifikasikan oleh para ahli. Semuanya baik,
terserah kita mau memberlakukan yang mana. Pemilihan jenis dan gaya kepemimpinan
cenderung disesuaikan dengan karakter masing-masing individu. Hal itu guna optimalisasi
dan efektivitas kepemimpinan yang akan dijalankan

7
DAFTAR PUSTAKA

https://tugassekolahdankuliah999.blogspot.com/2016/09/makalah-kepemimpinan.html

Thoha, Miftah.2010. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.

Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai