Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena

penyakit jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk

atau sekitar 18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara

mendadak setiap tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala. Data di RS

Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung koroner baik rawat jalan

maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5

juta orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena

jantung koroner setiap tahunnya (Hediyani, 2012).

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi

masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008).

Menurut WHO, 7.254.000 kematian di seluruh dunia (12,8% dari semua

kematian) disebabkan oleh SKA pada tahun 2008 (Hausenloy, 2013). Di USA

setiap tahun 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa

diperhitungkan 20 – 40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita SKA (Rima

Melati, 2008). Di Indonesia SKA masih dianggap sebagai penyumbang angka

kematian tertinggi dengan angka prevalensi 7,2% pada tahun 2007 (Isman

Firdaus, 2012). Survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan

prevalensi SKA di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat (Rima Melati,

2008). SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.SKA tidak

hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga (Heru Sulastomo,2010)

1
berisiko terkena SKA meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki

(Mamat Supriyono, 2008). Insidensi SKA tercatat lebih rendah pada wanita

dibandingkan pria sebelum usia 50 tahun (Anand, 2008). Sebelum berusia 40

tahun, perbedaan kejadian SKA antara pria dan wanita adalah 8 : 1. Satu dari

empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal setiap tahun karena SKA.

Sampai dengan saat ini SKA juga merupakan penyebab utama kematian dini pada

sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki usia menengah di Indonesia (Mamat

Supriyono, 2008).

Infark miokardium merupakan bentuk yang paling penting dari SKA

(Kumar,2010). Sekitar 1,5 juta kasus infark miokardium terjadi setiap tahun di

Amerika Serikat dengan insidensi sekitar 600 kasus tiap 100.000 orang (Zafari,

2014).Menurut data statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada

tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat

dengan kasus Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokardium

Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) sebanyak 1,1 juta orang (80%), sedangkan 20%

kasus tercatat menderita Infark Miokardium Dengan Elevasi ST (STEMI) (Rosi

Oktarina, 2013). Di Asia Selatan angka kejadian infark miokardium akut (IMA)

lebih tinggi dari orang kulit putih (Nijjar, 2010). Data yang diperoleh dari Jakarta

Cardiovascular Study pada 2008 memperlihatkan prevalensi infark miokardium

pada wanita 4,12% dan 7,6% pada pria, atau 5,29% secara keseluruhan (Rima

Melati, 2008).

2
1.2. Rumus Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sindrom koroner akut?

2. Bagaimana patofisiologi pada sindrom koroner akut ?

3. Bagaiman faktor resiko pada sindrom koroner akut ?

4. Bagaiman manifestasi klinis pada sindrom koroner akut ?

5. Bagaimana pemeriksaan pada sindrom koroner akut ?

6. Bagaiman asuhan keperawatan pada sindrom koroner akut?

13. Tujuan Masalah

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sindrom koroner akut

2. Mengetahui bagaimana patofisiologis pada sindrom korener akut

3. Mengetahui bagaimana faktor resiko pada sindrom koroner akut

4. Mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada sindrom koroner akut

5. Mengetahui bagaimana pemeriksaan pada sindrom koroner akut

6. Mengetahui bagaiman asuhan keperawatan pada sindrom korener akut

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum manifestasi akut dan

berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat

ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen (O2) miokardium dan aliran darah

(Kumar, 2007).

Acute Coronary Syndrome merupakan suatu istilah atau terminology yang

digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses

penyakit yang meliputi angina pectoris tidak stabil, infark miokard gelombang

non Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST elevation miocard

infarction/NSTEMI), infark miokard dengan gelombang Q atau infark miokard

dengan elevasi segment ST (ST elevation miocard infarction/STEMI)

(Departemen Kesehatan, 2007).

Sindrom koroner akut adalah kondisi pengurangan aliran darah ke jantung

secara mendadak. Gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti serangan

jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik ringan,

keringat yang berlebihan secara tiba-tiba, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan

kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak

2.2. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

Faktor penyebab utama pada SKA adalah kurangnya aliran darah ke

miokard yang terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ditandai

dengan adanya akumulasi bahan lemak/lipid dan jaringan fibrosa pada dinding

arteri, pertambahan aterosklerosis membuat lumen dari pembuluh darah

4
menyempit dan aliran darah terhambat ke daerah miokardium. Dinding

pembuluh darah akan kehilangan elasitasnya dan menjadi kurang responsif

terhadap perubahan volume dan tekanan.

Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS

dimulai dengan lesi atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri koroner

utama. Proses perjalanan penyakit pada awalnya setempat, kemudian menjadi

difus dan bertambah. Lesi yang pertama timbul pada dinding arteri koroner

disebut garis lemak. Sel-sel yang mengandung lipid atau sel-sel busa (foam cells)

invasi ke dalam dinding intima dan menimbulkan garis-garis lemak, karena

penyakit berlanjut kemudian timbul sejenis benjolan dengan ukuran yang terus

meningkat sehingga kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut

merupakan jenis karakteristik khas aterosklerosis yang berkembang.

Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan

fibrosa berkapur. Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan resiko spasmus,

membentuk thrombus, dan emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang

menimbulkan gejala coronary artery disease (CAD). Lumen arteri menjadi begitu

sempit, sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen untuk miokardium

dibandingkan dengan kebutuhan. Manifestasi iskemik miokardium biasanya tidak

akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat. Hal itu bisa berakibat angina pektoris,

infark miokardium dan kematian mendadak. ( C.Long, Barbara, 1990)

Angina pektoris merupakan cerminan dari iskemik miokard. Nyeri dada

angina biasanya berlokasi dibawah sternum (retrosternal) dan kadang menjalar ke

leher, rahang, bahu dan kadang lengan kiri atau keduanya. Kadang angina

dikeluhkan sebagai tanda tak enak di dada atau rasa berat di dada, rasa penuh,

5
diremas, dicengkram, dan rasa seperti ditikam (Muttaqin, 2009). Pada lansia

kemungkinan rasa nyeri yang dirasakan nyeri viseral yang disertai dengan sesak

napas, keringat dingin, mual, rasa melayang, dan lemah.

Angina pektoris stabil ditandai dengan nyeri dada yang berakhir 5-15

menit. Hal ini dapat timbul karena aktivitas, stress, atau kedinginan kemudian

menghilang dengan istirahat atauminum obat. Angina pektoris stabil biasanya

disebabkan oleh lesi koroner yang fixed (plak yang stabil). Pada Unstable Angina

Pektoris (UAP) mencerminkan suatu keadaan klinis diantara angina pektoris stabil

dan infark miokardium. Biasanya berhubungan dengan ruptur plak dan trombosis.

(Muttaqin, 2009)

Iskemia mengganggu permeabilitas sel-sel miokardium terhadap elektrolit-

elektrolit yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses

iskemik yang berlangsung lebih dari 35–45 menit akan menyebabkan kerusakan

sel-sel yang ireversibel dan nekrosis miokardium.

Infark miokard akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba pada

salah satu cabang dari arteri koronaria. Penyumbatan ini dapat meluas dan

mengganggu fungsi jantung atau mengakibatkan nekrosis miokardium (Muttaqin,

2009). Infark tidak langsung menjadi total. Trauma iskemik berkembang dan

meluas kemudian baru terjadi infark atau timbul nekrosis. Pada saat proses

iskemik berlangsung, lapisan subendokardium (karena sangat peka terhadap

kekurangan oksigen) mengalami hipoksia kemudian baru seluruh miokardium.

Nyeri dada oleh karena infark biasanya adanya serangan angina pektoris

yang lebih berat 15-30 menit, kecuali pada lansia dan penderita diabetes. Pasien

dengan infark inferior kadang terasa seperti nyeri abdomen, mual, dan muntah.

6
Pasien yang mengalami infark akut menjadi gelisah, cemas, takut, merasa nyawa

terancam, sulit bernapas, sianosis, dan syok. Ada pula sekitar 5-20 % dari pasien

dengan serangan infark miokard akut tanpa rasa nyeri.

7
PATWEY

ARTERIOSCLEROSIS

TROMBOSISKORONER

ALIRAN DARAH

02Dan nutrisi

Jar. Miokard iskemik

Nekrosis (jika <30 m)

Infak miokardium

Suplai o2 ke miokard metabolisme aneorab

Sellular hipoksia produksi asam laktat

8
2.3. Faktor Resiko

1. Usia

Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring

pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau

lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun.

Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari

pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.

2. Merokok

Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA

daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok

per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan

pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung

dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak

peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu pengangkutan

oksigen karena hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada

oksigen.

3. Hiperlipidemia

Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transportasi,

digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi

300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan yang

memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor

utama yang menimbulkan hiperlipidemia.

9
4. Hipertensi

Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan

kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard

untuk menghadapi suplai yang berkurang.

5. Diabetes

Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa

memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada

diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam

pertumbuhan atheroma.

6. Obesitas

Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang

meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan

dengan peningkatan intake kalori dan kadar low density lipoprotein

2.4. Menifestasi Klinis

Gejala – gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri dada
retrosternal. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemia
SKA adalah :
1. Lokasi nyeri : didaerah restrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa
nyeri.
2. Dekripsi nyeri : pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan,
diremas, panas atau dada terasa penuh. Keluhvn tersebut lebih dominal
dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam. Perlu diwaspadai juga bila
pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas.
3. Penjalaran nyeri : penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, epigastium,
leher rasa tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke
lengan kanan atau kedua lengan.

10
4. Lama nyeri : nyeri SKA dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit. Pada
STEMI, nyeri lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau
nitral subgingual.
5. Gejala sistemik : disertai keluhan seperti mual, muntah atau keringat
dingin.
Hal – hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia :
1) Diseksia aorta
2) Emboli paru akut
3) Efusi perikardial akur dengan tamponade jantung
4) Tension pneumothorax
5) Pericarditis
6) GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease).

2.5. Pemeriksaan Sindrom Koroner Akut

Diagnosa SKA umumnya diangkat berdasarkan tanda dan gejala,EKG 12


lead, tes laboratoriumyang kemudian dapat dijadikan data untuk menentukan
apakah pasien termasuk UAP, NSTEMI atau STEMI. Prognosis tergantung dari
seberapa berat obstruksi arteri koroner dan seberapa kerusakan yang terjadi pada
miokardium.

1. EKG

Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak


menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien,
pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.

1) NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan


atau inversi gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan
adanya suatu sindrom koroner akur non ST elevasi.
2) STEMI: ST elevasi >1mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan
pada limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest
lead, atau gambaran LBBB baru yang menunjukan adanya suatu sindrom
koroner akut dengan elevasi ST/infark transmural. Gelombang T iskemik

11
biasanya terbalik,dalam dan simetris. Gelombang Q merupakan tanda
kemungkinan terdapat jaringan yang mati.
Penentuan lokasi infark berdasarkan hasil perekaman EKG (Dharma,
Surya, 2009) adalah:
1) Anterior : V3, V4
2) Anteroseptal : V1, V2, V3, V4
3) Antero ekstensif : I, AVL, V2sampai V6
4) Anterolateral : I, aVL, V3, V4, V5, V6
5) Inferior : II, III, aVF
6) Lateral : I, aVL, V5, V6
7) Septum : V1, V2
8) Posterior : V7, V8, V9
2. Foto thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran
jantung atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard
atau disfungsi ventrikel kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.
3. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim,dan enzim tersebut
dapat membantu dalam menegakkan infark miokard.
4. Creatinin Kinase (CK,CKMB)
mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 12-16 jam, normal kembali
antara 3-4 hari tanpa terjadi nekrosis baru. Enzim CKMB sering dijadikan
indikator MCI sebab hanya terjadi saat kerusakan jaringan miokard. Nilai
referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif Troponin T sebagai kriteria diagnostikuntuk
infark miokard akut, baru–baru ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran
troponin< 0.03= negative. 0.03 – 0,1 = low. 0,1 – 2 = MCI. > 2 = massive
MCI.

5. LDH
Dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6
hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.

12
6. Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat mempengaruhi konduksi
dan kontraktilitas jantung, misalnya: hipokalemia, hiperkalemia.
7. Sel darah putih
Kadar leukosit biasanya tampak mengalami peningkatan pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi. Kecepatan sedimentasi
meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA menunjukkan inflamasi.
8. AGD
Dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut maupun
kronis.
9. Kolesterol atau trigliserida
Serum meningkat, menunjukan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
10. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau
dinding ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misalnya lokasi atau luasnya AMI.
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area nekrotik.
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya
dilakukan untuk mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau bersifat darurat.
14. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup
ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan
darah.

13
2.6. Tata Laksana

Evaluasi dan penangananawal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga

suatu iskemia atau infak jantung adalah lakukan ABC, pemasangan monitor serta

siapkan alat resusitasi dan defibrilasi. Berikan O2, nitrogliserin sublingual atau,

aspirin dosis awal 160-325 mg dan morfin intervena bila diperlukan.

Pemansangan EKG 12 sedapan bila ditemukan STEMI,rujuk atau persiapkan

terapi referfusi.

Terapi anti iskemia dengan nitrogliserin subligual 0,4mg atau isosorbit

diintrat(ISDN) 5mg setiap 5 menit. Nitrogliserin intervena dapat dipertimbangkan

bila anggin tidak membaik, diberikan dosis awal 5mg/menit. Bila tidak ada respon

pada dosis 20 mg/menit dapat ditingkatkan sebesar 10-20 mg/menit. Hingga dosis

maksimal 400mg /menit. ISD diberikan dengan dosis awal 1mg/jam, ditinggikan

secara tirtrasi 1mg/jam setiap 3-5 menit hingga dosis maksimal 10mg/jam.

Pemberian nitrat jenis apapun harus dihindari pada kondisi tekanan sistolik

<100mmhg.

Inisiasi terapi antitrombotik (antiplatelet dan antikoagulan) untuk

mencegah thrombosis baru dan embolisasi dari plak yang ruptur atau erosi. Insiasi

terapi antiplatelet seperti penghambat siklooksigenase 1/COX-1 dikombinasikan

dengan penghambat reseptor P2Y12. Penghambat COX-1 seperti aspirin dengan

loading dose 162-325mg dilanjutkan dengan pemberian kedua 75-162mg PO.

Penghambatan reseptor P2Y12 seperti klopidogrel 300-600mg PO,atau prasugral

60mg PO,atau ticagelor 180mg PO. Terapi dilanjudkan selama minimal 12bulan

14
dengan dosis klopidoger 75mg/hari PO. Prasugral 10mg hari PO,serta ticagrelor

90mg/12 jam PO.

Beberapa pilihan antikoagulan yang dapat digunakan seperti penghambat

thrombin inderek (unfractionated heparin/UFH) atau low molecular weight

heparin /LMWH dengan bolus IV 60-70U/KgBB(maksimal 500U )dilanjudkan

dengan infus 12-15U/KgBB/Jam,penghambat faktor xa (fondaparinux) dengan

dosis 2,5 mg SC/hari, penghambat Xa direk ( bivalirudin) dengan dosis bolus iv

0,1 mg/kgBB, dilanjutkan dengan infus 0,25mg/KgBB/jam

15
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian

1. Identitas Klien
2. Keluhan
3. Riwayat penyakit sebelumnya ( DM,hipertensi,kebiasan
merokok,usia,obesitas)
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Aktivitas / istirahat
Gejala: Kelemahan,kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap,olahraga tidak teratur.
Tanda: Takikardi,dipsnea pada istirahat/aktivitas
6. Sirkulasi
Gejala: Riwayat SKA sebelumnya,penyakit arteri koroner,Gejala Jantung
Koroner,masalah Tekanan Darah dan Diabetes Melitus.
Tanda: Tekanan darah dapat normal atau naik turun,perubahan pestral di
catat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
7. Intregitas EGO
Gejala: Menyangkal,takut mati,marah pada penyakit atau perawatan yang
“tak perlu”,kwatir tentang keluarga,karier dan keuangan.
Tanda: Menolak,menyangkal cemas kurang kontak mata,gelisah,marah
perilaku menyerang,fokus pada diri sendiri.
8. Eliminasi
Tanda: Normal atau bunyi usus menurun
9. Makanan /cairan
Gejala: Mual,kehilangan nafsu makan,nyeri ulu hati,bersendawa.
Tanda: Penurunan turgor kulit,kulit kering/berkeringat,muntah,perubahan
10. Nyeri ketidaknyamanan
Gejala: Nyeri dada yang timbul mendadak,tidak hilang dengan istirahat
atau nitroglisin.
Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang, menggeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata.

16
11. Pernafasan:
Gejala : Dipsnea dengan alat tanpa kerja dipsnea noktural.Batuk
dengan/tanpa riwayat merokok,penyakit pernafasan kronis.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan,nafas sesak kuat pucat atau
sianosis,bunyi nafas bersih atau krele/mengi,sputum bersih,merah muda
kental.
3.2. Pemeriksaan Penunjang

1. Perubahan EKG
1) Elevasi segmen ST didapatkan gambaran elevasi segmen ST
minimal di dua lead yang berhubungan
2) Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada
saat pasien mengeluh nyeri dada
2. Ezim jantung ( meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas norma,
terutama CKMB dan troponim-T/I, dimana troponim lebih spesifik untuk
nekrosis miokard. Nilai normal troponim ialah 0,1-0,2mg/dl dan dianggap
positif bila > 0,2mg/dl).

3.3. Diagnosa Keperawatan

DIAGNOSA NOC NIC


Nyeri akut Nyeri akut Nyeri akut
Defenisi : pengalaman Defenisi : pengalaman Defenisi : pengalaman
sensori dan emosi yang sensori dan emosi yang sensori dan emosi yang
tidak menyenangkan tidak menyenangkan tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan akibat adanya kerusakan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual dan jaringan yang aktual dan jaringan yang aktual dan
potensial atau potensial atau potensial atau
digambarkan dengan digambarkan dengan digambarkan dengan
istilah seperti istilah seperti istilah seperti
(internasional (internasional (internasional
asscociation for the asscociation for the study asscociation for the
study of pain ) awitan of pain ) awitan yang study of pain ) awitan
yang tiba-tiba atau tiba-tiba atau perlahan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan dengan intensitas ringan perlahan dengan
intensitas ringan sampai sampai berat dengan intensitas ringan sampai
berat dengan akhir yang akhir yang dapat berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diantisipasi atau dapat diantisipasi atau
diramalkan dan diramalkan dan durasinya diramalkan dan
durasinya kurang dari 6 kurang dari 6 bulan durasinya kurang dari 6
bulan bulan

17
Batas Karakteristik : Outcome : Intervensi :
Subjektif : Tingkat kecemasan Akupresor
Mengungkapkan secara Nafsu makan Pemberian analgesik
vebral atau melaporkan Kepuasan kliena : Pemberian analgesik :
nyeri dengan isyarat manajemen nyeri interaspinal
Objektif : Kepuasan klien : kontrol Pemberian anastesi
Posisi untuk gejala Pengurangan kecemasan
menghindari nyeri Status kenyamanan Stimulasi kutaneous
Perubahan tos otot Pergerakan Manajemen lingkungan
Respon otonomik Nyeri : respon psikologis kenyamanan
Perubahan selerah tambahan
makan Nyeri : efek yang
Perilaku distraksi menggangu tidur
Perilaku ekspresif TTV
Wajah topeng atau nyeri

Intoleransi aktifitas Intoleransi aktifitas Intoleransi aktifitas


Defenisi : ketidak Defenisi : ketidak Defenisi : ketidak
cukupan energi cukupan energi fisiologis cukupan energi
fisiologis atau atau fisiokologis untuk fisiologis atau
fisiokologis untuk melanjudkan atau fisiokologis untuk
melanjudkan atau menyelesaikan aktifitas melanjudkan atau
menyelesaikan aktifitas sehari-hari yang inggin menyelesaikan aktifitas
sehari-hari yang inggin atau yang harus kehidupan yang harus
atau yang harus dilakukan atau yang inggin
dilakukan Outcome : dilakukan
Batas Karakteristik : Keefektifan pompa Intervensi :
Subjektif : jantung Terapi aktivitas
Ketidaknyamanan atau Statuts jantung paru Perawatan jantung :
dispnea saat beraktifitas Tingkat ketidak rehabilitas
Melaporkan keletihan nyamanan Manajemen energi
atau kelemahan secara Konserfasi energi Manajemen lingkungan
vebral Kelelahan : efek yang Peningkatan latihan
Objektif : menggangu Peningkatan latihan :
Frekuensi jantung atau Tingkat kelelahan pergerakan
tekanan darah tidak Status pernafasan : Terapi latihan : ambulasi
normal sebagai respon pertukaran gas Terapi latihan : kontrol
terhadap aktifitas Istirahat otot
Perubahan ekg yang TTV Bantuan penghentian
menunjukkan arepnia merokok
atau iskimia
Resiko penurunan Resiko Penurunan Resiko Penurunan
curah jantung Curah Jantung Curah Jantung
Defenisi : rentan Defenisi : Defenisi :
terhadap ketidak ketidakadekuatan darah ketidakadekuatan darah
adekuatan jantung untuk yang dipompah oleh yang memompa oleh
memompa darah untuk jantung untukmemenuhi jantung untuyk
memenuhi kebutuhan kebutuhan metabolik memenuhi kebutuhan

18
metobolisme tubuh, metabolik tubuh
yang dapat menggangu
kesehatan
Faktor Resiko : Outcome: Intervensi :
Perubahan afterload Tingkat kecemasan Manajemen asam basa :
Perubahan perkuensi Status jantung paru asidosis metabolik
jantung Daya tahan Manajemen asam basa :
Perubahan irama Keparahan cairan yang alkalosis metabolik
jantung berlebihan Perawatan jantung :
Perubahan kontrktilitas Perfusi jaringan : kardiak Perawatan jantung : akut
Perubahan preload Perfusi jaringan : perifer Manajemen elektrolit
Perubahan volume Eliminasi urin Pengaturan
sekuncup TTV hemodinamik

Ketidakefektifan Ketidakefektifan Ketidakefektifan


Perfusi Jaringan Perfusi Jaringan Perfusi Jaringan
Defenisi : penurunan Defenisi : penurunan Defenisi : resiko
sirkulasi darah ke perifer sirkulasi darah ke perifer penurunan sirkulasi
yang dapat menggangu yang dapat mengganggu jantung ( koroner)
kesehatan kesehatan
Batas Karakteristik : Outcome : Intervensi :
Subjektif : Ambulasi Manajemen resiko
Perubahan sensasi Status sirkulasi jantung
Objektif : Koordinasi pergerakan Manajemen cairan
Bruit Keparahan cairan Resusitasi cairan
Perubahan tekanan berlebihan Terapi oksigen
darah Tingkat nyeri Bantuan penghentian
Nadi arteri lemah Keparahan penyakit arteri merokok
Edema perifir Monitot TTV
Intergritas jaringan : kulit
dan membram mukosa
Perfusi jaringan : seluler
TTV
Kelebihan Volume Kelebihan Volume Kelebihan Volume
Cairan Cairan Cairan
Defenisi : peningkatan Defenisi : peningkatan Defenisi : peningkatan
retensi cairan isotonik retensi cairan isotonik retensi cairan isotonik
Batas Karakteristik : Outcome : Intervensi :
Ada bunyi jantung s3 Tingkat agitasi Manajemen asam basa
Anasietas Tingkat kecemasan Manajemen elektrolit
Anasarka Status jantung paru Manajemen
Asupan melebihi Keseimbangan elektrolit hipervulumia
haluaran Keparahan hipertensi Manajemen edema
Azotemia Status pernafasan : selebral
Bunyi napas tamabahan pertukaran gas
Dispnea Eliminasi urien
Gangguan tekan darah TTV
Ketidakseimbangan

19
elektolit
Ortopnea
Peningkatan tekenan
vena sentral

20
BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan

SKA adalah suatu situasi kegawat daruratan yang dikarakteristikkan

dengan onset terjadinya iskemia miokardium dan mengakibatkan kematian

jaringan miokardium, bila tidak ada penanganan segera. SKA meliputi unstable

angina, non–elevasi ST segment (NSTEMI), dan elevasi ST segment. Penegakan

diagnosa SKA tidak hanya berdasarkan dengan keluhan pasien tapi didukung

dengan pemeriksaan penunjang, seperti perubahan gelombang EKG yang

mendukung baik perubahan ST segment, gelombang Q patologis, atau dengan

adanya hiper T, atau gelombang LBBB baru, disertai dengan ada/tidaknya

perubahan nilai enzim jantung. Penanganan dengan cepat dimulai dari pemberian

oksigen, nitroglycerin, morphine, aspirin, beta-bolcker, ACE inhibitors dalam

waktu 24 jam, anti koagulasi dengan heparin dan platelet inhibitor. Dilanjutkan

dengan terapi untuk indikasi reperfusi, seperti PCI dan trombolitik terapi,

kemudian dilanjutkan dengan terapi, seperti intra vena heparin, clopidogrel

(plavix), glycoprotein IIb/IIIa inhibitor, dan bed rest minimum 12-24 jam (Atman,

et al., 2007).

4.2. Saran

Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan

tercapai asuhan keperawatan yang komperehensif tanpa memperberat kondisi

klinis pasien. Perawat diharapkan bisa memberikan informasi kepada pasien,

sehingga pasien dapat mengetahui penyebab terjadinya SKA, sehingga resiko

terjadinya SKA semakin kecil, menurunkan angka morbiditas, dan mortalitas.

21
Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi tentang edukasi pentingnya

mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil pengulangan penyakit ini,

terutama untuk pasien yang mengalami tindakan PCI.

22

Anda mungkin juga menyukai