Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur Aparatur

Negara mempunyai peranan yang sangat strategis dalam

menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan tujuan

pembangunan nasional. Sosok Pegawai Negeri Sipil yang mampu

memainkan peran tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil dengan

kompetensi yang diindikasikan dari sikap dan perilakunya yang

penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Negara, bermoral

dan bermental baik, profesional, sadar akan tanggung jawabnya

sebagai seorang pelayan publik serta mampu sebagai perekat

persatuan dan kesatuan bangsa.

Perkembangan pemerintahan perlu beberapa faktor yang

mempengaruhinya baik materil maupun non materil walaupun pada

umumnya pembentukan sistematika materil maupun non materil

sangat ditentukan oleh unsur finansial dalam pelaksanaannya

disamping sumberdaya manusia sebagai pengelola unsur

manajemen. Hal tersebut diatas sangat signifikan dengan sistem

pengembangan Aparatur dalam organisasi pemerintahan

khususnya yang dikelola oleh Pemerintah dibawah naungan

Kementrian Aparatur Negara Republik Indonesia melalui koordinasi


dengan Badan Kepegawaian Negara selaku pengelola teknis

Aparatur atau Pegawai Pemerintah Negara Republik Indonesia.

Keberadaan konsentrasi pengelolaan kepegawaian ini

secara filosofis adalah untuk melayani masyarakat dan

meningkatkan pembangunan Negara, namun demikian halnya

pemerintah dalam memenuhi pelayanan msyarakat secara

menyeluruh sangatlah diakui keterbatasannya sehingga pemerintah

memberikan beberapa ruang kebijakan khusus dalam

mengantisipasi kekurangannya.

Adapun pengertian Pegawai Negeri menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999 tebagi menjadi

dua, berdasarkan pokok-pokok kepegawaian yaitu:

a. Pegawai negeri adalah unsur aparatur Negara, abdi Negara,

dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan

kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara

dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan

pembangunan.

b. Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas

negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan


perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pasal 2 pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri

dari :

1) Pegawai Negeri, yang terdiri dari :

a) Pegawai Negeri Sipil

b) Anggota Tentara Nasional Indonesia

c) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf a terdiri dari :

a) Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah pegawai negeri sipil

yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen,

Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Kesekretariatan

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di

Daerah Provinsi, Kabupaten Kota, Kepaniteraan, yang

bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan

jawatan kereta api, pegadaian dan lain-lain, yang

diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan yang


berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan

diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain seperti

perusahaan umum, yayasan dan lainnya serta

menyelenggarakan tugas Negara lainnya, misalnya hakim

dan pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.

b) Pegawai Negeri Sipil daerah adalah pegawai negeri sipil

daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan

pada Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

dan bekerja pada pemerintahan daerah, atau dipekerjakan

di luar instansi induknya.

c) Pegawai Negeri Sipil lainnya yang ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah di mana masih dimungkinkan

adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan

dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala

kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan

UU No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian.

Mengenai pembahasan diatas terkait Pegawai Negeri Sipil

saya akan mengambil pembahasan khusus mengenai Petugas

Pemasyarakatan atau yang biasa disebut dengan istilah Sipir

dimana Petugas Pemasyarakayan merupakan Pegawai Negeri Sipil

dibawah naungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia


(HAM) yang tugas utamanya adalah mengawasi serta menjaga

keamanan, keselamatan, pembinaan sumber daya manusia untuk

narapidana, dan ketertiban para narapidana yang ada di penjara

atau rumah tahanan. Bisa dikatakan Petugas Pemasyaraktanlah

yang mengurus para narapidana mulai dari bangun tidur sampai

tidur lagi, membina dan membimbing serta mengawasi seluruh

kegiatan mereka sehari-hari.

Jika terdapat peristiwa darurat seperti adanya beberapa

narapidana yang sakit atau terluka maka Sipir atau Petugas

Pemasyarakatanlah yang pertama kali mengurusnya sebelum

tenaga medis datang. Tenaga Petugas Pemasyarakatan ada yang

berasal dari pegawai pemerintahan seperti di Indonesia, ada juga

sebagian negara lain yang menggunakan Petugas Pemasyarakatan

dari perusahaan swasta.

Pekerjaan yang menjadi Petugas Pemasyarakatan bukanlah

tugas yang mudah, karena kita tahu bahwasanya penjara

merupakan kurungan bagi orang-orang yang pernah terlibat

kejahatan sehingga berpotensi timbulnya perselisihan dan

kekacauan yang sangat besar. Belum lagi jika penghuni penjara

melebihi daya tampung sehingga kericuhan mudah terjadi. Seorang

Petugas Pemasyarakatan haruslah berpandai-pandai bergaul

dengan narapidana disamping harus tetap waspada karena apapun

bisa terjadi. Petugas Pemasyarakatan juga harus mampu


mengendalikan emosi ketika menghadapi dan memberdayakan

para narapidana, sekian banyak narapidana dengan beragam

kelakuan sangat mudah memancing emosi.

Cukup seringnya pemberitaan mengenai oknum Sipir atau

Petugas Pemasyarakatan yang bekerja sama dan menerima suap

dari penghuni penjara mebuat citra Petugas Pemasyarakatan

menjadi buruk di masyarakat. Seperti halnya Sipir yang membantu

pelarian tahanan, Sipir yang memasok dan menjadi pengedar

narkoba di penjara, Sipir yang bertindak kejam kepada narapidana

dan lain sebagainya. Padahal sama seperti Polisi yang berbuat

kesalahan adalah oknum, sehingga kita tidak dapat

menyamaratakan seluruh Petugas Pemasyarakatan tidak baik.

Namun terkait Petugas Pemasyarakatan dalam hal

pembinaan, pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada

kenyataannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan

hakekat yang tumbuh dimasyarakat. Dalam hal ini yang tidak

sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakikat hidup yang

tumbuh di masyarakat, maksudnya dalam pembinaan narapidana

oleh para Petugas Pemasyarakatan terkadang melakukan

penyimpangan dalam melaksanakan tugasnya kurang atau tidak

berdasarkan kepada hukum yang berlaku seperti yang

diamanahkan pada Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan

mengenai hak-hak narapidana dan dalam ketentuan PP


No.31/1999 tentang Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan,

merupakan dasar bagaimana seharusnya narapidana diberlakukan

dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pemidanaan yang

terpadu.

Dari pandangan di atas menunjukkan bahwa perlu adanya

suatu pengelolaan yang baik dalam pembentukan atau perubahan

narapidana, salah satu bentuk itu harus ditunjukkan dengan adanya

kualitas kerja yang ditunjukkan oleh Petugas Pemasyarakatan pada

Lembaga Pemasyarakatan Klass I Makassar, beberapa pandangan

pengertian kualitas kerja menurut Rivai dan Sagala (2009)

menjelaskan kualitas kehidupan kerja (quality of work life)

merupakan usaha yang sistematik dari organisasi untuk

memberikan kesempatan yang lebih besar kepada pekerja untuk

mempengaruhi pekerjaan dan kontribusi mereka terhadap

pencapaian efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Artinya

dalam hal ini bagaimana kemudian efektifitas dari Lembaga

Pemasyarakatan Klass I Makassar terhadap pembinaan

narapidana yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut

dapat terwujud dengan eksistensi Petugas Pemasyarakatan berupa

kualitas kerja yang ditunjukkannya.

Pembinaan yang diberikan terhadap narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klass I Makassar telah terstandarisasi dengan

standar nasional, namun masih banyak terjadi penyimpangan,


pelanggaran, dan kurangnya efektifitas terhadap pembinaan

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yang terbesar di

Makassar tersebut. Berdasarkan realita banyaknya kemudian

residivis yang kembali mengulangi kasusnya dengan kasus yang

serupa ini diakibatkan kurang efektifnya pola pembinaan

narapidana yang berada di LAPAS Klass I Makassar oleh Petugas

Pemasyarakayan dari Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Maka

dari itu demi terwujudnya pembinaan dan pembimbingan meliputi

kegiatan pembinaan sumber daya manusia, pembimbingan

kepribadian dan kemandirian terhadap narapidana LAPAS Klass I

Makassar berdasarkan bunyi ayat 1 dari pasal 2 PP No. 31 Tahun

1999 yang berbunyi “Program pembinaan dan pembimbingan

meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan

kemandirian”, jadi sudah segyogianya direvitalisasi dan

diimplementasikan oleh Petugas Pemasyarakatan dari Lembaga

Pemasyarakatan Klass I Makassar.

Apabila semua proses tersebut sudah diterapkan dan

dilaksanakan dengan benar sesuai ketentuan undang-undang yang

berlaku, maka akan terciptanya pemberdayaan, ketertiban dan

keharmonisan terhadap seluruh penghuni Lembaga

Pemasyarakatan yang meliputi narapidana, tahanan, dan anak

didik pemasyarakatan oleh Petugas Pemasyarakatan, sehingga

penyelenggaraan pembinaan berjalan dengan lancar. Pada


akhirnya narapidana siap untuk dikembalikan kepada masyarakat

dan diharapkan tidak akan mengulangi tindak pidana lagi serta

menjadi warga yang baik juga bertanggung jawab sesuai dengan

yang diamanatkan dalam Pasal 2 UU Pemasyarakatan.

Berdasarkan latar belakang diatas, perlunya bentuk kualitas

kerja yang ditunjukkan oleh Petugas Pemasyarakatan dalam

mencapai efektivitas Lembaga Pemasyarakatan dalam pembinaan

narapidana, apalagi terdapat gejala ketimpangan dalam hal

pembinaan narapidana khususnya narapidana LAPAS Klass I

Makassar sesuai dengan yang diamanahkan dalam Pasal 2 UU

Pemasyarakatan, maka dengan ini saya selaku peneliti

mengangkat permasalahan ini ke dalam proposal yang berjudul

“ANALISIS DARI PENGARUH KUALITAS KERJA

PETUGAS PEMASYARAKATAN TERHADAP PEMBINAAN

SUMBER DAYA MANUSIA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLASS I MAKASSAR’’.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

maka dapat difokuskan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Kualitas Kerja Petugas Pemasyrakatan dan

Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klass I Makassar?


2. Apa yang Menjadi Faktor Penghambat dalam Pembinaan

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klass I Makassar dan

Bagaimana Upaya Penanggulangannya oleh Petugas

Pemasyarakatan dari Lembaga Pemasyarakatan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan proposal ini ada 2 (dua) tujuan,

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian

ini, yaitu untuk memperoleh pemahaman mengenai kualitas

kerja terkait sumber daya manusia dari Petugas

Pemasyaraktan guna mencapai efektifitas Lembaga

Pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klass I Makassar.

b. Tujuan Khusus

Adapun kemudian tujuan khusus yang ingin dicapai

dalam penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelenggaraan

pembinaan terhadap narapidana di LAPAS Klass I

Makassar.

2. Guna mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat

dilakukan oleh Petugas Pemasyaraktan dalam


memaksimalkan pembinaan narapidana di LAPAS Klass I

Makassar.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca tentang

bagaimana kualitas kerja (Quality of Worklife) Petugas

Pemasyaraktan dalam membina narapidana khususnya

narapidana yang berada di LAPAS Klass I Makassar

sebagaimana yang diamanahkan dalam ketentuan undang-

undang yang mengatur. Adapaun manfaat teoritis dari penelitian

ini guna memperoleh pencerahan tentang permasalahan hukum

yang kita hadapi saat ini sehingga dapat menjadi dasar

pemikiran yang teoritis, bahwa dalam suatu perundangan-

undangan yang ada belum tentu berjalan sesuai dengan

kompetensi Petugas Pemasyarakatan dari Lembaga

Pemasyarakatan yang ada di Indonesia dalam perspektif

pembinaan khususnya pembinaan sumber daya manusia dari

narapidana demi tercapainya tujuan pembinaan narapidana

dalam proses pemasyaraktan yang sesungguhnya, serta

sempurna dalam prakteknya.

b. Manfaat Praktis
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan metode untuk

mendapatkan bahan informasi dalam menganalisa serta

sebagai suatu pemecahan masalah-masalah terhadap

permasalahan-permasalahan yang penulis hadapi,

khususnya mengenai kualitas kerja Petugas

Pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana LAPAS

Klass I Makassar.

2. Bagi Petugas Pemasyaraktan, hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai referensi dalam hal membuat

perencanaan pembinaan narapidana yang berlandaskan UU

Pemasyarakatan agar efektivitas LAPAS tersebut dalam

memberikan pembinaan dapat terjamin.

3. Bagi pembuat kebijakan, hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan dan sebagai bahan dalam mengambil

kebijakan serta membuat kebijakan yang akan dilaksanakan

dalam upaya peningkatan pembinaan oleh Petugas

Pemasyarakatan dari Lembaga Pemasyarakatan yang ada di

negara tercinta ini.

Anda mungkin juga menyukai