Anda di halaman 1dari 14

Syok Hipovolemik pada Anak Diare Cairan Akut

Jhordy Christanto Seleng


102016178
Jl. Tanjung duren utara 2A No. 382
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
Jhordy.2016fk178@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Syok adalah suatu kejadian klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang
ditandai dengan adanya kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi adekuat yang
dialirkan ke organ-organ vital tubuh. Munculnya hal ini diakibatkan kejadian pada hemostasis
tubuh yang serius, perdarahan masif, trauma atau luka bakar (syok hipovolemik), infark miokard
luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak tearkontrol (syok septik),
tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), dan respon imun (syok anafilaktik)1. Syok
hipovolemik adalah kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan karena kekurangan cairan
intravaskuler. Proses kegagalan perfusi akibat dari kekurangan volume intravaskuler terjadi
melalui penurunan aliran darah balik ke jantung yang menyebabkan daya hantaran oksigen dan
perfusi jaringan tidak optimal yang dalam keadaan berat menyebabkan syok. Gejala klinis syok
hipovolemik terlihat jelas bila terdapat kekurangan volume sirkulasi lebih dari 15% karena pada
tahap awal perdarahan kurang mekanisme kompensasi sistem kardiovaskuler dan saraf otonom
masih dapat menjaga fungsi sirkulasi dalam keadaan normal. Dua contoh syok hipovolemik yang
terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas.
Kehilangan cairan terbagi atas cairan eksternal dan internal. Kehilangan cairan eksternal ini juga
dapat timbul dari poliuria dan luka bakar sedangkan kehilangan cairan internal disebabkan oelh
sejumlah cairan yang berkumpul pada ruangan peritoneal dan pleura2.

1
Pembahasan

Anamnesis
Anamnesis adalah teknik pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu percakapan dokter
dengan pasiennya secara langsung (autoanamnesis) atau dengan orang yang mengetahui kondisi
pasien (alloanamnesis). Anamnesis dilakukan sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pasien jika
pasien sadar dan memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan secara langsung maka cara yang
teapt adalah autoanamnesis namun jika pasien dalam keadaan sebaliknya maka cara yang tepat
adalah dengan menggunakan alloanamnesis. Anamnesis harus dilakukan sesuai dengan
sistematika yang baku, hal ini bertujuan agar selama dokter melakukan anamnesis ia tidak
kehilangan arah dan tidak ada informasi yang terlewatkan, selain itu juga dapat mempermudah
orang lain untuk membaca3.

Diketahui seorang anak perempuan berusia 6 tahun di bawa ke UGD RS karena lemas, pucat dan
seluruh badannya berkeringkat dingin sejak 30 menit yang lalu. Beberapa hal yang bisa ditanyakan
dalam situasi ini adalah sebagai berikut:

 Kejadian akut atau tiba-tiba


 Trauma
 Perdarahan
 Riwayat penyakit jantung bawaanatau penyakit jantung rematik
 Riwayat diare
 Beberapa penyakit yang disertai dengan deman

Untuk anak dengan tanda-tanda syok bisa ditanyakan pertanyaan tentang:

 KLB Deman Berdarah Dengue


 Deman
 Apakah bisa makan/minum

Berdasarkan kasus, menurut ibu, anaknya mengalami diare sejak 2 hari lalu, dengan frekuensi 8-
10x/hari, sebanyak 1 aqua gelas, berisi cairan dan ampas, tidak ada darah maupun lendir.

2
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah jenis pemeriksaan yanag dilakukan untuk memperoleh status
kesehatan pasien secara objektif, sekaligus memperkuat data yang telah diperoleh saat melakukan
anamnesis demi tercipta diagnosis pasti. Dalam melakukan pemeriksaan fisik seorang dokter harus
menunjukan sikap lege artis kepada pasien demi terciptanya rasa percaya pasien kepada dokter
saat melakukan pemeriksaan tersebut, sehingga dapat mempercepat dan mempermudah dokter
untuk memperoleh data yang akurat. Pemeriksaan fisik terdapat beberapa tahapan yang dapat
diperiksa yaitu:4

 Kesadaran
 Kemungkinan perdarahan
 Vena leher (vena jugularis)
 Pembesaran hati
 Petekie
 Purpura

Setelah diketahui bahwa pasien mengalami diare selama 2 hari, dapat diperiksa apakah pasien
sudah mengalami dehidrasi atau belummengalami dehidrasi. Jika terdapat dua atau lebih tanda-
tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:

 Letargis atau tidak sadar


 Mata cekung
 Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
 Tidak bisa minum atau malas makan

3
Gambar 1 Pemeriksaan turgor kulit

4
Tabel 2. Klasifikasi dehidrasi

Diketahui pasien dalam keadaan umum sakit berat, kesadaran somnolen, suhu 38,5ºC, frekuensi
nadi 110x/menit, pernapasan 40x/menit dan tekanan darah 100/80 mmHg. Mata cekung, mukosa
bibir dan mulut kering, turgor kulit kembali sangat lambat, akral dingin, CRT 3 detik, serta nadi
dorsalis pedis teraba sangat lemah.

5
Pemeriksaan penunjang

Selanjutnya dapat dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, yang


dilakukan untuk mencari pernyebab yang mendasari, dan terapi spesifik perlu dimulai segera
setelah etiologi teridentifikasi. Pemeriksaan laboratorium awal sering mencakup panel kimia
lengkap, hitung darah lengkap, pemeriksaan koagulasi, biakan darah dan urine, gas darah dan
arteri, saturasi vena campuran jika mungkin, dan laktat. Pemeriksaan diagnostik setidaknya
disesuaikan dengan anamnesis dan gambaran klinis pasien; pemeriksaan tersebut dapat berupa foto
sinar-X toraks. ekokardiogram, pemeriksaan trauma lengkap, atau pemeriksaan pencitraan lain
sesuai indikasi. Selain penanganan etiologi yang mendasari, gangguan end-organ juga perlu
diatasi, misalnya pemberian produk darah untuk pasien dengan DIC atau terapi sulih ginjal untuk
pasien dengan gagal ginjal5. Berdasarkan tahapan diagnostik yang telah dilakukan diduga bahwa
pasien mengalami syok hipovolemik et causa diare cair akut.
Diagnosis Kerja dan Biagnosis Banding
Syok (renjatan) bukan merupakan penyakit, melainkan suatu sindrom klinik yang menimbulkan
penurunan perfusi jaringan serta organ dan akhirnya disfungsi serta kegagalan organ. Syok dapat
dipilah menjadi tiga kategori utama berdasarkan faktor pencetus: syok distributif (neurogenik,
septik, serta anafilaktik), syok kardiogenik, dan syok hipovolemik2.
Syok Hipovolemia
Hipovolemia mungkin merupakan penyebab syok tersering pada kelompok usia anak.
Penyebab syok tersering berikutnya adalah syok septik dan yang terakhir adalah syok kardiogenik.
Gejala dan tanda klinis syok bervariasi, bergantung pada derajat kompensasi. Syok terkompensasi
tejadi ketika pasien mampu mempertahankan curah jantung yang adekuat melalui mekanisme
kompensasi yang mempertahankan tekanan darah dalam kisaran normal.

6
Syok terdekompensasi dikatakan terjadi jika pasien mengalami hipotensi dan asidosis. Hipotensi
dianggap sebagai temuan belakangan pada pasien pediatrik dan sering menjadi tanda ancaman
kolaps vaskular. Jika tidak diatasi, syok dekompensasi ini dapat berkembang menjadi kegagalan
organ multisistem. Terapi untuk syok akan paling efektif jika diberikan pada fase awal.
Berkurangnya volume darah yang bersikulasi akan diikuti oleh serangkaian penyesuaian
kompensatorik jantung dan pembuluh perifer yang berupaya mempertahankan tekanan darah dan
perfusi ke organ-organ penting.
Pasien dengan syok hipovolemik terkompensasi biasanya berespons terhadap bolus cepat (20
mL/kg) cairan isotonik (salin normal atau larutan Ringer Laktat). Jika pasien memperlihatkan
perbaikan, cairan pengganti bisa diberikan. Kadang anak mungkin memerlukan jumlah cairan yang
signifikan dalam 4 jam pertama resusitasi (40 sampai 200 mL/kg pernah dilaporkan) untuk
memulihkan tekanan pengisian vaskular serta untuk mempertahankan curah jantung.
Syok dekompensasi: hipotensi, takikardia, tanda-tanda hipoperfusi organ (berkurangnya
pengeluaran urine, gangguan kesadaran). Bentuk syok ini membutuhkan bantuan yang lebih
agresif, termasuk pemberian obat inotropik. Sering dibuat akses vena sentral untuk mempercepat
pemberian cairan, memberikan inotrop, dan mengukur CVP untuk membantu dalam penanganan
cairan.

Syok Distributif

Distribusi aliran darah abnormal dapat mengakibatkan gangguan perfusi jaringan yang berat,
bahkan bila curah jantung normal atau meningkat. Maldistribusi aliran darah tersebut pada
umumnya terjadi karena adanya kelainan tonus vaskular. Syok sepsis merupakan penyebab utama
syok distributif pada anak. Penyebab lainnya termasuk syok anafilaksis, jejas neurologis, dan obat-
obatan. Syok distributif dapat disertai dengan sindrom respons inflamasi sistemis (systemic
inflammatory response syndrome [SIRS]), ditandai dengan ditemukannya dua atau lebih hal
berikut: suhu lebih dari 38ºC atau kurang dari 36ºC; denyut jantung lebih dari 90x/menit atau lebih
dari dua simpang baku diatas nilai normal untuk usianya; takipnea; hitung leukosit lebih dari
12.000 sel/mm3, atau kurang dari 4.000 sel/mm3, atau sel imatur lebih dari 10%.

7
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenis terjadi akibat gangguan fungsi miokardium yang tercermin dengan
depresi kontraktilitas miokardium dan curah jantung dengan perfusi jaringan buruk. Mekanisme
kompensasi dapat menambah berat syok karena depresi fungsi jantung lanjut. Respon
vasokonstriktor neurohormon meningkatkan afterload dan menambah beban kerja ventrikel yang
sudah gagal. Takikardia dapat mengganggu aliran darah koroner, yang menurunkan hantaran
oksigen ke miokardium. Peningkatan volume darah sentral yang disebabkan oleh retensi natrium
dan air, serta gangguan pengosongan ventrikel saat sistole, berakibat peningkatan volume dan
tekanan di ventrikel kiri, yang mengganggu aliran darah sub-endokardium. Bila mekanisme
kompensasi dapat mengatasi kegagalan, ventrikel kiri yang gagal akan meningkatkan volume dan
tekanan diastole akhir ventrikel, yang akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri, dan
akhirnya terjadi edem pulmo. Hal tersebut juga berperan terhadap gagal jantung kanan karena
peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan peningkatan afterload ventrikel kanan. Syok
kardiogenis primer dapat terjadi pada anak yang mempunyai penyakit jantung bawaan. Syok
kardiogenik juga dapat terjadi sekunder pada anak yang sebelumnya sehat akibat miokarditis virus,
disritmia, atau gangguan toksin atau metabolisme, atau pasca jejas hipoksia-iskemia6.
Patofisiolgis
Ada 3 stadium dasar yang sering ditemukan pada setiap jenis syok, yaitu: stadium
kompensasi, progresif, dan ireversibel, atau refraktori. Stadium kompensasi ketika tekanan arteri
dan perfusi jaringan menurun, mekanisme kompensasi akan diaktifkan untuk mempertahankan
perfusi darah pada jantung dan otak. Setelah baroreseptor yang ada dalam sinus karotikus dan
arkus aorta mendeteksi penurunan tekanan darah, hormon epinefrin dan norepinefrin akan
disekresikan untuk meningkatkan tahanan perifer, tekanan darah, serta kontraktilitas miokardium.
Penurunan aliran darah ke ginjal akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron sehingga
timbul vasokostriksi dan retensi natrium serta air yang menyebabkan peningkatan volume darah
dan aliran balik vena. Sebagai akibat mekanisme kompensasi ini, curah jantung dan perfusi
jaringan dapat dipertahankan. Stadium progresif pada syok dimulai ketika mekanisme kompensasi
tidak berhasil mempertahankan curah jantung. Jaringan mengalami hipoksia karena perfusi darah

8
buruk. Setelah sel beralih kepada metabolisme anaerob, asam laktat akan menumpuk sehingga
terjadi asidosis metabolik. Keadaan asidosis ini akan menekan fungsi miokardium. Hipoksia juga
meningkatkan pelepasan mediator endotel, yang akan menimbulkan vasodilatasi di samping
menyebabkan kelainan pada endotel, yang menyebabkan akumulasi pada vena (venous pooling)
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Aliran darah yang lamban akan memperbesar resiko
koagulasi intravaskuler diseminata (DIC; disseminated intravascular coagulation).
Stadium ireversibel (refraktori), seiring sindrom syok berlanjut, kerusakan organ yang permanen
akan terjadi karena mekanisme kompensasi tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung.
Penurunan perfusi akan merusak membran sel, enzim-enzim lisosom akan dibebaskan dan
simpanan energi akan menurun sehingga kemungkinan akhirnya terjadi kematian sel. Setelah sel
menggunakan metabolisme anaerob, asam laktat akan menumpuk sehingga meingkatkan
permeabilitas kapiler dan gerakan cairan keluar dari ruang vaskuler. Kehilangan cairan
intravaskuler ini selanjutnya turut menimbulkan hipotensi. Perfusi arteri koronaria akan berkurang
sehingga terjadi depresi fungsi miokard dan penurunan lebih lanjut curah jantung. Pada akhirnya
akan terjadi kegagalan sirkulasi dan respirasi sehingga kematian tidak terelakkan4.
Tanda dan Gejala
Pada syok kompensasi, tanda dan gejala dapat mencakup:
 Takikardi dan denyut nadi yang memantul akibat stimulasi saraf simpatik.

 Gelisah dan iritabilitas yang berhubungan dengan hipoksia serebral.

 Takipnea untuk mengimbangi hipoksia.

 Penurunan ekskresi urine yang terjadi sekunder karena vasokonstriksi.

Kulit dingin dan pucat yang berkaitan dengan vasokonstriksi; kulit hangat dan kering yang
disebabkan oleh vasodilatasi terdapat pada syok septik.

Pada syok stadium progresif, tanda dan gejala dapat meliputi:


 Hipotensi karena mekanisme kompensasi mulai mengalami kegagalan.

 Tekanan nadi yang sempit, yang berkaitan dengan penurunan volume sekuncup; denyut
nadi yang lemah, cepat, dan halus akibat penurunan curah jantung; pernapasan yang

9
dangkal karena pasien bertambah lemah; penurunan ekskresi urine karena perfusi ginjal
yang buruk terus berlanjut.
 Kulit dingin dan basah akibat vasokonstriksi.

 Sianosis yang berhubungan dengan hipoksia


Pada stadium ireversibel, gambaran klinis dapat meliputi:
 Keadaan tidak sadarkan diri dan tidak ada refleks yang disebabkan oleh penurunan perfusi
serebral, ketidakseimbangan asam-basa atau elektrolit.

 Tekanan darah menurun dengan cepat setelah terjadi dekompensasi.

 Denyut nadi lemah akibat penurunan curah jantung.

 Pernapasan lambat serta dangkal atau pernapasan Cheyne-Stokes yang teradi sekunder
karena depresi pusat pernapasan.

 Anuria yang berhubungan dengan gagal ginjal.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada syok meliputi:
 Sindrom distress pernapasan akut

 Nekrosis tubuler akut

 Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)

 Hipoksia serebral

 Kematian7

Penatalaksanaan
Pada saat penilaian triase, akan ditemukan sebagian kecil anak dengan diare cair akut
dengan tanda kegawatdaruratan. Anak dengan tanda dehidrasi berat tetapi tidak mengalami syok
tidak boleh dilakukan dilakukan rehidrasi dengan infus. Hal ini karena diagnosis dehidrasi berat
pada anak dengan diare cair akut sulit dilakukan dan sering terjadi salah diagnosis. Bila diinfus
berarti menempatkan anak ini dalam risiko over-hidrasi dan kematian karena gagal jantung.

10
Dengan demikian, anak ini harus diberi perawatan rehidrasi secara oral (melalui mulut) dengan
larutan rehidrasi khusus untuk gizi buruk (ReSoMal). Anak dengan tanda syok dinilai untuk tanda
lainnya (letargis atau tdak sadar). Pada diare cair akut, tanda gawat darurat umum yang biasa
terjadi pada anak syok mungkin timbul walaupun anak tidak mengalami syok.
Jika anak letargis atau tidak sadar, jaga agar tetap hangat dan berikan cairan infus dan glukosa
10% 5mL/kgBB iv.
Ketika memberikan cairan infus untuk anak syok, pemberian cairan infus tersebut berbeda
dengan anak yang dalam kondisi baik. Syok yang terjadi karena dehidrasi dan sepsis mungkin
dapat terjadi secara bersamaan dan hal ini sulit untuk dibedakan dengan tampilan klinis semata.
Anak dengan dehidrasi memberikan reaksi yang baik pada pemberian cairan infus (napas dan
denyut nadi lebih lambat, capillary refill lebih cepat). Jumlah cairan yang diberikan harus melihat
reaksi anak. Hindari terjadi over-hidrasi. Pantau denyut nadi dan pernapasan pada saat infus
dimulai dan tiap 5-10 menit untuk melihat kondisi anak mengalami perbaikan atau tidak. Ingat
bahwa jumlah dan kecepatan aliran cairan infus berbeda pada diare cair akut. Tatalaksana
pemberian cairan glukosa intravena. Pasang infus dan ambil darah untuk pemeriksaan
laboratorium gawat darurat. Periksa glukosa darah. Jika rendah <2.5 mmol/liter (45mg/dL) pada
anak dengan kondisi nutrisi baik atau < 3 mmol/liter (54 mg/dL) pada anak dengan gizi buruk atau
jika dextrostix tidak tersedia, berikan suntikan 5ml/kg larutan glukosa 10% secara cepat. Periksa
kembali glukosa darah setelah 30 menit. Jika masih rendah, ulangi lagi pemberian 5ml/kg larutan
glukosa 10%.
Beri makan anak segera setelah sadar. Jika anak tidak bisa diberi makan karena ada risiko aspirasi,
berikan:
 Susu atau larutan gula menggunakan pipa nasogastrik (untuk membuat larutan gula,
larutkan 4 sendok teh gula (20 gram) ke dalam 200 ml air matang), atau

 Berikan cairan infus yang mengandung glukosa (dekstrosa) 5-10%.

Tatalaksana pemberian cairan infus pada anak syok dengan diare cair akut.
Lakukan penanganan ini hanya jika ada tanda syok dan anak letargis atau tidak sadar.
 Pastikan anak menderita diare cair akut dan benar-benar menunjukkan tanda syok

 Timbang anak untuk menghitung volume cairan yang harus diberikan

11
 Pasang infus (dan ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium gawat darurat)

 Masukkan larutan Ringer Laktat dengan dekstrosa 5% (RLD 5%) atau Ringer Laktat atau
Garam Normal – pastikan alat infus berjalan lancar. Bila gula darah tinggi maka berikan
Ringer Laktat (tanpa dekstrosa) atau Garam Normal.

 Alirkan cairan infus 10 mL/kg selama 30 menit.

 Hitung denyut nadi dan frekuensi napas anak mulai dari pertama kali pemberian cairan dan
setiap 5-10 menit.

12
Jika ada perbaikan tetapi belum adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas anak melambat,
dan capillary refill > 3 detik):
 Berikan lagi cairan di atas 10 mL/kgBB selama 30 menit.

 Nilai kembali setelah volume cairan infus yang sesuai telah diberikan.

Jika ada perbaikan dan sudah adekuat (dennyut nadi melambat, frekuensi napas anak melambat,
dan capillary refill < 2 detik):
 Alihkan ke terapi oral atau menggunakan NGT dengan ReSoMal, 10mL/kg/jam hingga 10
jam;

 Mulai berikan anak makan dengan F-75.

Jika tidak ada perbaikan, lanjutkan dengan pemberian cairan rumatan 4mL/kg/jam dan
pertimbangkan penyebab lain selain hipovolemik.
Jika kondisi anak menurun selama diberikan cairan infus (napas anak meningkat 5 kali/menit atau
denyut nadi 15/menit), hentikan infus karena cairan infus dapat memperburuk kondisi anak.
Alihkan ke terapi oral atau menggunakan pipa nasogastrik dengan ReSoMal, 10mL/kg/jam hingga
10 jam. Tatalaksana Dehidrasi Berat pada Keadaan Gawat Darurat Setelah Pentalaksanaan Syok
Lanjutkan dengan bagan dibawah ini jika ada perbaikan (denyut nadi anak melambat atau capillary
refill membaik). Berikan 70 ml/kgBB Larutan Ringer Laktat/Garam Normal selama 2 ⅟₂ jam pada
anak (umur 12 bulan hingga 5 tahun)8.
Kesimpulan
Pasien anak tersebut di diagnosis syok hipovolemik et causa diare cair akut, karena telah
mengalami pengurangan cairan tubuh selama 2 hari. Pasien diberi tatalaksana tambahan cairan
koloid atau kristaloid, dan nutrisi tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

13
Daftar Pustaka
1. Wacker, D. A. & Winters, M. E. Shock. Emerg. Med. Clin. North Am. 32, 747–758 (2014).

2. Standl, T. et al. The nomenclature, definition and distinction of types of shock. Dtsch.

Aerzteblatt Online (2018) doi:10.3238/arztebl.2018.0757.

3. AAB. Pengertian Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis,

Prognosis, Terapi dan Tindakan Medis. http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-

anamnesa-pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-

medis.html.

4. Sulistia Rini. Pemeriksaan keadaan umum pasien. (00:29:36 UTC).

5. Unknown. KOTAK MEDIS: Syok Hipovolemik. KOTAK MEDIS

https://kotakmedis.blogspot.com/2012/12/syok-hipovolemik.html.

6. Moranville, M. P., Mieure, K. D. & Santayana, E. M. Evaluation and Management of Shock

States: Hypovolemic, Distributive, and Cardiogenic Shock. J. Pharm. Pract. 24, 44–60

(2011).

7. Mendelson, J. Emergency Department Management of Pediatric Shock. Emerg. Med. Clin.

North Am. 36, 427–440 (2018).

8. Annane, D. Effects of Fluid Resuscitation With Colloids vs Crystalloids on Mortality in

Critically Ill Patients Presenting With Hypovolemic Shock: The CRISTAL Randomized Trial.

JAMA 310, 1809 (2013).

14

Anda mungkin juga menyukai