Anda di halaman 1dari 41

Pemeriksaan Forensik pada Mayat Laki-laki dengan Luka Tusuk

Jhordy Christanto Seleng


102016178
Jl. Tanjung duren utara 2A No. 382
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
Jhordy.2016fk178@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Ilmu forensik semakin berkembang sejajar dengan kebutuhan manusia.ilmu forensik digunakan dalam urusan
penegakan hukum dan keadilann, membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, membantu pemecahan masalah
paternitas, membantu upaya keselamtan kerja dalam bidang industri dan otomotif dengan pengumpulan data korban
kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Kasus pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan
sering terjadi dan memerlukan ahli forensik untuk menangani kasus seperti ini. . Umumnya hal ini dapat diketahui
jika pihak yang berwajib melayangkan surat permintaan visum korban untuk diautopsi. Pihak yang berhak
melayangkan surat permintaan visum adalah pihak penyidik (dengan syarat dan ketentuan yang berlaku).
Dari hasil visum tersebut dapat diketahui apakah meninggalnya korban merupakan suatu hal yang ia
inginkan sendiri atau dibunuh oleh orang lain. Pada pemeriksaan autopsi yang hanya boleh dilakukan oleh
ahli forensik ini, akan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, juga laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium diantaranya ialah toksikologi, dimana diperiksa kadar racun yang dalam dosis tertentu dapat
mematikan seseorang. Setelah selesai semuanya hasil-hasil tersebut akan dirangkum dalam sebuah visum
dan diserahkan kepada penyidik yang berhak atas hasil visum tersebut.
Kata kunci: Forensik, kasus pembuhunan, autopsi, dan visum forensik.
Abstract
Forensic science is increasingly developing in line with human needs. Forensic science is used in law enforcement
and justice matters, helps settle fair insurance claims, helps solve paternity problems, helps work safety efforts in
the industrial and automotive sectors by collecting data on victims of industrial accidents and traffic accidents etc.
Murder, suicide and accident cases often occur and require a forensic expert to handle cases like this. . Generally
this can be known if the authorities submit a request for a post mortem request for an autopsy. The party entitled to
cast a request for a post mortem is the investigator (with the applicable terms and conditions). From the results of
the post mortem can be known whether the death of the victim is something that he wants himself or was killed by
someone else. In an autopsy examination that can only be done by a forensic expert, an external and internal
examination, as well as a laboratory, will be conducted. Laboratory tests include toxicology, wherein the level of
toxin is examined which in certain doses can kill someone. After completing all of these results will be summarized
in a post mortem and submitted to investigators who are entitled to the results of the post mortem.
Keywords: forensic, homicide, autopsy, and post mortem forensic expert.
Pendahuluan

Ilmu forensik semakin berkembang sejajar dengan kebutuhan manusia. Ilmu forensik digunakan
dalam urusan penegakan hukum dan keadilan, membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil,
membantu pemecahan masalah paternitas, membantu upaya keselamtan kerja dalam bidang industri dan
otomotif dengan pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. 1 Kasus pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan sering terjadi dan memerlukan ahli forensik
untuk menangani kasus seperti ini.
Forensik yang memeriksa mayat disebut forensik patologi. Pada mayat, dilakukan pemeriksaan luar dan
dalam mayat untuk mengetahui sebab kematian dan saat kematian. Tanatologi dan traumatologi diperiksa pada
mayat untuk membantu menyelesaikan kasus. Berdasarkan kasus yang ditemukan, diduga telah terjadi kasus
kematian yang tidak wajar (pembunuhan) akibat luka tusuk didada kiri pada mayat laki-laki yang
ditemukan di sebuah rumah yang sudah lama tidak berpenghuni. Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan
medik untuk membantu penegakan hukum, yaitu pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang
dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban tindak pidana.
Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut
sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait
untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain
dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang
meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk
memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan
membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya. Dalam
menangani kasus forensik, kita tidak terlepas dari kasus medikolegal yang berkait dengan pelanggaran
hukum. Hukum diperlukan untuk menegakkan hak korban dalam sesuatu kasus
Makalah ini dibuat untuk mempelajari:

a) Cara, sebab, dan saat kematian korban

b) Tanatologi, traumatologi forensik pada mayat

c) Aspek medikolegal yang terkait

d) Visum et Repertum
Prosedur Medikolegal

Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa
bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.2
Lingkup prosedur medikolegal antara lain yakni pengadaan Visum et Repertum (VeR),
pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum
persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, penerbitan surat keterangan
kematian dan surat keterangan medik serta kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan
penyidik.2
Dasar Hukum
1. Kewajiban dokter membantu peradilan
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayatdan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan
penyidik disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik
yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).2
2. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.2
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di siding
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.2
3. Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.2
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:2
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP


Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.2

4. Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia.


Pasal 170
(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan
barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka.
b) Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat.
c) Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.2
Pasal 338
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.2

Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.2
Pasal 340
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.2

Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda
paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancamdengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Kejahatan ini Percobaan untuk melakukan tidak dipidana.2

Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.1
Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan
berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun.2
Pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 15
tahun.2

Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi yang terjadi perubahan tersebut. 1

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu: mati somatis (mati klinis),
mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak). 1

 Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat. sistem yang menetap irre- versible). Secara
klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.1
 Mati suri (suspended animation,apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat
aliran listrik dan tenggelam. 1
 Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi
organ. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang(listrik)
sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam dilatasi
pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan suhas atropin
1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostig- min 0.5
akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat
berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan
pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa
hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih
dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.1
 Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.1
 Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuranal
intrakranlal batang maka dapat dengan mati dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu Kematian adalah suatu
proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian,
perubahan yang tertimbul pada pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat saat
meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea
mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot.1
Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang memungkinkan diagnosis
kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam
mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh,
pembusukan, mumifikasi dan adiposera.1

A. Tanda kematian tidak pasti


1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (Inspeksi, palpasi, auskultasi).
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot ctot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan
bokong pada mayat yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap,
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air. 1
B. Tanda pasti kematian.
1. Lebam mayat (Iivor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati
tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, memben.
tuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian ter bawah tubuh, kecuali pada
bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas
fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah.1
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah
jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna
apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam
pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup
cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di
tempat erendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak per darahan berwarna biru
kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan
oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah
lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit
perpindahan tersebut Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian;
memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada
keracunan CO atau CN, warna kecok atan pada
keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonali mengetahui perubahan posisi mayat yang
dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetapi dan memperkirakan saat
kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum
menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat
akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum
menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari
8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.1
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka
keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma.
Bila pada darah tersebut dilakukan irisan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak
menghilang.1
2. Kaku mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan
glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk meng- ubah ADP
menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur.
Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan
miosin menggumpal dan otot menjadi kaku Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa
persendian Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari
bagian luar tubuh(otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan
bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam
urutan yang sama Kaku mayat urnumnya tidak disertai pemendekan otot, tetapi jika
sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat
terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor- faktor yang mempercepat terjadinya
kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh
kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat
dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat
kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat.1
i. Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang
terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya
merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa
didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan
glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang
dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan
medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya,
tangan yang mong genggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,
tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.1
ii. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan
ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-
serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan
lutut, memben- tuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup intravitalitas, penyebab atau
cara kematian.1
iii. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat ling kungan dingin, sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan
lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi
pecahnya es dalam rongga sendi.1
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi,
konduksi, evaporasi dan konveksi Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk
kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu
keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu
suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan
suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin
dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian
atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.1
4. Pembusukan (Decomposition)
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang
meninggal, bakteri normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan.Darah
merupakan daerah yang terbaik untuk bertumbuh.Pembusukan biasnaya mulai
muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti
HCN, H2S dan lain-lain. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada
dalam tanah : air : udara adalah 1:2:8.Akibat dari pembusukan seperti rambut mudah
dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan
lidah terjulur.Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan
yang hangat/panas dan kelembaban tinggi.1
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata yaitu sekitar
36-48 jam post mortem. Kumpulan telur lalat telah ditemukan beberapa jam post
mortem di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat menetas
menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dengan
mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, dengan asumsi bahwa lalat
biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal. Alat dalam
tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan
warna torjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima
pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah, Difusi empedu dari
kandung Pedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya, otak
melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek.
Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ
padat yang paling lama bertahan ter perubahan pembusukan. Pembusukan akan
timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat Celcius hingga sekitar suhu
normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, gemuk
atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan
dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru
lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam
tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat per
tumbuhan bakteri. 1
5. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna
keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak
tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih
disukai karena menunjukkan sifat-sifat dian tara lemak dan lilin Adiposera terutama
terdiri dari asam asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis emak dan
mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang
termumifikasi(Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran
radial(Evans, 1962). Adiposera terapung di air, bila dipa-naskan mencair dan terbakar
dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter Adiposera dapat terbentuk
di sebarang lemak tubuh, bah- kan di dalam hati, tetapi lemak superfisial yang
pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat ter lihat di pipi,
payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar
tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga iden- tifikasi mayat dan
perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan adalah yang mempermudah
terbentuknya cukup, yang sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir
yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan
suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri en dogen ke dalam jaringan
pasca mati juga akan memper- cepat pembentukannya Pembusukan akan terhambat
oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertam bah.
Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas, tetapi dalam
waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu
menjadi 70% atau
lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan
berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak
tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum mak roskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.1
6. Mummifikasi. Mumifikasi adalah proses penguapan cair an atau dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
meng- hentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
gelap, berkeriput dan tidak mem- busuk karena kuman tidak dapat berkembang pada
lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama(12-14 minggu).
Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.1
C. Perkiraan saat kematian.
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer kering, sklera d kiri kanan
kornea akan berwarna dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi
kornea(taches noires sclerotiques) Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis.
Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan de ngan meneteskan air,
tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan
dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini ter jadi sejak kira-kira 6 jam pasca
mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kor nea menjadi keruh kira-
kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.
Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus
optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak
tajam lagi. Selama dua jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus
menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih
gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan
latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam
pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada
kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluhpembuluh besar
yang mengalami seg mentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya
konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati
tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja
yang tampak berwarna coklat gelap.1
2. Perubahan dalam lambung, Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi,
sehingga tidak dapat d nakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan
terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam
membuat kepu Ditemukannya makanan tertentu(pisang, tomat, dalam isi lambung
dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan
makanan tersebut. 1
3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata rata 0,4
mm/hari, panjang ram- but kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang
mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jonggotnya dan diketahui saat terakhir ia
mencukur.1
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku
yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan
saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.2
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan ke matian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang
dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg%
dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30
jam. 1
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati. 1
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca
mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya.
Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan
permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses
ke matian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu
terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan
untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 1
8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.1

Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang masih
dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan
sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat
menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.1

Pemeriksaan jenazah (Orlando)


Pemeriksaan luar3
1. Tutup dan bungkus mayat
Mayat dikirim kepada pemeriksa bisa dalam keadaan ditutup atau dibungkus. Penutup atau
pembungkus dicatat jenis bahan, warna, corak, serta adanya pengotoran dicatat pula bahan
dan letaknya.

2. Pakaian

Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial,
dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila terdapat adanya
bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.

3. Perhiasan

Mencatat perhiasan yang dipakai oleh mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk
serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

4. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. Biasanya benda
disekitar mayat akan disertakan pada saat membungkus mayat.

5. Mencatat perubahan tanatologi :

a. Lebam mayat1

Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh
yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan. Setelah
seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan berkumpul
sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu
sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit
menjadi gelap.Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam
mayat ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi
mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh
orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan
karena pembunuhan atau bunuh diri.

Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian :

- Merah kebiruan merupakan warna normal lebam


- Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
- Merah gelap menunjukkan asfiksia
- Biru menunjukkan keracunan nitrit
- Coklat menandakan keracunan aniline

Pada penemuan lebab mayat, dicatat letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

b. Kaku mayat1

Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap:

- Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)

Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot
masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring
rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.

- Kaku Mayat

Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung
setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot
menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata,
bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen
bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat
menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi
sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18
- 36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh
karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya
habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan
aktinomiosin (protein otot).

- Periode Relaksasi Sekunder

Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan
protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan
juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung
sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder.

Pada penemuan kaku mayat dicatat distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi,
dan ada tidaknya spasme kadaverik.
c. Suhu tubuh mayat1

Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu
mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat.
Pengukuran dilakukan memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.

d. Pembusukan1

Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri
berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi
sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian
depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka
warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini
adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna
tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat.
Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur.
Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut.
Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa terkumpul
pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu masih
hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.
Lepuhan kulit mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup
mudah dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit
mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul
akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat.
Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan
menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung
ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa.
Pada tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga
tampak dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah
dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di
kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi lunak,
rapuh dan berwarna kecoklatan.

e. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.


6. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.3

7. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh, kalau
perlu di foto.

8. Pemeriksaan rambut

Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Jika pada mayat
terdapat rambut yang mempunyai sifat berlainan, perlu untuk disimpan jika suatu saat
perlu.

9. Pemeriksaan mata

Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

10. Pemeriksaan daun telinga dan hidung

Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.

11. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut

12. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.

13. Pemeriksaan leher

Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.

14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.


Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-
lain

15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,


edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

16. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu jenis luka, lokasi bentuk, ara, tepi, sudut, dasar,
ukuran, dan lain-lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi
ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain garis
tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui
kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.

17. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

Pemeriksaan dalam3
- Pemeriksaan rongga dada dan perut
Mayat yang akan di bedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan dengan sepotong
balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan daerah
leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti gans pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan ke arah
umbilikus dan melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis
pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Pada daerah leher insisi hanya mencapai
kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai
permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai di daerah epigastrium, sampai
menembus ke dalam rongga perut. Insisi berbentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling
ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik. Insisi pada dinding perut biasanya dimulai
pada daerah epigastrium dengan membuai irisan pendek yang menembus sampai peritoneum
Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka
dinding perut dapat ditarik/diangkat ke atas Pisau diselipkan di antara dua jari tersebut dan insisi
dapat diteruskan sampai ke simfisis pubis. Di samping berfungsi sebagai pengangkat dinding
perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu untuk pisau, serta melindungi
alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut ke arah luar
(dilakukan dengan ibu jari di sebelah dalam/sisi peritoneum dan 4 jari lainnya di sebelah luar/sisi
kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae.
Pelepasan dinding dada dilakukan terus ke arah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka
dan ke samping sampai garis ketiak depan Pengirisan terhadap otot dilakukan dengan bagian
perut pisau dan bidang pisau yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dan otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan teliti.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot dinding perut, catat
tebal masing-masing serta luka-luka bila terdapat. Rongga perut diperiksa dengan mula-mula
memperhatikan keadaan alat-alat perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus
(omentum), apakah menutupi seluruh usus-usus kecil, ataukah mengumpul pada satu tempat akibat
adanya kelainan setempat Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi,
infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya, perhatikan
pula bagian/alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan lainnya Perhatikan
adakah cairan dalam rongga perut, dan bila terdapat cairan, catat sifat dan cairan tersebut serous,
purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput
lendirnya Pada selaput lendir yang normal, tampak licin dan halus berwarna kelabu mengkilat Pada
kelainan peritomtis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat.
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah sampai satu
sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga. Dengan bagian perut pisau dan
bidang pisau yang diletakkan tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dan iga ke-2 terus ke arah
kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena
bagian rawan belum mengalami penulangan Dengan tangan kanan memegang gadang pisau dan
telapak tangan kiri menekan punggung pisau, pisau digerakkan memotong rawan iga-iga tersebut
mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh yang lain.
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada bagian depan
sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan. Iga pertama dipotong
dengan meneruskan irisan pada iga kedua ke arah kraniolateral, dengan demikian, irisan
dihindarkan dari mengenai manubrium sternii yang keras Setelah rawan iga pertama terpotong,
pisau dapat diteruskan ke arah medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi
antara tulang selangka dan tulang dada (articulatio sternoclavicularis) dan memotongnya Bila ini
telah dilakukan pada kedua sisi, maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan mencatat bagian
kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung jantung yang tampak hanya
1 jari di antara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan paru yang berlebih.
Dengan tangan, paru dapat ditarik ke arah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apakah terdapat
cairan, darah atau lainnya. Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada
dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung
terisi oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun
pada permukaan depan jantung sendiri.
Untuk pemenksaan lebih lanjut, alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga
dada, sedangkan usus halus mulai dan jejunum sampai rectum dilepaskan tersendiri dan kemudian
alat dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot dasar mulut pada
tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus rongga mulut dan bawah
Insisi diperlebar ke arah kanan maupun ke arah kiri. Lidah ditank ke arah bawah sehingga dapat
dikeluarkan melalui tempat bekas irisan. Perhatikan keadaan rongga mulut dan catat kelainan yang
mungkin terdapat, antara lain adanya benda asing dalam rongga mulut. Perhatikan pula langit-
langit mulut, baik palatum durum maupun palatum molle, untuk mencatat kelaman yang
ditemukan Palatum molle kemudian diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum yang
kemudian diteruskan ke arah lateral kanan dan kiri, sampai bagian lateral dan plica pharingea
dengan meneruskan pemotongan sampai ke permukaan depan dan tulang belakang dan sedikit
menarik alat-alat leher ke arah depan bawah, seluruh alat leher dapat dilepaskan dari
perlekatannya.
Lakukan pemotongan terhadap pembuluh serta saraf yang berjalan di belakang tulang selangka
dengan terlebih dahulu menggenggam pembuluh pembuluh dan syaraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada, bila perlu secara tajam. Dengan tangan
kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus paru,
alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai ke luar dan rongga paru.3
Lepaskan esofagus bagian kaudal dari janngan ikat sekitarnya dan buatlah dua ikatan di atas
diafragma. Esofagus digunting di antara kedua ikatan tersebut di atas. Tangan kiri kini digunakan
untuk menggenggam bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan
pengirisan terhadap genggaman tersebut. Dengan demikian, alat leher bersama alat dalam rongga
dada dapat dikeluarkan seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan pertama-tama melakukan dua ikatan pada awal jejunum. dekat
dengan tempat menembusnya duodenum dari arah retroperitoneal. Secara topografis, bagian
duodenum ini terletak kaudal terhadap colon transversum, kira-kira di garis pertengahan selangka.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat, agar isi duodenum tidak tercecer.
Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium yang
melekatkan usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat pada usus. Pengirisan
dilakukan dengan pisau organ yang bidang pisaunya {knife blade) diletakkan tegak lurus pada usus
dan digerakkan maju mundur seperti gerakan menggergaji. Pengirisan demikian dilakukan
sepanjang usus halus sampai daerah ileum terminalis. Pada daerah coecum pengirisan dilakukan
terhadap mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini. pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal
kanan serta duodenum pars retropentonealis
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung. Mesokolon
kembali diiris di sebelah lateral dari kolon deseendens dengan memisahkannya juga dari limpa dan
ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong
mesocolon di bagian belakangnya.3
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan mengurutnya ke arah
proksimal, agar isi rectum dipindahkan ke arah colon sigmoid dan rectum dapat diikat dengan dua
ikatan, untuk kemudian diputus di antara dua ikatan tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus
halus dan usus besar, dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang usus tersebut untuk
menemukan kelainan, baik yang diakibatkan oleh kekerasan berupa luka, akibat penyakit dalam
bentuk ulkus atau kelainan lainnya.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul, pengirisan dimulai dengan memotong diafragma
dekat pada insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan diteruskan ke arah bawah, sebelah
kanan dan kin, lateral dan masing-masing ginjal, sampai memotong arteri iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan terlebih dahulu melepas peritoneum di daerah simfisis.
Kandung kencing serta alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri sampai ke arah belakang
bersama-sama rektum Pemotongan melintang dilakukan dengan patokan setinggi kelenjar prostat
pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga
panggul ini kemudian dilepaskan seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan dapat diangkat
bersama-sama dengan alat rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu
- Pemeriksaan pada kepala3
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai pada prosesus
mastoideus, melingkari kepala ke arah puncak kepala(vertex) dan berakhir pada prosesus
mastoideus sisi lain. Pada mayat yang lebat rambut kepalanya, sebaiknya sebelum dilakukan
pengirisan pada kulit kepala, dilakukan terlebih dahulu penyisiran pada rambut sehingga terjadi
garis belahan rambut sepanjang kulit kepala yang akan diiris tersebut. Pengirisan dibuat sampai
pisau mencapai periostium. Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-
2 sentimeter di atas batas orbita(Margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh
protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan yang terdapat, baik pada
permukaan dalam kulit kepala maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa
ditemukan adalah tanda kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah
tulang. Untuk membuka rongga tengkorak, dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar
di daerah frontal sejarak kurang lebih 2 sentimeter di atas margo supraorbitalis, di daerah temporal
k.l. 2 sentimeter di atas daun telinga. Pada daerah temporal ini, penggergajian dilakukan setelah
otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih dahulu. Pemotongan otot temporalis dimaksudkan
agar otot tersebut setelah selesai pemeriksaan dapat digunakan sebagai pegangan/tempat jahitan
menyatukan kembali atap tengkorak dengan bagian lain tengkorak tersebut. Pada daerah
temporalis ini penggergajian dilakukan melingkar ke arah belakang kurang lebih 2 sentimeter
sebelah atas protuberantia occipitalis externa, dengan garis penggergajian yang membentak sudut
kurang lebih 120 derajat dari garis penggergaiian terdahulu. Hal ini dilakukan agar setelah selesai
pemeriksaan, atap tengkorak dapat terpasang kembali tanpa tergeser. Agar penggergajian tidak
merusak jaringan otak, penggergajian harus dilakukan dengan hati-hati dan dihentikan setelah
terasa tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan
menggunakan pahat berbentuk T(T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan, pertama-tama lakukan penciuman terhadap bau yang keluar
sebab pada beberapa jenis keracunan, dapat tercium bau yang khas.3
Kemudian perhatikan adanya kelainan baik pada permukaan dalam atap tengkorak maupun pada
duramater yang kini tampak. Kelainan dapat berupa luka pada duramater, perdarahan epidural atau
kelainan lain.. Duramater kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural
dapat diperiksa akan adanya perdarahan, pengumpulan nanah dan sebagainya.
Otak dikeluarkan dengan pertama-tama memasukkan dua jari tangan kin di garis pertengahan
daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak Dengan sedikit menekan baga frontal akan
tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan
kin tersebut kemudian dapat sedikit mengangkat baga frontal dan memperlihatkan nn. olfatorius,
nn. opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih
lanjut dapat dilakukan pada aa. karotis intetna yang memasuki otak, serta saraf-saraf otak yang
keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi, serta jari-jari tangan
kiri sedikit menarik/mengangkat baga pelipis (temporalis) sisi yang lain, tentorium cerebelli akan
jelas tampak dan mudah dipotong, dimulai dan foramen magnum ke arah lateral menyusuri tepi
belakang tulang karang otak(os petrosum). Potong pula saraf-saraf otak yang keluar pada dasar
otak. Dengan cara yang sama, tentorium cerebelli sisi lainnya juga dipotong Perlu diperhatikan
bahwa bila tentorium cerebelli ini tidak dipotong, otak kecil niscaya akan tertinggal dalam rongga
tengkorak.3
Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen magnum. Dengan tangan kiri
menyanggah daerah baga occipital, dua jari tangan kanan dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri
batang otak yang telah terpotong, untuk kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakan
memutar/meluksir hingga keluar dan rongga tengkorak. Setelah otak dikeluarkan, duramater yang
melekat pada dasar tengkorak harus dilepaskan dari dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya
kelainan pada dasar tengkorak.3

Pemeriksaan alat dalam3


Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dan lidah oesofagus, trachea dan seterusnya
sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.3
1. Lidah
Perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun yang
lama. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah
sebaiknya tidak sampai teriiis putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak
berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,
nanah, tanda bekas tonsilektomi, dan sebagainya.
3. Kelenjar gondok
Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya,
adakah perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada
kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang
mungkin ditemukan (misalnya stnktura, vances).
5. Batang tenggorok (trachea).
Dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda psing, perdarahan dan kelainan
lain Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Sementara pada trachea perhatikan adanya
benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin (cartilago
cricoidea)
Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali
juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan pada daerah leher
(pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteria carotis interna
Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar artena ini,Buka pula artena ini. dengan
menggunting dindig depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila kekerasan pada daerah
leher mengenai artena ini, kadang-kadang dapat ditemukan kerusakan pada intima di
samping terdapatnya resapan darah Pada sekitar artena pada dinding depannya dan
perhatikan keadaan intima.
8. Kelenjar kacangan (Thymus)
Kelenjar kacangan biasanya telah beirganti menjadi Thymic fat body pada orang dewasa,
namun kadang-kadang masih dapat ditemukan (pada status thymicolymphaticus).
Perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain.
9. Paru-paru.
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-paru.
Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke
dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna merah-hitam dengan
batas tegas), resapan darah, luka, bulla dan sebagainya.
Perabaan paru yang normal terasa seperti meraba spons/ karet busa. Pada paru dengan
proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru yang dimulai dari apex
sampai ke basal, dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus Pada penampang
paru ditentukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.
10. Jantung
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat Perhatikan
akan adanya resapan darah, luka atau bmtik-bintik perdarahan. Pada autopsi jantung, ikuti
sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di
dalam jantung.
11. Aorta thoracalis
Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma
Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan resapan darah
atau luka
12. Aorta abdominalis
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut pada
area alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena bila telah
dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat rongga perut dan panggul, anak
ginjal sukar ditemukan. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan
memberikan penampang dengan bagian korteks dan medulla yang tampak jelas
14. Ginjal, ureter dan kandung kemih
Kedua ginjal masing-masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai capsula
adiposa renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan
resapan darah pada capsula ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral kapsula,
ginjal dapat dibebaskan Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kin
dengan pelvis rems dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah Irisan pada ginjal
dibuat dan arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang
akan melewati pelvis renis. Pada tepi irisan, dengan menggunakan pinset bergigi, simpai
ginjal dapat di "cubit" dan kemudian dikupas secara tumpul. Setelah simpai ginjal
dilepaskan, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Perhatikan
adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka ataupun kista-kista retensi
Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga perhatikan
pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah dan
sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai vesika
urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta
keadaan mukosa.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa menunjukkan
permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-cokat Kadangkala pada permukaan hati
dapat ditemukan kelainan berupa janngan ikat, kista kecil, permukaan yang berbenjol-
benjol, bahkan abses. Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi
hati biasanya tajam.
Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu
empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya
pada duodenum (papilla Vateri). Bila tampak cairan coklat- hijau keluar dai muara tersebut,
ini menandakan saluran empedu tidak tersumbat Kandung empedu kemudian dibuka
dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya vang seperti beludru berwarna
hujau-kuning
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dan sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang
berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang
limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan
bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa, Jangan lupa
mencatat ukuran dan berat limpa Catat pula bila ditemukan kelenar getah bening regional
yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengagn gunting pada curvatura mayor. Perhatikan isi lambung dan
simpan dalaam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ini diperlukan untuk
pemeriksaan toksikologik atau pemeriksaan laboratorium lainnya. perhatikan pula selaput
lendir lambung terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulceratif, polip, dan lain-lain
18. Kelenjar liur perut (pancreas).
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya Kelenjar liur
perut yang normal mempunyai wama kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang
berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta beratnya.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
Perhatikan permukaan luar dari otak adakah perdarahan subdural, perdarahan sub-
arakhnoid, kontusio jaringan otak atau kadangkala bahkan sampai teijadi laserasi. Pada
oedema cerebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak menyempit
Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan
sebagian permukaan otak menjadi datar.3
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan pembuluh
darah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateroma, penipisan dinding
akibat aneurysma, dan perdarahan. Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat
ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan
peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi herniasi
serebellum ke arah foramen magnum, sehingga bagian bawah serebellum tampak
menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada pedunculus
cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak dengan
melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa Lakukan pemotongan
otak besar secara koronal/ melintang, perhatikan penampang irisan. Tempat pemotongan
haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak besar dapat diperiksa dengan
teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang otak besar antara lain perdarahan
pada korteks akibat contusio cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat
emboli, keracunan barbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak,
infark jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang unilateral akibat gangguan
pendarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a.
lenticulostriata dan sebagainya.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang, catatlah
kelainan perdarahan, periunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan. Batang otak
diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai ke bagian proksimal
medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia intema)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut. Jadi tidak
dibuat irisan baiu pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta kemungkinan
terdapatnya resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dan epididimis Kelenjar
prostat diperhatikan ukuran serta konsistensinya
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan
uterus sendiri-sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan,
resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus dibuka dengan
membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui saluran serviks serta muara
kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lendir uterus, tebal
dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan.3
Traumatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah terjadinya
diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.1

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:

a. Mekanik
 Kekerasan oleh benda tajam
 Kekerasan oleh benda tumpul
 Tembakan senjata api
b. Fisika
 Suhu
 Listrik dan petir
 Perubahan tekanan udara
 Akustik
 Radiasi
c. Kimiawi
 Asam atau basa kuat.

Sesuai dengan pembahasan kasus, maka kami akan membatasi pembahasan pada trauma benda
tumpul.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka akibat kekerasan tumpul terjadi akibat benda yang memiliki permukaan tumpul. Luka
yang terjadi akibat kekerasan tumpul dapat berupa memar (kontusio, hematom), luka lecet
(ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum).1
1. Memar
Memar merupakan perdarahan di dalam jaringan bawah kulit yang akibat ruptur
pembuluh darah baik kapiler maupun vena yang diakibatkan oleh trauma/benturan dengan
benda tumpul seperti pukulan dengan tangan, jatuh pada permukaan yang datar, cedera
akibat senjata tumpul, dan lain-lain. Pada jenis luka ini, terjadi ektravasasi pembuluh darah
dan mengakibatkan darah merembes ke jaringan di sekitarnya. Luka memar kadangkala
memberikan petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang
sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi (marginal haemorrhage). 1
Faktor-faktor yang mempengaruhi letak, bentuk, dan luas luka memar yaitu usia, jenis
kelamin, corak dan warna kulit, besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi,
benda yang datar), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak),
kerapuhan pembuluh darah dan penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskular, diatesis
hemoragik).1

Gambar 1. Luka Memar Akibat Kekerasan Tumpul

Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgar dan
masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula halnya dengan orang dengan usia
lanjut yang memiliki jaringan lemak subkutan yang menipis dan pembuluh darah yang
kurang terlindung.1
Memar pada suatu tempat tidak selalu mengindikasikan lokasi terjadinya trauma
karena perdarahan akan mengalir ke jaringan yang lebih longgar dan dipengaruhi oleh gaya
gravitasi. Misalnya, kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra
atau kekerasan benda tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom
pada sisi luar tungkai bawah.1
Kontusio tidak hanya terjadi di kulit namun juga dapat terjadi pada organ dalam seperti
paru-paru, jantung, otak, dan otot. Bahkan kadang memar tidak bisa terlihat kecuali beberapa
jam setelah korban meninggal. Memar pada kulit kepala sering tidak terlihat kecuali jika ada
pembengkakan.1
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada
saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah
sampai 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-
10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan tersebut berlangsung mulai
dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan, kedalaman jejas,
warna kulit, dan berbagai faktor lainnya. 1
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan
dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis
pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat dan sehingga bila
dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang
sayatan akan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan
juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.1

2. Luka Lecet
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis berupa robeknya jaringan yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada
kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut
yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit. 1

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka
lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression,impact abrasion)
dan luka lecet geser (friction abrasion).1

a. Luka lecet gores (scratch)


Luka lecet gores merupakan luka lecet yang diakibatkan oleh benda runcing (misalnya
kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis)
di depannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan
arah kekerasan yang terjadi.1

b. Luka lecet serut (graze)


Merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.1
Gambar 2. Luka Lecet Serut.

c. Luka lecet tekan


Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan
bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi
benda penyebab yang mempunyai bentuk khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas
gigitan dan sebagainya.1
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang
kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan
yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.1
d. Luka lecet geser
Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser,
misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang
terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera
pasca mati.1

3. Luka Robek
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan
kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi
robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan,
tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar
luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sekitar luka.1
4. Fraktur
Kekerasan tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila terdapat
lebih dari satu garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis patah yang terjadi
belakangan akan berhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya. Patah tulang jenis
impresi terjadi akibat kekerasan benda tumpul pada tulang dengan luas persinggungan yang
kecil dan dapat memberikan gambaran bentuk benda penyebabnya.
Pada cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit hanya mampu
menahan benturan sampai 40 pound/inch2 tetapi bila terlindung oleh kulit maka dapat
menahan sampai 425.900 pound/inch2. Selainan kelainan pada kulit kepala dan patah tulang
tengkorak, cedera kepala dapat pula mengakibatkan perdarahan dalam rongga tengkorak
berupa perdarahan epidural, subdural dan subarakhnoid, kerusakan selaput otak dan jaringan
otak.
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia pertengahan, dan
sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah pelipis (kurang lebih 50%) dan
belakang kepala (10-15%), akibat garis patah yang melewati sulcus arteria meningea, tetapi
perdarahan epidural tidak selalu disertai patah tulang.
Perdarahan subdural terjadi karena robeknya sinus, vena jembatan (bridging vein),
arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoid
biasanya berasal dari fokus kontusio/laserasi jaringan otak. Perdarahan ini juga bisa terjadi
spontan pada sengatan matahari, leukemia, tumor, keracunan CO dan penyakit infeksi
tertentu.
Lesi otak tidak selalu terjadi hanya pada daerah benturan (coup) tetapi dapat terjadi
di seberang titik benturan (contre coup) atau di antara keduanya (intermediate lesion). Lesi
contre coup terjadi karena adanya liquor yang mengakibatkan terjadinya pergerakan otak
saat terjadinya benturan, sehingga pada sisi kontra lateral terjadi gaya positif akibat
akselerasi, dorongan liquor dan tekanan oleh tulang yang mengalami deformitas. Kontusio
biasanya terjadi bila ada kekerasan paling tidak sebesar 250 g gaya gravitasi (1 g = 9,81
m/detik2) sedangkan komosio kira-kira 60-100 g.
Cedera pada leher (whiplash injury) dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang
ditabrak dari belakang. Penumpang akan mengalami percepatan mendadak, sehingga terjadi
hiperekstensi kepala yang disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas
tulang leher keempat dan kelima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medula oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi
oleh bentuk sandaran tempat duduk dan kelengahan korban.1

Trauma Fisik
Trauma fisik merupakan salah satu dari sifat serta penyebab kekerasan.
Ada 6 penyebab fisik terjadinya trauma, yaitu: 1
1. Luka akibat Suhu/ Temperatur (thermal burn)
a) Bersuhu tinggi.
Suhu tinggi dapat mengakibatkan heat exhaustion primer. Temperatur kulit yang
tinggi dan rendahnya penglepasan panas dapat menimbulkan kolaps pada seseorang karena
ketidakseimbangan antara darah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah. Hal ini sering
terjadi pada pemaparan terhadap panas, kerja jasmani berlebihan dan pakaian
yang terlalu tebal. Dapat pula terjadi heat exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan
tubuh yang berlebihan (dehidrasi). Heat stroke adalah kegagalan kerja pusat pengatur suhu
akibat terlalu tingginya temperatur pusat tubuh. 1
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang
cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan
kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II,
III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas
panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV. 4 derajat luka bakar
tersebut adalah:
I. Eritema
II. Vesikel dan Bullae
III. Nekrosis koagulatif
IV. Karbonisasi

Luka bakar derajat I Luka bakar derajat II

Luka bakar derajat II Luka bakar derajat IV

Kematian pada luka bakar dapat terjadi melalui pelbagai mekanisme


1. Syok neurogen; commotio neuro-vascularis
2. Gangguan permeabilitas akibat penglepasan histamin dan kehilangan NaCl
kulit yang cepat (dehidrasi)
b) Bersuhu rendah
Pemaparan terhadap suhu rendah misalnya di puncak gunung yang tinggi, dapat
menyebabkan kematian mendadak. Mekanisme kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan
pusat pengatur suhu maupun akibat rendahnya disosiasi Oxy-Hb. Bayi dan orang tua secara
fisiologis kurang tanggap terhadap dingin, demikian juga pada kelelahan, alkoholism,
hipopituitarism, myoedema dan steatorrhoea. 1
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang
terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.Mula-mula pada daerah
tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat,
selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah
tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren. Pada kulit
terjadi luka terbagi menjadi beberapa derajat kelainan:
I. Hiperemia
II. Edema dan Vesikel
III. Nekrosis
IV. Pembekuan disertai kerusakan jaringan

Terkait kasus:
Pada kasus ditemukan beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu
sentimeter pada daerah paha di sekitar kemaluannya.

2. Luka akibat Trauma Listrik (electrical burn)


Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (Volt), kuat arus (Ampere),
tahanan kulit (ohm) luas dan lama kontak.1
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh
tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya
tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena
kontak.Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan
kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah
hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. 1
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-
kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh
juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan,
tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang
dapat mematikan adalah 100 mA. 1
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat
pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari
adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding
orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
3. Luka akibat Petir (lightning/eliksem)
Petir adalah loncatan arus listrik tegangan tinggi antar awan dengan tanah. Tegangannya
dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena
sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan
udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang
mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari
gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark
(percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari
logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar
atau robek-robek.1

4. Luka akibat Perubahan Tekanan Udara


Peningkatan tekanan udara yang diikuti oleh perubahan volume gas di dalam tubuh dapat
mengakibatkan trauma fisik, berupa barotrauma aural, barotrauma pulmoner, penyakit dekompresi
(disbarisme) dan emboli udara.1
Barotrauma aural adalah rasa nyeri ringan dan berdengung pada telinga yang sering
dijumpai pada saat pesawat lepas landad atau pada saat akan mendarat, atau waktu menyelam.
Gejala yang lebih berat adalah retraksi gendang telinga, hiperemi, kongesti telinga tengah dan
pecahnya gendang telinga.
Barotrauma pulmoner dapat berkembang menjadi emfisema, pneumotoraks, kerusakan
jaringan paru dan emboli udara.1
Kelainan lain yang dapat timbul adalah nyeri pada gigi berkavitas, vertigo, gangguan
pengelihatan, gangguan pendengaran serta gangguan keseimbangan.
Perubahan volume gas dalam susunan saraf pusat dapat mengakibatkan tremor, konvulsi,
somnolen, pusing dan mual. Sedangkan perubahan volume gas pada persendian mengakibatkan
artralgia hiperbarik.
Penyakit dekompresi merupakan reaksi fisiologik terhadap tekanan tinggi. Pada saat
tekanan tinggi, kelarutan gas-gas tubuh terutama nitro gen akan meningkat. Apabila kemudian
terjadi penurunan tiba-tiba, maka kelarutan gas juga akan turun sehingga terjadi pembebasan gas-
gas tersebut dalam bentuk gelembung-gelembung mikro dalam pembuluh darah (emboli udara)
dan jaringan. Gejala utama adalah nyeri, pusing, paralisis, napas pendek, kelelahan ekstermitas
dan kolaps.
5. Akustik
Luka akibat trauma akustik sangat jarang terjadi dan tidak berkaitan dengan ilmu
kedokteran forensik. Trauma akustik sering terjadi pada kedokteran okupasi dan kental berkaitan
dengan pajanan di tempat kerja.
6. Radiasi
Luka akibat radiasi juga amat jarang terjadi dan umumnya tidak berkaitan dengan ilmu
kedokteran forensik.
Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk memperkirakan cara kematian memberikan
gambaran:

Tabel 1. Perbedaan Pembunuhan dengan Bunuh Diri1

Pembunuhan Bunuh diri


Alat penjerat:
Simpul Biasa simpulmati Simpul hidup
Jumlah lilitan Hanya 1 Satu atau lebih
Arah Mendatar Serong ke atas
Jarak titik tumpu-simpul Dekat Jauh
Korban :
Jejas jerat Berjalan mendatar Meninggi ke arah simpul
Luka perlawanan + -
Luka-luka lain Ada, sering di daerah leher Biasanya tidak ada, mungkin
terdapat luka percobaan lain
Jarak dari lantai Jauh Dekat, dapat tidak tergantung
TKP :
Lokasi Bervariasi Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Tak teratur, robek Rapi dan baik
Alat : Dari si pembunuh Berasal dari yang ada di TKP
Surat peninggalan: - +
Ruangan Tak teratur,terkunci dari luar Terkunci dari dalam

Visum et Repertum

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan


pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
medik untuk tujuan membantu penegakan hukum,baik untuk korban hidup maupun korban mati.1

Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah
pembuatan visum et repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena
diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan
pertama polisi terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.1

Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara bertulis. Jenazah harus
diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan
menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka
yang menghalangi pemeriksaan jenazah yang kepentingan peradilan dianacam hukuman sesuai
dengan pasal 222 KUHP. Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan
atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi
tersebut. 1

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian
dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang
berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau
dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan.3

Visum et Repertum selaku keterangan dalam bentuk formal menyangkut hal-hal yang
dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda-benda atau temuan yang diperiksanya sesungguhnya
adalah pengganti barang bukti dalam hal pembuktian terhadap orang yang menjadi obyek
penganiayaan, pembunuhan atau kejahatan lainnya yang merupakan peristiwa pidana.5

Dasar hukumnya salah satunya pada pasal 133 KUHAP yang menyebutkan:1
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (pasal 184, pasal 187 butir c
KUHAP). Dikenal beberapa jenis dan bentuk visum et repertum, yaitu:

a) Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)


b) Visum et repertum kejahatan asusila
c) Visum et repertum jenazah
d) Visum et repertum psikiatrik1

Jenis a, b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini
berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental tersangka
atau terdakwa tindak pidana. 1

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:

1. Diketik diatas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.


2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.2

Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut:

1. Pro Justitia
Kata Pro Justitia diletakan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et
repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan
materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Kata “Pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum. Bagian ini berisi
uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal
surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam
surat permintaan visum et repertum tersebut.
Di bagian ini dicantumkan ada tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk
dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”, biasanya
pada ibu jari kaki kanan mayat.
3. Bagian Pemberitaan atau Hasil Pemeriksaan
Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang bukti” yang dituliskan
secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang
pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi atas 3 bagian,
yaitu:
a. Pemeriksaan luar
b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya
4. Bagian Kesimpulan
Dalam bagian ini dituliskan kesimpulam pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian
ini berisikansetidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan,
penyebabnya serta sebab kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat
kematian dan petunjuk penting tentang kekerasan ataupun pelakunya.
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini
saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”1,3

Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta ketentuan
kearsipan.

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jln. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, Telp 021-36457919

Nomor: 3456-SK.III/2345/2-95 Jakarta, 7 Desember 2019

Lamp. : Satu sampul tersegel---------------------------------------------------------

Perihal : Hasil pemeriksaan Pembedahan-------------------------------------------


Atas jenazah Tn. X------------------------------------------------------------

PRO JUSTITIA

Visum et Repertum

Yang bertanda tangan dibawah ini dr. Soetarno, dokter rumah sakit Ukrida atas
permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol. B/789/VR/XII/2019 pada
tanggal 7 Desember 2019, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal tujuh Desember
tahun dua ribu sembilan belas, pukul tujuh lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat,
bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran UKRIDA telah
melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah :

Nama : X---------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-laki ----------------------------------------------------------------------------

Umur : 30-40 tahun--------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan : Indonesia ----------------------------------------------------------------------------

Agama :-----------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : ----------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : ----------------------------------------------------------------------------------------

Hasil Pemeriksaan---------------------------------------------------------------------------------------------
I. Pemeriksaan luar
1. Mayat tidak terbungkus.--------------------------------------------------------
2. Mayat berpakai sebagai berikut : Pada mayat masih berpakaian lengkap, tidak terdapat
benda milik korban
3. Jari ------------------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat, lebam mayat : tidak terdapat kaku maupun lebam pada mayat
……………………….
5. Status gizi mayat-----------------------------------------------------------------
6. Dada : Pada mayat terdapat adanya luka terbuka dengan tepi rata ------------------------------
--------------------------------------------------
7. Rambut, alis, bulu mata--------------------------------------------------------
8. Mata-------------------------------------------------------------------------------
9. Hidung----------------------------------------------------------------------------
10. Mulut, gigi -----------------------------------------------------------------------
11. Lubang hidung, telinga, mulut, lubang tubuh lain--------------------------
12. Alat kelamin----------------------------------------------------------------------
13. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut : ----------------------------
a. Pada leher mayat terdapat kesan terjerat oleh baju --------------------
b. Pada daerah ketiak kiri terdapat luka terbuka yang mengakibatkan terputusnya
pembuluh darah ketiak -------------------------------------
c. Tungkai bawah kanan dan kiri ada luka terbuka akibat kekerasan tajam-----
14. Tulang-----------------------------------------------------------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
15. Iga---------------------------------------------------------------------------------
16. Jantung : pada dinding depan jantung terpotong ---------------------------
17. Paru--------------------------------------------------------------------------------
18. Lidah : terjulur keluar ----------------------------------------------------------
19. Hati--------------------------------------------------------------------------------
20. Lambung--------------------------------------------------------------------------
21. Limpa-----------------------------------------------------------------------------

Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka terbuka pada dada sebelah kiri dengan tepi rata ketiak kiri
yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak putus, dan terdapt dua luka terbuka dengan tepi tidak rata
pada daerah lengan bawah kanan sisi luar dan kiri akibat kekerasan benda tumpul. ---------------------------
--------------------
Sebab mati orang ini adalah kekerasan benda tajam pada dada sebelah kiri sehingga terjadi
pendarahan yang banyak. --------------------------
Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. ---------------------
--------------------------------------------------------------------------
Dokter yang memeriksa,

dr. Jhordy

NIP 130------
Daftar Pustaka

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Sidhi et al. Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997.
2. Kompilasi Peraturan Perundang -undangan terkait Praktik Kedokteran . Departemen Ilmu
Kedokteran Forensikdan Medikolegal FKUI. Jakarta: FKUI; 2014. Hal 14-27
3. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi foresik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. Hal 12-44, 72-81.
4. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Bina Rupa Aksara. 1997
5. Barama M. Kedudukan visum et repertum dalam hukum pembuktian. Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum. Manado:
Universitas Sam Ratulangi; 2011.

Anda mungkin juga menyukai