Abstrak
Ilmu forensik semakin berkembang sejajar dengan kebutuhan manusia.ilmu forensik digunakan dalam urusan
penegakan hukum dan keadilann, membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, membantu pemecahan masalah
paternitas, membantu upaya keselamtan kerja dalam bidang industri dan otomotif dengan pengumpulan data korban
kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Kasus pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan
sering terjadi dan memerlukan ahli forensik untuk menangani kasus seperti ini. . Umumnya hal ini dapat diketahui
jika pihak yang berwajib melayangkan surat permintaan visum korban untuk diautopsi. Pihak yang berhak
melayangkan surat permintaan visum adalah pihak penyidik (dengan syarat dan ketentuan yang berlaku).
Dari hasil visum tersebut dapat diketahui apakah meninggalnya korban merupakan suatu hal yang ia
inginkan sendiri atau dibunuh oleh orang lain. Pada pemeriksaan autopsi yang hanya boleh dilakukan oleh
ahli forensik ini, akan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, juga laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium diantaranya ialah toksikologi, dimana diperiksa kadar racun yang dalam dosis tertentu dapat
mematikan seseorang. Setelah selesai semuanya hasil-hasil tersebut akan dirangkum dalam sebuah visum
dan diserahkan kepada penyidik yang berhak atas hasil visum tersebut.
Kata kunci: Forensik, kasus pembuhunan, autopsi, dan visum forensik.
Abstract
Forensic science is increasingly developing in line with human needs. Forensic science is used in law enforcement
and justice matters, helps settle fair insurance claims, helps solve paternity problems, helps work safety efforts in
the industrial and automotive sectors by collecting data on victims of industrial accidents and traffic accidents etc.
Murder, suicide and accident cases often occur and require a forensic expert to handle cases like this. . Generally
this can be known if the authorities submit a request for a post mortem request for an autopsy. The party entitled to
cast a request for a post mortem is the investigator (with the applicable terms and conditions). From the results of
the post mortem can be known whether the death of the victim is something that he wants himself or was killed by
someone else. In an autopsy examination that can only be done by a forensic expert, an external and internal
examination, as well as a laboratory, will be conducted. Laboratory tests include toxicology, wherein the level of
toxin is examined which in certain doses can kill someone. After completing all of these results will be summarized
in a post mortem and submitted to investigators who are entitled to the results of the post mortem.
Keywords: forensic, homicide, autopsy, and post mortem forensic expert.
Pendahuluan
Ilmu forensik semakin berkembang sejajar dengan kebutuhan manusia. Ilmu forensik digunakan
dalam urusan penegakan hukum dan keadilan, membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil,
membantu pemecahan masalah paternitas, membantu upaya keselamtan kerja dalam bidang industri dan
otomotif dengan pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. 1 Kasus pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan sering terjadi dan memerlukan ahli forensik
untuk menangani kasus seperti ini.
Forensik yang memeriksa mayat disebut forensik patologi. Pada mayat, dilakukan pemeriksaan luar dan
dalam mayat untuk mengetahui sebab kematian dan saat kematian. Tanatologi dan traumatologi diperiksa pada
mayat untuk membantu menyelesaikan kasus. Berdasarkan kasus yang ditemukan, diduga telah terjadi kasus
kematian yang tidak wajar (pembunuhan) akibat luka tusuk didada kiri pada mayat laki-laki yang
ditemukan di sebuah rumah yang sudah lama tidak berpenghuni. Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan
medik untuk membantu penegakan hukum, yaitu pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang
dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban tindak pidana.
Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut
sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait
untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain
dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang
meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk
memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan
membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya. Dalam
menangani kasus forensik, kita tidak terlepas dari kasus medikolegal yang berkait dengan pelanggaran
hukum. Hukum diperlukan untuk menegakkan hak korban dalam sesuatu kasus
Makalah ini dibuat untuk mempelajari:
d) Visum et Repertum
Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa
bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.2
Lingkup prosedur medikolegal antara lain yakni pengadaan Visum et Repertum (VeR),
pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum
persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, penerbitan surat keterangan
kematian dan surat keterangan medik serta kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan
penyidik.2
Dasar Hukum
1. Kewajiban dokter membantu peradilan
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayatdan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan
penyidik disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik
yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).2
2. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.2
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di siding
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.2
3. Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.2
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.2
Pasal 340
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.2
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda
paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancamdengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Kejahatan ini Percobaan untuk melakukan tidak dipidana.2
Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.1
Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan
berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun.2
Pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 15
tahun.2
Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi yang terjadi perubahan tersebut. 1
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu: mati somatis (mati klinis),
mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak). 1
Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat. sistem yang menetap irre- versible). Secara
klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.1
Mati suri (suspended animation,apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat
aliran listrik dan tenggelam. 1
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi
organ. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang(listrik)
sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam dilatasi
pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan suhas atropin
1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostig- min 0.5
akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat
berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan
pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa
hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih
dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.1
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.1
Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuranal
intrakranlal batang maka dapat dengan mati dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu Kematian adalah suatu
proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian,
perubahan yang tertimbul pada pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat saat
meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea
mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot.1
Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang memungkinkan diagnosis
kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam
mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh,
pembusukan, mumifikasi dan adiposera.1
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang masih
dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan
sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat
menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.1
2. Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial,
dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila terdapat adanya
bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
3. Perhiasan
Mencatat perhiasan yang dipakai oleh mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk
serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
4. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. Biasanya benda
disekitar mayat akan disertakan pada saat membungkus mayat.
a. Lebam mayat1
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh
yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan. Setelah
seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan berkumpul
sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu
sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit
menjadi gelap.Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam
mayat ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi
mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh
orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan
karena pembunuhan atau bunuh diri.
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian :
Pada penemuan lebab mayat, dicatat letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
b. Kaku mayat1
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap:
Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot
masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring
rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
- Kaku Mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung
setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot
menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata,
bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen
bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat
menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi
sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18
- 36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh
karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya
habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan
aktinomiosin (protein otot).
Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan
protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan
juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung
sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder.
Pada penemuan kaku mayat dicatat distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi,
dan ada tidaknya spasme kadaverik.
c. Suhu tubuh mayat1
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu
mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat.
Pengukuran dilakukan memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
d. Pembusukan1
Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri
berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi
sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian
depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka
warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini
adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna
tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat.
Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur.
Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut.
Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa terkumpul
pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu masih
hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.
Lepuhan kulit mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup
mudah dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit
mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul
akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat.
Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan
menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung
ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa.
Pada tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga
tampak dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah
dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di
kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi lunak,
rapuh dan berwarna kecoklatan.
7. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh, kalau
perlu di foto.
8. Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Jika pada mayat
terdapat rambut yang mempunyai sifat berlainan, perlu untuk disimpan jika suatu saat
perlu.
9. Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
16. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu jenis luka, lokasi bentuk, ara, tepi, sudut, dasar,
ukuran, dan lain-lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi
ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain garis
tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui
kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
Pemeriksaan dalam3
- Pemeriksaan rongga dada dan perut
Mayat yang akan di bedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan dengan sepotong
balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan daerah
leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti gans pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan ke arah
umbilikus dan melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis
pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Pada daerah leher insisi hanya mencapai
kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai
permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai di daerah epigastrium, sampai
menembus ke dalam rongga perut. Insisi berbentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling
ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik. Insisi pada dinding perut biasanya dimulai
pada daerah epigastrium dengan membuai irisan pendek yang menembus sampai peritoneum
Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka
dinding perut dapat ditarik/diangkat ke atas Pisau diselipkan di antara dua jari tersebut dan insisi
dapat diteruskan sampai ke simfisis pubis. Di samping berfungsi sebagai pengangkat dinding
perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu untuk pisau, serta melindungi
alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut ke arah luar
(dilakukan dengan ibu jari di sebelah dalam/sisi peritoneum dan 4 jari lainnya di sebelah luar/sisi
kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae.
Pelepasan dinding dada dilakukan terus ke arah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka
dan ke samping sampai garis ketiak depan Pengirisan terhadap otot dilakukan dengan bagian
perut pisau dan bidang pisau yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dan otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan teliti.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot dinding perut, catat
tebal masing-masing serta luka-luka bila terdapat. Rongga perut diperiksa dengan mula-mula
memperhatikan keadaan alat-alat perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus
(omentum), apakah menutupi seluruh usus-usus kecil, ataukah mengumpul pada satu tempat akibat
adanya kelainan setempat Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi,
infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya, perhatikan
pula bagian/alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan lainnya Perhatikan
adakah cairan dalam rongga perut, dan bila terdapat cairan, catat sifat dan cairan tersebut serous,
purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput
lendirnya Pada selaput lendir yang normal, tampak licin dan halus berwarna kelabu mengkilat Pada
kelainan peritomtis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat.
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah sampai satu
sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga. Dengan bagian perut pisau dan
bidang pisau yang diletakkan tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dan iga ke-2 terus ke arah
kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena
bagian rawan belum mengalami penulangan Dengan tangan kanan memegang gadang pisau dan
telapak tangan kiri menekan punggung pisau, pisau digerakkan memotong rawan iga-iga tersebut
mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh yang lain.
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada bagian depan
sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan. Iga pertama dipotong
dengan meneruskan irisan pada iga kedua ke arah kraniolateral, dengan demikian, irisan
dihindarkan dari mengenai manubrium sternii yang keras Setelah rawan iga pertama terpotong,
pisau dapat diteruskan ke arah medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi
antara tulang selangka dan tulang dada (articulatio sternoclavicularis) dan memotongnya Bila ini
telah dilakukan pada kedua sisi, maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan mencatat bagian
kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung jantung yang tampak hanya
1 jari di antara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan paru yang berlebih.
Dengan tangan, paru dapat ditarik ke arah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apakah terdapat
cairan, darah atau lainnya. Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada
dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung
terisi oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun
pada permukaan depan jantung sendiri.
Untuk pemenksaan lebih lanjut, alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga
dada, sedangkan usus halus mulai dan jejunum sampai rectum dilepaskan tersendiri dan kemudian
alat dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot dasar mulut pada
tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus rongga mulut dan bawah
Insisi diperlebar ke arah kanan maupun ke arah kiri. Lidah ditank ke arah bawah sehingga dapat
dikeluarkan melalui tempat bekas irisan. Perhatikan keadaan rongga mulut dan catat kelainan yang
mungkin terdapat, antara lain adanya benda asing dalam rongga mulut. Perhatikan pula langit-
langit mulut, baik palatum durum maupun palatum molle, untuk mencatat kelaman yang
ditemukan Palatum molle kemudian diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum yang
kemudian diteruskan ke arah lateral kanan dan kiri, sampai bagian lateral dan plica pharingea
dengan meneruskan pemotongan sampai ke permukaan depan dan tulang belakang dan sedikit
menarik alat-alat leher ke arah depan bawah, seluruh alat leher dapat dilepaskan dari
perlekatannya.
Lakukan pemotongan terhadap pembuluh serta saraf yang berjalan di belakang tulang selangka
dengan terlebih dahulu menggenggam pembuluh pembuluh dan syaraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada, bila perlu secara tajam. Dengan tangan
kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus paru,
alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai ke luar dan rongga paru.3
Lepaskan esofagus bagian kaudal dari janngan ikat sekitarnya dan buatlah dua ikatan di atas
diafragma. Esofagus digunting di antara kedua ikatan tersebut di atas. Tangan kiri kini digunakan
untuk menggenggam bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan
pengirisan terhadap genggaman tersebut. Dengan demikian, alat leher bersama alat dalam rongga
dada dapat dikeluarkan seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan pertama-tama melakukan dua ikatan pada awal jejunum. dekat
dengan tempat menembusnya duodenum dari arah retroperitoneal. Secara topografis, bagian
duodenum ini terletak kaudal terhadap colon transversum, kira-kira di garis pertengahan selangka.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat, agar isi duodenum tidak tercecer.
Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium yang
melekatkan usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat pada usus. Pengirisan
dilakukan dengan pisau organ yang bidang pisaunya {knife blade) diletakkan tegak lurus pada usus
dan digerakkan maju mundur seperti gerakan menggergaji. Pengirisan demikian dilakukan
sepanjang usus halus sampai daerah ileum terminalis. Pada daerah coecum pengirisan dilakukan
terhadap mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini. pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal
kanan serta duodenum pars retropentonealis
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung. Mesokolon
kembali diiris di sebelah lateral dari kolon deseendens dengan memisahkannya juga dari limpa dan
ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong
mesocolon di bagian belakangnya.3
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan mengurutnya ke arah
proksimal, agar isi rectum dipindahkan ke arah colon sigmoid dan rectum dapat diikat dengan dua
ikatan, untuk kemudian diputus di antara dua ikatan tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus
halus dan usus besar, dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang usus tersebut untuk
menemukan kelainan, baik yang diakibatkan oleh kekerasan berupa luka, akibat penyakit dalam
bentuk ulkus atau kelainan lainnya.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul, pengirisan dimulai dengan memotong diafragma
dekat pada insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan diteruskan ke arah bawah, sebelah
kanan dan kin, lateral dan masing-masing ginjal, sampai memotong arteri iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan terlebih dahulu melepas peritoneum di daerah simfisis.
Kandung kencing serta alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri sampai ke arah belakang
bersama-sama rektum Pemotongan melintang dilakukan dengan patokan setinggi kelenjar prostat
pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga
panggul ini kemudian dilepaskan seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan dapat diangkat
bersama-sama dengan alat rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu
- Pemeriksaan pada kepala3
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai pada prosesus
mastoideus, melingkari kepala ke arah puncak kepala(vertex) dan berakhir pada prosesus
mastoideus sisi lain. Pada mayat yang lebat rambut kepalanya, sebaiknya sebelum dilakukan
pengirisan pada kulit kepala, dilakukan terlebih dahulu penyisiran pada rambut sehingga terjadi
garis belahan rambut sepanjang kulit kepala yang akan diiris tersebut. Pengirisan dibuat sampai
pisau mencapai periostium. Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-
2 sentimeter di atas batas orbita(Margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh
protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan yang terdapat, baik pada
permukaan dalam kulit kepala maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa
ditemukan adalah tanda kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah
tulang. Untuk membuka rongga tengkorak, dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar
di daerah frontal sejarak kurang lebih 2 sentimeter di atas margo supraorbitalis, di daerah temporal
k.l. 2 sentimeter di atas daun telinga. Pada daerah temporal ini, penggergajian dilakukan setelah
otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih dahulu. Pemotongan otot temporalis dimaksudkan
agar otot tersebut setelah selesai pemeriksaan dapat digunakan sebagai pegangan/tempat jahitan
menyatukan kembali atap tengkorak dengan bagian lain tengkorak tersebut. Pada daerah
temporalis ini penggergajian dilakukan melingkar ke arah belakang kurang lebih 2 sentimeter
sebelah atas protuberantia occipitalis externa, dengan garis penggergajian yang membentak sudut
kurang lebih 120 derajat dari garis penggergaiian terdahulu. Hal ini dilakukan agar setelah selesai
pemeriksaan, atap tengkorak dapat terpasang kembali tanpa tergeser. Agar penggergajian tidak
merusak jaringan otak, penggergajian harus dilakukan dengan hati-hati dan dihentikan setelah
terasa tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan
menggunakan pahat berbentuk T(T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan, pertama-tama lakukan penciuman terhadap bau yang keluar
sebab pada beberapa jenis keracunan, dapat tercium bau yang khas.3
Kemudian perhatikan adanya kelainan baik pada permukaan dalam atap tengkorak maupun pada
duramater yang kini tampak. Kelainan dapat berupa luka pada duramater, perdarahan epidural atau
kelainan lain.. Duramater kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural
dapat diperiksa akan adanya perdarahan, pengumpulan nanah dan sebagainya.
Otak dikeluarkan dengan pertama-tama memasukkan dua jari tangan kin di garis pertengahan
daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak Dengan sedikit menekan baga frontal akan
tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan
kin tersebut kemudian dapat sedikit mengangkat baga frontal dan memperlihatkan nn. olfatorius,
nn. opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih
lanjut dapat dilakukan pada aa. karotis intetna yang memasuki otak, serta saraf-saraf otak yang
keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi, serta jari-jari tangan
kiri sedikit menarik/mengangkat baga pelipis (temporalis) sisi yang lain, tentorium cerebelli akan
jelas tampak dan mudah dipotong, dimulai dan foramen magnum ke arah lateral menyusuri tepi
belakang tulang karang otak(os petrosum). Potong pula saraf-saraf otak yang keluar pada dasar
otak. Dengan cara yang sama, tentorium cerebelli sisi lainnya juga dipotong Perlu diperhatikan
bahwa bila tentorium cerebelli ini tidak dipotong, otak kecil niscaya akan tertinggal dalam rongga
tengkorak.3
Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen magnum. Dengan tangan kiri
menyanggah daerah baga occipital, dua jari tangan kanan dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri
batang otak yang telah terpotong, untuk kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakan
memutar/meluksir hingga keluar dan rongga tengkorak. Setelah otak dikeluarkan, duramater yang
melekat pada dasar tengkorak harus dilepaskan dari dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya
kelainan pada dasar tengkorak.3
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah terjadinya
diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.1
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:
a. Mekanik
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan senjata api
b. Fisika
Suhu
Listrik dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
c. Kimiawi
Asam atau basa kuat.
Sesuai dengan pembahasan kasus, maka kami akan membatasi pembahasan pada trauma benda
tumpul.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka akibat kekerasan tumpul terjadi akibat benda yang memiliki permukaan tumpul. Luka
yang terjadi akibat kekerasan tumpul dapat berupa memar (kontusio, hematom), luka lecet
(ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum).1
1. Memar
Memar merupakan perdarahan di dalam jaringan bawah kulit yang akibat ruptur
pembuluh darah baik kapiler maupun vena yang diakibatkan oleh trauma/benturan dengan
benda tumpul seperti pukulan dengan tangan, jatuh pada permukaan yang datar, cedera
akibat senjata tumpul, dan lain-lain. Pada jenis luka ini, terjadi ektravasasi pembuluh darah
dan mengakibatkan darah merembes ke jaringan di sekitarnya. Luka memar kadangkala
memberikan petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang
sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi (marginal haemorrhage). 1
Faktor-faktor yang mempengaruhi letak, bentuk, dan luas luka memar yaitu usia, jenis
kelamin, corak dan warna kulit, besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi,
benda yang datar), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak),
kerapuhan pembuluh darah dan penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskular, diatesis
hemoragik).1
Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgar dan
masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula halnya dengan orang dengan usia
lanjut yang memiliki jaringan lemak subkutan yang menipis dan pembuluh darah yang
kurang terlindung.1
Memar pada suatu tempat tidak selalu mengindikasikan lokasi terjadinya trauma
karena perdarahan akan mengalir ke jaringan yang lebih longgar dan dipengaruhi oleh gaya
gravitasi. Misalnya, kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra
atau kekerasan benda tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom
pada sisi luar tungkai bawah.1
Kontusio tidak hanya terjadi di kulit namun juga dapat terjadi pada organ dalam seperti
paru-paru, jantung, otak, dan otot. Bahkan kadang memar tidak bisa terlihat kecuali beberapa
jam setelah korban meninggal. Memar pada kulit kepala sering tidak terlihat kecuali jika ada
pembengkakan.1
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada
saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah
sampai 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-
10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan tersebut berlangsung mulai
dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan, kedalaman jejas,
warna kulit, dan berbagai faktor lainnya. 1
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan
dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis
pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat dan sehingga bila
dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang
sayatan akan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan
juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.1
2. Luka Lecet
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis berupa robeknya jaringan yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada
kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut
yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit. 1
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka
lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression,impact abrasion)
dan luka lecet geser (friction abrasion).1
3. Luka Robek
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan
kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi
robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan,
tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar
luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sekitar luka.1
4. Fraktur
Kekerasan tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila terdapat
lebih dari satu garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis patah yang terjadi
belakangan akan berhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya. Patah tulang jenis
impresi terjadi akibat kekerasan benda tumpul pada tulang dengan luas persinggungan yang
kecil dan dapat memberikan gambaran bentuk benda penyebabnya.
Pada cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit hanya mampu
menahan benturan sampai 40 pound/inch2 tetapi bila terlindung oleh kulit maka dapat
menahan sampai 425.900 pound/inch2. Selainan kelainan pada kulit kepala dan patah tulang
tengkorak, cedera kepala dapat pula mengakibatkan perdarahan dalam rongga tengkorak
berupa perdarahan epidural, subdural dan subarakhnoid, kerusakan selaput otak dan jaringan
otak.
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia pertengahan, dan
sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah pelipis (kurang lebih 50%) dan
belakang kepala (10-15%), akibat garis patah yang melewati sulcus arteria meningea, tetapi
perdarahan epidural tidak selalu disertai patah tulang.
Perdarahan subdural terjadi karena robeknya sinus, vena jembatan (bridging vein),
arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoid
biasanya berasal dari fokus kontusio/laserasi jaringan otak. Perdarahan ini juga bisa terjadi
spontan pada sengatan matahari, leukemia, tumor, keracunan CO dan penyakit infeksi
tertentu.
Lesi otak tidak selalu terjadi hanya pada daerah benturan (coup) tetapi dapat terjadi
di seberang titik benturan (contre coup) atau di antara keduanya (intermediate lesion). Lesi
contre coup terjadi karena adanya liquor yang mengakibatkan terjadinya pergerakan otak
saat terjadinya benturan, sehingga pada sisi kontra lateral terjadi gaya positif akibat
akselerasi, dorongan liquor dan tekanan oleh tulang yang mengalami deformitas. Kontusio
biasanya terjadi bila ada kekerasan paling tidak sebesar 250 g gaya gravitasi (1 g = 9,81
m/detik2) sedangkan komosio kira-kira 60-100 g.
Cedera pada leher (whiplash injury) dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang
ditabrak dari belakang. Penumpang akan mengalami percepatan mendadak, sehingga terjadi
hiperekstensi kepala yang disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas
tulang leher keempat dan kelima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medula oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi
oleh bentuk sandaran tempat duduk dan kelengahan korban.1
Trauma Fisik
Trauma fisik merupakan salah satu dari sifat serta penyebab kekerasan.
Ada 6 penyebab fisik terjadinya trauma, yaitu: 1
1. Luka akibat Suhu/ Temperatur (thermal burn)
a) Bersuhu tinggi.
Suhu tinggi dapat mengakibatkan heat exhaustion primer. Temperatur kulit yang
tinggi dan rendahnya penglepasan panas dapat menimbulkan kolaps pada seseorang karena
ketidakseimbangan antara darah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah. Hal ini sering
terjadi pada pemaparan terhadap panas, kerja jasmani berlebihan dan pakaian
yang terlalu tebal. Dapat pula terjadi heat exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan
tubuh yang berlebihan (dehidrasi). Heat stroke adalah kegagalan kerja pusat pengatur suhu
akibat terlalu tingginya temperatur pusat tubuh. 1
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang
cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan
kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II,
III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas
panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV. 4 derajat luka bakar
tersebut adalah:
I. Eritema
II. Vesikel dan Bullae
III. Nekrosis koagulatif
IV. Karbonisasi
Terkait kasus:
Pada kasus ditemukan beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu
sentimeter pada daerah paha di sekitar kemaluannya.
Visum et Repertum
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah
pembuatan visum et repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena
diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan
pertama polisi terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana.1
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara bertulis. Jenazah harus
diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan
menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka
yang menghalangi pemeriksaan jenazah yang kepentingan peradilan dianacam hukuman sesuai
dengan pasal 222 KUHP. Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan
atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi
tersebut. 1
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian
dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang
berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau
dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan.3
Visum et Repertum selaku keterangan dalam bentuk formal menyangkut hal-hal yang
dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda-benda atau temuan yang diperiksanya sesungguhnya
adalah pengganti barang bukti dalam hal pembuktian terhadap orang yang menjadi obyek
penganiayaan, pembunuhan atau kejahatan lainnya yang merupakan peristiwa pidana.5
Dasar hukumnya salah satunya pada pasal 133 KUHAP yang menyebutkan:1
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (pasal 184, pasal 187 butir c
KUHAP). Dikenal beberapa jenis dan bentuk visum et repertum, yaitu:
Jenis a, b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini
berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental tersangka
atau terdakwa tindak pidana. 1
1. Pro Justitia
Kata Pro Justitia diletakan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et
repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan
materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Kata “Pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum. Bagian ini berisi
uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal
surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam
surat permintaan visum et repertum tersebut.
Di bagian ini dicantumkan ada tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk
dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”, biasanya
pada ibu jari kaki kanan mayat.
3. Bagian Pemberitaan atau Hasil Pemeriksaan
Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang bukti” yang dituliskan
secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang
pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi atas 3 bagian,
yaitu:
a. Pemeriksaan luar
b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya
4. Bagian Kesimpulan
Dalam bagian ini dituliskan kesimpulam pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian
ini berisikansetidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan,
penyebabnya serta sebab kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat
kematian dan petunjuk penting tentang kekerasan ataupun pelakunya.
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini
saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”1,3
Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta ketentuan
kearsipan.
PRO JUSTITIA
Visum et Repertum
Yang bertanda tangan dibawah ini dr. Soetarno, dokter rumah sakit Ukrida atas
permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol. B/789/VR/XII/2019 pada
tanggal 7 Desember 2019, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal tujuh Desember
tahun dua ribu sembilan belas, pukul tujuh lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat,
bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran UKRIDA telah
melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah :
Nama : X---------------------------------------------------------------------------------
Agama :-----------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : ----------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : ----------------------------------------------------------------------------------------
Hasil Pemeriksaan---------------------------------------------------------------------------------------------
I. Pemeriksaan luar
1. Mayat tidak terbungkus.--------------------------------------------------------
2. Mayat berpakai sebagai berikut : Pada mayat masih berpakaian lengkap, tidak terdapat
benda milik korban
3. Jari ------------------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat, lebam mayat : tidak terdapat kaku maupun lebam pada mayat
……………………….
5. Status gizi mayat-----------------------------------------------------------------
6. Dada : Pada mayat terdapat adanya luka terbuka dengan tepi rata ------------------------------
--------------------------------------------------
7. Rambut, alis, bulu mata--------------------------------------------------------
8. Mata-------------------------------------------------------------------------------
9. Hidung----------------------------------------------------------------------------
10. Mulut, gigi -----------------------------------------------------------------------
11. Lubang hidung, telinga, mulut, lubang tubuh lain--------------------------
12. Alat kelamin----------------------------------------------------------------------
13. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut : ----------------------------
a. Pada leher mayat terdapat kesan terjerat oleh baju --------------------
b. Pada daerah ketiak kiri terdapat luka terbuka yang mengakibatkan terputusnya
pembuluh darah ketiak -------------------------------------
c. Tungkai bawah kanan dan kiri ada luka terbuka akibat kekerasan tajam-----
14. Tulang-----------------------------------------------------------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
15. Iga---------------------------------------------------------------------------------
16. Jantung : pada dinding depan jantung terpotong ---------------------------
17. Paru--------------------------------------------------------------------------------
18. Lidah : terjulur keluar ----------------------------------------------------------
19. Hati--------------------------------------------------------------------------------
20. Lambung--------------------------------------------------------------------------
21. Limpa-----------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka terbuka pada dada sebelah kiri dengan tepi rata ketiak kiri
yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak putus, dan terdapt dua luka terbuka dengan tepi tidak rata
pada daerah lengan bawah kanan sisi luar dan kiri akibat kekerasan benda tumpul. ---------------------------
--------------------
Sebab mati orang ini adalah kekerasan benda tajam pada dada sebelah kiri sehingga terjadi
pendarahan yang banyak. --------------------------
Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. ---------------------
--------------------------------------------------------------------------
Dokter yang memeriksa,
dr. Jhordy
NIP 130------
Daftar Pustaka
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Sidhi et al. Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997.
2. Kompilasi Peraturan Perundang -undangan terkait Praktik Kedokteran . Departemen Ilmu
Kedokteran Forensikdan Medikolegal FKUI. Jakarta: FKUI; 2014. Hal 14-27
3. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi foresik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. Hal 12-44, 72-81.
4. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Bina Rupa Aksara. 1997
5. Barama M. Kedudukan visum et repertum dalam hukum pembuktian. Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum. Manado:
Universitas Sam Ratulangi; 2011.