Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan anak membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki epastian dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas Pasal 1 no.16). Pendidikan anak usia dini
memegang peran yang sangat penting dalam perkembangan anak karena
merupakan pondasi dasar dalam kepribadian anak. Anak yang pulih 5-6 tahun
memiliki masa perkembangan yang sangat cerdas sehinga masa ini disebut masa
keemasan (masa emas). Masa ini merupakan masa dasar pertama dalam
pengembangan berbagai aktivitas dalam bengkai pengembangan potensi anak
sejak dini. potensi yang tidak kalah pentingnya bagi pengembangan kecerdasan
anak adalah kreativitas yang berhasil mendapatkan anak.
Anak adalah potensi dan penerus cita-cita bangsa, yang dasarnya telah
diletakkan oleh generasi sebelumnya. Anak yang dididik dengan baik maka ia
akan tumbuh dan berkembang dengan baik sesua dengan tahap perkembangannya.
Perkembangan yang baik pada anak usia dini salah satunya adalah pada tingkat
kemandirian. Menurut Yamin dan Sanam (2012: 60) perkembangan kemandirian
adalah hasil dari proses perkembangan diri yang normative, terarah sejarah
dengan tujuan hidup manusia. Sejalan dengan hal tersebut, Nursalam (2012: 12)
berpendapat bahwa seseorang yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki
kematangan konsep diri, akan bergerak dari ketergantungan menuju kearah
kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kemandirian bagi anak usia dini
bertujuan untuk menjadikan anak mampu bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya dan mampu mengatasi persoalan yang menghadangnya (Yamin &
Sunan, 2012: 26)
Pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh
(merawat, menjaga atau mendidik) anak (Gunarsa, 1991: 108-109). Pola asuh
orang tua yang dimaksudkan adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua dalam
mengasuh, membesarkan, merawat dan mendidik yang berpengaruh secara
langsung terhadap kemandirian anak dalam belajar.
Menurut Wiyani (2016: 104) pola asuh demokratis menjadikan sosok anak
yang berfikiran terbuka, mudah bergaul dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Sementara itu pola asuh otoriter menjadikan anak menjadi kurang dapat
berinisiatif sendiri untuk melakukan sesuatu hal. Selanjutnya Wiyani (2016: 197)
menambahkan tipe polasuh permisif menjadikan anak yang mandiri, yaitu anak
mampu melakukan berbagai tugas kesehariannya sendiiri, mampu mengambil
keputusan sendiri ketika diharapkan oleh berbagai tugas atau permasalahan.
Kriteria pola asuh demokratis menurut Athfi (2005:43) yaitu, aturan
dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga (anak dan orang tua) orang tua
memperlihatkan keinginan dan pendapat anaknya, anak diajak mendiskusikan
untuk mengambil keputusan, ada bimbingan dan control dari orang tua, anak
mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak diberi kepercayaan
dan tanggung jawab.
Menurut Thoha (1996: 109) yang mengemukakan bahwa pola asuh orang
tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga
menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan
soasial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat
berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian
anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama,
kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual
yang berkembang secara optimal.
Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya anak memperoleh
pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan yang harus
diikuti yang mendasarianak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan
yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar belakang pengalaman,
pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah cara mendidik anak.
Orang tua memegang peran utama dan pertama bagi pendidikan anak,
mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak
lepas dari beragai halangan dan tantangan, sedangkan guru disekolah merupakan
pendidikan yang kedua setelah orang tua di rumah. Pada umumnya murid dan
siswa adalah insane yang masih perlu di didik atau di asuh oleh orang yang lebih
dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang
pertama dan utama ini tidak berhasil meletakkan dasar kemandirian belajar maka
akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak
menjadi mandiri.
Suatu proses pendidikan akan berlangsung apabila terdapat suatu
lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan di antaranya: lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan pergaulan. Masing-
masing lingkungan pendidikan mempunyai karakteristik serta cara pembelajaran
pendidikan yang berbeda-beda. Suatu lingkungan pendidikan dapat membentuk
potensi anak didik dengan baik apabila lingkungan pendidikan yang ada benar-
benar baik. Dari beberapa lingkungan pendidikan, yang paling berpengaruh
terhadap pendidikan yaitu pendidikan pada lingkungan keluarga serta pendidikan
di sekolah.
Karakter seorang anak pertama kali dibentuk dalam lingkungan keluarga.
Didalam lingkungan keluarga inilah semua karakter seorang anak pertama kali
diciptakan dan dibentuk seperti keinginan orang tua. Hal tersebut didukung
dengan pendapat seorang ahli didaktik yang terbesar, Comenius (1592-1670)
dalam bukunya “Didaktica Magna” mengemukakan kebenarannya juga
menekankan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu bagi anak-anak yang
sedang berkembang. Oleh karena itu, penanaman karakter yang baik dan efektif
dimulai dari lingkungan keluarga melalui pendidikan keluarga.
Disamping lingkungan keluarga, karakter seorang anak dipengaruhi juga
oleh teman-teman serta masyarakat. Pengaruh inilah yang dapat ditemukan pada
lingkungan sekolah. Pada lingkungan sekolah terdapat komponen-komponen aktif
pembentuk karakter seseorang baik, di antaranya pendidik, teman sebaya, serta
lingkungan sekitar sekolah atau lebih tepatnya lingkungan masyarakat.
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pembentuk karakter sekunder. Hal
tersebut berarti karakter yang telah ditanamkan pada lingkungan keluarga
sebelumnya akan dikembangkan dikokohkan pada lingkungan sekolah. Karakter
yang dibentuk pada lingkungan sekolah melalui Pendidikan Sekolah.
Kemandirian sangat penting dalam kehidupan seseorang, karena dengan
kemandirian anak bisa menjadi lebih bertanggung jawab dalam memenuhi
kebutuhannya serta menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. seorang anak yang
memiliki rasa kemandirian akan mempu menyesuaikan diri dengan lingkungan
serta keadaan lingkungan anak itu sendiri dan dapat mengatasi kesulitan yang
terjadi. Kemandirian anak bersifat komulatif selama perkembangan, dimana
individu terus akan belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai
situasi lingkungan, sehingga anak mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan
kemandiriannya (Tjandradingtyas, 2004: 14). Anak-anak yang memiliki
kemandirian secara normal akan cenderung berprestasi karena dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya anak tidak lagi tergantung kepada orang lain.
Ketidakmandirian anak berpengaruh negative terhadap perkembangan
kepribadiannya sendiri. Pola pengasuhan orang tua yang sangat beragam anatar
orang tua satu dengan orang tua yang lain sangat berbeda, sehingga menjadi
kemandirian anak yang satu dengan yang lain tentunya juga akan berbeda.
Menurut Hasan (2009: 26) tipe pola asuh menjadi tiga yaitu tipe pola asuh
authoritative atau demokratis, tipe pola asuh atoriter, tipe penyabar, dan tipe
penelantar.
Kemandirian belajara pada anak dan pola asuh orang tua demokratis harus
dibina sejak kecil, jikalau kemandirian belajar anak besar, kemandirian belajar itu
akan menjadi tidak utuh. Kunci kemandirian belajar anak sebenarnya ada di
tangan orang tua. Kemandirian belajar yang dihasilkan dari kehadiran dan
bimbingan orang tua akan mengahsilkan kemandirian belajar yang utuh. Untuk
dapat mandiri belajar anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan
dari keluarga khususnya pola asuh orang tua serta lingkungan sekitarnya, agar
dapat mencapai otonomi atas diri sendiri.
Kemandirian belajar pada anak berawal dari keluarga keluarga serta
dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dalam keluarga, orang tualah yang berperan
dalam mengasuh, membimbing, membantu dan mengarahkan anak untuk menjadi
mandiri. Meski dunia pendidikan atau sekolah juga turut berperan dalam
memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, pola asuh orang tua tetap
merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.
Menurut Sumarno (2006: 5) dengan kemandirian belajar, siswa cenderung
belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya
secara efektif, menghemat waktu secara efesien, dan megarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa
bergantung pada orang lain secara emosional. untuk mewujudkannya perlu
dukungan dari orang tua dan lingkungan, mandiri dapat dilatih salah satunya
dilingkungan sekolah berupa belajar secara mandiri.
Menurut Martinis dan Jamilah (2012:58) mandiri dalam arti yang lain
adalah bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai pakaian,
mandi atau buang air kecil/besar sendiri. Mengajarkan anak menjadi pribadi yang
mandiri memerlukan proses, tidak memanjakan mereka secara berlebihan dan
membiarkan mereka bertanggung jawab atas perbuatannya merupakan hal yang
perlu dilakukan jika kita ingin anak menjadi mandiri. Ditambahkan Yamin dan
Sanan (2012:77) bahwa terdapat beberapa indikator dalam kemandirian anak:
kemampuan fisik, percaya diri, bertangung jawab, disiplin, pandai baergaul, saling
berbagai dan mengendalikan emosi. Hal yang perlu digarisbawahi para orang tua
bahwa kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam
pembentukan karakter yang baik (Agusn 2012: 80).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian
mengenai kemandirian anak dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Demokratis
Terhadap Kemandirian Anak”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu: Apakah terdapat pengaruh pola asuh demokratis terhadap kemandirian
anak?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu: untuk
mengetahui besar pengaruh pola asuh demokratis terhadap kemandirian anak.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai pedoman
bagi penelitian yang sejenis dan memberikan manfaat bagi pembaca terutama
orang tua untuk mengetahui kemandirian anak berpengaruh negative atau
tidak
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua
Lebih meningkatkan intensitas komunikasi dengan anak dan
memberikan inspirasi kepada anak sehingga anak bersikap positif kepada
setiap orang.
b. Bagi sekolah
Dengan penelitian ini diharapkan agar sekolah juga lebih persuasif
atau lebih terbuka kepada anak dalam menerapkan pembelajaran karena
guru di sekolah adalah orang tua kedua bagi anak.
c. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
yang menyangkut pengaruh pola asuh demokratis terhadap kemandirian
anak.
Contoh masalah dalam latar belakang

Suatu proses pendidikan akan berlangsung apabila terdapat suatu


lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan di antaranya:
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat,
lingkungan pergaulan. Masing-masing lingkungan pendidikan
mempunyai karakteristik serta cara pembelajaran pendidikan yang
berbeda-beda. Suatu lingkungan pendidikan dapat membentuk
potensi anak didik dengan baik apabila lingkungan pendidikan
yang ada benar-benar baik. Dari beberapa lingkungan pendidikan,
yang paling berpengaruh terhadap pendidikan yaitu pendidikan
pada lingkungan keluarga serta pendidikan di sekolah. Berdasarkan
observasi awal diketahui bahwa pihak keluarga (orang tua) dari
beberapa siswa masih belum memperhatikan dan mengembangkan
bakat anak. Lebih banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anaknya kepada sekolah tanpa memberikan arahan dan
bimbingan yang dapat mengembangkan potensi anak di rumah.
Tentu hal ini akan menjadi kendala bagi anak yang ingin
melakukan sesuatu sesuai dengan bakat dan potensi yang
dimilikinya sehingga sangat diharapkan agar orang tua juga ikut
membantu dalam proses pengembangan bakat dan potensi anak di
rumah.

Anda mungkin juga menyukai