Anda di halaman 1dari 40

Pernikahan Dini

A. Pengertian
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang usianya masih dibawah usia ideal untuk menikah. Usia minimal
pernikahan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1
menyebutkan perkawinan diizinkan jika calon mempelai pria sudah berusia 19
tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Sedangkan menurut BKKBN usia
minimal menikah untuk pria adalah 25 tahun dan untuk perempuan adalah 20
tahun, menurut Sukaryo teguh santoso kepala perwakilan BKKBN kaltim, usia
tersebut dianggap masa yang paling baik untuk berumah tangga, karena sudah
matang dan bisa berpikir dewasa secara rata-rata.

B. Penyebab
Pernikahan dini biasanya mempunyai berbagai penyebab yang berbeda,
diantaranya pendidikan yang rendah, kebutuhan ekonomi, tradisi pernikahan
muda, seks bebas pada remaja, kehamilan yang tidak diinginkan.

C. Akibat Pernikahan Dini


Pernikahan yang terlalu dini dianggap berisiko besar menimbulkan
masalah-masalah kesehatan maupun masalah yang lain seperti misalnya KDRT,
Drop out dan terhentinya jenjang pendidikan yang ditempuh, kematian ibu saat
melahirkan, dan masalah-masalah pada kesehatan reproduksi juga bisa saja
muncul.
Menikah pada usia dibawah akan banyak resiko yang terjadi karena
kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Hal ini dapat
menyebabkan resiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses
kehamilan dan persalinan.Resiko-resiko tersebut yaitu :
1. Resiko pada proses kehamilan :
Keguguran (aborsi) yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia kurang dari
20 minggu.
1. Pre eklampsia yaitu ketidak teraturan tekanan darah selama
kehamilan dan Eklampsia yaitu kejang pada kehamilan.
2. Infeksi yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan
3. Anemia yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah
4. Kanker Rahim yaitu kanker yang terdapat pada rahim, hal ini erat
kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
5. Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari 1
tahun
2. Resiko pada proses persalinan :
1. Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu
2. Timbulnya kesulitan persalinan, yang dapat disebabkan karena faktor
dari ibu, bayi dan proses persalinan
3. BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) yaitu bayi yang lahir dengan berat
dibawah 1.500 gram
4. Kematian Bayi , yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari
1 tahun
5. Kelainan bawaan, yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak dalam
proses persalinan

D. Upaya pencegahan pada pernikahan dini


Bina keluarga remaja dibentuk sebagai wadah bagi keluarga yang
mempunyai anak remaja yang belum menikah. BKR bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan. Orang tua dalam melakukan pembinaan terhadap
remaja, disamping itu kegiatan ini diarahkan pula untuk dapat meningkatkan
kesertaan, pembinaan dan kemandirian ber-KB bagi PUS anggota BKR. Materi
yang diberikan oleh BKR diantaranya adalah PUP, 8 fungsi keluarga, dan triad
KRR.
1. Pendewasaaan usia perkawinan (PUP)
Pendewasaaan usia perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan
usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan, perempuan
mencapai minimal usia 20 tahun dan laki-laki usia 25 tahun. Pendewasaan usia
perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional.
Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan umur kawin
pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR).
Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan
pengertian dan kesadaran kepada remaja agar dalam merencanakan keluarga
mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan
berkeluarga. Baik itu kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan , sosial,
ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.
Dalam pendewasaan usia perkawinan, ada tiga 3 masa yang diperhatikan
seorang calon ibu, yaitu :
A. Masa Menunda Kehamilan
Perempuan menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk
menunda kehamilannya sampaiu sia minimal 20 tahun. Kontrasepsi
yang dianjurkan adalah kondom, pil, IUD, metode sederhana, implan
dan suntikan. dalam usia ini remaja masih dalam proses tumbuh
kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses tumbuh kembang
berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini maka perempuan
dianjurkan menikah pada usia 20 tahun.
B. Masa Menjarangkan Kehamilan
Pada masa ini usia isteri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang
paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko
paling rendah bagi ibu dan anak, Jarak ideal untuk menjarangkan
kehamilan adalah 5 tahun. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah IUD,
suntikan, pil, implan, dan metode sederhana.
C. Masa Mengakhiri Kehamilan
Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS diatas 35 tahun,
sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun
banyak mengalami resiko medik. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah
steril, IUD, implan, suntikan, metode sederhana dan pil.
2. 8 Fungsi Keluarga
Keterangan mengenai 8 fungsi keluarga yang akan dituliskan didapat dari
Badan Kordinasi keluarga BerencanaNasional (BKKBN),
8 Fungsi Keluarga Menurut BKKBN
1. Fungsi Agama
Keluarga berfungsi memiliki fungsi agama maksudnya adalah
selain orang tua sebagai guru dalam pendidikan anaknya, orang tua
juga merangkap sebagaiahli agama. Orang tua tempat mengaji dan
membacakan kitab suci dalam membentuk kepercayaan anak-anak
mereka.
2. Fungsi Sosial Budaya
Salah satu adanya keluarga berfungsi sebagai sosial budaya,
maksudnya dalam perkembangan anak kelurga memiliki peran
penting untuk menanamkan pola tingkah laku berhubungan dengan
orang lain (sosialisasi) keluarga juga memberikan warisan budaya,
disini terlihat bahwasanya keluarga diangap masyarakat yang
paling primair. Fakta-fakta sosial selalu dapat diterangkan lewat
keluarga. Keluarga mengintrodusir anak kedalam masyarakat luas
dan membawanya kepada kegiatan-kegiatan masyarakat.
3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
Pertumbuhan seorang anak tidak akan pernah lepas dari pengaruh
keluarganya, peran keluarga begitu sentralistik dalam membetuk
kepribadian keturuannnya, oleh karena itulah salah satu fungsi
keluarga adalah menyalurkan cinta dan kasih sayang.
4. Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan merupakan faktor penting. Perkembangan
anak memerlukan rasa aman, kasih sayang, simpati dari orang lain.
Keluarga tempat mengadu, mengakui kesalahan-kesalahan, serta
tempat.
5. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi artinya bahwa keluarga merupakan sarana
manusia untuk menyalurkan hasrat seksual kepada manusia lain
(yang berbeda jenis kelamin) secara legal di mata hukum dan sah
secara agama, sehingga manusia tersebut dapat melangsungkan
hidupnya karena dengan fungsi biologi ia akan mempunyai
keturunan berupa anak.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan dalam keluarga adalah untuk
mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak menjadi
dewasa, keluarga berperan penting terhadap upaya terbentuk
kepribadian yang baik dari waktu-ke waktu, sebelum terjun dalam
kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
7. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi atau unit produksi artinya bahwa keluarga menjadi
sarana yang baik untuk bertugas memenuhi kebutuhan hidup
anggota keluarga di dalamnya, dimana dalam prosesnya fungsi
ekonomi ini mampu membagikan kerangka keluarga, misalnya
ayah sebagai pencari uang untuk kebutuhan dan ibu bertugas
mengurus anak/
8. Fungsi Lingkungan
Fungsi lingkungan dalam keluarga maksudnya semua bentuk
tingkah laku yang dilakukan seorang anggota keluarga awal
mulanya dilakukan dalam keluarga. Anak atau anggota keluarga
adalah cerminan bagimana ia bisa menerapkan kesesuainnya
terhadap lingkungan.
3. Triad KRR
TRIAD KRR adalah tiga resiko yang dihadapi oleh remaja,
yaitu Seksualitas, HIV/AIDS dan Napza. KRR merupakan kepanjangan dari
"Kesehatan Reproduksi Remaja".
 SEKSUALITAS>> yaitu, Segala sesuatu yang berhubungan ataupun
tentang orientasi yang berkenaan dengan seks atau hubungan seks
 NAPZA>> yaitu, sejenis obat-obatan yang apabila di konsumsi dapat
mempengaruhi saraf otak dan dapat menyebabkan ketergantungan, cara
mengkonsumsinya ada yang di makan melalui mulut/ berbentuk mulut,
dihirup melalui hidung, dan juga di suntikan. NAPZA sendiri ialah
singkatan dari NArkotika Psikotropika dan ZAt adiktif. abanyak jenis-jenis
dan pembagian narkoba, nantika kita bahas dalam posting berikutnya.
 HIV/AIDS>> yaitu, HIV (Human Immunodefeciency Virus), ialah sejenis
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (imun/Immuno) ,
yang dapat menyebabkan seseorang mengidap AIDS,
 AIDS (Acquired Immuno Defeciency Syndrome), ialah Kumpulan
segala jenis penyakit yang di'idap seseorang karena terkena virus HIV
(*karena HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, jadi apabila
seseorang terkena HIV, maka segala jenis penyakit akan mudah masuk
kedalam tubuh, dan kumpulan dari penyakit-penyakit itulah yang
disebut AIDS).
Daftar Pustaka

BKKBN. 2018.03.10.Banjarmasin. Mencegah Perkawinan Anak Mel Prog


Kkbpk

Indonesiastudents.com. 2019. 8 Fungsi Keluarga Menurut BKKBN Beserta


Penjelasannya Lengkap.

Pikr.kompas.com. 2013. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).

Hukumunsrat.ac.id. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun


1974 Tentang Perkawinan.

bkkbn.go.id. 2020. bkkbn usia pernikahan ideal 21-25 tahun.

pik-smart.blogspot.com. 2013. Triad KRR.


KONSEP ISPA

A. DEFINISI
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan AL-ut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris
Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ
secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana,
2005:57).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas
dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni
73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di
negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus
(Suriadi,Yuliani R,2001)

C. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
1. Batuk
2. Nafas cepat
3. Bersin
4. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5. Nyeri kepala
6. Demam ringan
7. Tidak enak badan
8. Hidung tersumbat
9. Kadang-kadang sakit saat menelan

b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA


1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning
R,2002)

D. KLASIFIKASI
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia:
ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -
12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI,
1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell,
1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan
juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri
khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
F. KOMPLIKASI
1. Penemonia
2. Bronchitis
3. Sinusitis
4. Laryngitis
5. Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)

G. PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan,
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi
dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan
penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan
adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung,
serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan
kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga
drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
452).
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
o Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
o Meningkatkan makanan bergizi
o Bila demam beri kompres dan banyak minum
o Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
o Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
o Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
o Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
o Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
Daftar Pustaka

Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora


Aksara Pratama

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-


2002,Philadelpia,USA

Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita: Jakarta.

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa
oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition &


Classification20012002,Philadelpia,USA

Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan
Konsep Tekanan Darah

A. Pengertian Tekanan Darah


Menurut Djoko santoso (2010) tekanan darah adalah tekanan
dimana darah beredar dalam pembuluh darah. Tekanan ini terus menerus
berada dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir konstan.
Tekanan darah dalam tubuh pada dasarnya merupakan ukuran tekanan atau
gaya didalam arteri yang harus seimbang dengan denyut jantung, melalui
denyut jantung darah akan dipompa melalui pembuluh darah kemudian
dibawa keseluruh bagian tubuh. Tekanan darah dipengaruhi volume darah
dan elastisitas pembuluh darah (Rusdi, 2009).
Menurut tim peneliti dari Universitas Cambridge dan Nottingham
Inggris, tekanan darah dikontrol oleh hormon yang disebut angiotensis
(Anna, 2010).Tekanan tertinggi karena jantung bilik kiri memompa darah
ke arteri disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan
terendah saat jantung beristirahat atau rileks. Tekanan darah digambarkan
sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Pada orang
dewasa tekanan normal berkisar 120/80 mmHg (Santoso, 2010).

B. Mengukur Tekanan Darah


Mengukur tekanan darah umumnya
dengan sfigmomanometer dengan komponen manset, alat pompa.
Mansetnya berukuran standart dilingkarkan pada lengan atas dan
kemudian diisi dengan udara yang cukup untuk menekan arteri. Pada
kondisi tersebut aliran darah berhenti sesaat. Kemudian udara dilepaskan
perlahan-lahan hingga arah mulai mengalir kembali melalui arteri, lalu
dengarkan lewat stetoskop. Suara denyutan yang terdengar pertama kali
adalah tekanan darah sistolik. Dalam fase ini bilik jantung dalam kondisi
menguncup. Seiring semakin besarnya udara yang dikeluarkan darah
manset, hingga tercapai arteri terbuka sepenuhnya, pada saat ini aliran
darah mengalir lancar dan suara denyutan arteri menghilang.
Tekanan ketika suara denyutan terakhir menghilang dinamakan
tekanan darah diastolik. Selama fase diastolik, bilik jantung dalam kondisi
mengembang. Dari dua hasil pemeriksaan tekanan darah, kedua nilai itu
seakan dinyatakan dengan angka pecahan. Sebagai contoh, “120/80”
mmHg menunjukkan tekanan darah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80
mmHg. Angka atas menunjukkan tekanan sistolik, yaitu besarnya tekanan
pada arteri ketika jantung menguncup dan darah didorong ke dalam aorta.
Angka bawah menunjukkan tekanan diastolik, yaitu sisa tekanan
yang ada pada arteri antara dua denyut jantung ketika otot jantung
mengembang dan mengisi darah. Selama waktu ini tekanan darah turun.
Tekanan darah yang diperiksa ketika berbaring, duduk atau berdiri
biasanya serupa. Pengukuran tekanan darah yang ideal adalah saat duduk,
diam (santai), tanpa bicara, karena itu mencerminkan keseharian
seseorang (Santoso, 2010).

C. Mekanisme Pemeliharaan tekanan darah


Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal,
jantung, pembuluh darah arteri, dan sebagaian hormon. Jantung bekerja
sebagai pemompa darah mengalir ke pembuluh darah arteri besar (aorta)
yang akan disebarkan ke seluruh tubuh. Jantung kanan menerima
pembuluh darah dari seluruh bagian tubuh melalui vena cava superior dan
inferior, kemudian darah yang mengantarkan oksigen dan zat makanan
keseluruh tubuh dialirkan menuju paru. Sampai di kantong paru (aveoli),
darah mengambil oksigen dan membuang CO2 dan selanjutnya
meninggalkan paru dan kembali ke jantung masuk ke serambi kiri. Dari
serambi kiri darah dipompa melalui aorta, semakin berat kerja jantung
dalam memompa darah maka semakin besar daya yang diterima pembuluh
darah arteri.
Pembuluh darah fungsi untuk mengontrol tekanan darah,
mengakomodasi arus aliran darah perdenyut jantung dan membawa nutrisi
dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Sifat elastis dari dinding arteri ini
dapat melebar dan mengkerut ketika dilalui darah, semakin elastis dinding
arteri semakin lancar aliran darah dan makin sedikit tekanan pada dinding
arteri. Namun jika arteri kehilangan elastisitas (menyempit maka aliran
darah tidak lancar sehingga dibutuhkan tenaga untuk melewati arteri ini.
Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh.
Serabut sarafnya yang membawa pesan dari semua bagian tubuh yang
diteruskan ke otak tentang kondisi tekanan darah, volume darah dan
kebutuhan khusus semua organ. Informasi ini diproses diotak dan
keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk
pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau
mengembangnya pembuluh darah. Proses tersebut bersifat otomatis
(Santoso, 2010).
Organ ginjal mampu menjaga jumlah garam dan air yang
dibutuhkan, juga mampu menyingkirkan kelebihan cairan dan zat buangan
tubuh. Kemampuan fungsinya dalam mengatur jumlah natrium yang
disimpan tubuh juga kemampuan mengatur volume air dalam tubuh yang
didukung oleh natrium yang bersifat menahan air sehingga ginjal
mempunyai peranan mengatur tekanan darah karena bila kondisi semakin
banyak natrium didalam tubuh semakin banyak banyak juga air dalam
darah. Kelebihan air didalam darah akan meningkatkan tekanan darah.
Ginjal juga memproduksi hormon renin. Renin merangsang
pembentukan hormon angiotensin suatu hormon yang menyebabkan
pembuluh darah menyempit dengan hasil berupa naiknya tekananan darah.
Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi
pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan
beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron yang mensekresikan
esterogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid yang
menghasilkan hormon tiroksin berperan dalam pengontol tekanan darah.
Hormon ANP (Antinatriuretik Peptid) hormon yang dibuat jantung. Ketika
hormon ANP dikeluarkan berlebihan, ginjal gagal menyingkirkan
kelebihan garam dari darah ke urin sehingga akan terjadi peningkatan
tekanan darah (Santoso, 2010).
D. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tekanan darah, diantaranya adalah:.
1. Usia
Usia merupakan salah satu faktor terjadinya peningkatan tekanan darah,
seiring bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit
hipertensi juga semakin meningkat, meskipun penyakit hipertensi bisa
terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang
berusia 35 tahun ke atas. Diantara orang Amerika baik yang berkulit
hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun ke atas, setengahnya
menderita penyakit hipertensi (Sheps, 2005).
Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia merupakan
hal yang fisiologis dari tubuh. Peningkatan tekanan darah ini
disebabkan oleh perubahan fisiologis pada jantung, pembuluh darah,
dan hormone (Sheps, 2005).
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan
bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita
menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi.
Hal ini juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung
menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).
3. Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
4. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah.
5. Ras
Data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III, 1988-1991) menunjukkan bahwa jumlah penderita
hipertensi berkulit hitam 40% lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun ke atas, perbandingan
jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit hitam dan 23,3%
berkulit putih (Sheps, 2005).
Di Amerika Serikat, angka tertinggi untuk penyakit hipertensi adalah
pada orang berulit hitam yang tinggal di negara - negara bagian sebelah
tenggara. Pada golongan ini, hipertensi biasanya timbul pada usia lebih
muda dibandingkan dengan orang berkulit putih, bahkan
perkembangannya cenderung lebih cepat dan menonjol (Sheps, 2005).
6. Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor
predisposisi hipertensi.

E. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Tekanan Darah


Menurut Singgih (2009), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengukuran tekanan darah agar hasil pengukurannya lebih akurat, yaitu:
1. Ruang pemeriksaan.
Suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang nyaman harus
diperhatikan. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat meningkatkan
tekanan darah.
2. Alat
Alat yang sebaiknya digunakan adalah sfigmomanometer dengan pipa
air raksa yang tegak lurus dengan bidang horisontal. Hindarkan paralaks
sewaktu membaca permukaan air raksa. Gunakan manset dengan lebar
yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta panjang yang dapat
mencakup 2/3 lingkar lengan. Penggunaan manset yang lebih kecil akan
menghasilkan nilai yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
3. Persiapan
Apabila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan, sebaiknya
dipersiapkan dalam keadaan basal karena biasanya hanya diperlukan
nilai tekanan darah sewaktu, maka pengaruh kerja jasmani, makan,
merokok dihilangkan terlebih dahulu sebelum diukur.
4. Jumlah pengukuran
Apabila memungkinkan, dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali
untuk diambil nilai rata-ratanya. Apabila pasien menderita hipertensi,
dianjurkan untuk mengukur dalam 3 hari berturut-turut.
5. Tempat pengukuran
Pengukuran dilakukan pada lengan kanan dan kiri bila dicurigai
terdapat peningkatan tekanan darah. Kesenjangan nilai lengan kanan
dan kiri dapat ditimbulkan karena coarctatio aorta. Posisi orang yang
diperiksa sebaiknya dalam posisi duduk. Dalam keadaan ini, lengan
bawah sedikit fleksi dan lengan atas setinggi jantung. Hindarkan posisi
duduk yang menekan perut, terutama pada orang yang gemuk. Untuk
pasien hipertensi, terutama yang sedang dalam pengobatan, perlu diukur
dalam posisi berbaring dan pada waktu 1-5 menit setelah berdiri.
6. Pemompaan dan pengempesan manset
Manset seharusnya dipompa dan dikempeskan sebelum mengukur
tekanan darah pasien. Hal ini untuk menghindarkan kesalahan nilai
karena rangsang atau reaksi obstruksi sirkulasi darah. Pemompaan
dilakukan dengan cepat hingga 20-30 mmHg di atas tekanan pada
waktu denyut arteri radialis tidak teraba. Pengempesan dilakukan
dengan kecepatan yang tetap (konstan) 2-3 mmHg tiap detik.
Pengempesan yang terlalu cepat akan mengakibatkan nilai diastolik
yang lebih rendah daripada yang sebenarnya.

F. Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi tekanan darah dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
Tekanan darah Tekanan darah
Kategori
(sistolik) (diastolik)
Normal Dibawah 130 mmHg Di bawah 85 mmHg
Hipertensi perbatasan 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi ringan (stadium 1) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi sedang (stadium 2) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi berat (stadium 3) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Hipertensi maligna (stadium > 210 mmHg > 120 mmHg
4)
Diambil dari Ruhyanuddin, F (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskulerl. Malang: UMM press
Daftar Pustaka

Academia.ed. 2019. Pengertian_Tekanan_Darah.

Khoirul. 2016. Konsep Tekanan Darah.

Respiratory.usu.ac.id
KONSEP DM

A. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005,
diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan
karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).

B. Klasifikasi DM
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of
Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin,
2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen
penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI). Sembilan puluh persen
sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama
adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
E. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

F. Data Penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

G. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus)
digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar
gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada
berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik
adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak
diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau
olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala
hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau
40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan
biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam
waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5
W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-
acting insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan
infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis
yang terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus
diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON
KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti
tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600
mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah
tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis
dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 –
150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan
skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama
1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter
per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan
kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis
diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh
karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan
adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi.
Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi
diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari
ekstraseluler keintraseluler.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus
yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
Rehidrasi
1) Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl
0,9 % bergantung pada tingkat dehidrasi
2) Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula
darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose
10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit. Pemberian Kalium lewat infus harus
dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+

Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah
untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetic

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada
lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi
dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body
Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1) Kurus (underweight) BBR < 90 %


2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
a) Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat BBR 140% - 200%
d) Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi
pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang
sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya
sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra
pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan
jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai
efek intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat
dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai