Anda di halaman 1dari 6

Jawa Tengah Sebagai Sentra Produksi Beras Berkelanjutan di Indonesia

Dosen Pengampu:

Riri Oktari Ulma, SP., M. Si

Oleh :

Moch.hasby ash sidiqy

L1A118015

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVRSITAS JAMBI

2019
Jawa Tengah Sebagai Sentra Produksi Beras Berkelanjutan di Indonesia

Apa yang akan orang-orang Indonesia makan besok? Pastinya nasi. Indonesia adalah
penghasil beras terbesar ketiga di dunia, dan permintaan beras semakin meningkat. Namun,
produksi beras kian menurun. Akibat kekurangan stok beras dan harga yang berubah sejak
akhir 2017, pemerintah Indonesia baru saja mengimpor 500.000 ton beras kelas menengah
dari Thailand dan Vietnam untuk menstabilkan harga komoditas tersebut.

Indonesia memiliki beberapa pulau penghasil beras seperti Sumatera, Sulawesi, dan Jawa.
Namun, pulau penghasil beras utama adalah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Jawa Tengah
dikelilingi pegunungan vulkanik dan sumber air melimpah membuat Jawa Tengah merupakan
lahan pertanian yang subur dan penuh potensi untuk meningkatkan pasokan beras nasional.
Sejak 2007, Rikolto bekerja sama dengan DGD (Direktorat Jenderal Bantuan Kerjasama
Pembangunan dan Kemanusiaan) telah bekerja terus menerus untuk membantu dan
mendukung organisasi petani kecil; APOB dan APPOLI di Kabupaten Boyolali. Rikolto
bersama dengan ICCO, Yayasan Jateng Berdikari, PT. UNS, PT. SMB, Bank Jateng dan
Dinas Ketahanan Pangan Provinsi bekerja sama dalam program FDOV (Facility for
Sustainable Entrepreneurship and Food Security) yang mendukung "Akur" dan 57 organisasi
petani lainnya dalam memproduksi beras premium kualitas tinggi di Jawa Tengah.

Dengan dukungan terus menerus dari Rikolto, APOB mendapat sertifikasi standar organik
SNI (Standar Nasional Indonesia), dan APPOLI berhasil memperoleh sertifikasi organik
nasional dan sertifikasi organik internasional dengan standar organik UE dan NOP / USDA.
Sebelum dibantu oleh Rikolto, petani di Kabupaten Boyolali dan Sukoharjo hanya menjual
komoditas mereka melalui tengkulak. Tengkulak, juga disebut sebagai pembeli grosir,
umumnya berasal dari daerah yang sama dengan petani dan mengantarkan komoditas dari
daerah produksi ke pasar grosir.

"Saat saya mengunjungi APPOLI di tahun 2013, saya disambut hangat oleh sekelompok
petani. Pada saat itu, mereka belum memiliki visi yang jelas mengenai bagaimana
menaklukkan pasar beras, mereka tidak memiliki struktur dan manajemen organisasi yang
tepat, presentasi tidak dipersiapkan dengan baik, dan lain-lain. Ketika saya kembali pada
bulan Februari 2018, saya benar-benar terkesan. Sekarang APPOLI adalah organisasi petani
terorganisir dengan baik dengan kepemimpinan yang baik, dan mereka memiliki badan usaha
profesional. Petani mampu memenuhi standar kualitas tinggi, dan sekarang mengekspor
sebagian dari beras mereka ke Eropa, AS dan Australia."

 Rantai Beras Organik


APPOLI adalah singkatan dari Aliansi Petani Padi Organik Boyolali, dan merupakan
organisasi petani yang didirikan pada tahun 2007. Komoditi utama APPOLI adalah beras
organik, namun juga menanam kacang hijau, kacang tanah dan kedelai. APPOLI memiliki
4.426 anggota (3.708 laki-laki dan 718 perempuan). Selama bertahun-tahun, APPOLI
menjadi tidak hanya sebuah organisasi petani yang kuat, namun juga membentuk koperasi
bisnis komersial yang memproses dan menjual beras dari anggotanya.

Setelah bertahun-tahun mengikuti pelatihan intensif tentang pertanian organik, membangun


sistem pengendalian internal, dan pelatihan lainnya seperti pembukuan dan dokumentasi,
Appoli memperoleh sertifikasi organik nasional (untuk pasar domestik) dan sertifikasi
organik EU dan NOP/USDA. Sebagai hasilnya, APPOLI menjual 138,9 ton beras organik di
tahun 2016 yang meningkat menjadi 162,9 ton pada tahun 2017 di pasar domestik. Sejak
mendapatkan sertifikasi internasional, APPOLI, bekerja sama dengan PT. Bloom Agro
(eksportir), mengekspor beras organiknya ke pasar internasional termasuk 19 ton ke Belgia
dan 16 ke Jerman. Pada tahun 2017, APPOLI mengekspor 10 ton beras organik ke Australia
secara mandiri tanpa berkolaborasi dengan perusahaan ekspor manapun. Pada bulan April
2018, APPOLI akan mengekspor 14 ton beras organik ke Amerika Serikat.

Kisah sukses APPOLI mengekspor produknya secara mandiri telah mendorong dan menarik
banyak petani untuk melakukan hal yang sama, yang membuat sebuah organisasi petani pala
di Sangir, Sulawesi Utara untuk menghubungi APPOLI untuk melatih dan membantu mereka
mencapai aplikasi standar untuk sertifikasi organik internasional.

Asosiasi Petani Organik Boyolali, disingkat APOB, adalah contoh sukses lain dari sebuah
organisasi petani yang didukung oleh Rikolto. Organisasi ini didirikan pada 11 November
2011, tepat setelah APPOLI. Meski usianya masih muda, APOB memiliki total 1.907 anggota
mulai dari remaja hingga dewasa, dan laki-laki dan perempuan. Sekitar 33 ton beras organik
diproduksi dan berbagai jenis kacang juga dibudidayakan oleh APOB setiap tahunnya.
Setelah mendapatkan sertifikasi organik nasional pada tahun 2015, APOB mulai
menyebarkan sayapnya ke pasar yang lebih besar di Indonesia, dan memastikan perusahaan
besar sebagai pembeli reguler setiap bulannya termasuk PT. Javara, PT. Pilihan Sehat, PT.
Lingkar Organik, CV. Tri Nugraha, CV. Tani Utomo, CV. Hari dan CV. Gusman. Tahun ini,
APOB berencana untuk membentuk koperasi sendiri seperti APPOLI untuk memotivasi
anggota untuk menghasilkan lebih banyak beras, memperluas jangkauan pasar dan
mendapatkan dukungan dana dari sektor swasta dan sipil.

Wartini yang bekerja sebagai petani dan staf administrasi APOB, telah menjadi anggota
organisasi petani ini sejak awal pembentukan dengan harapan menghasilkan pendapatan yang
lebih baik dan berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan. Wartini memulai karir bertani
pada tahun 2007, dimana Wartini hanya membudidayakan 2.500 meter persegi tanahnya.
Sebelum bergabung dengan APOB, Wartini hanya memproduksi beras konvensional, yang
merupakan tipe produk beras paling tidak menguntungkan. Dia memperoleh sekitar 4 juta per
panen karena dia hanya menjual hasil panennya ke tengkulak. Seringkali, tengkulak
menurunkan harga berasnya terutama pada musim hujan karena kualitas beras menurun.
Sementara itu, dia harus mengeluarkan ongkos budidaya yang tinggi, karena dia harus
membeli pestisida dan pupuk kimia yang harganya mahal. Oleh karena itu, marjin
keuntungan terbesar hanya dapat dinikmati oleh tengkulak. Setelah bergabung dengan APOB
dan beralih ke pertanian organik, Wartini mendapatkan banyak manfaat yang ditawarkan oleh
produk organik. Pertama, pendapatannya meningkat menjadi 7-8 juta per panen karena
APOB menawarkan harga yang lebih baik untuk gabahnya dibanding tengkulak. Rantai beras
organik lebih pendek dari yang lain, namun menghasilkan pendapatan terbesar. Karena rantai
dalam pertanian organik pendek, hal ini membantu Wartini untuk memperluas lingkup
kerjanya dengan menyewa 1.500 meter persegi tanah sehingga menambah pendapatannya
sebesar 3 sampai 4 juta per musim panen. Selain itu juga meningkatkan kesuburan tanahnya,
memungkinkan tanaman padi dan tanaman lainnya tumbuh lebih cepat. "Petani mendapatkan
transparansi harga saat menjual gabah ke APOB karena beras gabah dijemput kemudian
dibawa ke tempat pengumpulan dimana ditimbang di depan petani dan manajer titik koleksi.
Petani kemudian dibayar di tempat. Tingkat pembayarannya lebih tinggi dari pasar beras
lainnya dengan selisih 300-500 / kg "kata Wartini.

"Petani mendapatkan transparansi harga saat menjual gabah ke APOB karena beras gabah
dijemput kemudian dibawa ke tempat pengumpulan dimana ditimbang di depan petani dan
manajer titik koleksi. Petani kemudian dibayar di tempat. Tingkat pembayarannya lebih
tinggi dari pasar beras lainnya dengan selisih 300-500 / kg"
 
Rantai Beras Sehat

Seiring berkembangnya kelas menengah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, sebagian
besar konsumen kelas menengah ini lebih memperhatikan kualitas makanan mereka. Mereka
rela mengeluarkan lebih banyak uang dengan memilih beras kualitas premium yang dikenal
dengan nasi "sehat". Beras sehat atau premium pada umumnya diproduksi dan diproses
secara organik dengan sedikit atau tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Riset
pasar menunjukkan bahwa penjualan beras organik premium tumbuh 20-25% per tahun di
Indonesia, sementara penjualan beras konvensional meningkat hanya 5% per tahun.

Dalam rantai beras sehat ini, AKUR, sebagai salah satu dari 58 organisasi petani di Jawa
Tengah memainkan peran penting dalam memasok permintaan beras premium nasional di
pasar perkotaan. Pada akhir tahun 2015, Akur mulai memproduksi beras premium sejak
keterlibatannya dalam program FDOV (Facility for Sustainable Entrepreneurship and Food
Security). Program FDOV ditujukan untuk mendorong kemitraan publik-swasta (PPP)
dengan melatih 1.000 petani untuk menggunakan benih bersertifikat, pestisida dan pupuk
organik untuk meningkatkan pemasaran dan produksi beras premium. Akur tidak hanya
bertindak sebagai produsen beras tetapi juga bertindak sebagai koperasi usaha yang membeli
gabah dari petani dan menjual ke perusahaan besar. Pada 2016, AKUR menjual 105 ton
gabah kering ke PT.SMB seharga Rp. 3.800 - 4.000 (Rp 200 / kg lebih tinggi dari harga rata-
rata di Sukoharjo). Pada tahun berikutnya, AKUR memiliki 47 petani sebagai anggotanya
memiliki 20 hektar lahan secara keseluruhan. AKUR juga mampu mendapatkan dua pembeli
besar yang membeli produknya - PT. SMB dan CV. Inti Sari Bumi. Keberhasilan AKUR
dalam menghasilkan beras premium telah meningkatkan pendapatan petani sekitar 20-30%.

Kesimpulannya, keberhasilan Jawa Tengah dalam menciptakan dan mengembangkan rantai


pasokan beras organik dan sehat harus terus didukung untuk memotivasi petani dalam
membangun koperasi usaha yang berkelanjutan, yang pada gilirannya membantu petani
memperoleh penghasilan lebih banyak sambil melestarikan alam.
DAFTAR PUSTAKA

https://indonesia.rikolto.org/id/berita/jawa-tengah-sebagai-sentra-produksi-beras-
berkelanjutan-di-indonesia

Alam, Syamsu dkk. 2009. Ekonomi Sumberdaya Hutan. Laboratorium Kebijakan dan
Kewirausaan Kehutanan. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai