TINJAUAN PUSTAKA
mulutnya secara mandiri dan kurang aktifnya otot mulut untuk mendapatkan
pembersihan alamiah gigi yang baik (Putri, dkk, 2012).
Keadaan kebersihan mulut pada anak umumnya lebih buruk dibanding
dengan orang dewasa. Hal ini diperparah dengan kebiasaan anak yang sering
mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan karies
(Hutagalung, 2010). Perilaku masyarakat terhadap kesehatan gigi, salah
satunya dapat diukur dari kebiasaan menyikat gigi. Anak usia sekolah dasar
rentan terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut, untuk itu perlu mendapat
perhatian lebih dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Pengetahuan anak
tentang waktu menyikat gigi yang tepat masih sangat kurang yang
menyebabkan kesehatan gigi dan mulut anak pada umumnya dalam kondisi
buruk dan sering dijumpai penumpukan plak dan deposit – deposit lainnya pada
permukaan gigi (Hamfasir, 2010).
Penyebab dari resiko anak mempunyai karies gigi dapat dipengaruh
oleh rendahnya tingkat pengetahuan orang tua khususnya ibu, mengenai pola
makan anak, kebersihan gigi mulut anak dan pemeriksaan rutin kedokter gigi
(Budiharto, 2008). Perilaku anak yang mendukung atau tidak mendukung
dalam kebersihan gigi dan mulut didasari dari pengetahuan orang tua tentang
pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Melalui proses pendidikan
pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana
(Situmorang, 2001).
Peran aktif orangtua ini sangat diperlukan terutama pada anak usia
prasekolah. Anak usia prasekolah khususnya anak usia 4-6 tahun memerlukan
bantuan orangtua dalam membersihkan dan menyikat gigi walaupun anak
mampu untuk memanipulasi pergerakan sikat gigi mereka. Untuk menghindari
kerusakan gigi pada anak maka peranan orangtua hendaknya ditingkatkan
dalam membiasakan menyikat gigi anak secara teratur (Situmorang, 2001).
A. Kemampuan Kognitif
Kognitif berhubungan dengan atau melibatkan kognisi. Sedangkan
kognisi merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk
kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri. Kemampuan kognitif adalah penampilan-penampilan
yang dapat diamati sebagai hasil-hasil kegiatan atau proses memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman sendiri (Sudjono, 2001). Ciri khas belajar
kognitif terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk
representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi, entah obyek itu orang,
benda atau kejadian/peristiwa. Obyek-obyek itu direpresentasikan atau
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang,
B. Kemampuan Sensomotorik
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf
dan sel glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari
panca indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot.
Sedangkan sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron (Feriyawati,
2006). Tujuan dari pelatihan sesomotorik atau aktivitas seluruh olah tubuh
merupakan suatu promosi dari kualitas EQ dan IQ anak yang optimal, yang di
dapat dari sistem indera (sensori) yang terasah dan kemampuan
mengembangkan koordinasi proprioseptis disertai dengan strategi, pola pikir
(persepsi) dan kesadaran tubuh yang baik pula. Periode-periode tergantung
pada banyak faktor lingkungan sosial dan perkembangan gradual merupakan
proses yang kontinyu (Gandasetiawan, 2009).
C. Kemampuan Psikomotorik
Kata motor digunakan sebagai istilah merujuk pada hal, keadaan, dan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga
kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan atau getah). Secara
singkat, motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan
atau menghasilkan rangsang terhadap kegiatan organ fisik (Endang, 2007).
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf
ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan (Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf merupakan salah
satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang
paling kompleks. Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat
dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik
(impuls saraf) (Bahrudin, 2013). Alur informasi pada sistem saraf dapat
dipecah secara skematis menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau
internal yang mengenai organ-organ sensorik akan menginduksi pembentukan
impuls yang berjalan ke arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent),
terjadi proses pengolahan yang komplek pada SSP (proses pengolahan
informasi) dan sebagai hasil pengolahan, Sistem saraf pusat membentuk impuls
yang berjalan ke arah perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons
motorik terhadap stimulus (Bahrudin, 2013). Berpijak dari konsep tersebut
Hurlock (2000), menyatakan bahwa motorik halus sebagai pengendalian
koordinasi yang lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih untuk
menggenggam, melempar dan menangkap.
Gambar 2.2. Skema fungsi saraf dasar (The human central Nervous
system, 2007)
diterapkan dalam penelitian ini yaitu pada materi menyikat gigi yang tercakup
dalam materi kebersihan diri.
Menurut Widya (2003) program bina diri terdiri dari beberapa aspek
pengembangan yang berkaitan satu sama lain, yaitu: a) merawat diri: makan-
minum, kebersihan badan, menjaga kesehatan; b) mengurus diri: berpakaian,
berhias diri; c) menolong diri: menghindar dan mengendalikan diri dari bahaya;
d) berkomunikasi: komunikasi nonverbal, verbal atau tulisan; e) bersosialisasi:
pernyataan diri, pergaulan dengan anggota keluarga, teman, dan anggota
masyarakat; f) penguasaan pekerjaan: pemeliharaan alat, penguasaan
keterampilan, mencari informasi pekerjaan, mengkomunikasikan hasil
pekerjaan dengan orang lain; g) pendidikan seks: membedakan jenis kelamin,
menjaga diri dan alat reproduksi, menjaga diri dari sentuhan lawan jenis.
Dari beberapa pembelajaran bina diri terdapat pembelajaran menyikat
gigi, yaitu pembelajaran yang diberikan guna mengajarkan tata cara menyikat
gigi pada anak tunagrahita sampai mereka mampu melakukannya secara
mandiri. Pembelajaran yang diberikan berupa langkah-langkah dalam
menyikat gigi, yaitu dari menyiapkan peralatan, menuangkan pasta gigi,
berkumur, menyikat gigi, membersihkan peralatan, dan mengembalikan
peralatan pada tepat semula (Potter & Perry, 2005).
mengoleskan pasta gigi, menyikat gigi bagian depan dengan cara naik turun
secara pelan-pelan; 2) sikat bagian gigi kanan kemudian kiri dengan cara yang
sama; 3) sikat bagian gigi dalam atas dan bawah; 4) membersihkan lidah; 5)
lakukan gosokan sebanyak 8-10 disetiap bagian gigi dengan waktu 2-3 menit;
6) berkumur-kumur; dan 7) menyimpan sikat gigi di tempat yang bersih.
Berdasarkan pendapat Pratiwi (2002), langkah-langkah menyikat gigi
terdapat tujuh langkah. Langkah tersebut dapat dikaji lebih lanjut sesuai dengan
karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut.
a. Mempersiapkan peralatan menyikat gigi, seperti: sikat gigi dan pasta gigi.
b. Mengambil pasta gigi secukupnya di atas sikat gigi.
c. Menyikat gigi bagian depan atas dan bawah, arah menyikat
naik turun. Menyikat bagian gigi samping kanan dan kiri, arah menyikat
naik turun.
d. Menyikat gigi bagian dalam atas dan bawah, arah menyikat
dengan cara diputar.
e. Berkumur dengan air sampai bersih dan busanya hilang .
f. Mengembalikan peralatan pada tempatnya.
Berdasarkan dari pendapat ahli mengenai langkah-langkah menyikat
gigi peneliti akan mengkaji langkah-langkah menyikat gigi untuk anak
tunagrahita. Kegiatan awal yang harus dilakukan adalah mengenalkan
peralatan menyikat gigi seperti pasta gigi, sikat gigi, dan gayung. Mengajarkan
cara menuangkan pasta gigi di atas sikat gigi. Untuk mengajarkan cara
menuangkan pasta gigi kepada anak tunagrahita diberi ukuran sebesar biji
jagung. Karena sering kali anak tunagrahita dalam menyikat gigi, ukuran pasta
gigi yang dituangkan ke sikat gigi terlalu banyak dan sering dibuat mainan atau
dimakan. Selanjutnya mengajarkan langkah-langkah menyikat gigi dengan
cara berulang-ulang. Ketika langkah-langkah menyikat gigi sudah selesai,
langkah terakhir adalah berkumur. Langkah ini yang perlu pengawasan lebih
untuk kriteria anak tunagrahita, karena sebagian besar anak tunagrahita
menelan air yang untuk berkumur. Maka dari itu, gunakan air matang untuk
mengantisipasi kejadian tersebut. Permukaan gigi dalam, luar dan pengunyah
harus disikat dengan teliti dan menyikat gigi dengan sekuat tenaga tidak
dianjurkan karena dapat merusak email dan gusi, dan akan menyebabkan
perkembangan lubang karena vibrasi (Busana & Priyono, 2004).
Berdasarkan berbagai pendapat ahli yang dipaparkan di atas mengenai
tata cara menyikat gigi yang baik dan benar, maka dapat disimpulkan bahwa
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menyikat gigi yang baik dan benar
adalah sebagai berikut: 1) memegang sikat gigi dengan benar kemudian
mengoleskan pasta gigi; 2) menyikat gigi bagian depan yang menghapap ke
bibir dan pipi, dimulai dari bagian atas dilanjutkan bagian bawah dari sebelah
kanan dahulu baru sebelah kiri; 3) menyikat bagian kunyah gigi bagian atas
terlebih dahulu dilanjutkan bagian bawah dimulai dari sebelah kanan
dilanjutkan sebelah kiri; 4) menyikat bagian dalam gigi yang menghadap ke
lidah dan langit-langit bagian atas terlebih dahulu dilanjutkan bagian bawah
dimulai dari sebelah kanan baru sebelah kiri; 5) menyikat gigi dalam bagian
depan dengan gerakan menarik dari atas ke bawah; 6) menyikat lidah untuk
membersihkan bakteri pada lidah. Setiap bagian dilakukan sebanyak 10-20
gosokan. Metode yang digunakan yaitu metode horizontal dengan cara
menggerakannya secara maju mundur, untuk gerakan menyikat gigi dalam
bagian depan dengan meletakan sikat secara vertikal dan menggerakan dari
arah gusi ke arah mahkota gigi. Pembelajaran menyikat gigi pada tahapan
menyikat gigi bagian depan, samping, kunyah, dalam, dan lidah ini
menggunakan media berupa boneka gigi. Dengan media tersebut siswa dapat
melihat, mengamati serta mempraktikkan bagaimana cara menyikat gigi yang
baik dan benar secara jelas (Ariningrum, 2006).
b. Sekolah
Pendidikan yang diperoleh di sekolah disebut sebagai pendidikan
formal. Sebagai bukti bahwa seseorang telah menyelesaikan suatu jenjang
pendidikan formal akan memperoleh ijazah atau surat tanda tamat belajar.
Penanaman pendidikan kesehatan akan berpengaruh terhadap pembentukan
sikap pelihara diri yang diharapkan akan terus tertanam sampai akhir hayat.
c. Masyarakat
Pendidikan ini biasanya dilakukan untuk menambah atau melengkapi
pendidikan di sekolah.
terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas untuk dipelajari siswa. Media
boneka gigi merupakan salah satu media yang digunakan untuk media
pembelajaran cara menyikat gigi yang benar pada anak-anak khususnya anak
yang mengalami retardasi mental (tunagrahita) (Sudjana, 2010).
Menurut Sanaky (2013), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan media model, diantaranya.
a. Bentuk dan besar model perlu diperhatikan agar dapat terlihat oleh
pembelajaran.
b. Jangan terlalu banyak memberikan penjelasan karena pembelajar lebih
berkonsentrasi pada model daripada penjelasan.
c. Model digunakan untuk maksud tertentu dalam pengajaran, bukan
bertujuan untuk mengisi waktu pengajar dan mengurangi peranan pengajar
di kelas.
d. Usahakan agar para pembelajar sebanyak mungkin dapat belajar dari model
atau benda tiruan dengan mendorong mereka bertanya, berdiskusi, atau
memberikan kritik.
e. Model hendaknya diintegrasikan dengan alat-alat lainnya supaya
pengajaran lebih berhasil.
f. Di dalam suatu pelajaran hanya menggunakan model-model tertentu dan
jangan menggunakan bermacam-macam model karena dapat menyebabkan
kebingunan bagi para pembelajar.
g. Apabila menggunakan beberapa model hendaknya model tersebut satu sama
lainnya berhubungan dan menghubungkan pelajaran satu dengan pelajaran
lainnya.
Menurut klasifikasinya terdapat media dengan jenis alat-alat audio
visual yang terbagi menjadi 3 jenis media, diantaranya: a) proyeksi: kepala
proyektor, slide, film, dan LCD; b) non proyeksi: papan tulis, poster, papan
tempel, kartun, papan planel, dsb; c) benda tiga dimensi berupa benda-benda
tiruan. Berdasarkan jenis-jenis dari media diatas terdapat media model atau
sering disebut juga media tiga dimensi. Dalam penelitian ini yang digunakan
adalah jenis model padat berupa model boneka gigi sebagai representasi atau
tiruan dari susunan gigi manusia. Media boneka gigi digunakan untuk
Gambar 2.4. Media Boneka Gigi dengan Salah Satu Bentuk Gigi.
Media boneka gigi ialah salah satu media Dental Health Education
(DHE) pada anak tunagrahita yang digunakan untuk membantu proses
pembelajaran bina diri menggosok gigi khususnya pada tahapan menggosok
gigi untuk siswa tunagrahita. Sebagaimana pendapat Meimulyani dan Caryoto
(2013) bahwasanya anak tunagrahita sedang mempunyai daya tangkap sangat
Universitas Muhammadiyah Palembang
28
lambat sehingga diperlukan alat peraga untuk menarik minat anak dan supaya
anak tidak cepat bosan karena mereka cepat sekali bosan dalam menerima
pelajaran. Dalam hal ini media yang diperlukan bagi anak tunagrahita harusnya
dengan benda atau situasi yang sesungguhnya, karena sebagaimana
karakteristik anak tunagrahita sedang ialah tidak mampu berpikir secara
abstrak.
DHE dengan
Media Tiga
Dimensi
Kesulitan
Membersihkan Gigi
Oral hygiene
Kesehatan Gigi
dan Mulut
: Diteliti
: Tidak Diteliti
2.3 Hipotesis
Media tiga dimensi dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik dan
sensomotorik pada anak tunagrahita di YPAC Palembang.