Nebulisasi dengan β
Nebulisasi dengan β
dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak pemberian dapat diperlebar
menjadi 4-6 jam. Pada pasien, keluhan mulai menunjukan perbaikan, sehingga nebulasi
dilakukan tiap 4 jam.4
Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan pemberian
aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali β2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari. Selain
itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari untuk
evalasi ulang tatalaksana.6
Pada kasus ini, pasien di bekali 2 alat inhealer, LABA dan SABA,
Β2-agonis selektif (SABA)
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral
adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam, dosis terbutalin oral adalah 0,05-0,1
mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Pemberian secara peroral akan memberikan efek
bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 5 jam.4
Ada 2 preparat inhalasi yaitu salmeterol dan formoterol, dan 1 obat oral yaitu procaterol.
Tersedia kombinasi steroid hirupan dengan LABA, yaitu kombinasi fluticasone propionate
dan salmeterol menjadi seretide, kombinasi budesonide dan formoterol menjadi Symbicort.
Seretide dalam MDI (Metered Dosed Inhaler) sedangkan Symbicort dalam DPI(Dry Powder
Inhaler). Pada pasien diberikan inhalasi salmaterol.4
DIAGNOSIS BANDING
Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma. Selain asma,
penyebab umum lain dari gejala batuk berulang pada asma meliputi rhinosinusitis dan gastro-
esophageal reflux (GER). GER merupakan silent-disease pada anak, sedangkan pada anak
dengan sinusitis kronik tidak memiliki gejala yang khas seperti dewasa dengan adanya nyeri
tekan local pada daerah sinus yang terkena. Selain itu, kedua penyakit ini merupakan penyakit
komorbid yang sering pada asma, sehingga membuat terapi spesifik pada asma tidak diberikan
dengan tepat.5,6
Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan mengi dapat terjadi pada keadaan
aspirasi, tracheobronchomalacia, abnormalitas jalan napas congenital, fibrosis kistik dan
displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan, mengi biasanya ditemukan pada keadaan
infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung dan gastrointestinal. Pada bayi dan batita,
bronkiolitis yang disebabkan oleh respiratory syncitial virus merupakan penyebab mengi yang
umum.pada anak yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara. Selain
itu, batuk berulang jug dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerah dengan
penyebaran tinggi Tuberculosis.5
Berikut ini diagnosis banding dari asma yang sering pada anak
- Rinosinusitis
- Refluks gastroesofageal
- bronkiolitis
- Displasia bronkopulmoner
- Tuberkulosis
- Intratorakal
Penatalaksanaan
8
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi terhadap pasien dan keluarga
Yang paling penting pada penatalaksanaan asma yaitu komunikasi, informasi dan edukasi
pada keluarga dalam mencegah, menilai, dan mengobati asma merupakan kunci keberhasilan
mengontrol asama:
- Pengertian tentang pentingnya penggunaank obat yang tepat dan benar dari spacer dan
inhaler untuk kontrol jangka panjang dan ketaatan pemakaian.
Berikut beberapa hal yang mendasar tentang edukasi asma yang dapat diberikan pada pasien
dan keluarganya:7,8,9
- Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangi paparan terhadap
faktor pencetus
- Pemantauan mandiri gejala dan PEF dapat membantu penderita dan keluarganya mengenali
kekambuhan dan segera mengambil tindakan guna mencegah asma menjadi lebih berat.
Pemantauan mandiri juga memungkinkan penderita dan dokter menyesuaikan rencana
pengelolaan asma guna mencapai pengendalian asma jangka panjang dengan efek samping
minimal.
Dokter harus menjelaskan tentang perilaku pokok guna membantu penderita menerapkan
anjuran penatalaksanaan asma dengan cara:
- mengenali tanda awal memburuknya asma dan segera melakukan rencana yang sudah
diprogramkan;
- segera mencari pertolongan yang tepat dan berkomunikasi secara efektifdengan dokter yang
memeriksa;
- menjalankan strategi pengendalian lingkungan guna mengurangi paparan alergen dan iritan;
Edukasi yang baik memupuk kerja sama antara dokter dan penderita (dan keluarganya)
sehingga penderita dapat memperoleh keterampilan pengelolaan mandiri (self management)
untuk berperan-serta aktif. Penelitian yang dilakukan Guevara menunjukkan bahwa edukasi
dapat meningkatkan fungsi paru dan perasaan mampu mengelola diri secara mandiri,
mengurangi hari absensi sekolah, mengurangi kunjungan ke UGD dan berkurangnya
gangguan tidur pada malam hari sehingga sangat penting program edukasi sebagai salah satu
penatalaksanaan asma pada anak.9
Klasifikasi
- Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah
Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetus memegang peran yang cukup. Serangan
asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya
rangsangan terhadap saluran respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema
mukosa, dan hipersekresi. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi
rangsangan terhadap saluran respiratorik.8,9
4. Tatalaksana asma jangka panjang
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tatalaksana Serangan
1. Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin. Bila
tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping
sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI
dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.5
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat
ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20
menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini
sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian
derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Berikut ini
pentalaksanaan serangan asma sesuai derajat serangan:5
Pada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada. Pada keadaan ini pasien harus
dirawat inap dan jika pasien menunjukkan gejala dan ancaman henti napas pasien harus langsung
dirawat diruang intensif. Pasien diberikan oksigen 2-4 L/menit sejak awal termasuk saat
dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks. Jika ada dehidrasi dan
asidosis, diatasi dengan pemberian cairan intravena dan koreksi terhadap asidosis dan pada
pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat untuk
mendeteksi kemungkinan pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pada ancaman henti napas
hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2<60 mmHg dan atau
PaCO2>45 mmHg). Pada ancaman henti napas diperlukan ventilasi mekanik.7-9
Nebulisasi dengan β- agonis+antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika
dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak pemberian dapat diperlebar
menjadi 4-6 jam.
Pasien juga diberikan kortikosteroid intravena 0,5-1 mg/kg/BB/hari per bolus setiap 6-8
jam dan aminofilin intravena dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:8
Jika pasien belum mendapat minofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis awal
sebesr 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau gram fisiologis sebanyak 20 ml
diberikan dalam 20-30 menit.9
Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 8 jam), dosis yng diberikan
adalah setengah dari dosis inisial.9
Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20μ/ml.
Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.9
Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan pemberian
aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali β2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari.
Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari
untuk evalasi ulang tatalaksana.9
Preparat terapi 5
I. Bronkodilator
Epinefrin/adrenalin
Digunakan jika tidak terdapat obat b2-agonis selektif. Epinefrin terutama diberikan jika ada
reaksi anafilaksis atau angioudem. Obat ini dapat diberikan secara subkutan atau dengan
inhalasi aerosol. Pemberian subkutan adalah sebagai berikut: larutan epinefrin 1:1000
(1mg/ml) dengan dosis 0,01 ml/kgbb (maksimum 0,3 ml), dapat diberikan 3 kali dengan
selang waktu 20 menit.
Β2-agonis selektif
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral
adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam, dosis terbutalin oral adalah 0,05-0,1
mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Pemberian secara peroral akan memberikan efek
bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 5 jam.
Pemberian intravena dapat dipertimbangkan jika pasien tidak berespon dengan nebulisasi b2
agonis, kortikosteroid IV, dan teofilin serta ipratropium bromide. Salbutamol iv dapat
diberikan dengan dosis mulai dari 0,2mcg/kgBB/menit dan dinaikkan 0,1mcg/kgBB setiap 15
menit dengan dosis maksimal 4mcg/kgBB/menit. Terbutalin IV dapat diberikan dengan dosis
10mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1-4 µg/kgBB/jam dengan
infuse kontiniu.
Methyl xanthine (teofilin kerja cepat): dosis dan sedian dapat dilihat pada penjelasan
tatalaksana serangan asma berat diatas.
II. Antikolinergik 5
Ipratropium bromide
Dosis yang dianjurkan adalah 0,1 ml/kgBB, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat juga diberikan
dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk anak usia>6 tahun: 8-20 tetes; usia
< 6 tahun: 4-10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan minimal atau rasa tidak enak di
mulut (dosis oral 0,6-8mg/kgBB pada orang dewasa) secara umum tidak ada efek samping
yang berarti.
III. Kortikosteroid
Preparat oral yang dipakai adalah prednisone, prednisolon atau triamsinolon dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Kortikosteroid IV diberikan pada
kasus asma yang dirawat di rumah sakit. Metilprednisolon merupakan pilihan yang utama
karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek antiinflamasi
yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid minimal. Dosis yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam. Deksametason diberikan secara bolus intravena, dengan
dosis ½-1 mg/kgBB, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari , diberikan setiap 6-8 jam.