Anda di halaman 1dari 11

Nebulisasi dengan β- agonis+antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika

dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak pemberian dapat diperlebar
menjadi 4-6 jam. Pada pasien, keluhan mulai menunjukan perbaikan, sehingga nebulasi
dilakukan tiap 4 jam.4

Berdasarkan teori, penderita juga dapat diberikan kortikosteroid intravena 0,5-1


mg/kg/BB/hari per bolus setiap 6-8 jam dan aminofilin intravena dengan beberapa ketentuan
sebagai berikut: Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis
awal sebesr 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau gram fisiologis sebanyak 20 ml
diberikan dalam 20-30 menit.Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 8
jam), dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis inisial. Sebaiknya kadar aminofilin dalam
darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20μ/ml. Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan
diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.4 Pada pasien diberikan pemberian cairan dextrose 5 %
kemudian ditambahkan aminofilin 9 cc lalu di loading selama 40 cc/ jam. Untuk pemberian
kortikosteroid, diberikan metilprednisolon 2 x 15 mg secara intravena.4

Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan pemberian
aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali β2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari. Selain
itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari untuk
evalasi ulang tatalaksana.6

Pada kasus ini, pasien di bekali 2 alat inhealer, LABA dan SABA,
Β2-agonis selektif (SABA)

Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral
adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam, dosis terbutalin oral adalah 0,05-0,1
mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Pemberian secara peroral akan memberikan efek
bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 5 jam.4

Pemberian secara noninvasive(inhalasi) lebih disukai daripada pemebrian subkutan/intravena


karena dapat mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan pasien. Untuk serangan ringan dapat
diberikan metered dosed inhaler (MDI) 2-4 semprotan tiap 3-4 jam, serangan sedang
diberikan 6-10 semprotan tiap 1-2 jam sedangkan serangan berat diberikan 10 semprotan.
Pemberian MDI lebih dari 6 semprotan harus dibawah pengawasan dokter. 4

Salbutamol dapat diberikan dengan nebulizer dengan dosis 0,1-0,15 mg/kgBB(dosis


maksimum 5 mg/kali), dengan interval 20 menit atau nebulisasi secara kontiniu dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Nebulisasi terbutalin dapat diberikan
dengan dosis 2,5 mg atau 1 respules/nebulisasi. 4
LABA (long acting β2-agonis)

Ada 2 preparat inhalasi yaitu salmeterol dan formoterol, dan 1 obat oral yaitu procaterol.
Tersedia kombinasi steroid hirupan dengan LABA, yaitu kombinasi fluticasone propionate
dan salmeterol menjadi seretide, kombinasi budesonide dan formoterol menjadi Symbicort.
Seretide dalam MDI (Metered Dosed Inhaler) sedangkan Symbicort dalam DPI(Dry Powder
Inhaler). Pada pasien diberikan inhalasi salmaterol.4

DIAGNOSIS BANDING

Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma. Selain asma,
penyebab umum lain dari gejala batuk berulang pada asma meliputi rhinosinusitis dan gastro-
esophageal reflux (GER). GER merupakan silent-disease pada anak, sedangkan pada anak
dengan sinusitis kronik tidak memiliki gejala yang khas seperti dewasa dengan adanya nyeri
tekan local pada daerah sinus yang terkena. Selain itu, kedua penyakit ini merupakan penyakit
komorbid yang sering pada asma, sehingga membuat terapi spesifik pada asma tidak diberikan
dengan tepat.5,6

Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan mengi dapat terjadi pada keadaan
aspirasi, tracheobronchomalacia, abnormalitas jalan napas congenital, fibrosis kistik dan
displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan, mengi biasanya ditemukan pada keadaan
infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung dan gastrointestinal. Pada bayi dan batita,
bronkiolitis yang disebabkan oleh respiratory syncitial virus merupakan penyebab mengi yang
umum.pada anak yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara. Selain
itu, batuk berulang jug dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerah dengan
penyebaran tinggi Tuberculosis.5

Berikut ini diagnosis banding dari asma yang sering pada anak

- Rinosinusitis

- Refluks gastroesofageal

- Infeksi respiratorik bawah viral berulang

- bronkiolitis

- Displasia bronkopulmoner

- Tuberkulosis

- Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik

- Intratorakal

- Aspirasi benda asing

- Penyakit jantung bawaan

Penatalaksanaan

8
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi terhadap pasien dan keluarga

Yang paling penting pada penatalaksanaan asma yaitu komunikasi, informasi dan edukasi
pada keluarga dalam mencegah, menilai, dan mengobati asma merupakan kunci keberhasilan
mengontrol asama:

- Komunikasi antara pasien dan dokter untuk mengetahui keluhan pasien.

- Pengertian terntang kenyataan yang mendasar, penyebab, dan pencetus asma.


- Mengidentifikasi dan mengontrol faktor-faktor yang memperburuk gejala asma dan
pencetus serangan.

- Pengertian tentang pentingnya penggunaank obat yang tepat dan benar dari spacer dan
inhaler untuk kontrol jangka panjang dan ketaatan pemakaian.

Berikut beberapa hal yang mendasar tentang edukasi asma yang dapat diberikan pada pasien
dan keluarganya:7,8,9

- Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang sering kambuh

- Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangi paparan terhadap
faktor pencetus

- Ada dua macam obat yaitu reliever dan controller

- Pemantauan mandiri gejala dan PEF dapat membantu penderita dan keluarganya mengenali
kekambuhan dan segera mengambil tindakan guna mencegah asma menjadi lebih berat.
Pemantauan mandiri juga memungkinkan penderita dan dokter menyesuaikan rencana
pengelolaan asma guna mencapai pengendalian asma jangka panjang dengan efek samping
minimal.

Dokter harus menjelaskan tentang perilaku pokok guna membantu penderita menerapkan
anjuran penatalaksanaan asma dengan cara:

- penggunaan obat-obatan dengan benar

- pemantauan gejala, aktivitas dan PEF

- mengenali tanda awal memburuknya asma dan segera melakukan rencana yang sudah
diprogramkan;

- segera mencari pertolongan yang tepat dan berkomunikasi secara efektifdengan dokter yang
memeriksa;

- menjalankan strategi pengendalian lingkungan guna mengurangi paparan alergen dan iritan;

Edukasi yang baik memupuk kerja sama antara dokter dan penderita (dan keluarganya)
sehingga penderita dapat memperoleh keterampilan pengelolaan mandiri (self management)
untuk berperan-serta aktif. Penelitian yang dilakukan Guevara menunjukkan bahwa edukasi
dapat meningkatkan fungsi paru dan perasaan mampu mengelola diri secara mandiri,
mengurangi hari absensi sekolah, mengurangi kunjungan ke UGD dan berkurangnya
gangguan tidur pada malam hari sehingga sangat penting program edukasi sebagai salah satu
penatalaksanaan asma pada anak.9

2. Mengevaluasi klasifikasi/keparahan asma

Kriteria asma terkontrol

- Tidak ada gejala asma atau minimal

- Tidak ada gejala asma malam

- Tidak ada keterbatasan aktivitas

- Nilai APE/VEP1 normal

- Penggunaan obat pelega napas minimal

- Tidak ada kunjungan ke UGD

Klasifikasi

- Asma terkontrol total: bila semua kriteria asma terkontrol dipenuhi

- Asma terkontrol sebagian: bila terdapat 3 kriteria asma terkontrol

- Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah

3. Menghindari pajanan terhadap faktor risiko

Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetus memegang peran yang cukup. Serangan
asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya
rangsangan terhadap saluran respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema
mukosa, dan hipersekresi. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi
rangsangan terhadap saluran respiratorik.8,9
4. Tatalaksana asma jangka panjang

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.

2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Pengobatan eksaserbasi akut

Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara


progresif. Serangan akut biasanya muncul akibat pajanan terhadap faktor pencetus, sedangkan
serangan berupa perburukan bertahap mencerminkan kegagalan pengobatan jangka panjang.
Menurut buku Pedoman Nasional Asma Anak UKK Pulmonologi IDAI 2002, penyakit asma
dibagai dalam 3 kelompok berdasarkan frekuensi serangan dan kebutuhan obat, yaitu asma
ringan, sedang, dan berat. Selain klasifikasi derajat penyakit asma di atas, asma juga dapat dinilai
berdasarkan derajat serangannya, yaitu serangan ringan, sedang, dan berat. Jadi perlu dibedakan
antara derajat penyakit asma (aspek kronik) dengan derajat serangan asma (aspek akut). Seorang
penderita asma berat (persisten) dapat mengalami serangan ringan saja. Sebaliknya seorang
penderita asma ringan (episodik/jarang) dapat mengalami serngan asma berat, atau bahkan
serangan ancaman henti nafas yang dapat mengakibatkan kematian. Terapi yang diberikan
bergantung pada beratnya derajat serangan asma.5
Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan penyempitan jalan
nafas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya, dan merenacanakan tatalaksana mencegah kekambuhan.

Tatalaksana Serangan

1. Tatalaksana di rumah

Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin. Bila
tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping
sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI
dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.5

Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.

2. Tatalaksana di ruang emergency

Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat
ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20
menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini
sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian
derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Berikut ini
pentalaksanaan serangan asma sesuai derajat serangan:5

Serangan Asma berat (status asmatikus)

Pada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada. Pada keadaan ini pasien harus
dirawat inap dan jika pasien menunjukkan gejala dan ancaman henti napas pasien harus langsung
dirawat diruang intensif. Pasien diberikan oksigen 2-4 L/menit sejak awal termasuk saat
dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks. Jika ada dehidrasi dan
asidosis, diatasi dengan pemberian cairan intravena dan koreksi terhadap asidosis dan pada
pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat untuk
mendeteksi kemungkinan pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pada ancaman henti napas
hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2<60 mmHg dan atau
PaCO2>45 mmHg). Pada ancaman henti napas diperlukan ventilasi mekanik.7-9

Nebulisasi dengan β- agonis+antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika
dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak pemberian dapat diperlebar
menjadi 4-6 jam.

Pasien juga diberikan kortikosteroid intravena 0,5-1 mg/kg/BB/hari per bolus setiap 6-8
jam dan aminofilin intravena dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:8

Jika pasien belum mendapat minofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis awal
sebesr 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau gram fisiologis sebanyak 20 ml
diberikan dalam 20-30 menit.9

Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 8 jam), dosis yng diberikan
adalah setengah dari dosis inisial.9

Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20μ/ml.
Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.9

Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan pemberian
aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali β2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari.
Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari
untuk evalasi ulang tatalaksana.9

Preparat terapi 5

I. Bronkodilator

a. Beta adrenergic kerja pendek (short acting)

Golongan obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan b2 agonis selektif.

Epinefrin/adrenalin
Digunakan jika tidak terdapat obat b2-agonis selektif. Epinefrin terutama diberikan jika ada
reaksi anafilaksis atau angioudem. Obat ini dapat diberikan secara subkutan atau dengan
inhalasi aerosol. Pemberian subkutan adalah sebagai berikut: larutan epinefrin 1:1000
(1mg/ml) dengan dosis 0,01 ml/kgbb (maksimum 0,3 ml), dapat diberikan 3 kali dengan
selang waktu 20 menit.

Β2-agonis selektif

Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral
adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam, dosis terbutalin oral adalah 0,05-0,1
mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Pemberian secara peroral akan memberikan efek
bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 5 jam.

Pemberian secara noninvasive(inhalasi) lebih disukai daripada pemebrian subkutan/intravena


karena dapat mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan pasien. Untuk serangan ringan dapat
diberikan metered dosed inhaler (MDI) 2-4 semprotan tiap 3-4 jam, serangan sedang
diberikan 6-10 semprotan tiap 1-2 jam sedangkan serangan berat diberikan 10 semprotan.
Pemberian MDI lebih dari 6 semprotan harus dibawah pengawasan dokter.

Salbutamol dapat diberikan dengan nebulizer dengan dosis 0,1-0,15 mg/kgBB(dosis


maksimum 5 mg/kali), dengan interval 20 menit atau nebulisasi secara kontiniu dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Nebulisasi terbutalin dapat diberikan
dengan dosis 2,5 mg atau 1 respules/nebulisasi.

Pemberian intravena dapat dipertimbangkan jika pasien tidak berespon dengan nebulisasi b2
agonis, kortikosteroid IV, dan teofilin serta ipratropium bromide. Salbutamol iv dapat
diberikan dengan dosis mulai dari 0,2mcg/kgBB/menit dan dinaikkan 0,1mcg/kgBB setiap 15
menit dengan dosis maksimal 4mcg/kgBB/menit. Terbutalin IV dapat diberikan dengan dosis
10mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1-4 µg/kgBB/jam dengan
infuse kontiniu.

Methyl xanthine (teofilin kerja cepat): dosis dan sedian dapat dilihat pada penjelasan
tatalaksana serangan asma berat diatas.

II. Antikolinergik 5
Ipratropium bromide

Dosis yang dianjurkan adalah 0,1 ml/kgBB, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat juga diberikan
dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk anak usia>6 tahun: 8-20 tetes; usia
< 6 tahun: 4-10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan minimal atau rasa tidak enak di
mulut (dosis oral 0,6-8mg/kgBB pada orang dewasa) secara umum tidak ada efek samping
yang berarti.

III. Kortikosteroid

Preparat oral yang dipakai adalah prednisone, prednisolon atau triamsinolon dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Kortikosteroid IV diberikan pada
kasus asma yang dirawat di rumah sakit. Metilprednisolon merupakan pilihan yang utama
karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek antiinflamasi
yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid minimal. Dosis yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam. Deksametason diberikan secara bolus intravena, dengan
dosis ½-1 mg/kgBB, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari , diberikan setiap 6-8 jam.

Anda mungkin juga menyukai