Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

Ileus obstruktif ec Adenokarsinoma

Pembimbing:
dr. Dono Endrarto, Sp. B

Disusun Oleh:

Meriani Boru Silaban

112018082

Kepaniteraan Klinik Ilmu Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas


Kristen Krida Wacana Rumah Sakit Imanuel Way Halim
Periode 09 Desember – 15 Februari 2020

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Selasa, 21 Januari 2020
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT : RS IMANUEL WAY HALIM – BANDAR LAMPUNG

Nama : Meriani Boru Silaban Tanda Tangan


NIM : 112018082
.................................
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Dono Endrarto, Sp.B
.................................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 78 tahun Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : IRT Agama : Islam
Alamat : Lampung Selatan

I. ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis dan alloanamnesis Tanggal: 30 Desember 2019 Jam: 23.40
dan 3 Januari 2020 jam 13.00

1. Keluhan Utama: Nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1 minggu SMRS

2. Keluhan Tambahan: tidak BAB 4 bulan, 3 hari yang lalu BAB namun seperti kotoran
kambing, bulat bulat kecil, mual (+), muntah 3 kali, perut terasa kembung.

3. Riwayat Penyakit:
Pasien rujukan dari RS B, mengeluh tidak bisa BAB sejak 4 bulan SMRS, 3 SMRS,
BAB seperti kotoran kambing,(bulat bulat kecil), masih bisa kentut sejak 1 minggu
SMRS, pasien mengeluh nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 minggu SMRS, perut
terasa kembung. Selama 1 minggu SMRS pasien mengalami mual, sekitar 5 jam
SMRS pasien muntah sebanyak 3 kali. Pasien juga mengeluh sedikit pusing.
4. Riwayat Keluarga: -
5. Riwayat Masa Lampau:
a. Penyakit Terdahulu :-
b. Trauma Terdahulu :-
c. Operasi :-
d. Sistem saraf :-
e. Sistem kardiovaskuler :-
f. Sistem gastrointestinalis : -
g. Sistem urinarius :-
h. Sistem genitalis :-
i. Sistem muskuloskeletal : -
II. STATUS PRAESENS
1. STATUS UMUM

Keadaan Umum

Tampak Sakit Sedang

Keadaan Gizi

Indeks Massa Tubuh: 20,77 kg/m2

Kesadaran

Compos mentis (GCS 15 : E4 M6 V5)

TTV

Frekuensi Pernapasan: Reguler, 20 x/menit

Suhu: 37,0°C

Tekanan Darah: 140/80 mmHg

Frekuensi Nadi: 98 x/menit


Kulit
Warna sawo matang, hiperpigmentasi (-), normotermi, lembab, tekstur halus, sianosis (-),
ikterik (-).
Kelenjar Limfe
Tidak membesar.
Kepala
Bentuk: Tidak ada deformitas
Mata: Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), refleks cahaya (+)/(+)
Hidung: Perdarahan (-), tanda peradangan (-)
Mulut/Gigi: Gigi 2 dan 3 atas bagian kiri tanggal, gigi 2 dan 3 bawah kiri tanggal,
perdarahan (+)
Leher: Dalam batas normal
Thorax
Paru-paru
Inspeksi: bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), benjolan (-), retraksi sela iga (-), simetris saat statis dan dinamis
Perkusi: sonor kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula kiri, kuat angkat
Perkusi: Batas atas di ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan di ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri di ICS V, 2 jari ke arah medial dari linea midclavicula sinistra
Auskultasi: BJ I & II murni, reguler, murmur (-), gallop (-), suara katup normal
Abdomen
Inspeksi: Warna kulit sawo matang, tampak membuncit sedikit.
Auskultasi: Bising usus (+)
Perkusi: Timpani
Palpasi: Nyeri tekan (+) epigastrium dan region abdomen kiri bawah (+),
Hati: Tidak teraba
Limpa: Tidak teraba
Ginjal: Nyeri ketok CVA (-)/(-), pembesaran (-)/(-)
Kandung Empedu: Tidak teraba
Kandung Kencing: Tidak teraba

Alat Kelamin
Tidak dilakukan
Rektum/Anus
Tonus Sfingter ani kuat, mukosa teraba licin, tidak teraba benjolan masa, ampula rectum
lapang, tidak ada darah, tidak ada feses.
Ekstremitas (lengan dan tungkai)
Tonus otot: Normotonus
Massa otot: Normal
Pergerakan sendi: Normal
Edema: Tidak ada
Sensibilitas: + +
+ +
Sianosis: Tidak ada
Kekuatan: 5 5
5 5
Refleks: + +
+ +

2. STATUS LOKALIS

Abdomen
Inspeksi: tampak datar,
Auskultasi: Bising usus (+).
Perkusi: Timpani
Palpasi: Nyeri tekan hipokondrika kiri (+), Nyeri tekan region epigastrik (+), teraba masa saat
inspirasi dalam di region abdomen kiri bawah, berbentuk seperti bulat diameter sekitar 5 cm.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Hasil tanggal 30/12/2019 jam 23.44)

Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi Rutin
Hb 13,8 P: 12,0-16,0 g/dL
Ht 41 P: 35-47 %
Eritrosit 4,66 P: 3,6-5,8 juta/uL

Leukosit 89000 4500-11000 /mm3


Trombosit 317 150-450 ribu/mm3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-6 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 79 40-70 %
Limfosit 17 22-44 %
Monosit 4 2-10 %
Indeks Eritrosit
MCV 88,6 80-100 fL
MCH 29,6 26-34 Pg
MCHC 33,4 32-36 %
MPV 8,6 7,2-11,1 fL

Hemostasis
Masa Perdarahan / BT 01 30” Duke: 1-3 Menit
Masa Pembekuan / CT 14 9-15 Menit
Karbohidrat
Gula Darah Sewaktu 98 FL mg/dL
Fungsi Ginjal

Ureum 01 30” Duke: 1-3 Menit


Blood Urea Nitrogen 14 9-15 Menit
Kreatinin 0,73 0,51-0,95 mg/dL

Fungsi Hati

AST (SGOT) 26 <31 U/L 37 C


ALT (SGPT) 18 <33 U/L 37 C

Sodium +Potasium
Natrium 143 136-146 mEq/L
Kalium 3,8 3,5-5,0 mEq/L
2. Foto Polos (Hasil tanggal 1/01/2020)

Kesimpulan :

Gambaran Ileus obstruktif letak rendah


Gambaran KP duplex aktif
Cor tampak dalam batas normal
3. Hasil Histopatologi

Kesimpulan
Ileus : Adenokarsinoma diferensiasi sedang t3mxn2
Appendik : Appendicitis kronis exaserbasi akut
IV. RESUME
Pasien datang ke IGD RS Imanuel Way Halim mengeluh nyeri seluruh perut sejak 2
minggu SMRS. Pasien mengeluh nyeri tidak BAB sudah 4 bulan. 3 hari SMRS, BAB seperti
kotoran kambing,(bulat bulat kecil), masih bisa kentut sejak 1 minggu SMRS, pasien
mengeluh nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 minggu SMRS, perut terasa kembung. Selama
1 minggu SMRS pasien mengalami mual, sekitar 5 jam SMRS pasien muntah sebanyak 3
kali. Pasien juga mengeluh sedikit pusing.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, bising usus masih terdengar namun kecil, teraba masa
di region abdomen kiri bawah berbentuk seperti bulat diameter sekitar 5 cm . Terdapat nyeri
tekan di region epigastrik dan region abdomen kiri bawah.

Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan hemoglobin 13,8 g/dL, hematokrit 41%, eritrosit

4,66 juta/uL, trombosit 317.000/mm3 dan leukosit 8.900/mm3. Dari pemeriksaan radiologi

didapati gambaran Ileus obstruktif letak rendah, gambaran KP duplex aktif, pada
pemeriksaan Patologi anatomi, didapati ileus sesuai gambaran Adenokarsinoma diferensiasi
sedang T3MxN2 serta appendik sesuai gambaran Appendicitis kronis exaserbasi akut.
V. DIAGNOSIS KERJA
Ileus obstruktif ec adenokarsinoma sigmoid
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
Foto polos abdomen
Foto thoraks
Laboratorium :
darah perifer lengkap,
fungsi hati,
fungsi ginjal,
hemostasis lengkap,
gula darah,
elektrolit.
VII. PENGOBATAN
1. Terapi Non-
Operatif Tidak ada
2. Tindakan Operatif
laparotomi + reseksi kolon + kolostomi + apendiktomy
VIII. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam
IX. LAPORAN OPERASI
1. Time Out
2. Pasien posisi supine dalam general anastesi

3. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit


dengan line steril.

4. Dibuat insisi midline, perdalam menembus kutis – subkutis – fascia , buka


peritoneum.

5. Terdapat dilatasi colon dengan masa tumor di sigmoid , lalu mengedukasi keluarga
(menantu) tentang temuan oprasi dan rencana tindakan dilakukannya reseksi kolon
terdapat masa 1 buah kemudian akan di periksakan PA

6. Dilanjutkan dengan anastomosis e to e dengan hecting

7. Dilakukan appendiktomi kemudian akan diperiksakan di PA

8. Dilakukan evaluasi organ hepar, ginjal, lien dan rektum, usus halus tidak ditemukan
tanda tanda metastasis.

9. Cuci dengan NaCl

10. Masing masing dalam pelvical

11. Jahit lapis demi lapis


12. Selesai

Temuan oprasi : masa sigmoid

Perdarahan : tidak ada

Instruksi Post Operasi:


1. RL 1500 cc /24 jam
Ceftriaxone 1 gram/12jam
Metronidazole 500 mg/ 8 jam
Omeprazole 40 ml/24 jam
Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
Tramadol 50ml/8jam
2. Periksa PA
3. Jika pasien sadar penuh, peristaltik (+), mual/muntah (+), pasien dipuasakan 5 hari
Belajar Miring kanan dan miring kiri, dan setengah duduk

X. FOLLOW UP
01/01/2020 S: Perut terasa nyeri, skala 5, demam (-), mual (-)
ASTER O: Kesadaran : CM, keadaan tampak sakit sedang, terpasang selang SL, terisi
cairan sekitar 10 cc berwarna hijau muda, terpasang drain abdomen terdapat
cairan sekitar 30 cc berwarna kemerahan.pasien masih dipuasakan.
TD: 110/80 mmHg, Suhu: 36,9°C, frekuensi pernapasan: 19 x/menit, frekuensi
nadi: 85 x/menit, luka operasi tertutup verban, ada rembesan cairan berwarna
merah kecoklatan sedikit. terpasang drain (+), terpasang kateter urine (+), urin
(200 cc), perut supel, nyeri tekan (+) di sekitar luka operasi, bising usus (+),
pasien belajar miring kiri miring kanan.

A: Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi


TB paru

P: Obat: inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram, drip metronidazole 500 mg/ 8jam,


inj.asam traneksamat 3 x 500 mg, inj.tramadol 50 mg/8 jam, Omeprazole
40 ml/24 jam , Pasien rencana dipindahkan ke ruang isolasi

2/01/2020 S: perut masih terasa nyeri, skala 4, demam (-), mual (-)
Ruang O: Kesadaran : CM, keadaan tampak sakit sedang, pasien puasa hari ke 2.
Cairan SL terbuka tidak bertambah , terpasang kateter urine (+) urine
isolasi
350CC, BAB (-) TD: 120/90, suhu: 36,6°C, frekuensi pernapasan: 21
x/menit, frekuensi nadi: 87 x/menit, luka operasi tertutup verban, ada
rembesan cairan tidak bertambah, terpasang drain (+), terpasang kateter
(+), urin 300 cc (+), perut supel (+), nyeri tekan (+) berkurang di sekitar
luka operasi, bising usus (+)

A: Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi


P:Rawat bersama internist : tidak ada tanda tanda TB aktif
Anjurkan teknik relaksasi tarik nafas dalam
Rencana aff drain dan GV besok,
Terapi lanjut :
inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram,
drip metronidazole 500 mg/ 8jam,
inj.asam traneksamat 3 x 500 mg,
inj.tramadol 50 mg/8 jam,
Omeprazole 40 ml/24 jam

3/01/2020 S: Nyeri perut (+),nyeri skala 3, demam (-), mual (-)


Ruang O: Kesadaran CM, keadaan : tampak lemah, Puasa Hari ke 3,
Isolasi TD: 120/80, suhu: 36,2 °C, frekuensi pernapasan: 20 x/menit, frekuensi
nadi: 83 x/menit, luka operasi tertutup verban, sudah GV didapatkan
R. Isolasi tidak ada pus, luka bekas jahitan kering, sudah aff drain cairan sekitar
300 cc, perut supel (+), nyeri tekan (+) berkurang di sekitar luka
operasi,
timpani (+), bising usus (+)
A:Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi
P :inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram,
drip metronidazole 500 mg/ 8jam,
inj.asam traneksamat 3 x 500 mg (STOP)
inj.tramadol 50 mg/8 jam,
Omeprazole 40 ml/24 jam

04/01/2020 S: Nyeri perut (+) skala nyeri 2, berkurang, demam (-), mual (-)
O: TD: 110/70, suhu: 36,7 °C, frekuensi pernapasan: 18 x/menit,
frekuensi
nadi: 80 x/menit, luka operasi tertutup verban, tidak ada rembesan
cairan dan darah, perut supel (+), nyeri tekan (+) berkurang di
sekitar luka operasi, timpani (+), bising usus (+), terpasang kateter
urine (+). Terpasang NGT (+), hasil BTA sputum (-).
A:Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi
P : GV
Diit air putih via NGT 100 cc / 8 jam klem 2 jam
kemudian dialirin lagi 6 jam
inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram,
inj.tramadol 50 mg/8 jam,
Omeprazole 40 ml/24 jam
S: Nyeri perut (+) skala nyeri 2, nyeri berkurang, demam (-), mual (-)
05/01/2020 O: TD: 100/70, suhu: 36,7 °C, frekuensi pernapasan: 18 x/menit,
frekuensi
nadi: 76 x/menit, luka operasi tertutup verban, tidak ada rembesan
cairan dan darah, perut supel (+), nyeri tekan (+) berkurang di sekitar
luka operasi, timpani (+), bising usus (+), terpasang kateter urine (+).
Terpasang NGT (+), hasil BTA sputum (-).
A: Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi
P : diit :air putih 100 cc/ 8 jam (STOP)
Air tajin + air putih bebas
Bubur sum sum + telur
GV dengan betadine
inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram,

inj.tramadol 50 mg/8 jam,


Omeprazole 40 ml/24 jam
Rencana boleh pulang besok

06/10/2019 S: Nyeri perut (-)demam (-), mual (-)


O:TD: 110/70, suhu: 36,7 °C, frekuensi pernapasan: 18 x/menit, frekuensi
nadi: 76 x/menit, luka operasi tertutup verban, tidak ada rembesan
cairan dan darah, perut supel (+), nyeri tekan (+) berkurang di sekitar
luka operasi, timpani (+), bising usus (+), terpasang kateter urine (+).
Terpasang NGT (+), hasil BTA sputum (-).
A:Post explorasi laparotomi + reseksi kolon + Appendiktomi
P: GV dengan betadine
inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV),
inj.tramadol (KP),
Air tajin + air putih bebas
Bubur sum sum + telur
boleh pulang, obat pulang :
PCT + tramadol 2 x 1 tab
Caps Omeprazole 1 x 1, levofloxasine 1 x 1 tab

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltis.
Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana saja sepanjang usus.
Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi usus
yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi,
sedangkan obstruksi oleh tumor adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada daerah
rektosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda lanjut (late sign) dari
karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik total yang tidak dapat
ditolong dengan cara pemasangan tube lambung, puasa dan infus. Akan tetapi harus segera
ditolong dengan operasi (laparatomi). Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan
faal usus berupa gangguan sistem saluran cerna, sumbatan usus, perdarahan atau
akibat penyebaran tumor. Biasanya nyeri hilang timbul akibat adanya sumbatan usus dan
diikut muntah- muntah dan perut menjadi distensi/kembung. Bila ada perdarahan yang
tersembunyi, biasanya gejala yang muncul anemia, hal ini sering terjadi pada tumor yang
letaknya pada usus besar sebelah kanan.1
Definisi
Ileus adalah gangguan/ hambatan pasase isi usus yang me rupakan tanda adanya

obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2

macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.1,2 Ileus obstruktif atau disebut juga ileus

mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau

anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam usus,

dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen

usus yang menyebabkan nerkose segmen tersebut. Sedangkan ileus paralitik atau adynamic

ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik

untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus

tanpa adanya obstruksi mekanik.1

Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epitel dari
kolon atau rectum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon
dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang
disebut juga traktus gastrointestinal.2
Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak
mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik.3
Non-neoplastik dibagi atas:3
a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena
bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ
tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe
yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang
mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal ini terdiri
dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar dan
tendensi untuk tidak teratur
Anatomi
Kolon adalah usus besar proksimal dari rektum. Pada orang dewasa, yang dimaksud
dengan rektum intra-operasi adalah batas fusi dua taenia mesenterik dengan area amorfus
rektum (true rektum), sedangkan pada pemeriksaan sigmoidoskop kaku, rektum disepakati
berjarak 12 cm dari anal verge (USA). Pilihan penanganan kanker rektum memerlukan
ketepatan lokalisasi tumor, karena itu untuk tujuan terapi rektum dibagi dalam 3 bagian,
yaitu 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas dibungkus oleh peritoneum
pada bagian anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah dibungkus peritoneum hanya di bagian
anterior saja, dan bagian 1/3 bawah tidak dibungkus peritoneum.3
Lipatan transversal rektum bagian tengah terletak +11cm dari garis anokutan dan
merupakan tanda patokan adanya peritoneum. Bagian rektum dibawah katub media disebut
ampula rekti, dimana bila bagian ampula ini direseksi maka frekuensi defekasi secara tajam
akan meningkat. Hal ini merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
memilih tindakan pembedahan. Bagian pascaerior rektum tidak ditutup peritoneum tetapi
dibungkus oleh lapisan tipis fasia pelvis yang disebut fasia propria. Pada setiap sisi rektum
di bawah peritoneum terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen lateral, yang
menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal.2,3
Letak ujung bawah tumor pada kanker rekti biasanya dihitung dari berapa cm jarak
tumor tersebut dari garis anokutan. Pada hasil-hasil yang dilaporkan harus disebutkan
apakah pembagian tersebut dibuat dengan endoskopi yang kaku atau fleksibel dan apakah
patokannya dari garis anokutan, linea dentata, atau cincin anorektal
Bagian utama saluran limfatik rektum melewati sepanjang trunkus a. hemoroidalis
superior menuju a. mesenterika inferior. Hanya beberapa saluran limfe yang melewati
sepanjang v. mesenterika inferior. Kelenjar getah bening pararektal di atas pertengahan
katup rektum mengalir sepanjang cincin limfatik hemoroidalis superior. Di bawahnya (yaitu
7-8 cm diatas garis anokutan), beberapa saluran limfe menuju ke lateral. Saluran-saluran
limfe ini berhubungan dengan kelenjar getah bening sepanjang a.hemoroidalis media, fossa
obturator, dan a.hipogastrika, serta a. iliaka komunis.4
Perjalanan saluran limfatik utama pada kanker rekti adalah mengikuti pembulih darah
rektum bagian atas menuju kelenjar getah bening mesenterika inferior. Aliran limfatik
rektum bagian tengah dan bawah juga mengikuti pembuluh darah rektum bagian tengah dan
berakhir di kelenjar getah ening iliaka interna. Kanker rekti bagian bawah yang menjalar ke
anus kadang-kadang dapat bermetastase ke kelenjar inguinal superfisial karena adanya
hubungan dengan saluran limfatik eferen yang menuju ke anus bagian bawah.4
Pada pelvis setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid bergabung dengan rektum
lalu berjalan dari posteroinferior di depan sakrum. Secara natural orientasi dari rektum
diperiksa dengan jari melalui dinding rektum anterior. Hal ini disebut eksaminasi rektal
(rektal = lurus). Selain itu rektum memiliki kurva lateral tiga buah, dimana di bagian
internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut katub rektal. Katub ini memisahkan
feses dari flatus yang menghentikan feses dan membuat gas saja yang keluar. Bagian anus
yang terakhir dari usus besar terletak eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-kira 3 cm
panjangnya dengan saluran anus berawal dari rektum mempenetrasi muskulus levator ani
dari pelvis dan membuka kebagian badan eksterior dari anus. Saluran anal memiliki dua
buah spingter, yaitu spingter internal tidak disadari (involuntari) dan spingter ekternal yang
terdiri dari otot skeletal. Spingter bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus
kecuali pada saat defekasi.4

Anatomi Mikroskopis Usus


Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon terdiri dari epitel simple
columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena makanan diserap sebelum memasuki usus
besar makanya tidak didapati plika sirkular, villi dan juga tidak ada sel yang menghasilkan
enzim pencernaan. Namun mukosanya lebih tebal, kriptanya lebih dalam dan terdapat sel
goblet yang banyak dalam kriptanya. Lubrikasi dihasilkan oleh sel goblet untuk
mempermudah pengeluaran feses dan melindungi dinding usus dari asam yang mengiritasi
dan gas yang dilepaskan dari bakteri di kolon.2
Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda. Pada daerah ini sering terjadi abrasi. Hal
ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal columns dan memiliki epitel stratified
skuamous. Sinus anal berhenti pada anal columns, mengeluarkan mukus apabila ditekan
oleh feses yang membantu mengosongkan kanal anal. Garis horizontal yang
menghubungkan bagian margin inferior dari sinus anal disebut linea pectinate. Mukosa
superior pada garis ini disarafi oleh sensori visceral fiber dan relatif tidak sensitif pada
sakit. Area inferior dari linea ini sangat sensitif pada rasa sakit, merefleksikan rasa sakit
pada serabut somatik sensorik. Dua buah pleksus superfisial dihubungkan dengan anal
kanal, satu dengan anal columns dan lainnya dengan anus. Jika adanya vena yang
mengalami inflamasi, maka akan timbul varikositis disebut hemoroid.3

Berbeda dengan regio proksimal usus besar, tidak terdapat haustra pada rektum dan anal
canal. Sejalan dengan kemampuannya meregenerasikan kontraksi untuk memberikan peran
ekspulsif pada defekasi, otot rektum berkembang sangat baik.3
Karsinoma lain yang tumbuh pada kolon dan rektum adalah :4
1. Karsinoid tumor
Yang memproduksi hormon yang mengatur perkembangan sel di usus.
2. Tumor Stroma Gastro Intestinal (GIST)
- Berasal dari dinding kolon dari “interstitial cell of cajal“
- Saat ini GIST dianggap sebagai tumor maligna meskipun histologinya terlihat
kadang-kadang benigna.
- Dapat ditemukan diseluruh saluran cerna
- Jarang di kolon
3. Limfoma
- Karsinoma sistem imun
- Timbul di nodus limfatikus atau follikel limfa mukosa usus
- Dimulai dari kolon dan rektum
- Dapat dimulai dari organ lain juga
Patofisiologi
Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di
rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar
ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa
dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal
dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal . Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar,
paru-paru, otak, tulang dan ginjal.4
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut karena
pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala. Manifestasi
tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan serta komplikasi. Perdarahan sering sebagai
manifestasi yang membawa pasien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi
perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi. Karekteristik lanjut adalah
nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di abdomen atau
rektum. Biasanya pasien tampak anemis akibat dari perdarahan.4
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi dan
penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5
tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua .5
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti
dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti
kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organ-
organ yang berdekatan.5
Angka Kejadian
Di USA kanker kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi
dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang.Tahun 2005
diperkirakan ada 145.290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104.950 kasus terjadi di
kolon dan 40.340 kasus di rektum. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan
kematian, 47.700 kasus kanker kolon dan 8,600 kasus kanker rektum. Kanker kolorektal
merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.6
Di seluruh dunia dilaporkan lebih dari 940.000 kasus baru dan terjadi kematian pada
hampir 500.000 kasus tiap tahunnya (World Health Organization, 2003). Menurut data di
RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektum menempati urutan keenam
dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektum tercatat sebagai
penyakit yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun
perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk
disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa dicegah.5,6
Insiden kanker kolon di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Insiden pada pria sebanding dengan wanita. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid .
Dari seluruh pasien kanker kolorektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5%
pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki memiliki insiden terbanyak
mengidap kanker rektum dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.6

Adenokarsinoma kolon

Adenokarsinoma kolon merupakan salah satu jenis kanker ganas yang terjadi pada
epitel mukosa saluran cerna kolon sampai dengan rektum. Pemeriksaan histopatologik
menun-jukkan hampir semua kanker usus besar ialah adenokarsinoma yang terdiri atas
epitel kelenjar.1-4
Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal merupakan kanker ketiga
terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada populasi laki-
laki dan perempuan di Amerika Serikat.5 Menurut data dari Globocan 2012, insiden kanker
kolorektal di Indonesia ialah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas
9,5% dari seluruh kasus kanker.6 Indonesia menempati urutan ke-3 kanker kolorektal; hal
ini disebabkan oleh karena perubahan pola makan masyarakat Indonesia yang mengikuti
pola makan orang Barat (westernisasi) yaitu mengon- sumsi makanan yang lebih tinggi
lemak serta rendah serat.7
Risiko terjadinya kanker kolorektal mulai meningkat setelah usia 40 tahun dan
meningkat tajam pada usia 50-55 tahun, dan risiko meningkat dua kali lipat setiap dekade
berikutnya.7 Sekarang sudah mulai terjadi pergeseran usia. Banyak kanker kolon rektal
ditemukan pada usia yang lebih muda; hal ini disebabkan karena gaya hidup yang kurang
sehat.2
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kanker kolorektal antara
lain faktor genetik. Berdasarkan studi yang dilakukan sekitar 20% kasus kanker kolorektal
diturunkan secara genetik. Faktor lain yang juga turut berkontribusi terhadap terjadinya
kanker kolorektal yaitu kurangnya aktifitas fisik serta obesitas; keduanya paling sering
dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan kanker kolorektal. Faktor-faktor lain
seperti pola makan yang tinggi lemak serta rendah serat¸ merokok, dan mengonsumsi
alkohol secara berlebihan juga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal.2
Di Indonesia umumnya kasus kanker kolorektal khususnya adenokarsinoma kolon baru
diketahui pada saat kanker sudah memasuki stadium yang lebih lanjut. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kanker dan baru
memeriksakan diri ke pelayanan penyedia kesehatan bila sudah ada gejala yang sangat
mengganggu aktifitas.4 Pada keadaan ini sangat diperlukan kemoterapi sebagai modalitas
pendamping tetapi seringkali kemoterapi tidak memberikan hasil memuaskan dan
mengakibatkan efek samping yang buruk terhadap pasien yang intoleran.1
Prognosis adenokarsinoma kolon diten- tukan oleh stadium kanker, yaitu dilihat dari sejauh
mana invasi sel-sel kanker. Semakin lama dibiarkan tanpa pengobatan dan penanganan
semakin besar peluang kanker bermestatasis ke organ lain dan akan semakin memperburuk
prognosis

Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal.
Mutasi dari gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis (FAP), yang
mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus
besar pada usia 40 tahun.
Faktor Resiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal, diantaranya
adalah 5:
 Diet tinggi lemak, rendah serat.
 Usia lebih dari 50 tahun.
 Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai
resiko lebih besar 3 kali lipat.
 Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua pasien
ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
 Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers
syndrome dan Muir syndrome.
 Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
 Inflammatory bowel disease.
 Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

Patofisiologi
Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di
rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar
ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa
dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal
dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal . Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar,
paru-paru, otak, tulang dan ginjal.8
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut karena
pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way, 1994).
Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan serta komplikasi. Perdarahan sering
sebagai manifestasi yang membawa pasien datang berobat. Gejala awal yang lain sering
terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi. Karekteristik lanjut
adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di
abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak anemis akibat dari perdarahan.8
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi dan
penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5
tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua (Hazzard et al., 1994).
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti
dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti
kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organ-
organ yang berdekatan.8
Gejala Klinis
Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Kanker kolon kiri
sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih
karena feses sudah menjadi padat. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi stenosis dan
feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.8

Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran.
Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti
konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin menipis atau seperti kotoran kambing,
atau lebih cair disertai darah atau lendir. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga
nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi penderita merasa lega
saat flatus.8
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara lain ialah:7,8
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
Pemeriksaan
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukan
keadaan sudah lanjut. Massa pada sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain
kolon.8
Karena kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan stadium awal
sangat dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekomendasikan prosedur skrining
rutin bagi deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rektal tusse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun.
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feses bagi usia lebih dari 50 tahun.
3. Sigmoidoskopi tiap 3-5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun.

Diagnosis
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok
dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda .
Pasien dengan sangkaan kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik
lanjut untuk pemeriksaan fisik. test laboratorium, radiograpi dan biopsi untuk memastikan.
Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :8
4. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik ditandai dengan
sel-sel darah merah yang kecil tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum
untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
5. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses, karena
semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
6. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran
sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Karena tes ini tidak spesifik
bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh pasien dengan lokalisasi
penyakit, ini tidak termasuk dalam skrining atau test diagnostik dalam pengobatan
penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognosis postoperatif
dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan.
7. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium dan kreatinin.
8. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata
dalam mendeteksi rektum .
9. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru.
10. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI) atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
11. Endoskopi (sigmoidoskopi atau kolonoskopi) adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsi
jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50-65% dari kanker
kolorektal. Pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi direkomendasikan untuk
mengetahui lokasi dan biopsi lesi pada pasien dengan perdarahan rektum. Bila
kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak
dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti
penyakit divertikel, ulseratif kolitis dan penyakit Crohn’s .

Stadium
Ketika diagnosa kanker kolorektal sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk
menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan (CT scan) dada,
abdomen dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan ginjal, urinalisis
dan pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic antigen).6,8
Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini adalah untuk mengetahui perluasan dan
lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis. Stadium
penyakit pada kanker rektum hampir mirip dengan stadium pada kanker kolon. Awalnya
terdapat Duke's classification system yang menempatkan kanker dalam 3 kategori stadium
A, B dan C. Sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium
(Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson & Sosin.4
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
memperkenalkan TNM staging system yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4
stadium (Stadium I-IV).6
Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada mukosa saja.
Disebut juga carcinoma in situ.
Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke bagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak menyebar
ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau ovarium.
Disebut juga Dukes D rectal cancer.

Gambar Stadium Ca Recti I-IV

CT Staging System for Rectal Cancer

Stadium Deskripsi
T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall
T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension
T3a Thickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or organs
T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal wall
T4 Distant metastases, usually liver or adrenal
Modified from Thoeni (Radiology, 1981)
TNM/Modified Dukes Classification System6
TNM Stadium Modified
Dukes Deskripsi
Stadium
T1 N0 M0 A Limited to submucosa
T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Transmural extension
T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes
T4 C2 Invasion of adjacent organs
Any T, M1 D Distant metastases present
Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

Penatalaksanaan
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai penyebaran
tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi
dan perdarahan. Tujuan ideal penanganan kanker adalah eradikasi keganasan dengan
preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria untuk menetukan jenis tindakan adalah
letak tumor, jenis kelamin dan kondisi penderita.8
Tindakan untuk kanker rektum :
1. Tumor yang berjarak < 5 cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal.
2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge dilakukan low anterior reseksi.
3. Tumor yang berjarak > 5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar.
Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk kuratif.
Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada kanker rektum tidak hanya kuratif
tetapi juga paliatif seperti elektrokoagulasi dan eksisi lokal, fulgurasi, endokaviti irradiasi
atau braki terapi. Beberapa pilihan pada penderita berisiko tinggi dapat dilakukan
laparoskopi, eksternal beam radiation, elektrokoagulasi, ablasi laser, eksisi lokal dan stent
endoskopi. Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan
umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Pada eksisi radikal
rektum harus diusahakan pengangkatan mesorektum dan kelenjar limfa sekitarnya.8
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah adalah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis.
Terapi standar untuk kanker rektum yang digunakan antara lain adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan pada tumor kolon yang berdekatan dan kelenjar getah bening yang
berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan pembedahan
bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama endoskopi sampai
pemotongan abdominoperineal (APR = abdominoperineal resection) dengan kolostomi
permanen. Bila memungkinkan spingter ani dipertahankan dan hindari kolostomi .8
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk
pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat digunakan
untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah paliatif atau tumor lanjut untuk

mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk berupa endoskopik dan


digunakan untuk pasien yang tidak mampu / tidak toleransi untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil termasuk pemotongan lokal dan fulguration.
Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk
bedah abdomen. Eksisi lokal dapat digunakan untuk mengangkat pengerasan di rektum
berisi tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak bebas.
Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar
bagi pasien yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anestesi
umum dan dapat dilakukan bertahap .8
Banyak pasien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari kolon dengan
anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran ke kelenjar getah
bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi metastase (Way, 1994). Sering
tumor di bagian asenden, transversum, desenden dan colon sigmoid dapat dipotong.
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon. Dibuat bila usus tersumbat oleh tumor sebagai
penatalaksanaan sementara untuk mendukung penyembuhan dari anastomosis atau sebagai
pengeluaran feses permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat/dibuang.
Kolostomi diberi nama berdasarkan: asenden kolostomi, transversum kolostomi, desenden
kolostomi dan sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum. Biasanya
dilakukan selama reseksi/pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini meliputi
pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal dan abdominal.
Saluran anal ditutup dan stoma dibentuk dari kolon sigmoid proksimal. Stoma berlokasi di
bagian bawah kuandran kiri abdomen. Bila kolostomi double barrel, dibentuk dua stoma
yang terpisah. Kolon bagian distal tidak diangkat tetapi dibuat saluran bebas/bypass. Stoma
proksimal yang fungsional mengalirkan feses ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi
dekat dengan stoma proksimal atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus
fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari kolon distal. Kolostomi double barrel dapat
diindikasikan untuk kasus trauma, tumor atau peradangan, dan dapat sementara atau
permanen. Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau
perforasi. Pada prosedur Hartmann, prosedur kolostomi sementara. Bagian distal dari kolon
ditempatkan di kiri dan dirawat untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara dapat dibentuk
bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan tumor atau
peradangan pada usus. Juga dibentuk akibati traumatik injuri pada kolon, seperti luka
tembak. Penyambungan kembali atau anastomosis dari bagian kolon tidak dilakukan segera
karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak diikuti penyembuhan sempurna dari
anastomosis. Berkisar 3 – 6 bulan kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosis kolon .8
2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah dari tumor
usus. Bagi kanker rektum yang kecil, intrakavitari, eksternal atau implantasi radiasi dapat
dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperatif diberikan bagi pasien
dengan tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase
digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi, kanker rektum berkurang
ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh dan kekambuhan lamban atau tidak
kambuh sama sekali. Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak
diangkat, dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan memperlambat
berkembangnya kanker.8,6
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-FU), juga
digunakan postoperatif sebagai terapi adjuvan untuk kanker kolorektal. Bila dikombinasi
dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan survive bagi pasien dengan
stadium II dan III dengan kanker rektum. Keunggulan bagi kanker kolon adalah bersih,
tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong mengurangi penyebaran ke hepar dan
mencegah kekambuhan.Leucoverin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan
efek anti tumor .6
4. Terapi Terkini
Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir ini adalah:
a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah tumor.
b. Terapi Gen.
c. Modifikasi biologi dan kemoterapi : thymidy-late synthase dan 5 fluoro urasil.
d. Extra corporal transcutaneus application : ultrasonografi intensitas tinggi.
e. Imunoterapi : Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon.
Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker kolorektal adalah sebagai berikut :
 Stadium I - 72%
 Stadium II - 54%
 Stadium III - 39%
 Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh
pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.2
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi rekurensi lokal.7
Kesimpulan

Ileus Obstruksi dapat disebabkan salah satunya kanker kolorektal. Umumnya kanker
kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insiden tumor
dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon
sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala.
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam
dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan
perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai oleh
perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung.
Bisingusus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada
obstruksi di daerah distal.

Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Kolik dapat terlihat pada
inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasisewaktu serangan
kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang
berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan
pembuluhdarah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level, distensi
usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksiuntuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah, Ibrahim. Abdomen Akut. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.
2. Keputusan mentri kesehatan republic Indonesia . pedoman nasional pelayanan
kedokteran tatalaksana kanker kolorektal.2018. Jakarta.http:// PNPKkolorektal.pdf .
3. American Cancer Society. 2015. Colorectal cancer. Atlanta: American Cancer
Society. [diunduh 12 12 Januari 2020]. Tersedia dari:
http://www.cancer.org/cancer/colonandrectumcancer/detailedguide/colorect al-
cancer-treating-radiation-therapy.
4. Widjaja H. 2009. Anatomi abdomen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yamada K, Araki S, Tamura M, Sakai I, Takahashi Y, Kashihara H, et al. 2013.
5. Sabiston. 1995. Buku Ajar Bedah. Cetakan II. Penerbit EGC : Jakarta
6. WHO. 2012. Globocan 2012: estimated cancer incidence, mortality and prevalence
worldwide in 2012. Amerika Serikat: Institute Agency for Research on Cancer.
7. Amalia R. 2007. Faktor-faktor risiko terjadinya kanker kolorektal [Tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
8. Kemenkes. Paduan penatalaksana kanker kolorektal. Diunduh 15 jsnuari 2020.

Anda mungkin juga menyukai