dari aparat ini, yang paling dominan adalah instink seksual dan agresifitas.
Kedua instink itu berprinsip pada tuntutan pleasure yaitu rasa puas,
kenikmatan dan kesenangan. Oleh karena itu Id mewakili segi-segi primitif dan
irrasional manusia yang berwujud perbuatan yang tidak disadari yang
berkonstitusi pada sikap kekanak-kanakan. ( K. Bertern, 1983: 8).
Id merupakan aspek biologis sebagai sistim original dalam kepribadian.
Merupakan dunia batin atau subjektif manusia, tidak mempunyai hubungan
langsung dengan dunia objektif. Sebagai reservoir energi psikis yang
menggerakan ego dan superego. Energi psikis dalam id dapat meningkat
karena rangsangan dari dalam dan dari luar. Bila energi meningkat,
menimbulkan tegangan, selanjutnya mengalami ketiakenakan/tidak
menyenangkan. Id segera mereduksi rasa tidak enak (mengejar kenikmatan)
dengan dua cara:
1. Refleks dan reaksi otomatis, misalnya bersin, berkedip.
2. Proses primer, misalnya orang lapar membayangkan makanan.
Dengan membayangkan makanan tidak kenyang.
proses berpikir relalistik, merencanakan dan menguji akan berhasil atau tidak.
(Siti Sundari HS, 2005: 20).
Ego adalah sub sistem kepribadian yang menghubungkan subyek atau
person dengan lingkungan sosialnya diluar, karena berhubungan dengan
lingkungan sosial yang ada di luar diri, maka sifatnya realistik atau objektif dan
berproses sekunder melalui pengolahan. Ada 3 fungsi utama ego sebagai
berikut:
1. Identitas diri, yaitu mengenali siapa dirinya.
2. Uji realitas, yaitu memperkirakan apa yang baik untuk dilakukan,
ialah yang dapat diterima oleh orang lain ketika meredakan
ketegangannya dan apa yang tidak dilakukannya karena tidak
diharapkandan tidak disetujui lingkungan.
3. Mekanisme pertahanan diri, yaitu mekanisme yang secara tidak sadar
dan irasional berlangsung dalam dinamika kehidupan kejiwaan
manusia untuk menghindari kemungkinan terjadinyasituasi yang
tidak menyenangkan atau menyakitkan. (Sutardjo A. Wiramihardja,
2015: 30).
Sedangkan superego adalah suatu konsep tentang aparat psikis yang
merupakan hasil atau kesan internalisasi nilai-nilai dari orang tua pada diri
anak yang berupa sanksi dan ganjaran terhadap satu perilaku tertentu. Jadi,
superego merupakan penyeimbang atas dorongan bawah sadar (Das Bewuszte)
dan dorongan kesadaran ego (Das unbewuste). Antar aparat psikis harus
terjalin komunikasi yang balance dan harmonis. Masing-masing -dalam segala
aktivitasnya- harus berjalan sebagaimana fungsinya, sebab jika tidak maka
akan timbul kegoncangan, kecemasan, konflik batin yang mengarah pada
hilangnya keseimbangan kepribadian. (Sigmund Freud, 1960: 23).
Superego adalah sub sistem yang muatannya berupa pesan-pesan
komunitas atau sosial yang ditanamkan melalui introjeksi kepada anak kecil
melalui orang tua khususnya ayah. Di sana ada nilai, norma atau makna sosial
maupun spiritual. (Sutardjo A. Wiramihardja, 2015: 29).
49
ego, superego adalah hal yang biasa (rutin). Karena id menginginkan kepuasan
dengan segera, sementara ego menundanya sampai ada kecocokan dengan
dunia luar dan superego seringkali menghalanginya. (Syamsu Yusuf LN dan
A. Juntika Nurihsan, 2011: 51).
Apabila individu dapat mengatasi setiap konflik yang terjadi di antara
ketiga komponen kepribadian tersebut, maka dia akan mengalami
perkembangan yang sehat. (Syamsu Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan, 2011:
57).
Jadi, manusia dipengaruhi oleh tiga komponen kepribadian yaitu id, ego
dan superego, ketiganya merupakan komponen yang menjadi kesatuan yang
harus bekerja sama namun tidak selamanya satu, terkadang menjadi sebuah
konflik yang berdampak pada seseorang.
Pada orang yang sehat atau normal, terhadap pertentangan antara id dan
superego ini (yang masing-masing bersifat tidak realistik dan mutlak) ego
meredakan atau menjalankannya, karena ego memiliki referensi yang lebih luas
dan realistis, caranya adalah dengan mengambil situasi dan nerima serta nilai
yang ada dalam realitas sebagai referensi bagi perilakunya. Jadi, kalau dalam id
dan superego yang berfungsi adalah fungsi primer, maka ego melaksanakan
fungsi sekunder. Primer berarti langsung dipenuhi, sedangkan sekunder
sebaliknya. Misalnya, seorang anak yang ditinggal ibunya ke pasar merasa
dibohongi, karena tidak ada yang menangani. Maka perasaan dibohongi itu
berkembang menjadi benci pada ibu dan akhirnya berkembang benci kepada
kaum ibu. Bahkan kepada semua perempuan. Itulah proses abnormalitas dalam
psikoanalisis. (Sutardjo A. Wiramihardja, 2015: 30-31).
Menurut Freud, perbatasan antara kondisi neurosis, kondisi normal, dan
kondisi abnormal adalah sangat kabur dan bahwa kita semua sedikit mengalami
neurosis. Gejala-gejala yang muncul secara jarang atau muncul dengan kadar
yang ringan dan baru kemudian menjadi makin sering, makin berat atau
dilanjutkan dengan manifestasi-manifestasi morbid secara sementara, atau bisa
jadi bahwa kondisi yang menjadi transisi antara sehat dan sakit mental tidak
mungkin bisa ditemukan. Jenis gangguan yang merupakan transisi, yang
51
internal karena faktor hereditas. Oleh sebab itu, cara menanganinya adalah
dengan membongkar alam tak sadar dengan analisis perilaku ataupun impian –
impian yang dialami. Setelah itu membongkar faktor penyebabnya bersamaan
dengan menyadarkan ego pasien. Dengan proses itu, sebagaimana dipraktekkan
Freud, gangguan jiwa akan hilang secara otomatis. Menurut Freud, manusia
dipandangnya sebagai makhluk nafsu-nafsu yang menuntut kepuasan-
kepuasan. Bagi Freud, agama tidak lain hanyalah sebuah ungkapan rasa
bersalah dan dosa yang menuntut pertobatan dan pembersihan diri agar tercapai
kepuasan dan ketenteraman psikis. Jadi keberagamaan merupakan sebuah
bentuk mekanisme pertahanan individu sebagai sarana penyesuaian ego dengan
dunia real agar mencapai keutuhan dan ketenteraman pribadi. (Ramayulis,
2002: 42).
Teori psikoanalitik tentang kepribadian menyatakan bahwa setiap
individu terdapat kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan (id, ego, dan
superego) yang menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Freud
percaya bahwa gangguan psikologi disebabkan oleh konflik tersebut, yang
bisasnya berawal pada masa anak-anak dini, di mana individu tidak
menyadarinya; impuls dari emosi yang terlibat telah direpresi ke bawah sadar.
Asumsi penting dari psikoanalisis adalah bahwa masalah yang dialami
seseorang pada saat ini tidak dapat dipecahkan dengan baik tanpa memahami
sepenuhnya dasar bawah sadarnya dalam hubungan awal dengan orangtua dan
saudara kandungnya. Tujuan psikoanalisis adalah mengangkat konflik (emosi
dan motif yang direpresi) ke kesadaran sehingga dapat ditangani dengan cara
yang lebih rasional dan realistik. (Hawari, Dadang, 1995: 98).
Jadi penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan mental perspektif Sigmund Freud adalah disebabkan
adanya dorongan Id, yang didominasi libido seksual, yang tidak dapat
terarahkan dengan wajar atau obyektif kemudian direpresi dalam struktur tak
sadar. Selain itu gangguan jiwa dapat disebabkan lemahnya fungsi Ego karena
tidak adanya pengarahan eksternal atau juga karena lemahnya potensi internal
karena faktor hereditas. Oleh sebab itu, cara menanganinya adalah dengan
53
membongkar alam tak sadar dengan analisis perilaku ataupun impian – impian
yang dialami. Setelah itu membongkar faktor penyebabnya bersamaan dengan
menyadarkan ego pasien. Dengan proses itu, sebagaimana dipraktekkan Freud,
gangguan jiwa akan hilang secara otomatis.
Jadi, orang yang sehat adalah orang yang mampu memuaskan kebutuhan
akan kenikmatannya tanpa harus bertolak belakang dengan norma-norma sosial
yang berlaku di masyarakat.
transferensi sebagai satu hal yang vital dalam proses terapi. Sukses
tidaknya terapi tergantung kepada analisis transferensi ini. (E. Koswara,
1991: 66-67).
4. Reedukasi
Reedukais bukanlah suatu teknik terapi psikoanalisa, melainkan
suatu upaya mendorong pasien agar memperoleh pemahaman baru atas
kehidupan yang dijalaninya, yang dilakukan oleh terapeut pada tahap
akhir dari terapi. Reeduksi dilaksanakan dengan maksud membantu
pasien agar menemukan cara-cara yang kongkret dalam menyusun
kembali perasaan dan tingkah lakunya. (E. Koswara, 1991: 67-68).
Jadi penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa upaya
meningkatkan kesehatan mental perspektif Sigmund Freud yaitu dengan
Metode asosiasi bebas, metode analisis mimpi (dream analysis), metode
analisis transferensi serta reedukasi.