Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang
secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Dewasa ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan
yang sangat pesat menuju kepada perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses
ini merupakan suatu proses berubah yang sangat mendasar dan konsepsional, yang
mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pelayanan/asuhan keperawatan, aspek
pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta
kehidupan keprofesian dalam keperawatan. Perkembangan keperawatan menuju
perkembangan keperawatan sebagai profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang
cepat sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan
keperawatan profesional termasuk tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada
perkembangan keperawatan profesional di Indonesia (Ma’rifin Husin, 2002).
Perkembangan keperawatan dapat mengacu terjadinya malapraktik, sehingga
terdapat berbagai hokum yang mengatur dan cara penanganan malapraktik. Oleh karena
itu dalam makalah ini akan di bahas mengenai kasus malapraktik.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana tejadinya malpraktik tersebut ?
2. Bagaimana cara menyelesaikan kasus malpraktik tersebut ?
3. Apa yang harus dilakukan agar kasus malpraktik tersebut tidak terjadi ?

1
C. Tujuan Penulis
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah,
untuk memberikan informasi mengenai malapraktik memberikan kasus malpraktik,
bagaimana cara menangani kasus malpraktik dan bagaimana cara mencegah terjadinya
malapraktik.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus Malapraktik
Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun.Dulunya adalah anak yang
menggemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat.Namun makin hari tubuhnya makin
kurus.Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal.Tragedi ini terjadi ketika
Maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan.Diduga korban kuat Maulana
adalah korban mal praktek.Maulana, kini berusia 18 tahun. Namun ia hanya bisa
terbaring lemah di tempat tidur. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan.Ia juga tidak
bisa berbicara. Berat badannya hanya enam koma delapan kilogram, seperti anak
berusia lima tahun. Bungsu dari empat bersaudara, anak pasangan Lina dan Adul ini
mengalami kegagalan multi organ.
Tragedi ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita pada
umumnya, Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas Kesehatan.Petugas
memberikan tiga imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi BCG, imunisasi DPT dan
imunisasi Polio.
Namun setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami kejang-
kejang, dan suhu tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik dan langsung
membawanya ke rumah sakit.Namun kondisinya justru makin menburuk. Setelah lima
hari dirawat, Maulana malah tidak sadarkan diri, selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh
Maulana selalu sakit sakitan dan hampir seluruh organ tubuhku tidak berfungsi normal.
Dokter mendiagnosa Maulana mengalami radang otak.Namun setelah itu, satu
persatu penyakit akut menggerogoti kesehatannya.Semakin hari badannya semakin
kecil, dan mengerut.Maulana sering mengalami sesak nafas, dan kejang kejang.
Lina yakin, Maulana menjadi korban malpraktek.Karena beberapa dokter yang
perawat Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan imunisasi.
Kini Lina, hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat bayi. Saat
makan Maulana tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air besar dan
kencing.Orangtuanya selalu memakaikan popok.
Sebelum tragedi itu datang, Maulana adalah bayi yang
menggemaskan.Tubuhnya montok, dan sangat sehat.Bahkan Maulana sempat
dinobatkan sebagai pemenang bayi sehat. Karena lahir dengan bobot tiga koma delapan

3
kilogram dan panjang lima puluh satu cintimeter.Orang tua Maulana sudah berusaha
untuk membawa ke rumah sakit di kawasan Kota Siantan, Pontianak.Namun Maulana
tidak juga kunjung sembuh.Orangtuanyapun menyerah.
Yang lebih menyedihkan, Linapun kemudian diceraikan suaminya, di saat harus
menanggung beban berat merawat Maulana.Ayah Maulana kesal dan marah dengan
Lina, karena mengijinkan petugas kesehatan memberikan imunisasi kepada Maulana.
Kini tubuh Maulana makin lemah, dan tidak berdaya.Ia hanya bisa berbaring
ditempat tidur. Jika ingin menghirup udara segar, linapun membawanya ke luar rumah.
Lina sudah tidak berpikir lagi untuk membawa Maulana ke rumah sakit, karena tidak
memiliki biaya.Sejak anaknya menderita sakit, Lina telah mengeluarkan uang jutaan
rupiah.Bahkan rumahnya dijual untuk biaya pengobatan.
Lina juga beberapa kali berusaha meminta pertanggungjawaban kepada
pemerintah Kalimantan Barat, dengan mengajukan tuntutan di pengadilan.Lina
kemudian menemui sejumlah instansi pemerintah daerah, termasuk menemui Walikota
Pontianak, dan Gubernur Kalimantan Barat, untuk menuntut keadilan.
Namun para pejabat tersebut tidak menanggapi pengaduan Lina.Lina tidak
menyerah.Ia kemudian membawa Maulana ke Jakarta, untuk menemui Menteri
Kesehatan.Namun lagi lagi usahanya kembali menemui jalan buntu.
Lina kemudian memilih prosedur hukum.Ia melaporkan pemerintah Kalimantan
Barat secara pidana, dan juga menggugatnya secara perdata.Namun di pengadilan,
hakim meminta Lina dan perwakilan pemerintah sebagai tergugat, untuk
berdamai.Hasilnya cukup menjanjikan. Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, berjanji
akan menanggung penuh obat dan kebutuhan perawatan maulana di rumah sakit seumur
hidup.
Janji Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sungguh melegakan. Karena
upayanya mencari keadilan, kini menemui titik terang.Namun harapan lina kembali
pupus.Ternyata kesanggupan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat hanya janji janji
kosong.Setelah berjalan lebih sepuluh tahun, Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak
memenuhi janjinya.
Kini Lina hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit.Lina dan Maulana
bersama ketiga anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat sederhana, di Komplek
Perumahan Kopri, di kawasan Pinggiran Sungai Raya Dalam Kabupaten Kubu

4
Raya.Untuk hidup sehari hari, Linapun membuka warung kecil-kecilan di teras
rumahnya.
Lina sebenarnya masih punya keinginan untuk kembali menggugat Pemerintah
Daerah Kalimantan Barat. Namun ia mengaku tidak lagi memiliki dana. Yang membuat
Lina pasrah, adalah tidak ada dokter yang bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus ini.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, meminta pihak pemerintah
bertanggungjawab atas kasus yang menimpa Maulana. Menurut Direktur LBH
Kesehatan, Iskandar Sitorus, kasus dugaan mal praktik yang menimpa Maulana,
mencerminkan lemahnya tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Departemen
Kesehatan.
Aturan atau kebijakan yang diterapkan sudah kadaluarsa. Sementara hingga saat
ini publik sendiri masih menunggu kapan akan disosialisasikan rancangan undang
undang tentang pasien. Jika UU Pasien sudah ada, diharapkan tidak akan ada lagi
Maulana Maulana lainnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan, profesi dokter,
diikat oleh sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran
atau MKEK.Seorang dokter dapat dikatakan melakukan pelanggaran saat praktek, jika
sudah dibuktikan dalam suatu sidang majelis kode etik.
Hukuman yang dijatuhkan majelis kode etik biasanya berkisar pada skorsing
praktek, disuruh kembali sekolah untuk memperdalam ilmunya hingga dicabut ijin
praktek kedokterannya.
Kasus dugaan mal praktek seperti kasus Maulana memang tak sedikit
jumlahnya.Beberapa kasus yang sempat terangkat ke masyarakat umumnya terjadi
setelah pasca imunisasi, operasi bahkan tak jarang setelah si pasien berobat ke ahli
kesehatan karena sebelumnya diindikasikan menderita suatu penyakit.
Seperti halnya kasus kasus sejenis, kasus Maulana pun membutuhkan waktu
berbulan bulan bahkan bertahun tahun duduk dikursi persidangan untuk memperoleh
keadilan.
Dan ironisnya perdebatan sengit menyoal kasus dugaan mal praktik di
pengadilan hampir dipastikan berakhir dengan bertambahnya sakit hati bagi sang
korban. Sakit hati karena kasusnya tak bisa diteruskan, atau bahkan ditolak majelis
hakim karena kurang lengkapnya data pendukung.

5
LBH Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum bagi mereka yang merasa
abaikan haknya oleh oknum aparat kesehatan memiliki data yang tidak sedikit. Saat ini
saja LBH Kesehatan membantu menangani 58 kasus dugaam mal praktik di sejumlah
wilayah Indonesia.Sementara kasus yang telah dilaporkan di sejumlah aparat penegak
hukum mencapai 130 kasus.Namun ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan mal praktek
yang maju ke meja hijau yang menang dalam persidangan.
Upaya hukum untuk mencari keadilan bagi korban dugan mal praktik kerap
berlangsung di sejumlah ruang pengadilan.Dari upaya hukum pidana, perdata bahkan
hingga tun atau tata usaha negara.Dari catatan LBH Kesehatan, dari beberapa bentuk
tata peradilan tersebut, bisa dibilang peradilan perdatalah yang paling memungkinkan
seorang korban dugaan mal praktik memperoleh haknya. Sementara tata peradilan
lainnya umumnya jauh panggang dari api.
Pertanyaannya sekarang, mengapa sejumlah kasus dugaan mal praktik yang
bertarung dipengadilan pidana, menjadikan korban seolah tak mampu untuk
mendapatkan keadilan ?Padahal mereka jelas jelas menjadi korban.
Kasus Maulana membuktikan, sudah bertahun tahun Maulana tak punya kuasa
saat berusaha mencari keadilan di pengadilan pidana. Bertahun tahun pula Maulana
hanya terbentur masalah tidak adanya saksi ahli yang mau hadir dalam persidangannya
tersebut.(Sup/Ijs)

B. Pengertian Malapraktik
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai
arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau
tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari
seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah
Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the
patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient,
which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk

6
menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau
mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya
cedera pada pasien).
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan
Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat
ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan
merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama(Malpractice is the
neglect of a physician or nuse to apply that degree of skil and learning on treating and
nursing a patient which is customarily applied in treating and caring for the sick or
wounded similiarly in the same community).
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan
sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain
yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko
melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan
terksait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan
profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan
perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang
karena memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995).Hal ini bih dipertegas
oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari
kelalaian.Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara
khusus atau seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya.Oleh
karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat
dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)

7
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

C. Bentuk-Bentuk Malapraktik

Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa


digolongkan sebagai berikut:
1. Malpractice
Kelalaian karena tindakan kurang hati-hati seseorang yangdianggap profesional.
2. Maltreatment
Cara perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam bertindak.
3. Non feasance
Kegagalan dalam bertindak dimana disitu terdapat suatutindakan yang harus dilakukan.
4. Misfeasance
Melakukan tindakan yang tidak tepat yang seharusnyadilakukan dengan tepat.
5. Malfeasance
Melakukan hal yang bertentangan dengan hukum atautindakan yang dapat
dikategorikan tidak tepat.
6. Criminal negligence
Melakukan tindakan dengan mengabaikan keselamatan orang lain walaupun sebenarnya
mengetahui bahwa tindakannya dapat mencelakakan orang lain.

D. Penanganan Kasus Malapraktik


Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum
substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak
mengenal bangunan hukum “malpraktek”.Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter
mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam
menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari pelanggaran etika
kedokteran.Keterkaitan antara berbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter,
merupakan bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur
secara khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum

8
positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada
dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di
Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan
sebagai terjemahan dari Health Law yang digunakan oleh World Health Organization.
Kemudian Health Law diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah
hukum kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang
semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.Sejak World Congress
ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat di Indonesia. Atas
prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk
Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari
kemungkinan dikembangkannya Medical Law di Indonesia. Namun sampai saat ini,
Medical Law masih belum muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri.Setiap ada
persoalan yang menyangkut medical law penanganannya masih mengacu kepada
Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Kalau ditinjau dari budaya hukum
Indonesia, malpraktek merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian
malpraktek yang diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum
berasal dari alam pemikiran barat.Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus
guna memperoleh suatu rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang
khas Indonesia (bila memang diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker
bangsa Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat diterima
sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan nasional.
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan
malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan)
dan jalur non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang
kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan cara
penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan
atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau kesalahan
yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai
penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi.
Oleh karena menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode pendekatan

9
yang digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara
pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar
kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak
langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu
kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam
struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan
kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini
juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa
penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan
Presiden (pasal 54 ayat 3).
Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995
tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab
profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili
organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila
dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan
lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat
kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela
teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena
MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan
kepentingan pasien.

E. Pencegahan Kasus Malapraktik


1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis


karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni:

10
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil
(resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

2. Upaya menghadapi tuntutan hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah
bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga
kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapatmelakukan:
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa
dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara
menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa
penasehat hukum, sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat

11
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil
sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita
(damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice
tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res
ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban
(dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban
dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan
adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan
tenaga perawatan.

12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa malapraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau
mengobati. Dalam malapraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan malapraktik sendiri,
tetapi keduannya tidak sama karena malapraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam menangani kasus mal praktik, hukum di Indonesia menggunakan hukum
substantive yaitu hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi dalam kasus
maulana dalah salah satu koban malapraktik.Dia seorang bayi sehat yang mendapat
imunisasi tiga sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami penurunan kesehatan
yang akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua maulana mengguagat tetapi
gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun ganti rugi dari pihak kesehatan.
B. Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan.
2. Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan professional.
3. Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih teliti dalam
mengurusi masalah kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Age,Julianus.2002.Malpraktik Dalam Keperawatan.Jakarta.EGC

14

Anda mungkin juga menyukai