Anda di halaman 1dari 28

FOTOSINTESIS 2

“RESPIRASI, GLIKOLISIS,
SIKLUS KREBS, TRANSPOR
ELEKTRON, HORMON, DAN
VITAMIN”

KELOMPOK : 6
ANGGOTA KELOMPOK : -AR NAUFAL ASYAM LIKUR
-FATTAHUL ALIM MUHAMMAD ABDI
-INTAN YUNISYA
-LAURA GAYANI PUTRI
RESPIRASI

Respirasi dalam biologi adalah proses mobilisasi energi yang dilakukan jasad hidup melalui
pemecahan senyawa berenergi tinggi (SET) untuk digunakan dalam menjalankan fungsi hidup. Dalam
pengertian kegiatan kehidupan sehari-hari, respirasi dapat disamakan dengan pernapasan. Namun,
istilah respirasi mencakup proses-proses yang juga tidak tercakup pada istilah pernapasan. Respirasi
terjadi pada semua tingkatan organisme hidup, mulai dari individu hingga satuan terkecil, sel. Apabila
pernapasan biasanya diasosiasikan dengan penggunaan oksigen sebagai senyawa pemecah, respirasi
tidak melulu melibatkan oksigen.
Pada dasarnya, respirasi adalah proses oksidasi yang dialami SET sebagai unit penyimpan energi
kimia pada organisme hidup. SET, seperti molekul gula atau asam-asam lemak, dapat dipecah dengan
bantuan enzim dan beberapa molekul sederhana. Karena proses ini adalah reaksi eksoterm (melepaskan
energi), energi yang dilepas ditangkap oleh ADP atau NADP membentuk ATP atau NADPH. Pada
gilirannya, berbagai reaksi biokimia endotermik (memerlukan energi) dipasok kebutuhan energinya
dari kedua kelompok senyawa terakhir ini.

Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya akan energi
potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik) pada tingkat seluler.
Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan bahan bakar organik dan akan
menghasilkan air, karbon dioksida, serta produk energi utamanya ATP. ATP (adenosin trifosfat)
memiliki energi untuk aktivitas sel seperti melakukan sintesis biomolekul dari molekul pemula yang
lebih kecil, menjalankan kerja mekanik seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau
ion melalui membran menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi. Secara garis besar, respirasi sel
melibatkan proses-proses yang disebut glikolisis, siklus Krebs atau siklus asam sitrat, dan rantai
transpor elektron.
Hubungan fotosintesis dengan respirasi seluler
Sebenarnya antara proses fotosintesisdengan respirasi seluler memiliki hubungan yang sangat kuat
dan membutuhkan. Hubungan inilah yang menyebabkan keberlangsungan dari kehidupan manusia bisa
tetap terjaga hingga saat ini seperti yang kita ketahui. Melalui sebuah persamaan kimia,baru kita akan
bisa melihat bahwa sebenarnya sebuah produk dari salahsatu proses tersebut akan menjadi rekatan bagi
proses lainnya. Lebih hebatnya lagi, hubungan ini akan selalu berputar dan saling menyambung hingga
salah satu pihak tiada.
Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa dalam sebuah proses fotosintesis, maka tumbuhan akan
membutuhkan karbondioksida sebagai salah satu unsur untuk melakukannya. Karbondioksida ini
ternyata dihasilkan dari proses respirasi seluler yang salah satunya dilakukan manusia, dimana untuk
bisa menjalankan proses respirasi ini manusia sangat membutuhkan keberadaan atau ketersediaan
oksigen yang cukup. Siklus respirasi seluler ini penting untuk jalur perputaran, dimana ketika respirasi
seluler mengeluarkan karbondioksida ke atmosfer, maka tumbuhan akan menarik karbondioksida
tersebut dari atmosfer untuk fotosintesis. Proses pertukaran karbondioksida dengan oksigen selama
respirasi dan fotosintesis akan sangat membantu menjaga oksigen serta karbondioksida pada level yang
normal dan stabil.
GLIKOLISIS

Glikolisis secara harfiah memiliki arti “pemisahan gula”. Glikolisis merupakan suatu proses
pemisahan molekul gula yang berkarbon enam menjadi dua molekul gula yang berkarbon tiga. Gula
yang berkarbon tiga ini akan teroksidasi dan sedemikian rupa berubah menjadi asam piruvat.
Glikolisis terjadi di dalam sel, tepatnya di bagian sitosol. Glikolisis dibagi menjadi 2 fase, yaitu
fase penyerapan energi dan fase pelepasan energi. Pada fase penyerapan energi, energi yang diserap
sebanyak 2 ATP. Sedangkan, pada proses pelepasan energi, energi yang dilepas sebanyak 4 ATP. Maka
dari itu, produk yang dihasilkan oleh proses ini yaitu 2 molekul asam piruvat, 4 ATP, 2 NADH, serta
2H2O. Perlu diingat, proses ini menghabiskan 2 ATP pada fase penyerapan energi sehingga 2 ATP dari
4 ATP yang dihasilkan pada fase pelepasan energi akan digunakan untuk “membayar” ATP yang habis
pada fase penyerapan energi.
Berikut adalah rangkaian proses yang terjadi pada Glikolisis :
a) Fase Penyerapan Energi
Gambar tahap-tahap dari fase penyerapan energi sebagai berikut (penjelasannya terletak di
bawah gambar dan berdasarkan penomoran):
1. Enzim Heksokinase memisahkan satu gugus fosfat pada ATP yang ada di sitoplasma. Gugus
fosfat tersebut kemudian dipasangkan pada Glukosa sehingga Glukosa tersebut berubah
menjadi Glukosa-6-Fosfat.
2. Enzim Fosfoglukoisomerase mengubah Glukosa-6-Fosfat menjadi isomernya, yaitu Fruktosa-
6-Fosfat.
3. Enzim Fosfofruktokinase memisahkan satu gugus fosfat pada ATP yang ada di sitoplasma.
Gugus fosfat tersebut kemudian dipasangkan pada Fruktosa-6-Fosfat sehingga Fruktosa-6-
Fosfat tersebut berubah menjadi Fruktosa-1,6-Bifosfat. Pada tahap nomor 1 hingga tahap
nomor 3, terlihat sudah 2 ATP yang digunakan dalam proses glikolisis ini.
4. Enzim Aldolase membagi Fruktosa-1,6-Bifosfat menjadi dua molekul gula, yaitu
Dihidroksiaseton Fosfat dan Gliseraldehid-3-Fosfat. Kedua molekul gula ini saling berisomer
satu sama lain.
5. Enzim Isomerase mengubah Dihidroksiaseton Fosfat menjadi isomernya, yaitu Gliseraldehid-
3-Fosfat. Hal ini terjadi karena enzim yang ada pada tahapan glikolisis selanjutnya hanya akan
bekerja pada molekul Gliseraldehid-3-Fosfat, tidak akan bekerja pada Dihidroksiaseton
Fosfat.

b) Fase Pelepasan Energi


Gambar tahap-tahap dari fase pelepasan energi sebagai berikut (penjelasannya terletak di bawah
gambar dan berdasarkan penomoran):

6. Gula Gliseraldehid-3-fosfat teroksidasi dengan transfer H+ menuju NAD+ sehingga


terbentuklah NADH (reaksi Redoks). Reaksi yang terjadi ini sangat eksergonik
(menghasilkan energi) sehingga energi yang dihasilkan oleh reaksi tersebut digunakan oleh
enzim Triosefosfat dehidrogenase untuk memasangkan gugus fosfat kepada gula yang telah
teroksidasi/substrat teroksidasi (Gliseraldehid-3-Fosfat). Gugus fosfat ini berasal dari
kumpulan ion fosfat anorganik yang selalu tersedia didalam sitosol. Karena pemasangan
gugus fosfat tersebut, Gliseraldehid-3-Fosfat berubah menjadi 1,3-Bifosfogliserat. Koefisien
“2” pada gambar tersebut menunjukkan bahwa tahap ini terjadi pada kedua molekul
Gliseraldehid-3-Fosfat yang dihasilkan pada tahap sebelumnya, reaksi yang terjadi pada
kedua molekul tersebut terpisah, namun tahapan yang terjadinya tetap sama. Jadi , pada
tahapan ini dihasilkan 2 NADH.
7. Enzim Fosfogliserokinase memisahkan satu gugus fosfat yang ada pada 1,3-Bifosfogliserat
sehingga 1,3-Bifosfogliserat berubah menjadi 3-Fosfogliserat. Gugus fosfat tersebut
dipasangkan pada ADP sehingga ADP berubah menjadi ATP. Ingatlah pada gambar tersebut
terdapat koefisien “2” sehingga pada tahapan ini dihasilkan 2 ATP. Pada fase penyerapan
energi, 2 ATP telah dipakai sehingga pada glikolisis ini mempunyai utang sebanyak 2 ATP.
Maka dari itu, 2 ATP yang dihasilkan pada tahap ke 7 ini digunakan untuk melunasi utang
ATP pada tahap sebelumnya. 3-Bifosfogliserat ini bukanlah gula karena pada molekul ini
tidak terdapat gugus karbonil yang merupakan karakteristik dari gula. Gugus karbonil pada
1,3-Bifosfogliserat telah teroksidasi menjadi gugus karboksil (COO-) saat 1,3-Bifosfogliserat
berubah menjadi 3-Fosfogliserat.
8. Enzim Fosfogliseromutase mengubah posisi gugus fosfat yang ada pada 3-Fosfogliserat
sehingga 3-Fosfoliserat berubah menjadi 2-Fosfogliserat. Perubahan ini bertujuan untuk
mempersiapkan molekul tersebut pada reaksi selanjutnya.
9. Enzim Enolase menyebabkan terbentuknya ikatan rangkap dua baru pada 2-Fosfogliserat
serta mengektrasi/mengeluarkan 2 molekul air sehingga 2-Fosfogliserat tersebut berubah
menjadi 2-Fosfoenolpiruvat (PEP).
10. Enzim Piruvatkinase memisahkan gugus fosfat yang ada di PEP dan memasangkannya
kepada ADP sehingga ADP tersebut berubah menjadi ATP. Pada tahapan ini, dihasilkan 2
ATP. Pemisahan gugus fosfat pada PEP tersebut menyebabkan PEP berubah menjadi asam
piruvat. Asam piruvat yang dihasilkan ini akan digunakan untuk proses setelah glikolisis.
DEKARBOKSILASI OKSIDATIF

A. Definisi Dekarboksilasi
Dekarboksilasi oksidatif adalah reaksi yang mengubah asam piruvat yang beratom 3 C
menjadi senyawa baru yang beratom C dua buah, yaitu asetil koenzim-A (asetil ko-A).
Reaksi dekarboksilasi oksidatif ini (disingkat DO) sering juga disebut sebagai tahap
persiapan untuk masuk ke siklus Krebs. Reaksi DO berlangsung di intermembran
mitokondria.

B. Mekanisme Dekarboksilasi
Proses Dekarboksilasi yang berlangsung di membran luar mitocondria merupakan fase
antara sebelum Siklus Krebs (Pra Siklus Krebs) sehingga DO sering dimasukkan langsung
dalam Siklus krebs.
Reaksi oksidasi piruvat hasil glikolisis menjadi asetil koenzim-A, merupakan tahap
reaksi penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme lingkar asam
trikarboksilat (daur Krebs).
Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks piruvat dehidrogenase dalam matriks mitokondria
melibatkan tiga macam enzim yaitu piruvat dehidrogenase, dihidrolipoil transasetilase, dan
dihidrolipoil dehidrogenase dan lima macam koenzim yaitu tiaminpirofosfat, asam lipoat,
koenzim-A, flavin adenin dinukleotida, dan nikotinamid adenin
dinukleotida yang berlangsung dalam lima tahap reaksi.

Keseluruhan reaksi dekarboksilasi ini irreversibel, dengan ∆ G0 = - 80kkal/mol.

Pada tahap pertama reaksi ini akan dikatalisis oleh enzim piruvat
dehidrogenase dan menggunakan tiamin pirofosfat sebagai koenzimnya. Dekarboksilasi
piruvat menghasilkan senyawa α-hidroksietil yang terkait pada gugus cincin tiazol dari
tiamin pirofosfat.
Pada tahap reaksi kedua α-hidroksietil dehidrogenase menjadi asetil yang kemudian
dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang berikutnya, yaitu asam
lipoat, yang terikat pada enzim dihidrolipoil transasetilase. Dalam hal ini gugus disulfida
dari asam lipoat diubah menjadi bentuk reduksinya, gugus sulfhidril.
Pada tahap reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan perantara enzim dari gugus
lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol (sulfhidril pada koenzim-A). Kemudian asetil
ko-A dibebaskan dari sistem enzim kompleks piruvat dehidrogenase.
Pada tahap reaksi keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang terikat pada dihidrolipoil
transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk disulfidanya dengan enzim dihidrolipoil
dehidrogenase yang berikatan dengan FAD (flavin adenin dinukleotida).
Akhirnya tahap reaksi kelima, FADH+ (bentuk reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada
enzim, dioksidasi kembali oleh NAD+ (nikotinamid adenin dinukleotida) menjadi FAD,
sedangkan NAD+ berubah menjadi NADH (bentuk reduksi dari NAD+) akan digunakan
dalam siklus krebs.
Karbohidrat, asam lemak dan hampir semua asam amino akhirnya dioksidasi menjadi
CO2dan H2O melalui siklus asam sitrat. Namun demikian sebelumnya, kerangka karbonnya
harus dipecahkan sehingga molekul ini menghasilkan gugus asetil (asetil KOA). Pada reaksi
ini, piruvat mengalami dekarboksilasi oksidatif, yaitu suatu proses dehidrogenasi yang
melibatkan pemindahan gugus karboksil sebagai molekul CO2 dan gugus asetil sebagai
asetil-KOA. Kedua atom hidrogen yang dilepaskan dari piruvat muncul sebagai NADH dan
H+. NADH yang terbentuk ini lalu memberikan elektronnya kepada rantai transpor elektron,
yang selanjutnya membawa elektron ini ke molekul oksigen.

C. Enzim Yang Berperan dalam Proses Dekarboksilasi


Dekarboksilasi oksidatif adalah tahap kedua dimana 2 molekul asam piruvat yang
dihasilkan dari 1 molekul glukosa dirubah menjadi senyawa berkarbon 2 yaitu asetil
CoA (asetil koenzim A) dengan melepaskan 2CO2 dan 2NADH. Dekarboksilasi oksidatif
terjadi di dalam membran luar mitokondria. Enzim yang berperan adalah CoA (sebagai
koenzim) dan piruvat dehirogenase yang berfungsi mereduksi piruvat sehingga melepaskan
CO2 dan NADH serta berikatan dengan piruvat tereduksi (asetil) untuk dibawa ke
mitokondria.
Enzim dihidrolipoil dehidrogenase akan mengoksidasi gugus tiol dan gugus lipoil
menjadi bentuk disulfida. Sedangkan enzim dihidrolipoil transasetilase akan
mengubah gugus disulfida dari asam lipoat menjadi bentuk reduksinya, gugus sulfhidril

D. Hasil Akhir Dekarboksilasi


Senyawa hasil dari tahapan glikolisis akan masuk ke tahapan dekarboksilasi oksidatif,
yaitu tahapan pembentukan CO2 melalui reaksi oksidasi reduksi (redoks) dengan O2 sebagai
penerima elektronnya. Dekarboksilasi oksidatif ini terjadi di dalam mitokondria sebelum
masuk ke tahapan siklus Krebs. Oleh karena itu, tahapan ini disebut sebagai tahapan
sambungan (junction) antara glikolisis dengan siklus krebs.
Pada tahapan ini, asam piruvat (3 atom C) hasil glikolisis dari silosol diubah menjadi asetil
koenzim A (2 atom C) di dalam mitokondria. Pada tahap 1, molekul piruvat (3 atom C)
melepaskan elektron (oksidasi) membentuk CO2 (piruvat dipecah menjadi CO2 dan molekul
berkarbon 2), Pada tahap 2, NAD+ direduksi (menerima elektron) menjadi NADH + H+ .
Pada tahap 3, molekul berkarbon 2 dioksidasi dan mengikat Ko-A (koenzimA) sehingga
terbentuk asetil Ko-A. Hasil akhir tahapan ini adalah asetil koenzim A, CO2, dan 2NADH.
SIKLUS KREBS

A. DEFINISI SIKLUS KREBS


Siklus Krebs adalah satu seri reaksi yang terjadi didalam mitokondria yang membawa
katabolisme residu asetyl, membebaskan ekuivalen hidrogen, yang dengan oksidasi
menyebabkan pelepasan dan penangkapan ATP sebagai kebutuhan energi jaringan. Residu
asetyl dalam bentuk asetyl-KoA (CH3-CO-S-CoA, asetat aktif).

B. TUJUAN SIKLUS KREBS


Tujuan siklus krebs yaitu :
 Menjelaskan reaksi-reaksi metabolik akhir yang umum terdapat pada jalur biokimia utama
katabolisme tenaga
 Menggambarkan bahwa CO2 tidak hanya merupakan hasil akhir metabolisme, namun
dapat berperan sebagai zat antara, misalnya untuk proses lipogenesis.
 Mengenali peran sentral mitokondria pada katalisis dan pengendalian jalur-jalur metabolik
tertentu, mitokondria berfungsi sebagai penghasil energi.

C. FUNGSI SIKLUS KREBS


Adapun fungsi dari siklus Krebs adalah :
1. Menghasilkan sebagian CO2
2. Metabolisme lain yang menghasilkan CO2 misalnya jalur pentosa phospat atau P3 (pentosa
phospat pathway) atau kalau diharper heksosa monofosfat
3. Sumber enzim – enzim tereduksi yang mendorong RR (Rantai Respirasi)
4. Merupakan alat agar tenaga yang berlebihan dapat digunakan untuk sintesis lemak sebelum
pembentukan TG untuk penimbunan lemak
5. Menyediakan prekursor – prekursor penting untuk sub – sub unit yang diperlukan dalam
sintesis berbagai molekul
6. Menyediakan mekanisme pengendalian langsung atau tidak langsung untuk lain – lain
sintesis enzim.

D. DAUR SIKLUS KREBS

1. Asetil-KoA akan menyumbangkan gugus asetil pada oksaloasetat sehingga terbentuk asam
sitrat. Koenzim A akan dikeluarkan dan digantikan dengan penambahan molekul air.

2. Perubahan formasi asam sitrat menjadi asam isositrat akan disertai pelepasan air.

3. Asam isositrat akan melepaskan satu gugus atom C dengan bantuan enzim asam isositrat
dehidrogenase, membentuk asam -ketoglutarat. NAD+ akan mendapatkan donor elektron
dari hidrogen untuk membentuk NADH. Asam -ketoglutarat selanjutnya diubah menjadi
suksinil KoA.

4. Asam suksinat tiokinase membantu pelepasan gugus KoA dan ADP mendapatkan donor
fosfat menjadi ATP. Akhirnya, suksinil-KoA berubah menjadi asam suksinat.

5. Asam suksinat dengan bantuan suksinat dehidrogenase akan berubah menjadi asam
fumarat disertai pelepasan satu gugus elektron. Pada tahap ini, elektron akan ditangkap
oleh akseptor FAD menjadi FADH2.

6. Asam Fumarat akan diubah menjadi asam malat dengan bantuan enzim fumarase.
7. Asam malat akan membentuk asam oksaloasetat dengan bantuan enzim asam malat
dehidrogenase. NAD+ akan menerima sumbangan elecktron dari tahap ini dan membentuk
NADH.

8. Dengan terbentuknya asam oksaloasetat, siklus akan dapat dimulai lagi dengan
sumbangan dua gugus karbon dari asetil KoA. Menyambung posting sebelumnya
mengenai Glikolisis, kita bahas apa yang terjadi dengan hasil dari glikolisis tersebut.
Glikolisis akan menghasilkan 3 macam molekul: 2 molekul ATP yang langsung menjadi
sumber energi 2 molekul NADH yang akan masuk ke dalam jalur transport elektron untuk
menghasilkan ATP 2 molekul piruvat yang akan masuk ke dalam siklus Krebs Kita lihat
lebih detail mengenai siklus Krebs, langkah demi langkah. Sebelum masuk ke siklus
Krebs, 1 molekul piruvat akan diubah menjadi Asetil-CoA dengan bantuan enzim Pyruvate
Dehidrogenase. Pada proses tersebut, satu molekul CO2 dan satu atom H akan dilepaskan
dari piruvat, serta satu molekul CoA (coenzym A) akan ditambahkan. Atom H akan
ditangkap oleh NAD+ dan menghasilkan NADH. Asetil-CoA kemudian masuk ke dalam
siklus Krebs dengan langkah sebagai berikut: Asetil akan dilepaskan dari Asetil-CoA,
kemudian digabungkan ke oksaloasetat untuk membentuk sitrat dengan penambahan air.
Proses tersebut dikatalisasi oleh enzim citrate synthase. Sitrat kemudian diubah menjadi
isositrat dengan bantuan enzim acotinase. Isositrat akan diubah menjadi alfa-ketoglutarat
dengan melepaskan satu molekul CO2 dan satu atom H. Atom H akan ditangkap oleh
NAD+ untuk membentuk NADH. Proses tersebut dikatalisasi oleh enzim isocitrate
dehydrogenase. Alfa-ketoglutarat kemudian diubah menjadi suksinil-CoA dengan
melepaskan satu molekul CO2 dan satu atom H serta menempelkan satu molekul CoA.
Atom H akan ditangkap oleh NAD+ untuk membentuk NADH. Enzim yang berperan
adalah alphaketoglutarate dehydrogenase. Suksinil-CoA lalu diubah menjadi suksinat oleh
enzim Succinyl-CoA synthetase. Pada proses ini molekul CoA akan dilepaskan, selain itu
terdapat satu atom P yang ikut dalam reaksi dan kemudian akan ditangkap oleh ADP untuk
membentuk ATP. Langkah selanjutnya adalah perubahan suksinat menjadi Fumarat oleh
enzim succinate dehydrogenase. Dua atom H akan dilepaskan dan ditangkap oleh FAD+
untuk membentuk FADH2. Fumarat lalu diubah menjadi malat oleh fumarase dengan
penambahan air. Malat kemudian akan diubah kembali menjadi oksaloasetat oleh enzim
malate dehydrogenase. Satu atom H dilepaskan pada proses tersebut dan ditangkap oleh
NAD+ untuk membentuk NADH. Hasil akhir dari siklus Krebs saja dari 1 molekul piruvat
adalah 3 molekul NADH, 1 molekul FADH2, dan 1 molekul ATP dan dalam 1 gugus asetil
( molekul 2C) masuk dan keluar sebagai 2 molekul CO2. Namun kalau ditambah NADH
yang dihasilkan pada perubahan piruvat menjadi asetil-CoA, maka total NADH yang
dihasilkan adalah 4 molekul. Untuk jelasnya silahkan lihat gambar berikut:
9. Selanjutnya, molekul NADH dan FADH2 yang terbentuk akan menjalani rangkaian
terakhir respirasi aerob, yaitu rantai transpor elektron. E. PERAN ANABOLISME
DALAM SIKLUS KREBS Peran anabolisme dalam siklus krebs ditunjukkan oleh 4
senyawa intermediet : 1) Sitrat Dapat digunakan untuk membentuk kolestrol atau asam
lemak. Jika terjadi gangguan atau hambatan pada perubahan sitrat menjadi sis-akusitrat
sehingga aitrat menumpuk misalnyamaka sitrat tersebut akan terakumulasi dan dapat
meningkatkan kolestrol atau asam lemak. 2) Alfa-ketoglutarat Melalui proses transaminasi
menghasilakn asam amino glutamat. Purin jika terlalu banyak didalam tubuh akan diubah
menjadi asam urat, bisa menungkatkan kosenterasi asam urat didalam darah. Asam urat
didalam tubuh berfungsi sebagai antioksida endogen. 3) Succynil Co-A Digunakan untuk
mensintesis hemoglobin (hem + protein globin) 4) Oksalo asetat Melalui proses
transaminasi, enzimnya transaminasi menjadi aspartat, purin dan pirin dan pirimidin
TRANSPOR ELEKTRON (RANTAI TRANSPOR ELEKTRON
DAN KEMIOSMOSIS)

Rantai transpor elektron merupakan kumpulan molekul yang tertanam dalam membran-
dalam mitokondria. Pada membran-dalam mitokondria, membran tersebut terlipat-lipat
membentuk lekukan (krista) sehingga luas permukaan membran-dalam mitokondria menjadi
lebih besar dan mengakibatkan munculnya ruang untuk ribuan salinan rantai transpor elektron
pada membran tersebut. Sebagian besar komponen pada rantai tersebut merupakan protein,
yang terdiri dari protein kompleks bernomor I sampai IV. Pada protein ini, terikat kuat gugus
prostetik, yang merupakan komponen nonprotein terpenting untuk fungsi katalitik enzim
(mempercepat kerja enzim) tertentu.

Gambar diatas menunjukkan bagian-bagian yang menjadi protein pembawa elektron pada
rantai transpor elektron serta penurunan energi bebas saat elektron bergerak menyusuri rantai.
Saat transpor elektron berlangsung, protein pembawa elektron akan bergantian kondisinya
diantara tereduksi atau teroksidasi yang menunjukkan protein tersebut menerima atau melepas
elektron. Suatu komponen pada rantai transpor elektron akan tereduksi apabila komponen
tersebut menerima elektron dari tetangga “di atasnya’’ (perhatikan gambar) dimana
tetangganya tersebut memiliki afinitas elektron yang lebih rendah (keelektronegatifannya
rendah). Sebaliknya, suatu komponen pada rantai transpor elektron akan teroksidasi apabila
komponen tersebut melepas elektronnya kepada tetangga “di bawahnya” (perhatikan gambar)
dimana tetangganya tersebut memiliki afinitas elektron yang tinggi (keelektronegatifannya
tinggi).
NADH yang diproduksi pada proses glikolisis dan siklus krebs melepaskan sepasang
elektronnya kepada protein kompleks bernomor I pada rantai transpor elektron sehingga
NADH tersebut berubah menjadi NAD+ yang akan digunakan kembali pada proses glikolisis
selanjutnya. Protein komplek bernomor I ini bernama flavoprotein, protein ini dinamakan
demikian karena protein ini mempunyai gugus prostetik bernama flavin mononukleotida
(FMN). Saat elektron tersebut telah melewati FMN, maka FMN akan teroksidasi dan elektron
menuju protein Fe.S disebelahnya (protein ini tersusun atas zat besi dan sulfur yang terikat
sulfur) sehingga protein ini tereduksi. Sesudah elektron melewati Fe.S, maka Fe.S akan
teroksidasi dan elektron tersebut berjalan menuju suatu senyawa yang disebut Ubiquinon
(disingkat Q). Ubiquinon ini merupakan satu-satunya anggota dari rantai transpor elektron
yang bukan merupakan protein. Sebagian besar protein pembawa elektron diantara Ubiquinon
hingga Oksigen disebut sitokrom. Gugus prostetik dari protein pembawa elektron tersebut,
yaitu gugus heme yang memiliki zat besi yang berfungsi untuk menerima dan menyalurkan
elektron. Gugus heme ini mirip dengan gugus heme pada hemoglobin yang merupakan protein
pada sel merah. Yang membedakan gugus heme pada sitokrom dengan gugus heme pada darah
yaitu zat besi yang ada pada gugus heme di darah berfungsi untuk membawa oksigen, bukan
elektron, berbeda dengan zat besi pada gugus heme di sitokrom. Rantai transpor elektron
memiliki beberapa tipe sitokrom yang perbedaannya hanya sedikit. Sitokrom terakhir dari
rantai tersebut, yaitu cyt a3, menyalurkan elektron yang melewatinya menuju oksigen yang
sangat elektronegatif. Setiap oksigen membawa ion H+ yang tersedia di matriks mitokondria,
sehingga jika oksigen ini menerima elektron dari rantai transpor elektron (oksigen tereduksi),
maka oksigen ini akan membentuk air (H2O).
Sumber elektron pada rantai transpor elekron bukan hanya dari NADH, tetapi juga dari
FADH2 yang diproduksi pada siklus krebs. FADH2 melepaskan elektronnya pada protein
kompleks bernomor II yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan dengan protein
kompleks bernomor I yang menjadi tempat lepasnya elektron dari NADH. FADH2 berubah
menjadi FAD saat melepaskan elektronnya. Baik NADH maupun FADH2 sama-sama
melepaskan sepasang elektron untuk mereduksi oksigen. Pada rantai transpor elektron, FADH2
menyediakan energi untuk sintesis ATP sebanyak 1/3 lebih sedikit bila dibandingkan dengan
NADH.
Rantai transpor elektron tidak langsung mensintesis ATP. Terdapat suatu proses dimana
pada transpor elektron tersebut dapat memicu sintesis ATP oleh ATP Sintase (Enzim yang
mensintesis ATP pada membran-dalam mitokondria). Proses ini dinamakan kemiosmosis.
Kemiosmosis ialah suatu proses sintesis ATP menggunakan enzim ATP Sintase di mana
enzim tersebut dapat melakukan tugasnya dengan menggunakan energi dalam bentuk ion H+
dari ruang antar membran yang ion H+ tersebut sebenarnya berasal dari matriks mitokondria
dan kemudian di pompa ke ruang antar membran saat transpor elektron berlangsung.
Mekanisme proses pompa ion H+ pada rantai transpor elektron akan dijelaskan pada paragraf
berikutnya. Sementara itu, proses kemiosmosis akan dijelaskan pada gambar enzim ATP
Sintase berikut:
1. Ion H+ melewati setengah saluran pada stator yang berlabuh di membran.
2. Ion H+ memasuki situs pengikat dalam rotor kemudian memindahkan setiap subunit pada
rotor sehingga rotor berputar dalam membran.
3. Setiap Ion H+ berputar satu putaran lengkap sebelum meninggalkan rotor dan melewati
setengah saluran yang kedua pada rotor dan setengah saluran tersebut mengarahkan ion H+
menuju matriks mitokondria.
4. Perputaran pada rotor tersebut mengakibatkan batang internal pada enzim berputar. Batang
ini bentuknya memanjang seperti tangkai dengan kepala dibawahnya. Kepalanya tersebut
dipegang stasioner oleh salah satu bagian stator.
5. Putaran batang tersebut mengaktivasi situs katalitik pada kepala tersebut yang memproduksi
ATP dari ADP dan fosfat (Pi).
Dibawah ini akan digambarkan proses rantai transpor elektron yang dilanjutkan dengan
kemiosmosis secara lengkap.
1. Bagian ini merupakan rantai transpor elektron. NADH dan FADH2 melepaskan elektron
bernergi tinggi yang diekstrak dari makanan pada proses glikolisis dan siklus krebs
menuju rantai transpor elektron yang tertanam pada membran-dalam mitokondria. Tanda
panah yang berwarna emas menggambarkan jejak elektron pada rantai transpor elektron,
yang diakhiri dengan jalan “menuruni bukit” menuju oksigen untuk membentuk H2O.
Pada gambar tersebut, sebagian besar komponen pembawa elektron pada rantai transpor
elektron dikelompokkan menjadi empat protein kompleks. Dua komponen pembawa
elektron yang bergerak yaitu Q (Ubiquinon) dan cyt c (Sitokrom C) bergerak sangat cepat,
mengangkut elektron diantara dua protein kompleks yang besar. Protein kompleks
bernomor I,III, dan IV memompa ion H+ dari matriks mitokondria menuju ruang antar
membran saat ketiga protein tersebut menerima dan melepaskan elektron. Perhatikan
bahwa FADH2 melepaskan elektronnya pada protein kompleks bernomor II sehingga
FADH2 ini menghasilkan lebih sedikit proton yang dipompa ke ruang antar membran
dibandingkan dengan NADH yang melepaskan elektronnya pada protein komplek
bernomor I. Dengan demikian, energi kimiawi yang dipanen dari makanan
ditransformasikan menjadi gaya-gerak proton yang menyebabkan proton tersebut dapat
bergerak melintasi membran.
2. Bagian ini merupakan bagian kemiosmosis. Pada bagian ini, proton tersebut mengalir
kebawah melewati ATP Sintase yang tertanam dalam membran. ATP Sintase ini memanen
atau memanfaatkan gaya-gerak proton untuk fosforilasi ADP (pemberian atau
penambahan gugus fosfat pada ADP) sehingga ADP tersebut berubah menjadi ATP.
Kesatuan proses antara rantai transpor elektron dengan kemiosmosis disebut fosforilasi
oksidatif. Fosforilasi oksidatif berarti suatu proses penambahan gugus fosfat pada suatu
molekul dimana proses tersebut menggunakan energi yang berasal dari peristiwa oksidasi
(pelepasan elektron) suatu molekul.
Pada rantai transpor elektron, 1 NADH dapat memompa ion H+ sebanyak 10 ion,
sedangkan untuk mensintesis 1 ATP, ATP Sintase harus dilewati sekitar 3 sampai 4 ion H+.
Berarti 1 molekul NADH dapat mensintesis sekitar 2,5 sampai 3,3 ATP. Pada umumnya,
jumlah ATP yang disintesis oleh 1 NADH dibulatkan menjadi 3 ATP. Sementara itu, FADH2
juga melepaskan elektronnya pada rantai transpor elektron. Karena pelepasan elektron pada
FADH2 terjadi setelah pelepasan elektron dari NADH, maka setiap komponen pembawa
elektron yang dilewati elektron dari FADH2 bertanggung jawab untuk memompa ion H+ yang
cukup untuk mensintesis 1,5 sampai 2 ATP. ATP yang disintesis dari 1 FADH2 ini dibulatkan
menjadi 2 ATP.
Pada gambar diatas, baik pada proses glikolisis maupun siklus krebs dapat menghasilkan
ATP masing-masing sebanyak 2 ATP melalui fosforilasi tingkat substrat pada proses
tersebut. Kedua proses tersebut juga menghasilkan molekul NADH dan FADH2. Molekul ini
akan digunakan untuk mensintesis ATP dengan proses fosforilasi oksidatif pada membran-
dalam mitokondria yang melibatkan rantai transpor elektron serta kemiosmosis pada ATP
Sintase. Jumlah ATP yang dihasilkan bergantung dari ion H+ hasil pompa ion pada rantai
transpor elektron yang melewati ATP Sintase, biasanya jumlahnya berkisar antara 32 sampai
34 ATP. Jadi, dapat disimpulkan untuk 1 molekul glukosa dapat menghasilkan ATP
sebanyakn 36 sampai 38 ATP.
Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
1. Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh
satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang dipengaruhinya. Hormon
pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien),
baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat
kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter)
mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
(taksis) tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang
sangat rendah menjadi prekursor (“pemicu”) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan
sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa aktivitas senyawa-senyawa
reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran
reseptor akan mendorong reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu
hormon di dalam sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu
dengan hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan
pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif
akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian
dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankankelangsungan hidup jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada
masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai
macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi
zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang
kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya
dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya
dalam aplikasi etilena untuk penyeragamanpembungaan tanaman buah musiman), untuk
menyebut beberapa contohnya. Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar
sebagaimana pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik
tertentu pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar.
Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum,
ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan
hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang
antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya, dapat berperan secara tunggal maupun
dalam koordinasi dengan kelompok hormon lainnya.
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada
hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis. Terdapat 2
kelompok hormon yaitu :
a. Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan asam
traumalin.
2. Mekanisme Kerja Hormon
Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti
Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan hormon endogen.
Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada pada jaringan meristem yaitu jaringan
yang aktif tumbuh seperti ujung-ujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya
yang intensif yang disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon
endogen tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/
buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon (selain
kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu penambahan hormon dari luar
(hormon eksogen) seperti produk hormonik yang mengandung hormon Auksin, Giberelin
dan Sitokinin organik (Non sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin, giberelin dan
Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan sederhana. Pemberian
Auksin eksogen (hormonik) akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan
mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk
chlorofil yang sangat diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis
yang semakin meningkat akan dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama
dengan auxin akan bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin
di akar yang akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan
kandungan Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga
giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk tanaman.
Adanya penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi peningkatan
kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel
(oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon giberelin) yang bersama-sama
dengan hasil fotosintat yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses
pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain juga
mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus
dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan
perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan
terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika
kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang
akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah
rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut
menjadi jaringan gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase
generatif ini penambahan hormon sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan
kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu
sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar
sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak
yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll)
atau bernas (padi, jagung dll).
H o r m o n b e k e r j a m e l a l u i p e n g i k a t a n d e n g a n r e s e p t o r s p e s i f i k \ pen
gikatan dari hormon ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu p e r u b a h a n
p e n ye s u a i a n p a d a r e s e p t o r s e d e m i k i a n r u p a s e h i n g menyampaikan inform
asi kepada unsur spesifik lain dari sel.
Reseptor initerletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan horm
onreseptor memberikan sinyal pembentukan dari "messenger kedua"Interaksi hormon-
reseptor ini menimbulkan pengaruh pada ekspresi gen(3,7) Distribusi dari
reseptor hormon memperlihatkan variabilitas yang besar sekali. Reseptor
untuk beberapa hormon, seperti insulin dan glukokortikoid, terdistribusi secara
luas, sementara
reseptor untuk sebagianbesar hormonmempunyai distribusi yang lebih terbatas. A
danya reseptor merupakandeterminan (penentu) pertama apakah jaringan aka
n memberikan responterhadap hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam
peristiwa pasca-reseptor juga penting; hal ini tidak saja menentukan apakah
jaringan akanmemberikan respon terhadap hormon itu tetapi juga
kekhasan dari responitu. Hal yang terakhir ini memungkinkan hormon yang sama
memiliki responyang berbeda dalam jaringan yang berbeda.

3. Macam-macam Hormon pada Tumbuhan


Macam hormon yang terdapat pada tumbuhan, antara lain auksin,
giberelin, sitokinin,etilen, asam traumalin, asam absisat, kalin.
a) Auksin
Aukin merupakan senyawa asetat (gugus indol) yang terdapat pada indol, contohnya
pada tanaman bawang merah (Allium cepa).Konsentrasi auksin lebih banyak terdapat pada
daerah yang tidak terkena cahaya. Bagi tanaman (batang) yang tidak terkena cahaya akan
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan bagian lain yang terkena cahaya
matahari akibat adanya auksin ini. Pada tumbuhan, auksin dapat ditemukan di embrio biji,
meristem tunas apical, dan daun-daun muda.
Selain berpengaruh menigkatkan laju pemanjangan sel pada pertumbuhan seperti di
uraikan di atas, auksin juga merupakan hormone pengatur fisiologi yang dapat digunakan
untuk memacu pembentukan buah tanpa penyerbukan (disebut partenokarpi).

b) Giberelin
Giberelin merupakan hormon yang mirip dengan auksin. Hormone ini ditemukan Oleh
P. kurosawa (tahun 1926, di Jepang) pada jamur Giberella fujikuroi. Giberelin di produksi
oleh tumbuhan di meristem tunas apical, akar, daun muda, dan embrio.

Fungsi giberelin :
1) Memacu pertumbuhan buah tanpa biji (partenokarpi)
2) Menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan raksasa
3) Meyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya (tidak pada musimnya)
4) Memacu pembentukan cambium pada tanaman dikotil
5) Mematahkan dormansi buah dan biji

c) Sitokinin
Sitokinin ditemukan pada batang tembakau Oleh Skoog dan Miller.Struktur kimia
sitokinin mirip dengan adenine (basa nitrogen yang terdapat pada DNA dan ATP). Selain
dapat ditemukan di batang, sitokinin juga dapat di hasilkan di dalam akar dan akan
diangkut ke organ yang lain.

Fungsi Sitokinin, antara lain :


1) Memacau pembelahan sel
2) Mempercepat pelebaran daun
3) Mempercepat tumbuhnya akar
4) Memacu pertunasan lateral pada pucuk batang
5) Menunda pengguguran daun, Bungan, dan buah.

d) Etilen
Etilen merupakan satu-satunya hormone tumbuhan yang berbentuk gas.Gas etilen
mempercepat pemasakan buah, contohnya pada buah tomat, pisang, apel, dan jeruk.Buah-
buah tersebut dipetik dalam keadaan masih mentah dan berwarna hijau.Selanjutnya, buah-
buah tersebut dikemas dalam bentuk kotak berventilasi dan diberi gas etilen untuk
mempercepat pemasakan buah sehingga buah sampai ditempat tujuan dalam keadaan
masak.Selain itu, gas etilen juga menyebabkan penebalan batang dan memacu
pembungaan.Oleh karena itu, etilen dapat ditemukan pada jaringan buah yang sedang
matang, buku batang, daun, dan bunga yang menua.

e) Asam Traumalin
Seperti florigen, asam traumalin sebenarnya merupakan hormon hipotetik yaitu
merupakan gabungan beberapa aktivitas hormone yang ada (auksin, giberelin, sitokinin,
etilen, dan asam absisat). Apabila tumbuhan mengalami luka atau perlukaan karena
gangguan fisik maka akan segera terbentuk cambium gabus. Pembentukan cambium gabus
itu terjadi karena adanya pengaruh hormone luka (asam traumalin). Sebenarnya, peristiwa
ini merupakan hasil kerja sama antar hormone pada tumbuhan yang di sebut restitusi
(regenerasi). Awalnya luka pada tumbuhan akan memacu pengeluaran hormone luka yang
kemudian merangsang pembentukan cambium gabus. Pembentukan cambium gabus
dilakukan oleh hormone giberelin, selanjutnya, karena pengaruh hormone sitokinin,
terbentuklah sel-sel baru yang akan membentuk jaringan penutup luka yang disebut kalus.
Asam traumalin ini dapat ditemukan pada dinding sel tumbuhan.

f) Asam Absisat
Salah satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan. Pada
musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi pertumbuhan
terhadap perubahan linkungan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhan untuk tumbuh.
Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang, akar , dan buah biji.
Fungsi lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan bertahan pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi). Dalam keadaan dorman,
tumbuhan terlihat seperti mati, tetapi setelah kondisi lingkungan menguntungkan, ia akan
tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas baru. Contohnya adalah pohon jati yang meranggas
pada musim kemarau.
6. Asam jasmonat
7. Steroid (brasinosteroid)
8. Salisilat
9. Poliamina.
10. Asam traumalin
11. Kalin

4. Pengaruh Hormon pada Tumbuhan


Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi
yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu
atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan
dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan.Dengan
menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke
aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh,
sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan
memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang
disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain
dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada
tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping
mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur
tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak
jauh.
a. Hormon Sitokinin
Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar,
mendorong pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong perkecambahan, dan
menunda penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan,
pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan
daun, bungan, dan buah dgn cara mengontrol dgn baik proses kemunduran yg menyebabkan
kematian sel-sel tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga
dengan kinin, merupakan nama generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang pembelahan sel(sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991). Selanjutnya dijelaskan kinin
disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan jaringan pemberi makan
(misalnya endosperm cair). Buah jagung, pisang, apel, air kelapa muda dan santan kelapa yang
belum tua merupakan sumber kinin yang kaya.
Kinin terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C – 5, ke suatu molekul
adenin. Rantai beratom C – 5 dianggap berasal dari isoprena. Basa purin merupakan penyusun
kimia yang umum pada kinin alami maupun kinin sintetik (Millers, 1955 dalam Wilkins,
1989). Biosintesis sitokinin dengan bahan dasar mevalonic acid. Sebenarnya sudah sejak tahun
1892 ahli fisologi I. Wiesner, menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel membutuhkan zat
yang spesifik dan adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous. Secara pasti baru
tahun 1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H. Von Slastea dan F.M.
Strong dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin dari DNA yang
diautoklap, sangat aktif sebagai promotor mitosis dan pembelahan sel kalus (Moree,
1979).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kata sitokinin berasal dari pengertian cytokinesis yang
berarti pembelahan sel. Sitokinin alami ditemukan oleh D.S. Lethan dan C.O. Miller tahun
1963 diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung yang belum matang disebut zeatin. Sitokini
alami terjadi dari derivat isopentenyl adenine. Sitokinin sintetik yang paling umum
dimanfaatkan di bidang pertanian seperti BA, kinetin dan PBA. Kinin menimbulkan kisaran
respons yang luas, tetapi kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.
Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas
lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan
hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi
dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian
diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem
lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan
tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di
bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh memanjang
dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini
menunjukkan ratio sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara
tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar yang
banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak. Peningkatan konsentrasi sitokinin
ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam jumlah yang lebih banyak.
Interaksi antagonis ini umumnya juga terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.
b. Hormon Auksin
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang
berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah
belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis
tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon
auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar.
Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat
perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah,
mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin
dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan
yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin
tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung
mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.
Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita
harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk
mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap
diantaranya untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya
sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat
kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya
sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi
tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena
kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari.
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu
protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding
sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang
hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang
akibat air yg masuk secara osmosis.
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses
fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein. Auksin
diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah)
(Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman,
penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan
pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama
pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara
sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih
kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld =
Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk.,
1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga
yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat)
atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk
menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel
Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben
atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino
– 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian,
dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin,
yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan
pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah
pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma. Selain memacu peman-jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan
Giberelin dapat memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada
kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.

c. Asam absisat (ABA)


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi
dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup
menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh
sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada
kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini
menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah
popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya
daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi
tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan dengan
suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui
mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai
penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah
sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune primroses
(bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza – Borrego (California), biji-
bijinya akan berkecambah setelah hujan deras .
Sebagamana telah dibahas di atas bahwa giberelin juga berperan dalam perkecambahan
biji. Pada banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin menentukan apakah biji akan tetap
dorman atau berkecambah. Hal yang sama juga terdapat pada kasus dormansi kuncup yang
pertumbuhannya dikontrol oleh keseimbangan konsentrasi antar ZPT. Sebagai contoh pada
pertumbuhan kuncup dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA pada kenyataannya
lebih tinggi, tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang tinggi pada kuncup yang sedang
tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada penghambatan pertumbuhan tunas
dorman.
Selain perannya pada dormansi, ABA berperan juga sebagai “ stress plant growth hormon”
yang membantu tanaman tersebut menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan, misalnya
pada saat tumbuhan mengalami dehidrasi, ABA diakumulasikan di daun dan menyebabkan
stomata menutup. Hal ini walaupun mengurangi laju fotosintesis, tumbuhan akan
terselamatkan dari kehilangan air lebih banyak melalui proses transpirasi.
d. Giberelin
Gambar 5 menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh. Kelompok di
sebelah kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal; sedangkan tanaman di sebelah
kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman yang lebih besar tetapi memiliki daun yang
berwarna kuning. Tanaman padi ini telah terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit
padi yang telah terinfeksi akan rebah dan mati sebelum sempat menjadi dewasa dan berbunga.
Selama berabad-abad petani padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh cendawan ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang menyimpang ini disebut
juga dengan “bakanae” atau “foolish seedling disease” atau “penyakit rebah anakan/kecambah“
.
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan
Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut.
Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin. Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa
giberelin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit
rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella
fujikuroi yang menghasilkan senyawa giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang
biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya,
misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada
tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA yang
diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor
untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA.
Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak
pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti
auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor
pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih kuat
dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan secara tunggal.
Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat
memberikan efek yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil
tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada
tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya
bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah
diberi GA.
Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam
proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin (Gambar 4). Pada beberapa
tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas
serta biji. Disintesis pada ujung batang dan akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang cukup
luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan batang dan daun. Pengaruh
GA umumnya meningkatkan kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut
belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan dengan auksin, giberelin
akan mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan tanaman apel, anggur, dan
terong menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi. Diketahui giberelin digunakan secara
luas untuk menghasilkan buah anggur tanpa biji pada varietas Thompson. Giberelin juga
menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih renggang di
dalam satu gerombol
Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-
biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah
akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat
di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang
menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup
akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang
mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam
biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya
misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji.
5. Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan
a. Faktor Regulasi
Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah hormon
yang memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior kelenjar
pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor pelepas (releasing factor)
yang menyebabkan kelenjar pituitari mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat
(inhibiting factor) yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah
FSHRF (faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan
dilepaskannya hormon FSH dan LH.

b. Hormon Antagonistik
Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan,
contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun,pankreas akan
memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut

Dan dapat disimpulkan hormone pada tumbuhan terdiri dari beberapa hormon dan
fungsi yang berbeda-beda. Hormon dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pada tanaman.
VITAMIN

Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot
molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh. Nama ini berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan
amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada
awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak
memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam
reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk
dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul keci lyang memiliki fungsi vital
dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisienzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah
kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin
A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan
folat). Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan
vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif. Oleh karena itu, tubuh memerlukan asupan vitamin
yang berasal dari makanan yang kita konsumsi. Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan
vitamin yang tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh. Asupan vitamin lain dapat diperoleh
melalui suplemen makanan. Berbeda dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam
air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran
makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang terlepas akan masuk ke dalam
aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera
dibuang tubuh bersama urin. Oleh karena hal inilah, tubuh membutuhkan asupan vitamin larut air
secara terus-menerus.
Bedasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam
air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).
Oleh karena sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh,
sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh.
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk beberapa hal, vitamin ini berbeda
dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari
makanan. Vitamin ini hanya dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air
DAFTAR PUSTAKA

Murray, Robert K.,dkk. 2006. BIOKIMIA HARPER EDISI 27. Jakarta : EGC
Campbell, Neil A. and Reece, Jane B. 2010. BIOLOGI JILID 1 EDISI 8. Jakarta : Erlangga
1979. Biokimia ( Review Physiological Chemistry ) diterjemahkan oleh Martin
Muliawan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Darul Amir.2002.Siklus Krebs.Jakarta
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga, jakarta.
Girindra A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai