PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
fraktur (Murgatroyd et al., 2017). Fraktur yang paling banyak terjadi pada
khususnya bagian tibia, fibula dan hip fraktur (Murgatroyd et al., 2017).
pada tahun 2017 selama 21 hari terjadi 3.646 kecelakaan dan pada tahun 2018
pada tahun 2017 mencapai 703 jiwa dan pada tahun 2018 korban tewas
sebanyak 503 jiwa. Lalu jumlah korban luka berat dan ringan pada tahun 2017
tercatat ada 732 orang dengan luka berat dan 4.333 orang dengan luka ringan,
sementara pada tahun 2018 sebanyak 458 orang dengan luka berat dan 2.679
mobilisasi (Minhas & Catalano, 2018). Pasca operasi fraktur yang terlambat
sendi, dan malfungsi dari sendi itu sendiri (Bruder, Shields, Dodd, & Taylor,
2017). Efek yang terjadi jika nyeri dan ansietas tidak segera diatasi adalah
juta jiwa di dunia yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, dan 1,3 juta
Inggris, sekitar 80% pasien melaporkan nyeri, 48% pasien mengalami rasa
sakit sedang atau berat pasca operasi(Evans & Mccahon, 2018). Prevalensi
peringkat ke tujuh dengan laporan cedera di jalan raya sebesar 42,1 % (Badan
paripurna, menyebutkan data fraktur tiga tahun terakhir sebagai berikut; Tahun
2016 jumlah fraktur sebanyak 891 kasus, yang menjalani operasi faktur cruris
sebanyak 143 kasus (16%). Tahun 2017 jumlah fraktur sebanyak 1006 kasus,
yang menjalani operasi faktur cruris dengan tindakan ORIF sebanyak 167
kasus (16,6%).
semua pasien pra operasi fraktur masih mengalami nyeri dan belum
mengetahui terkait dengan menejemen nyeri. Hasil wawancara dengan perawat
Tenggara, bahwa pasien yang akan menjalani operasi fraktur diberi pendidikan
terdapat nyeri hebat, pasien menangis kesakitan dan belum optimal dalam
melakukan mobilisasi dini, mayoritas pasien masih takut untuk bergerak. (RSU
Bahtaramas, 2020).
tindakan non operative atau modalitas seperti traksi, bidai, fiksator eksternal,
dan lain sebagainya (Taki, Memarzadeh, Trompeter, & Hull, 2017). Nyeri
pasca operasi jika tidak dikelola dengan baik, maka dapat menyebabkan
dan kokoh, sehingga tidak perlu pemasangan gips, dan segera dapat mencapai
cenderung merasakan nyeri. Hal ini disebabkan karena rasa takut akan
motivasi diri dalam management nyeri pasca operasi, salah satunya adalah
HBM (Jensen, Nielson, & Kerns, 2003). Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa rasa sakit yang persisten merupakan fenomena multi dimensi yang
pasien memilih untuk mengatasi rasa sakit dan dampaknya. Akan tetapi, peran
ditingkatkan.
delay mobilisasi karena kurang terpapar informasi dan ketakutan paska operasi.
Hurley, Walsh, Bhavani, Britten, & Stevenson, (2010) juga menyatakan hal
yang serupa, bahwa pasien mempunyai pemahaman yang buruk dan negatif
Health Belief Model (HBM) (Khoramabadi et al., 2015). Tujuan dari HBM
adalah dapat merubah perilaku dan persepsi pasien mengenai suatu penyakit
Health education pra operasi berbasis HBM yang diberikan dengan panduan
kesembuhan pasien.
penelitian dengan judul “Pengaruh health education pra operasi berbasis health
belief model terhadap nyeri pada pasien Fraktur di Rumah Sakit Bahteramas
B. Rumusan Masalah
Model terhadap nyeri pada pasien Fraktur di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Health Education Pra Operasi berbasis Health Belief Model terhadap nyeri
Tenggara
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Sulawesi Tenggara
2. Manfaat Praktis
a. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini berguna sebagai salah satu dasar bagi institusi
pemulihan pasien.
c. Penelitian Selanjutnya