Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Sumbatan hidung adalah salah satu masalah yang paling sering dikeluhkan
pasien ke dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak
faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung. Penyebab dari
sumbatan hidung dapat berasal dari struktur maupun sistemik. Yang disebabkan
struktur termasuk perubahan jaringan, trauma, dan gangguan congenital. Yang
disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan patologis. Polip
merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung tersumbat.

Polip hidung sampai saat ini masih merupakan masalah medis, selain itu juga
memberikan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya
seperti di sekolah, di tempat kerja, aktifitas harian. Gejala utama yang paling sering
dirasakan adalah sumbatan di hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat
keluhannya, hal ini dapat mengakibatkan hiposmia sampai anosmia. Bila menyumbat
ostium sinus paranasalis mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri
kepala dan hidung berair.

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.1
Banyak teori yang diajukan menganggap bahwa polip hidung adalah akibat dari kondisi
yang menyebabkan peradangan kronis pada hidung dan sinus hidung yang ditandai oleh
edema stroma dan variabel seluler infiltrat. Namun, etiologi polip hidung jelas belum
diketahui dengan pasti Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan
perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada
kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi
untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Tn. H
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anamnesis tanggal : 31 januari 2020
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Sudah kawin
2.2 Keluhan utama : Hidung tersumbat
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan hidung tersumbat yang dirasakan sejak 4 tahun
yang lalu, keluhan ini dirasakan makin lama makin berat. Pada bulan desember 2019
pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan susah bernafas melalui hidung dan harus
bernafas melalui mulut , hidung berair ada, riwayat sering bersin-bersin ada.
Perdarahan dari hidung tidak ada, gangguan penghidu ada. Riwayat demam tidak ada,
riwayat batuk tidak ada, riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Bantaeng kemudian pasien dirujuk ke
Rumah Sakit Unhas untuk melakukan tindakan operasi. Riwayat alergi ada, yaitu alergi
debu. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada . Riwayat hipertensi tidak
ada. Riwayat diabetes melitus disangkal.
2.3 Pemeriksaan telinga
Kanan Kiri
1. Daun Telinga
 Bentuk : Normal Normal
 Ukuran : Normotia Normotia
 Sikatriks : Tidak ada Tidak ada

 Infeksi : Tidak ada Tidak ada

 Tumor : Tidak ada Tidak ada

2. Depan Telinga
 Abses/Fistel : Tidak ada Tidak ada
 Sikatriks : Tidak ada Tidak ada
 Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada Tidak ada
3. Belakang Telinga
 Abses/Fistel : Tidak ada Tidak ada
 Nyeri Tekan : Tidak ada Tidak ada
 Tumor : Tidak ada Tidak ada
4. Liang Telinga Luar
 Warna : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
 Edema : Tidak ada Tidak ada
 Sekret (Sifat) : Tidak ada Tidak ada

 Serumen : Ada Ada

5. Selaput Gendang
 Permukaan : Licin Retraksi
 Warna : Transparan, intak Transparan, intak
 Perforasi : Tidak ada Tidak ada

 Pantulan Cahaya : Ada Ada

6. Telinga Tengah (Bila Ada Perforasi)


 Mukosa : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Promontorium : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Sekret (Sifat) : Tidak ada Tidak ada

2.4 Pemeriksaan Hidung


Kanan Kiri
1. Bagian Luar Hidung
 Bentuk : Normal Normal
 Kelainan Kulit : Tidak ada Tidak ada
 Kelumella : Normal Normal

 Nares Anterior : Normal Normal

 Fossa Kanina : Normal Normal

 Dinding Media : Nomal Normal


2. Bagian Dalam Hidung
 Vestibulum : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Dasar Rongga Hidung
- Sekret : Tidak ada Tidak ada
- Edema/Polip : Ada Ada
3. Dinding Lateral
 Meatus Nasi Inferior
- Polip : Ada Ada
- Edema : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sekret : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Konka Inferior
- Warna : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sekret (Sifat) : Sulit dinilai Sulit dinilai
: Sulit dinilai Sulit dinilai
- Permukaan : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Ukuran
 Meatus Nasi Media : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Polip : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Edema : Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sekret
 Konka Media : Sulit dinilai Sulit dinilai

- Permukaan : Sulit dinilai Sulit dinilai

- Warna : Sulit dinilai Sulit dinilai

- Sekret (Sifat) : Sulit dinilai Sulit dinilai

- Ukuran
4. Dinding Media Rongga Hidung
 Warna : Sulit dinilai
 Permukaan (Deviasi) : Sulit dinilai
 Edema (Hipertrofi) : Ada

 Ekkoriasi : Sulit dinilai

 Perforasi : Sulit dinilai


5. Dinding Belakang (Rhinoskopi Posterior)
 Koana : Sulit dinilai
 Palatum Molle : Sulit dinilai
 Ujung Posterior Konka Inferior : Sulit dinilai

 Ujung Posterior Konka Media : Sulit dinilai

 Meatus Nasi Media : Sulit dinilai

 Ostium Tuba : Sulit dinilai


: Sulit dinilai
 Torus Tubarius
: Sulit dinilai
 Fossa Rossenmuller
: Sulit dinilai
 Tonsila Tubaria
: Sulit dinilai
 Adenoid
6. Sinus Paranasalis
 Transluminasi : Tidak dilakukan

2.5 Pemeriksaan Gigi, Mulut, Kerongongan, Tenggorokan


1. Gigi
 Karies : Tidak ada
 Abses : Tidak ada
 Gusi : Tidak hiperemis
2. Mulut
 Abses/Fistel : Tidak ada
 Sikatriks : Tidak ada
 Nyeri Tekan : Tidak ada
3. Kerongkongan
 Orofaring
- Dinding: t Dorsal
1. Mukosa : Licin Licin
2. Granula : Tidak ada Tidak ada
3. Deformitas : Tidak ada Tidak ada
4. Post Nasal Drips : Tidak ada Tidak ada
- Dinding Lateral
1. Mukosa : Licin Licin
2. Granula : Tidak ada Tidak ada
 Ismus Faucium : Normal
 Arkus Anterior : Normal
 Arkus Posterior : Normal
 Tonsil
- Warna : Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
- Pembesaran : Tidak ada Tidak ada
- Detritus : Tidak ada Tidak ada
- Kripte : Tidak ada Tidak ada
- Perlengketan : Tidak ada Tidak ada
 Hipofaring
- Fossa Piriformis : Normal
- Vallekula : Normal
- Radikal Lingua : Normal
4. Tenggorokan
 Epiglotis : Normal
 Arytenoid : Normal
 Plika Vocalis : Normal
 Subglotis : Normal
 Trakea : Normal
 Kelainan Motorik : Tidak Ada
5. Kelenjar Limfe Regional : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
6. Kelainan Lain : Tidak ada

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


1. Darah :
2. Urine : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Bakteriologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Dan Lain-Lain : Biopsi 2/1/2020
- Polip Adenomatous dextra
- Polip inflamsi sinistra dengan banyak sel eosinofil
2.7 Pemeriksaan Radiologi
25/11/2019
- Tampak densitas massa disinus maksilaris kiri dan kanan meluas sampai kavum
nasi posterior
- Tidak tampak destruksi tulang sekitar
- Tampak deviasi septum ke kanan
- Concha nasalis atrophy
- Posisi kanan dalam batas normal, kiri sulit dinilai
- Orbita dan mastoid dalam batas normal
- Tidak tampak
- Tulang- tulang sekitar intak
KESAN : Polip sinonasal bilateral dd/ tumor sinonasal
2.8 Resume
2.9 Pemeriksaan Fisis

2.10 Diagnosa : Polip Nasal


2.11 Diagnosa Banding Angiofibroma
2.12 Pengobatan kortikosteroid
2.13 Anjuran Polipektomi
2.14 Prognosis
Quo at vitam : Dubia
Quo at sanationam : Dubia
BAB III
DISKUSI
3.1 Definisi
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.1

3.2 Epidemiologi
Prevalensi polip nasi yang dilaporkan bervariasi antara 1-4% dari populasi. Lebih
sering terjadi pada lelaki dengan puncak insiden pada usia 40 sampai 60 tahun.
Menurut data yang dipublikasikan di USA, polip nasi terjadi pada 2% - 5% dari
populasi umum dan merupakan 5% dari kunjungan konsultasi ke ahli THT. Angka
kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Di Indonesia, angka
kejadian belum diketahui dengan pasti.2,3
3.3 Etiologi
Banyak teori yang diajukan menganggap bahwa polip hidung adalah akibat dari
peradangan kronis pada hidung dan sinus hidung yang ditandai dengan edema stroma
dan variabel seluler infiltrat. Sementara dalam banyak kasus penyebab awal
terbentukny mungkin berbeda. Namun, etiologi polip hidung yang pasti belum
diketahui dengan pasti. Sebelumnya diasumsikan bahwa alergi sebagai faktor
predisposisi untuk polip hidung karena gejala rhinorrhea berair dan pembengkakan
mukosa ditemukan pada kondisi tersebut, terkait dengan banyak eosinofil yang
ditemukan dalam sekresi hidung. Namun, sedikit bukti yang ditemukan untuk
mendukung hubungan tersebut satu sama lain hanya 1% -2% dari pasien yang memiliki
skin prick test positif dalam studi epidemiologi. Namun, adapula penelitian yang
menunjukkan bahwa IgE total dan spesifik serta hasil histologis tipe alergi lainnya dari
polip tidak terkait dengan tes tusukan kulit positif tetapi berkorelasi dengan kadar
eosinofil. Oleh karena itu, kemungkinan mekanisme alergi lokal dengan tidak adanya
fitur sistemik dapat memainkan peran dalam patogenesis polip.4

3.4 Patogenesis
Secara umum etiologi dari polip nasi belum dapat diketahui secara pasti
begitupun mekanisme dasar terjadinya polip nasi juga belum diketahui dengan pasti dan
masih diperdebatkan para ahli. Salah satunya menurut Mygind yang merangkum
berbagai macam teori dan memberikan hipotesis pembentukan polip hidung terlihat
pada gambar di bawah ini. 7

Gambar 1 : Hipotesis polip nasal

Dari gembar tersebut diatas dijelaskan bahwa polip nasi terbetuk akbat edem. Edem
ini terjadi karena adanya peingkatan permeabilitas membaran vaskuler. Peningkatan
permeabilitas ini akibat hilangnya persarafan pembuluh darah dan lepasnya histamine
saat degranulasi mastosit. Lepasnya histamine tidak hanya dengan peranan IgE (reaksi
alergi), tetapi juga dapat karena factor- factor non imunologis seperti obat- obatan,
trauma mekanis dan sebagainya. Proses pembentukan polip hidung diduga melalui
tahap yaitu: 5,6

1. Tahap awal terjadinya peradangan yang menyebabkan perubahan mukosa


berupa udem dengan infiltrasi sel- sel radang seperti eosinophil dan neutrophil
yang disebabkan oleh alergi, indeksi dan gangguan vasomotor atau
kombinasinya
2. Tahap kedua mukosa yang udem tersebut akan menonjol ke kavum nasi karena
pengaruh mekanis dari lingkungannya yaitu tekanan negatif.

Pendapat ahli yang lain menyatakan bahwa apapun penyebabnya pembentukan polip
hidung dimulai dengan peningkatan eksudasi dari pembuluh darah, udem lamina
propria, dan kemudian penonjolan mukosa hidung Penelitian terkini menyatakan
adanya peran sitokin pada proses pembentukan polip. Diantaranya Granulocyte
Stimulating Factor (GM-CSF), IL3, IL4, dan IL5, juga Interferon. GM-CSF yang
dikeluarkan oleh fibroblast berfungsi menunjangn kelangsungan eosinophil dan
proliferasi makrofag. Ini membuktikan bahwa mekanisme alergi yang menyebabkan
eosinophilia diproduksi oleh sitokin tipe Th2 sedang yang non alergi masih belum jelas
dengan melibatkan GM-CSF, IL3 dan IFBg. Hal ini mungkin disebabkan pada polip
nasi terdapat pula Th1 dengan peningkatan rasio IFNg dan IL4. Selain itu didapatkan
pula peningkatan Regulated upon Activation Nove; T Cell Expression and Presumably
Secreted (RANTES), eotaksin, Transforming growth factor b (TGFb) pada pasien
polipalergi maupun non aleri. TGFb yang diproduksi eosinophil akan menyebabkan
penebalan membrane basalis, fibrosis stroma dan hiperplasi epitel. Peningkatan IgE
total dan IgE spesifik juga didapatkan pada polip nasi. Bebrapa molekul adhesi dan
matriks ekstra seluler juga meningkat seperti intercellular Adhesion Molecule 1 (ICAM
1) dan kolagen.. 5,6

Dinyatakan juga bahwa polip hidung tidak mengandung saraf otonom kecuali bagian
tangkai. Hilangnya pesarafan tersebut belum diketahui penyebabnya, perlu penelitian
lebih lanjut. Factor- factor yang merusak saraf yaitu infeksi, intoleransi aspirin, fibrosis
kistik merupakan factor penyebab terjadinya polip, sedangkan lepasnya histamine
merupakan factor penunjang. 5

3.5 Gejala Klinis


Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah
matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabuabuan. Polip hidung
kecil biasanya dapat dideteksi sewaktu endoskopi hidung rutin. Jarang menimbulkan
masalah-masalah yang berarti. Namun, Polip hidung yang lebih besar biasanya
menimbulkan gejala-gejala seperti berikut : 8

- Penyumbatan hidung sehingga pasien akan mengalami gangguan indera


penghidu (hipoosmia atau anosmia)
- Rasa sakit dan tidak nyamn di daerah wajah
- Bau busuk dari hidung
- Terjadinya penyumbatan drainase lender dari sinus ke hidung yang
menyebabkan tertimbunya lender di sinus dan apabila lama tidak diatas akan
menyebabkan terjadinya sinusitis
- Suara sengau dan bernafas melalui mulut
- Snoring(ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama pasien dari polip hidung adalah penyumbatan di hidung
yang makin lama makin berat, sesuai dengan perkembangan polip. Gejala lain
yang menyertai seperti hipoosmia atau anosmia. Gejala lain apat muncul akibat
penyumbatan seperti gangguan fungsi “air conditioning” dari hidung sehingga
menimbulkan keluhan tenggorok. Keluhan seperti rhinore yang lengket atau
dapat purulent jika ada infeksi sekunder di sinus paranasal yang disertai keluhan
sakit kepal atau pipi. 8
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior akan tampak massa polip yang
berasal dari meatus medius bias soliter ataupun multiper dan unilateral ataupun
bilateral. Apabila polipnya besar dapat sampai di ke koana yang disebut sebagi
polip koanal yang didapat pada rhinoskopi posterior, selain itu pada polip yang
lebih besar dapat menyebabkan timbulnya ‘frog face ‘ dikarenakan pendesakan
pada tulang hidung dan pelebaran di dorsum nasi. 8

Gambar 2 : polip nasi


3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto radiologi polos dan CT-scan, untuk mendeteksi
sinusitis. Foto polos sinus paranasal (posisi water AP lateral) dapat
memperlihatkan penebalan dari mucosa dan adanya batas udara dan cairan
didalam sinus, teteapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Foto CT-scan
melihat keadaan anatomi dari sunus paranasal sehingga dapat melihat polip 8
Biopsi kadang diperlukan bila ada keraguan pada polip hidung di dalam
disebabkan adanya keluhan epistaksis, nyeri, sakit kepala, gangguan
pendengaran yang dapat mengarah ke diagnosis lain selain polip seperti tumor. 9
Pemeriksaan tes alergi bisa dilakukan untuk membantu dalam
melakukan penangan lebih lanjut. 8

Gambar CT-scan sinusparanasal


3.7 Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan menghindari penyebab atau
faktor pendorong polip. Ada 3 macam terapi polip hidung, yaitu medikamentosa 5
A. Terapi medikamentosa ditunjukkan pada polip yang masih kecil yaitu
pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat,
dapat juga diberikan kortikosteroid hidung atau kombinasi keduanya. Tujuan
utama pengobatan adalah mengatasi polip dan menghindari penyebab atau
faktor pemicu terjadinya polip.
B. Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid. Berikan
kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga
hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan
kostikodteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat
C. Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan
sebelum dan sesudah operasi. Berikan antibiotic bila ada tanda infeksi dan
untuk langkah profilaksis pasca operasi. Berikan anti alergi jika pemicu
dianggap alergi obat kortikosteroid berupa:
1. Oral (prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian
di tapering off)
2. Suntikan intrapolip (triamsinolon asetorid atau prednisone 0,5 cc tiap 5-7
hari sekali sampai polip menghilang)
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,merupakan obat
untuk rhinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan
pengobatan kortikosteroid per oral. Polip cendeng tumbuh kembali jika
penyebabnya adalah alergi maupun infeksi yang tidak terkontrol.
D. Operasi : Polipektomi dan etmoidektomi
Untuk polip yang ukurannya lebih besar dan sifatnya berat maka
dilakukan pembedahan umtuk memperbaiki drainase sinus dan membuang
bahan yang terinfeksi. Pembedahan dilakukan jika
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga terjadi infeksi sinus
3. Polip yang berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multiple polip atau kronik rhinosinusitis yang
yang gagal pengobatan maksimum dengan obat-obatan
Polipektomi adalah tindakan pengangkatan polip menggunakan senar
polip dengan bantuan anastesi local, untuk polip yang besar dan menyebabkan
kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan anastesi
umum.
Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS)
merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus, merupakan
Teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga membuka
celah di meatus media yang merupakan tempat asal polip yang tersering
sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan 5

3.8 Prognosis
Umumnya prognosis dari kasus ini dapat membaik dengan pengobatan yang
adekuat dengan menghilangkan keluhan serta mencegah komplikasi dan rekurensi
polip. Namu, kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Keberhasian terapi dari
pembedahan juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh dari pasien itu sendir yang dapat
menentukan keberhasilan dari tindakan yang diberikan. 6
3.9 Komplikasi
Polip hidung yang masih dalam ukuran kecilyang belum menutupi cavum nasi
biasanya belum menimbulkan gejala bahkan belum banyak dikeluhkan. Namun,
perubahan ukuran yang semakin membesar yang seringkali menimbulkan gejala dan
dapat menimbulkan komplikasi. Salah satu komplikasi yang dapat muncul adalah
terjadinya sinusitis yang diakibatkan muara dari sinus sinus yang terhalang oleh polip
hidung. Selain itu dapat pula mengganggu jalan napas yang dapat menimbulkan sesak.
Seringkali yang perlu diwaspadai ialah komplikasi yang ditimbulkan akibat penanganan
secara operatif atau tidakan bedah agar tidak terjadi komplikasi iatrogenic. 5
BAB IV
PENUTUP

Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan
pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.Banyak teori yang
diajukan menganggap bahwa polip hidung adalah akibat dari kondisi yang
menyebabkan peradangan kronis pada hidung dan sinus hidung yang ditandai oleh
edema stroma dan variabel seluler infiltrat. Sementara dalam banyak kasus penyebab
awal mungkin berbeda. Namun, etiologi polip hidung jelas belum diketahui dengan
pasti. Sebelumnya diasumsikan bahwa alergi sebagai faktor predisposisi untuk polip
hidung polip terbanyak. Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung,
anosmia, adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata dan
adanya sekret hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan masaa yang lunak,
bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan dan tidak mengecil pada pemberian
vasokonstriktor lokal. Penatalaksanaan untuk polip nasi bisa secara konservatif maupun
operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari pasien
sendiri. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani polipektomi
beberapa kali dalam hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E. Wardani S R. Polip hidung. Dalam: Soepardi, Efiaty.


Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok.
Edisi ke Enam. Jakarta: Fakkultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h.
123-5.
2. Munoz AT, Puchol CH, Molinero CN. Epidemiological study in patients with
nasal polyposis. Acta Otorrinolaringol Esp. 2008; 59(9):438-43.
3. Settipane GA. Epidemiology of nasal Polyps. Allergy and Asthma Proc. 2012;
5(17):231-6.
4. Maharjan S, Neopane P, Tiwari M, Parajuli R. Nasal Polyposis : A Review.
Glob J Oolaryngol 2017; 8(2): 001-2p.
5. Ardani DM, Pawarti DR. Polip Hidung dan Penatalaksanaan. 2008; 1(1): 32-0p
6. European Positio Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. 2005. 13-9p
7. buku THT KL hijau UI
8. Vento Seija, Nasal polypoid Rhinosinusitis Clinical Course And Etiologgical
Investigations. An Academic Dissertation. Helsinkin 2001

Anda mungkin juga menyukai