Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN


ANESTESI

KASUS PADA ASKEP MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 1 :
1. Andri Syahrezi (04/18D10115)
2. Ari Pritasari (06/18D10117)
3. Luh Apriani (25/18D10136)
4. Muliyaty Yusuf (30/18D10141)
5. Ni Km. Diva Oktyana (32/18D10143)
6. Ni Wayan Eni Sukmawati (41/18D10152)
7. Novita Dwi H.P (46/18D10157)
8. Tosca Sandi (55/18D10166)

D – IV Keperawatan Anestesiologi
Tk. II / Smt. 3
Kelas C

ITEKES BALI
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Berkat rahmat-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah
Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan Anestesi yang berjudul
“Kasus Pada Askep Medikal Bedah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas dari mata ajar Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam
Keperawatan Anestesi tentang bagaimana kasus yang terjadi pada askep medikal
bedah di rumah sakit.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menemui beberapa hambatan,
namun hambatan-hambatan tersebut dapat penulis atasi berkat dukungan dari
semua pihak. Oleh karena itu ijinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ns. Ni Nyoman Nuartini, S.Kep.,M.Kes
2. Keluarga yang penulis cintai atas dorongan, semangat, dan segala bantuan
sera cinta kasihnya
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungan
dan masukan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran guna memperbaiki
dan menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak

Denpasar, 10 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Konsep K3 RS Secara Umum ................................................................. 3
2.2 Gambaran K3 RS Di Departemen Medikal Bedah .................................. 4
2.3 Masalah K3 Yang Muncul Dalam Departemen Medikal Bedah .............. 9
2.4 Penatalaksanaan Masalah Yang Muncul Dalam Departemen
Medikal Bedah ....................................................................................... 12
2.5 tujuan dan manfaat K3 yang telah diterapkan dalam departemen medical
bedah ...................................................................................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15


1.3 Simpulan................................................................................................ 15
1.4 Saran ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan Medikal Bedah adalah pelayanan profesional yang
berdasarkan pada ilmu keperawatan medikal bedah dan teknik keperawatan
medikal bedah berbentuk pelayanan Bio-psiko-sosio-spiritual, peran utama
perawat adalah memeberikan asuhan keperawatan kepada manusia (sebagai
objek utama pengkajian filsafat ilmu keperawatan: ontologis). (Nursalam,
2008: hal 14). Peran dan fungsi perawat khususnya di rumah sakit adalah
memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan melalui berbagai proses
atau tahapan yang harus dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada pasien. Menurut Lingkup praktek keperawatan medikal-
bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien dewasa yang
mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi
mengalami gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan.
Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk
memperoleh kenyamanan; membantu individu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kondisi sehatnya; melakukan prevensi, deteksi dan
mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit: mengupayakan pemulihan
sampai klien dapat mencapai kapasitas produktif tertingginya; serta
membantu klien menghadapi kematian secara bermartabat. Lingkup
keperawatan medikal bedah menurut, (Nursalam, 2008 61-63) meliputi
Lingkup masalah penelitian pengembangan konsep dan teori keperawatan
masalah penelitian difokuskan pada kajian teori-teori yang sudah ada dalam
upaya meyakinkan masyarakat bahwa keperawatan adalah suatu ilmu yang
berbeda dari ilmu profesi kesehatan lain, Lingkup masalah penelitian
kebutuhan dasar manusia meliputi identifikasi sebab dan upaya untuk
memenuhi kebutuhan, Lingkup masalah penelitian pendidikan keperawatan,
Lingkup masalah penelitian manajemen keperawatan, Lingkup masalah
penelitian ilmu keperawatan medikal bedah di fokuskan pada asuhan
keperawtan melalui pendekatan proses keperawatan.

1
Salah satu bagian yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan
di rumah sakit merupakan komponen terbesar dari sistem pelayanan
kesehatan yang terintegrasi (Kuntoro, 2010: hal 1). Berdasarkan hal itu maka
penulis menjadikan pelayanan keperawatan khususnya medikal medah
sebagai latar belakang pembuatan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan, penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep K3 RS secara umum?
2. Bagaimana gambaran K3 RS di departemen medikal bedah ?
3. Bagaimana masalah K3 yang muncul dalam departemen medikal bedah ?
4. Bagaimana penatalaksanaan masalah yang muncul dalam departemen
medikal bedah ?
5. Bagaimana tujuan dan manfaat K3 yang telah diterapkan dalam
departemen medikal bedah ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah
yang sudah dibuat yaitu :
1. Mengetahui konsep K3 RS secara umum
2. Mnegetahui gambaran K3 RS di departemen medikal bedah
3. Mengetahui masalah K3 yang muncul dalam departemen medikal bedah
4. Mengetahui penatalaksanaan masalah yang muncul dalam departemen
medikal bedah
5. Mengetahui tujuan dan manfaat K3 yang telah diterapkan dalam
departemen medical bedah ?

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep K3 RS Secara Umum
K3 adalah bidang yang berhubungan dengan keselamatan, kesehatan,
dan kesejahteraan manusia yang bekerja pada sebuah institusi ataupun lokasi
proyek. Pengertian K3 menurut WHO/ILO (1995) : Untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguan kesehatan pekerja disebabkan oleh pekerjaan; perlindungan bagi
pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan
psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. K3 Rumah
Sakit adalah upaya pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimia,
biologi di RS yang mungkin dapat menimbulkan dampak atau gangguan
kesehatan terhadap petugas, pasien, pengunjung masuk sekitar Rumah Sakit.
Tujuan K3RS adalah agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan
kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan adanya
peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan produktifitas kerja yang
ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Adapun
tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah melindungi
tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional, menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di
tempat kerja, sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan
kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada
bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan

3
2.2 Gambaran K3 RS Di Departemen Medikal Bedah

K3 di Medikal Bedah atau Kamar operasi adalah suatu unit khusus di


rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun
akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).

A. Faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah


Menurut hasil laporan dari Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja
pada industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, tergores
atau terpotong, dan penyakit infeksi lain. Salah satu contoh kecelakaan kerja
yang paling sering adalah luka jarum suntik yang umum terjadi di kalangan
petugas di ruang bedah. Sehingga peningkatan strategi pencegahan dan
pelaporan diperlukan untuk meningkatkan keselamatan kerja bagi petugas
bedah tersebut.

B. Alat kerja yang dapat digunakan dan dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen di ruang bedah
Alat kesehatan yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen diruang bedah adalah benda-benda tajam seperti scalpel dan jarum
suntik yang dapat memberikan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

C. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang bedah

Selain membersihkan tangan yang harus selalu dilakukan petugas


kesehatan juga harus mengenakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur
yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan pasien diperlukan untuk
menghindari kontak dengan darah dan cairan tub tetapi dapat digunakan demi
kenyamanan petugas kesehatan. Begitu pula, sepatu bot juga dapat digunakan
untuk keperluan praktis, misalnya bila diperlukan sepatu yang tertutup rapat
dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda tajam. Bila digunakan
dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari pajanan terhadap
jenis penyakit menular tertentu.

4
D. Ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas

P3K merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan


kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan
cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri
ditujukan untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum
pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan
lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 Pasal 19: “Setiap


badan, lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada
konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus
menyediakan apotik atau pos P3K sendiri, memelihara apotik atau pos P3K
bersama-sama dengan badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya
dan mempunyai satu atau lemari, kotak atau perlengkapan P3K.” Rumah sakit
merupakan salah lembaga pemberi jasa dengan unit sterilisasi yang menjadi
bagiannya.

Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas


dan personil P3K. Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, pedoman,
ruang P3K, perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan
transportasi). Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K,
ahli K3, petugas P3K yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat
kerja.

Segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker,


aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%,
buku panduan P3K umum, buku catatan, daftar isi kotak. Sedangkan pada
kotak P3K tipe II terdiri dari kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm),
perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram),
perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker,
bidai, pinset, lampu senter, sabun, kertas pembersih (Cleaning Tissue), aquades
(100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K
umum.

5
E. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum
kerja, berkala, berkala khusus)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya
untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada
setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerjaitu sendiri maupun terhadap
orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat ( prompt-
treatment ) Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi:

1. Pemeriksaan Awal

Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang


calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut
ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a. Anamnese umum
b. Anamnese pekerjaan
c. Penyakit yang pernah diderita
d. Alrergi

e. Imunisasi yang pernah didapat

6
Pemeriksaan tertentu:

a. Tuberkulin test

b. Psiko tes

2. Pemeriksaan Berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya
resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin
kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan
disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau
diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

F. Peraturan pimpinan di rumah sakit tentang K3 di tempat kerja


Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan. RS harus membuat perencanaan yang efektif agar
tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang
jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar
Sistem Manajemen K3 di RS diantaranya assesment akreditasi K3RS dan
SMK3.

A. Perencanaan meliputi
Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
1. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.

7
2. Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya
yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat
resiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
PAK.

B. Penilaian faktor risiko


Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan.

C. Pengendalian faktor risiko


Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan
lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (engineering/rekayasa),
administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).

1. Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada
karyawan dan pihak yang terkait.

2. Tujuan dan sasaran


Satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka
waktu pencapaian (SMART).
3. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.

8
4. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.

G. Keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan denganpekerjaan pada


petugas instrumen di ruang bedah.
Para peneliti menyatakan bahwa di dalam kamar operasi terkandung kadar
eter yang signifikan ketika “ the open drop technique” digunakan. Dan
diketahui bahwa paparan obat anastesi inhalasi seperti diethyl eter, nitrous
oxide dan cloroform lebih mengarah tentang infertilitas dan aborsi spontan
insidensi kelainan kogenital, kanker, penyakit hematopoietik, penyakit liver,
dan penyakit saraf seperti psikomotor dan tingkah laku sebagai akibat paparan
gas anastesi.

H. Upaya K3 lainnya yang dijalankan.


Misalnya ada penyuluhan/pelatihan, pengukuran/pemantauan lingkungan
tentang hazard yang pernah dilakukan. Bahaya potensial di RS dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh
faktor biologi (virus, bakteri dan jamur), faktor kimia

2.3 Masalah K3 Yang Muncul Dalam Departemen Medikal Bedah


Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek - aspek yang cukup luas,
yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tenaga kerja secara aman melakukan
pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
nasional. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai
persoalan di sekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan
mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Dengan demikian,
jelaslah bahwa keselamatan kerja adalah sesuatu yang penting untuk

9
perlindungan tenaga kerja, sehingga kecelakaan yang timbul akibat mesin,
proses pengolahan, lingkungan kerja dan sebagainya harus diberantas dan
dikendalikan.
Bekerja di kamar bedah merupakan pekerjaan yang mulia karena telah
banyak menyelamatkan nyawa manusia. Bekerja di ruang ini tidak semudah
yang dibayangkan karena memerlukan keahlian khusus, disamping itu juga
mempunyai resiko yang besar. Adapun factor resiko bekerja di kamar bedah
yaitu :
1. Bahaya/ insiden kecelakaan
a. Cedera kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh benda yang jatuh,
misalnya, peralatan medis.
b. Slip, perjalanan, danjatuh di lantai basah, khususnya selama situasi
darurat.
c. Tertusuk atau terpotong oleh bendata jam, terutama tusukan jarum dan
luka oleh pisau operasi.
d. Luka bakar dari peralatan sterilisasi panas.
e. Listrik kejut dari peralatan yang rusak atau grounding yang tidak ada,
atau peralatan dengan isolasi yang rusak.
f. Nyeri punggung akut akibat posisi tubuh canggung yang lama atau
kelelahan saat menangani pasien berat.

2. Physical hazards / Bahaya fisik


Paparan radiasi dari x-ray dan sumber radio isotop.

3. Chemical hazards/ Bahaya Kimia


Paparan berbagai obat bius (misalnya N2O, halotan, etilbromida,
etilklorida, eter, methoxyfluorane)
a. Iritasi kulit dan penyakit kulit karena sering menggunakan sabun,
deterjen, desinfektan
b. Iritasimata, hidung, dan tenggorokan karena paparan udara aerosol atau
kontak dengan tetesan/percikan desinfektan saat mencuci dan
membersihkan alat.

10
c. Keracunan kronis karena paparan jangka panjang terhadap obat, cairan
sterilisasi (misalnya, glutaraldehid), anestesi gas
d. Alergi lateks yang disebabkan oleh paparan pada sarung tangan latek
salam dan latek slainnya.

4. Biological hazards/ Bahaya biologi


a. Karena paparan terhadap darah, cairan tubuh atau spesi menjaringan
mungkin mengarah kepenyakit melalui darah seperti HIV, Hepatitis B
dan Hepatitis C.
b. Risiko tertular penyakit nosokomial akibat tusukan dari jarum suntik
(misalnya hepatitis infeksius, sifilis, malaria, TBC).
c. Kemungkinan tertular herpes sawit dan jari (Herpes whitlow).
d. Peningkatan bahaya keguguran spontan.

5. Ergonomic, psychosocial and organizational/ Factors Ergonomis,


psikososial dan faktor organisasi
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat
dan untuk periode merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Strespsikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang
berat terhadap pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang, dan kelelahan akibat perubahan
dan bekerja malam, lembur kerja, dan kontak dengan pasien yang sakit,
terutama bila pasien tidak pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari
tim operasi.
Pekerja kesehatan professional pada tim bedah mungkin menemukan
berbagai bahaya pekerjaan sementara di ruang operasi. Prosedur keselamatan
tidak memadai dapat mengakibatkan sejumlah efek kesehatan. Bahaya utama
saat bekerja di ruang operasi adalah karena keterlibatan langsung dalam
prosedur pembedahan. Peningkatan kesadaran dikombinasikan dengan
mengambil semua tindakan keselamatan yang tepat dan tindakan pencegahan
akan mengurangi insiden yang mungkin terjadi akibat dari bahaya.

11
2.4 Penatalaksanaan Masalah Yang Muncul Dalam Departemen Medikal
Bedah
Penata anestesi merupakan salah satu petugas kesehatan yang bagaimana
saat bertugas, berhadapan langsung dengan pasien sehingga dapat mengetahui
keadaan umum pasien, khususnya pada saat akan melakukan operasi (pre
anestesi) di ruang pre op. Dalam menerapkan prinsip K3RS, penata anestesi
diharapkan mampu untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan pasien. Untuk itu penata anestesi perlu mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai penata, serta hak dan kewajiban pasien.

Peranan penata anestesi dalam pelaksanaan K3RS di rumah sakit,


khususnya pada medical bedah, salah satu contohnya yaitu tidak terjadinya
kecelakaan kerja pada saat melakukan tindakan, mislnya pada saat melakukan
injeksi pada pasien.

Berikut adalah beberapa contoh pelaksanaan atau peran penata anestesi


dalam penerapan K3RS pada medical bedah :

1. Penggunaan alat pelindung diri bagi penata anestesi :


Berdasarkan hasil laporan National Safety Council menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit 41% lebih besar
daripada pekerja industry lainnya. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan
suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja baik penata anestesi maupun
tenaga kesehatan lainnya, demi melindungi dirinya dari potensi bahaya
serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di rumah sakit
khususnya pada medical bedah. Penggunaan APD ini juga merupakan
salah satu upaya bagaimana penata anestesi menghindari paparan risiko
bahaya di ruang operasi (medical bedah) pada khususnya. Karena seperti
yang kita ketahui bahwa pada department medical bedah, terdapat
berbagai risiko yang dapat mengancam kesehatan penata anestesi maupun
tenaga kesehatan lainnya, jika sampai mereka terkena paparan risiko
tersebut.

2. Pengendalian dan pencegahan infeksi bagi penata anestesi


Infeksi yang berada di rumah sakit, dinamakan infeksi nosocomial.
infeksi nosocomial adalah infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah
sakit, karena kerentanan terhadap invasive agen pathogen atau infeksius
yang tumbuh dan menyebabkan sakit. Penata anestesi harus memiliki
tanggung jawab, pengetahuan, dan keterampilan sehingga dapat
memberikan asuhan secara professional. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh penata anestesi yang dapat dilakukan untuk menjalankan
perannya sebagai pengendali terjadinya infeksi nosocomial saat
memberikan asuhan, salah satunya yaitu dengan menjaga kebersihan

12
ruangan department medical bedah yang berpedoman terhadap kebijkan
rumah sakit dan praktik kepenataan.
Upaya yang dilakukan dalam penguatan pengendalian infeksi bagi
penata anestesi salah satunya dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan
terkait pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, khusunya untuk
pengendalian infeksi. Namun pelatihan ini juga sangat memerlukan
kesadaran seorang penata anestesi untuk menerapkan K3RS khususnya
pada medical bedah, yang notabenenta merupakan tempat atau department
dimana penata anestesi melaukan tugasnya.

3. Peran penata anestesi dalam mengelola limbah department medical bedah


Dalam mengembangkan kapasitas pengelolaan lingkungan, rumah
sakit memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap
peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit, termasuk juga pelayanan pada
department medical bedah. Department medical bedah, sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan dalam rumah sakit tentunya selalu
menghasilkan limbah medis ataupun non medis. Limbah medis dan non
medis ini tentunya harus dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan dan
ketentuan dalam undang-undang kesehatan. Karena limbah-limbah
tersebut, baik medis maupun non medis sangat berbahaya dan dapat
menimbulkan infeksi nosocomial.

2.5 Bagaimana tujuan dan manfaat K3 yang telah diterapkan dalam


departemen medikal bedah ?
Menurut UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, tujuan dari K3
adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit dikarenakan pekerjaan.

Berikut ini adalah tujuan Kesehayan dan keselamatan kerja antara lain:

1. Untuk melindungi dan memelihara kesehatan dan keselamatan tenaga


kerja sehingga kinerjanya dapat meningkat.
2. Untuk menjaga dan memastikan keselamatan dan kesehatan semua
orang yang berada di lingkungan kerja.
3. Untuk memastikan sumber produksi terpelihara dengan baik dan dapat
digunakan secara aman dan efisien

Menurut PP No 50 th 2012. Sesuai dengan peraturan pemerintah no 50 tahun 2012


dijelaskan beberapa tujuan penerapan K3 diantaranya:

13
1. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi.
2. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, dan serikat pekerja.
3. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas.

Manfaat Kesehatan dan keselamatan kerja pada medical bedah, sebagai berikut :

1. Sebagai pedoman untuk melakukan identifikasi dan penilaian akan


adanya risiko dan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan di
lingkungan kerja.
2. Membantu memberikan saran dalam perencanaan, proses organisir,
desain tempat kerja, dan pelaksanaan kerja.
3. Sebagai pedoman dalam memantau kesehatan dan keselamatan para
pekerja di lingkungan kerja.
4. Memberikan saran mengenai informasi, edukasi, dan pelatihan
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja.
5. Sebagai pedoman dalam membuat desain pengendalian bahaya,
metode, prosedur dan program.
6. Sebagai acuan dalam mengukur keefektifan tindakan pengendalian
bahaya dan program pengendalian bahaya

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
produktivitas kerja Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran
dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat – obatan),
Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar, Syok akibat
aliran listrik, Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya
infeksi dari kuman, virus atau parasit.

3.2 Saran

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara


umum diperkirakan termasuk rendah. Pada beberapa tahun Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas
saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama .Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait.15

15
DAFTAR PUSTAKA

Persepektif dan konsep keperawatan medikal bedah


https://samoke2012.wordpress.com/2015/10/23/konsep-dan-perspektif-
keperawatan-medikal-bedah/. Diakses pada 10 Oktober 2019

K3 pada ruang operasi. 2018.


https://www.academia.edu/37316847/Docslide._k3_pada_ruang_operasi_rev.
Diakses pada 9 Oktober 2019.

http://masharimus.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.html. Diakses pada 9 Oktober 2019.

Staff Dosen Emergency Medicine University of Sumatera Utara. Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja. [Online on 2013] [Cited on

September 2013]. Available from:


http://ocw.usu.ac.id/course/detail/pendidikan-dokter-s1/1110000130-
emergencymedicine.html.

1. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang
Bangunan Gedung.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 Tahun 2012, tentanag


Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

16
17

Anda mungkin juga menyukai