Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Disusun oleh :
dr. Anisa Tri Anti

Pendamping :
dr. Sri Umaryani

DOKTER INTERNSIP WAHANA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH SELOGIRI


PERIODE 13 Mei 2018 – 13 MEI 2019
KABUPATEN WONOGIRI
LAPORAN PRESENTASI KASUS PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 1


BorangPresentasi Kasus

NamaPeserta: dr. Anisa Tri Anti


Nama Wahana: RS PKU Muhammadiyah Selogiri
Topik: Ulkus DM pedis dextra
Tanggal (Kasus): 21 Oktober 2018 Tanggal Presentasi:
Tempat Presentasi: Nama Pendamping: dr. Sri Umaryani
Nama Pasien: Ny. NA No. RM: 059xxx
Objektif Presentasi:Keilmuan Keterampilan Penyegaran TinjauanPustaka
Diagnostik Manajemen Masalah
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Ibu Hamil
Deskripsi : Seorang perempuan dengan ulkus DM pedis dekstra
Tujuan: mendiagnosis ulkus DM , manajemen tatalaksanan pada pasien Ulkus DM
BahanBahasan: TinjauanPustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos


Data Pasien :
Nama : Ny. NA
No. RM : 059xxx Tanggal MRS : 21 Oktober 2018
Jenis kelamin : Perempuan Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2018
Umur : 48 tahun Keluar RS : 24 Oktober 2018

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 2


A. Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2018, jam 09.30.

Keluhan Utama
Pasien merasa lemas sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU Muhammadiyah Selogiri pada tanggal dengan keluhan merasa lemas seperti
tidak bertenaga sejak 2 hari SMRS. Awalnya pasien tidak merasa terlalu lemas, namun saat ini lemas dirasakan semakin memberat.
Lemas dirasakan simetris pada kedua bagian tubuh dan terus-menerus. Lemas terasa berkurang bila pasien tidur atau beristirahat,
dan dirasakan memberat jika pasien banyak beraktivitas. Penurunan kesadaran, pandangan mata gelap, pusing berputar, nyeri dada,
dada berdebar-debar disangkal. Pasien juga mengeluhkan luka pada kaki sejak 2 minggu SMRS, luka lecet timbul pada telapak kaki
kanan setelah menggunakan sepatu. Luka di telapak kaki kanan tidak sembuh dan semakin melebar, membengkak dan bernanah.
Pasien merasakan nyeri pada luka. Pasien merasa terdapat sedikit rasa nyeri yang berdenyut, dirasakan terus menerus pada luka
tersebut. Nyeri tersebut tidak diperbaik atau diperburuk dengan apapun
Pasien memiliki riwayat sakit gula sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku dahulu sering merasakan sering buang air kecil,
sering merasakan haus dan juga sering merasakan lapar. Pasien juga merasakan kalau berat badannya turun dari 85 kg menjadi 75

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 3


kg dan merasa bila terdapat luka sulit untuk sembuh. Pasien tidak rutin memeriksakan penyakit gulanya. Pasien mengkonsumsi obat
gula yaitu suntik insulin 3 kali sehari namun pengobatan tidak dilanjutkan oleh pasien.
Pasien juga memiliki riwayat darah tinggi sejak 7 tahun lalu, diberikan obat candesartan namun pasien tidak rutin
mengonsumsi obat hipertensinya tersebut. Pertama kali pasien diperiksa adalah 150/100 mmHg setahun yang lalu, dan pasien tidak
pernah lagi memeriksakan tekanan darahnya. Pasien menyangkal adanya nyeri tengkuk atau sakit kepala hebat.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit kuning disangkal.
 Riwayat penyakit ginjal dan jantung disangkal.
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat keluarga DM (+), ibu pasien.
• Riwayat keluarga hipertensi (+), ayah dan ibu pasien.
• Riwayat keluarga penyakit ginjal dan jantung disangkal.
• Riwayat keluarga asma disangkal.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 4


• Riwayat keluarga alergi disangkal.

Riwayat Pribadi, Sosial Ekonomi dan Budaya


 Pasien kurang mengontrol pola makannya dengan baik.
 Pasien tidak berolahraga rutin.
 Riwayat minum kopi (+).
 Riwayat merokok (-).
 Riwayat minum alkohol (-).
 Riwayat penggunaan obat-obat terlarang (-).

Riwayat Pengobatan
 Pasien terkadang tidak mengonsumsi obat gula darah dan darah tinggi secara teratur.
 Pasien tidak rutin kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam.

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos mentis.
Vital Sign

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 5


 Tekanan darah : 150/90 mmHg.
 Frekuensi Nadi : 96x/menit, reguler, kuat angkat dan isi penuh.
 Frekuensi nafas : 20x/menit.
 Suhu : 36,8 °C.
Berat badan : 75 kg.
Tinggi badan : 165 cm.
IMT : 27,5 kg/m2 (obesitas I).
Status Generalisata
Kepala : Bentuk normochepal.
Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada hematom, suhu raba normal, turgor kulit baik.
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata.
Wajah : Simetris, pigmentasi (-), tanda-tanda radang (-).
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor, reflek cahaya
positif, edema palpebra tidak ada. Visus tidak diperiksa.
Mulut : Mukosa mulut pucat (-), mukosa kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Telinga : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-), pendengaran normal.
Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), T1-T1 tenang, uvula ditengah.
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 6


Thoraks
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, gerak kedua hemitoraks simetris pada saat statis dan dinamis.
Palpasi : Taktil fremitus sama kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru. Batas paru hepar terdapat pada linea midclvavicula dextra ICS VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas kanan jantung ICS V linea sternalis dekstra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat dilatasi vena.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi :Supel, tidak teraba pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-).
Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen, nyeri ketok CVA (-).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 7


Urogenital : Tidak diperiksa.
Ekstremitas : Akral hangat, ulkus kaki (+/-), edema kaki (+/-), pus kaki (+/-), sikatrik (-/-).
Status kaki diabetikum:

o Perfusion impairment : 1 (none)


o Extend : 2, ukuran luka 2x3 cm
o Depth :2
o Infection :3
o Sensation :2

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 8


C. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 7.8 12 – 16 g/dL
Hematokrit 25 37 – 47%
Eritrosit 3.4 4.3 – 6.0 juta/uL
Leukosit 12040 4.800 – 10.800/uL
Trombosit 761000 150.000 – 400.000/uL
MCV 75 80 – 96 fL
MCH 23 27 – 32 pg
MCHC 31 32 – 36 g/dL
RDW 16.70 11.5 - 14.5%
GDS 279 100-140 mg/dl

DIAGNOSA
 Ulkus DM pedis dextra
 DM tipe 2, obesitas I, GD dengan regulasi insulin
 Hipertensi grade II

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad vitam
Qou ad functionam : Dubia ad malam
Qou ad sanationam : Dubia ad malam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 9


FOLLOW UP
Tanggal 21/10/2018 22/10/2018
Follow Up
S (Subjective) Tidak bisa tidur, pusing, luka pada Dapat tidur nyenyak, luka pada kaki
kaki terasa nyeri (+), mual (+) masih terasa nyeri (+), mual
berkurang
O (Objective) TD: 130/80 mmHg TD: 120/80 mmHg
N: 88x/min N: 84x/min
RR: 18x/min RR: 16x/min
S: 36,7˚C S: 36,5˚C
Px Fisik : Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva anemis (+/+), BJ I/II
BJ I/II regular, murmur (-) gallop regular, murmur (-) gallop (-), SN
(-), SN vesikuler, rhonchi -/-, vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-.
wheezing -/-.
Px Lab:
KGDH :
06.00 = 123, 11.00 = 157, 17.00 =
109, 21.00 = 115
A  Ulkus DM pedis dextra  Ulkus DM pedis dextra
(Assassment)  DM tipe 2, obesitas I, GD  DM tipe 2, obesitas I, GD

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 10


dengan regulasi insulin dengan regulasi insulin
 Hipertensi grade II  Hipertensi grade II
P (Planning)  IVFD RL 20 tetes/menit  IVFD RL 20 tetes/menit
 Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam  Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam iv
IV  Ondancentron 3x8 mg IV
 Ondancentron 3x8 mg IV  Amlodipin 1x10 mg po
 Amlodipin 1x10 mg po  Lantus 0-0-8 iu
 Lantus 0-0-8 iu  Diet DM 1700 kkal
 Diet DM 1700 kkal  Ganti balut dan rawat
 Rawat bersama Penyakit bersama Penyakit Dalam
Dalam

Tanggal 23/10/2018 24/10/2018


Follow Up
S (Subjective) Nyeri pada luka di kaki post operasi (+) Nyeri pada luka di kaki
berkurang
O (Objective) TD: 130/90 mmHg TD: 140/80 mmHg
N: 90x/min N: 96x/min
RR: 18x/min RR: 16x/min
S: 36,9˚C S: 36,7˚C
Px Fisik : Konjungtiva anemis (+/+), BJ Konjungtiva anemis (+/+), BJ

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 11


I/II regular, murmur (-) gallop (-), SN I/II regular, murmur (-) gallop
vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-, luka (-), SN vesikuler, rhonchi -/-,
post operasi pedis dextra (+) wheezing -/-.

A  Ulkus DM pedis dextra  Ulkus DM pedis dextra


(Assassment)  DM tipe 2, obesitas I, GD dengan  DM tipe 2, obesitas I,
regulasi insulin GD dengan regulasi
 Hipertensi grade II dalam pengobatan insulin
 Hipertensi grade II
P (Planning)  IVFD RL 20 Tetes/menit Cefixime 2x200 mg
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV Antalgin 3x500 mg
 Ondancentron 3x8 mg IV Lantus 0-0-8 iu
 Ketorolac 3x30 mg IV
Lansoprazole 1x20
 Amlodipin 1x10 mg po
mg
 Lantus 0-0-8 iu
Amlodipine 1x10 mg
 Diet DM 1700 kkal
Medikasi / 2 hari
 Ganti balut dan rawat bersama
penyakit dalam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 12


BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 13
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan
glukosa yang rendah sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya
penimbunan kadar glukosa di dalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe
1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2)1,2,3

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010 diabetes melitus dibagi menjadi 4 berdasarkan etiologinya yakni; diabetes
melitus tipe 1 (DMT1) karena defisiensi insulin absolut, diabetes melitus tipe 2 (DMT2) karena defek sekresi insulin dan/atau resistensi
insulin, diabetes melitus gestasional pada saat kehamilan dan diabetes melitus tipe lain yang disebabkan oleh penyakit endokrin pankreas,
endokrinopati, penggunaan obat atau zat kimia, infeksi maupun kelainan imunologi.

C. Diagnosis Diabetes Melitus


Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti dibawah ini :
- Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemas dan berat badan yang menurun.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 14


- Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus
vulvae pada pasien wanita.4

Gambar 1. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 15


Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika5:
1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki tanda klinis diabetes mellitus, atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan kalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena,
atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian beban glukosa oral 75g pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa
Oral) hasilnya lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dalam praktek karena membutuhkan persiapan khusus.

Cara pelaksanaan TTGO :


 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap
melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
 Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa), atau 1,75 gr/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam
waktu 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 16


D. Tatalaksana Diabetes Melitus
Terdapat 4 pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus, yaitu :
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan
penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.3
Edukasi perawatan kaki diabetik juga penting. Pemeriksaan kaki setiap hari mutlak dilakukan untuk deteksi dini luka.
Membersihkan kaki dengan air bersih dan keringkan sela-sela jari kaki. Berikan pelembab pada kulit yang kering dan gunting kuku
dengan teknik yang benar. Periksa kaki rutin ke dokter terutama bila ada luka.1
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glu kosa darah atau insulin.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 17


Nutrisi yang baik membantu proses penyembuhan luka, menunjang fase penyembuhan luka yang meliputi inflamasi,
granulasi dan epitelisasi (remodelling). Rekomendasi untuk pasien dengan luka adalah makan makanan yang sehat dan seimbang
dengan cukup energi dan protein.
Untuk mendapatkan perhitungan kebutuhan kalori basal, pada laki-laki, Berat Badan Ideal dikalikan dengan 30kkal
sedangkan pada wanita dikalikan 25kkal. Faktor koreksi yang dipertimbangkan adalah usia, aktivitas, beratnya stres atau infeksi dan
berat badan. Selain jumlah kkal, perlu perhitungan khusus mengenai kebutuhan protein mengingat defisiensi protein sangat
berperan pada terganggunya proses penyembuhan luka.
Untuk proses penyembuhan luka diperlukan sekitar 1.5-2g protein/kgBB per hari. Karbohidrat, dianjurkan sebanyak 45-65%
dari kebutuhan kalori. Anjuran konsumsi lemak untuk diabetes adalah 20-25% dari kebutuhan energi dan tidak boleh melebihi 30%.
Mikronutrien seperti vitamin C, vitamin E, selenium, copper, zinc dan beta karoten dapan meningkatkan respons kekebalan dengan
jalan mengurangi beban radaikal bebas.Vitamin B kompleks terlibat dalam penyembuhan luka, terutama pada penglepasan energi
dari karbohidrat. Vitamin C (1-6g/hari tergantung BB) berperan dalam sintess kolagen, pembentukan jaringan parut, membantu
penyerapan zat besi dan sebagai antioksidan. Vitamin E (400-800 IU) dapat berasal dari biji bunga matahari, almond dan yogurt.
Vitamin K (1600-2000 RE) dalam penyembuhan luka berperan dalam metabolisme kalsium dan faktor-faktor koagulasi darah.
Vitamin A (5000 IU) membantu sintesis kolagen dan regenerasi sel epitel. Zinc 30-200mg dan besi 20-30mg.1
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (34 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani pada pasien kaki diabetik dapat berupa olahraga yang non weight
bearing seperti berenang (kalau ada luka tidak dilakukan) dan juga senam kaki. Senam kaki bertujuan untuk memperkuat otot-otot

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 18


di sekitar kaki maupun tungkai bawah serta melenturkan sendi dan ligamen di sekitar kaki, disamping membantu melancarkan
aliran darah ke kedua kaki. Dengan makin kuat dan lenturnya kaki, penyandang diabetes tidak mudah jatuh sehingga kemungkinan
terjadinya cedera maupun luka pada kaki dapat dihindari. Bila terjadi luka penyembuhan akan terjadi lebih cepat sebab aliran darah
kedua kaki cukup baik.1,3
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea, glinid.
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion (TZD).
3) Penghambat glukosidase alfa : acarbose.
4) Penghambat DPP (Dipeptidyl Peptidase) IV : sitaglpintin, linagliptin.
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) : canagliflozin, dapaglifozin.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) HbA1c >9% dengan kondisi dekompensasi metabolik.
3) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 19


4) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
5) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
6) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
7) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah.

E. Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka atau luka yang paling sering terjadi pada bagian bawah kaki, terjadi pada sekitar 15% pasien
dengan diabetes.5 Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, diperkirakan 16 juta orang Amerika
Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15%
menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi. Dari beberapa penelitian di Indonesia, angka
kematian akibat ulkus atau gangren berkisar 17-23% sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%.1,6

F. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan
pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada
kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 20


terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah
yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1

Gambar 2. Patofisiologi
terjadinya ulkus pada kaki diabetik
(Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki
Diabetes.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
V. Jakarta: Interna
Publishing;2009 p.1966)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 21


BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 22
G. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King`s College
Hospital London, klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih kompleks, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan
kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu
klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot.1,4

Tabel 2.1. Klasifikasi Texas4

Tingkat
0 1 2 3
Stadium
A Tanpa tukak Luka Luka sampai Luka sampai
dan pasca superfisial, tendon atau tulang/sendi
tukak, kulit tidak sampai kapsul sendi
intak/utuh tendon atau
tulang kapsul sendi
B 1 Infeksi kulit dan jaringan subkutan.
2 Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS
Infeksi
(-).
3 Infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis, shift to
the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 23


C 1 Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia.
2 Critical limb ischemia.
Iskemik
D B1 Infeksi kulit dan jaringan subkutan.
B2 Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS
Infeksi
(-).
dan
B3 Infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis, shift to
Iskemik
the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia.
C1 Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia.
C2 Critical limb ischemia.

Tabel 2.2. Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 20032

Perfusion 1 = Tidak ada.


2 = PAD tanpa critical limb ischemia.
3 = Critical limb ischemia.
Size/Extent in mm2 1 = Luka superfisial dan tidak mencapai dermis.
Tissue Loss/Depth 2 = Ulserasi dalam, sudah mencapai bawah dermis meliputi
struktur subkutan, fascia, otot, dan tendon.
3 = Seluruh lapisan kulit kaki termasuk tulang dan atau sendi.
Infection 1 = Tidak ada gejala dan tanda infeksi.
2 = Infeksi pada kulit dan jaringan subkutan.
3 = Eritema > 2cm dan infeksi meliputi struktur subkutan.
Tidak ada gejala sistemik dari respon inflamasi.
4 = Infeksi dengan gejala sistemik: demam, leukositosis, shift
to the left, insabiliti metabolik, hipotensi, azotemia.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 24


Sensation 1 = Tidak ada.
2 = Ada.

Tabel 2.3. Klasifikasi Wagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)4

0 Tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh.


1 Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit.
2 Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang.
3 Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga
mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis.
4 Gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit.
5 Gangren pada seluruh kaki.

Tabel 2.4. Klasifikasi Liverpool3

Klasifikasi primer Vaskular


Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan
hasil penelitian dari berbagai tempat. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular,

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 25


infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis
dan sangat erat dengan pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005):1

Stage 1 Normal Foot.


Stage 2 High Risk Foot.
Stage 3 Ulcerated Foot.
Stage 4 Infected Foot.
Stage 5 Necrotic Foot.
Stage 6 Unsalvable Foot.
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer,
baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum maupun dokter keluarga.1
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya
sudah memerlukan pelayanan spesialistik.1
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat
erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.1

H. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum


Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai komplikasi yang serius pada kaki diabetik, perlu penanganan
segera yang dimulai dari lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita kaki diabetik diakibatkan oleh adanya iskemia,
mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis.2,3
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi yang umum dapat berupa demam,
edema, eritema, pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 26


peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis.
Menurut Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti
temperature tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit < 10,103/mm3.2,3
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:2
a. Faktor imunologi
- Produksi antibodi menurun
- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- Daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- Hiperglikemia
- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- Glikogen hepar dan kulit menurun
c. Faktor angiopati diabetika
d. Faktor neuropati

Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan anaerob, gram negative dan gram positif. Leicher dkk,
1988 mendapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah gram positif 72%
(Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram negative 49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species,
Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering adalah kokus gram positif aerobic 89% basil

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 27


gram negative aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan trichopiton walaupun tidak
bersifat sistemik.2,3
Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang bersifat polimikrobial dengan antibiotic yang bersifat
polifarmasi. Antibiotik yang direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur dan uji resistensi dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 2.5. Regimen terapi antibiotik empiris untuk ulkus pada kaki diabetic5

Skenario Drug of Choice Alternatives


Mild to moderate, Dicloxacillin (Pathocil) Cephalexin (keflex);
Localized cellulitis amoxicillin/clavulanate potassium
(outpatient) (augmentin); oral clindamycin
(cleocin)
Moderate to severe Nafcillin (Unipen) or Cefazolin (ancef);
cellulitis oxacillin ampicilin/sulbactam (unasyn),
(inpatient) clindamycin IV, vancomycin
(vancocin)
Moderate to severe Ampicilin/sulbactam Ticarcilin/clavulanat (timentin);
celulitis with ischemia or piperacilin/tazobactam (zosyn);
significant local necrosis clindamycin plus ciprofloxacin
(cipro); cefreazidime (fortaz) or
cefepime (maxipime) orcefotaxime

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 28


(claforan) or ceftriaxon (rocephin)
plus metronidazole (flagyl); cefazolin
(for Staphylococcus aureus); nafcilin
(unipen); oxacilin
Life or limb threatening Ticarcilin/clavulanate Clindamycin plus ciprofloxacin or
infection orpoperacilin/tazobactam, tobramycin (nebcin); clindamycin plus
with or without an ceftazidime or cefepime or cefotaxime
aminoglycoside or ceftriaxone; imipenem/cilastin
(primaxin) or meropenem (merrem);
vancomycin plus aztreonam (azactam)
plus metronidazole; vancomycin plus
cefepime, ceftazidime plus
metronidazole.
Persons with serious
betalactam allergy may
be given alternative
agents

I. Perawatan Ulkus Diabetikum

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 29


Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang
optimal. Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu
mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan
sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan. Beberapa
jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu
debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.16 Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan
luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah
menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.6
Perawatan ulkus diabetik juga dapat dilakukan dengan penggunaan Hyperbaric Oxygen Therapy (HBO). Terapi ini dapat
memperlancar aliran darah terutama didaerah mikrosirkulasi sehingga mencegah komplikasi pada organ tubuh vital, selain itu juga dapat
mengurangi edema dan mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi ini juga sudah diteliti dapat menurunkan
angka amputasi pada pasien ulkus diabetik. 6,10

J. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus dilakukan pada
setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua
pihak terkait pengelolaan DM, baik para perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk
dokter, sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki penyandang Dm sambil mengingatkan kembali cara pencegahan dan cara perawatan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 30


kaki yang baik. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula
pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka
melepaskan sepatu dan kausnya.1,11

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi, yakni pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah.1
a. Kontrol metabolik : kontrol kadar gula darah, kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi
ginjal. Semua factor tersebut akan dapat mneghambat kesembuhan luka jika tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
b. Kontrol vaskular : kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali secara sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Pengelolaannya bisa berupa
modifikasi faktor risiko (memperbaiki faktor risiko arterosklerosis dan walking program), terapi farmakologis (memperbaiki
patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM) dan revaskularisasi (terapi bedah).
c. Kontrol luka : debridement yang adekuat dan terapi topical (cairan salin sebagai pembersih luka, atau cairan yodine encer,
senyawa silver sebagai bagian dari dressing).
d. Kontrol infeksi : pemberian antibiotic dengan spectrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negative, dikombinasikan
dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 31


e. Kontrol tekanan : jika tetap kaki dipakai untuk berjalan, luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh,
palagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Untuk mencapai kedaan non weight-
bearing dapat dilakukan antara lain : removable cast walker, temporary shoes, wheelchair, total contact casting.
f. Edukasi : dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM atau ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.

K. Prognosis
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan
membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas

bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan.6
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti
dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun
6
hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhannya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 32


DAFTAR PUSTAKA

1. Soegono S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus terkini. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta 2004:17-28.
2. Soelistijo SA, Novida H. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI. Jakarta 2015.
3. Levy J, Gavin JR, Sowers JR. Diabetes Mellitus : A Disease of Abnormal Cellular Calcium Metabolism? The American Journal of
Medicine 2004:260-73.
4. Kadri. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Terpadu. Subbagian Endokrinologi-Metabolik dan Diabetes, Bagian Ilmu penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) dalam buku penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu. Jakarta; FKUI 2002:161-7.
5. Ketosis, diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Ketosis, updated : 1 Februari 2013, diambil tanggal 20 Juni 2014.
6. Fitzgerald. M.G, O’Sullivan. D. J, Malins. J. M, Fatal Diabetic Ketosis , in British Medical Journal, 1961, Birmingham: The General
Hospital, page 1, diunduh dari http://www.brmedj.com, diambil tanggal 20 Juni 2014.
7. Pyke. D. A, Diabetic Ketosis and Coma, in Jornal Clinic Phatologic, London: The Diabetic Department, King’s College Hospital,
diunduh dari http://www.pubmedcentral.nih. gov/articlerender.fcgi?artid=1347541, diambil tanggal 21 Juni 2014 p:57-65.
8. Soewondo P. Diabetes Melitus, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi ke VI, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2014:189-99.
9. Kalani M, et al,. Hyperbaric Oxygen (HBO) Therapy in Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Long Term Follow-up. Journal of
Diabetes and Its Complications 16, 2002:153-58.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP INDONESIA | 33

Anda mungkin juga menyukai